BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

25
3 BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi Menurut Wignosoebroto (2006) disiplin keilmuan lahir dan berkembang sekitar pertengahan abad 20 ini berkaitan dengan perancangan peralatan dan fasilitas kerja yang memperlihatkan aspek-aspek manusia sebagai pemakainya dikenal dengan nama Ergonomi. Ergonomi atau ergonomics (dalam bahasa inggris) sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu ‘ergo’ yang berarti kerja dan ‘nomos’ yang berarti hukum. Dengan demikian dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka panjang ataupun jangka pendek pada saat berhadapan dengan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras atau hardware (mesin, peralatan kerja, dll) dab perangkat lunak atau software (sistem kerja, metode kerja, prosuder, dll). Dengan demikian ergonomi adalah suatu keilmuan yang multidisiplin, karena disini akan mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kehayatan (kedokteran, biologi), ilmu kejiwaan (psikologi), dan kemasyarakatan (sosiologi). (Sritomo Wignjosoebroto, 2006) Menurut Kuswana (2014), dalam penyelidikannya Ergonomi pada dasarnya dikelompokkan atas empat bidang penyelidikan, yaitu: 1. Penelitian Interface Interface (perangkat antara), yang mengidentifikasi, menganalisis dan mengkaji mengenai informasi tentang suatu lingkungan serta

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

3

BAB II

LANDASAN TEORI

`2.1 Ergonomi

2.1.1 Definisi Ergonomi

Menurut Wignosoebroto (2006) disiplin keilmuan lahir dan berkembang

sekitar pertengahan abad 20 ini berkaitan dengan perancangan peralatan dan

fasilitas kerja yang memperlihatkan aspek-aspek manusia sebagai pemakainya

dikenal dengan nama Ergonomi.

Ergonomi atau ergonomics (dalam bahasa inggris) sebenarnya berasal dari

kata Yunani yaitu ‘ergo’ yang berarti kerja dan ‘nomos’ yang berarti hukum.

Dengan demikian dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari

manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Disiplin ergonomi secara khusus akan

mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan

teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin berangkat dari kenyataan bahwa

manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka panjang ataupun jangka

pendek pada saat berhadapan dengan lingkungan sistem kerjanya yang berupa

perangkat keras atau hardware (mesin, peralatan kerja, dll) dab perangkat lunak

atau software (sistem kerja, metode kerja, prosuder, dll). Dengan demikian

ergonomi adalah suatu keilmuan yang multidisiplin, karena disini akan mempelajari

pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kehayatan (kedokteran, biologi), ilmu

kejiwaan (psikologi), dan kemasyarakatan (sosiologi). (Sritomo Wignjosoebroto,

2006)

Menurut Kuswana (2014), dalam penyelidikannya Ergonomi pada dasarnya

dikelompokkan atas empat bidang penyelidikan, yaitu:

1. Penelitian Interface

Interface (perangkat antara), yang mengidentifikasi, menganalisis dan

mengkaji mengenai informasi tentang suatu lingkungan serta

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

4

mendeskripsikannya dengan simbol-simbol, tanda-tanda, langkah-langkah,

peta dan variabel (waktu jarak) serta konstanta lainnya.

2. Kekuatan Fisik Pekerja

Penelitian tentang aktivitas pelayanan sistem kerja, melalui pengukuran dan

menganalisis gerakan fisik, beban yang diterima dan peralatan yang

digunakan objek pekerjaan. Data-data yang diperoleh, dijadikan bahan

perancangan peralatan kerja sesuai dengan rata-rata kemampuan fisik para

pekerja.

3. Dimensi dan Bentuk Tempat Kerja

Penelitian mengenai dimensi dan bentuk ruang tempat kerja, dimensi ukiran

kebutuhan para pekerja, jenis pekerjaan, dan faktor-faktor yang

mempengaruhi karakteristik aktivitas kerja.

4. Lingkungan Kerja

Penelitian mengenai kondisi lingkunga kerja, seperti pengaturan,

pencahayaan, pengaturan ventilasi udara, dan faktor yang mempengaruhi fisik

pekerja, seperti kebisingan, getaran, temperatur, dan limbah cairan kimia.

Ada berbagai bidang dalam aplikasi ergonomi untuk perancangan kerja

dengan ergonomi, Sutalaksana (1979) membaginya dalam empat kategori:

1. Antropometri

Antropometri berhubungan dengan ukuran dari tubuh dimensi linier,

termasuk berat dan volume. Jangkauan jarak, puncak kedudukan mata, dan

pantat utama sendiri seperti kekurangan yang layak diantara dimensi dan

rancangan dari tempat kerja ini solusi untuk memodifikasi rancangan dan

membuat kesesuaian.

2. Ergonomi Kognitif

Membahas tentang terjadinya pengolahan informasi dalam diri manusia mulai

dari diterimanya sensor sampai dengan dilakukannya tindakan atau action

sebaga umpan balik. Materi ini terkait dengan Human Reliability atau

keandalan manusia dengan melakukan pengukuran kesalahan bakerja atau

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

5

human error. Human Error dapat menjadi kriteria baik buruknya rancangan

mesin dan fasilitas kerja terutama dari sisi perancangan kontrol dan display.

3. Ergonomi Fisik atau Physical Ergonomic

Merupakan bidang yang paling luas dan paling berkembang pada era abad 20.

Membahas tentang pengukuran kerja atau work measurement dari sisi tenaga

yang diperlukan, tegangan atau kontraksi otot maupun besarnya gaya yang

bkerja pada tulang (biomekanika).

4. Lingkungan Fisik Kerja

Berisi kajian tentang pengaruh kondisi lingkungan fisik kerja seperti

kelembapan, pencahayaan, kebisingan, temperatur, getaran, warna serta bau-

bauan terhadap performansi kerja dan kesehatan kerja. Perancangan

lingkungan fisik ini terkait dengan desain area kerja secara keseluruhan

seperti ventilasi, pencahayaan, ruang, dan usaha mengurangi getaran maupun

kebisingan.

2.1.2 Risiko Ergonomi

Risiko ergonomi merupakan risiko yang menyebabkan cedera akibat kerja,

hal itu termasuk hal-hal berikut ini:

1. Penggunaan tenaga atau kekuatan (mengangkat, mendorong, menarik, dan

lain-lain)

2. Pengulangan, melakukan jenis kegiatan yang sama dari suatu kegiatan yang

sama dari suatu pekerjaan dengan menggunakan otot atau anggota tubuh

berulang kali.

3. Kelenturan tubuh (lenturan, punter, jangkauan atas).

4. Pekerjaan statis, diam di dalam satu posisi pada suatu periode waktu tertentu.

5. Getaran mesin-mesin.

6. Kontak tegangan, ketika memperoleh permukaan benda tajam dari suatu alat

atau benda kerja terhadap bagian atau tubuh.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

6

2.2 Muscoluskeletal Disorder (MSDs)

Menurut NIOSH (2000) yang dimaksud muscoluskeletal disorder (MSDs)

adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari

jaringan halus sistem sistem musculoskeletal yang mencakup sistem syaraf, tendon,

otot, dan struktur penunjang seperti discus invertebral. Muscoluskeletal disorder

(MSDs) merupakan gangguan kronik secara repetitive, pergerakan yang cepat,

penggunaan tenaga yang besar, kontak dengan tekanan, postur janggal atau ekstrim,

dan temperatur yang rendah (ACGIH, 2010). Muscoluskeletal Disorder (MSDs)

sangat menyakitkan dan sering terjadi umumnya berkembang secara bertahap

selama beberapa minggu, bulan, dan tahun. Keluhan muskoluskeletal ini dapat

menyebabkan sejumlah kondisi termasuk nyeri, mati rasa, kesemutan, sendi kaku,

kesulitan bergerak, dan kadang-kadang kelumpuhan. Seringkali pekerja harus

kehilangan waktu dari pekerjaan untuk kembali pulih (OSHA, 2000).

Musculoskeletal disorder adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan

oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot

menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat

menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sandi, ligamen, dan tendon

(Grandjen, 1993).

Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan

antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-lain. Sikap

kerja tersebut dilakukan tergantung dari kondisi dari sistem kerja yang ada. Jika

kondisi sistem kerjanya yang tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan kerja,

karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak aman. Menurut Bridger (1995)

sikap kerja yang salah, canggung, dan diluar kebiasaan akan menambah risiko

cidera pada bagian sistem muskoluskeletal.

1. Sikap kerja berdiri

Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering dilakukan

ketika melakukan sesuatu pekerjaan. Berat tubuh manusia akan ditopang oleh salah

satu kaki atau kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Aliran beban berat tubuh

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

7

mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh gaya gravitasi

bumi.

Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang

sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari

tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan

anggota bagian bawah.

Sikap kerja berdiri memiliki beberapa kondisi permasalahan Work Related

Muscoluskeletal Disorder (WMSDs). Nyeri punggung bagian bawah (low back

pain) adalah salah satu masalah pada sikap kerja berdiri dengan sikap punggung

condong ke depan. Sikap kerja berdiri terllau lama akan mengakibatkan

penggumpalan dara di vena, karena aliran darah berlawanan dengan gravitasi.

Kejadian ini dapat mengakibatkan pembengkakan pergelangan kaki.

2. Sikap yang membungkuk

Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekrjaan

adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja.

Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah (low back

pain) bila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama.

Gambar 2.1 Mekanisme Rasa Nyeri Pada Posisi Membungkuk

(Sumber: Bridger 1995)

Pada saat membungkuk, tulang bergerak ke sisi depan tubuh. Otot perut dan

bagian depan invertebratal discs pada bagian lumbar mengalami tekanan. Pada

bagian ligament sisi belakang dari invertebratal discs justru mengalami regangan.

Kondisi ini menyebabkan nyeri punggung bagian bawah (low back pain).

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

8

Sikap kerja membungkuk dapat menyebabkan “slipped disks”, bila dibarengi

dengan pengangkatan beban berlebih. Prosesnya sama dengan sikap kerja

membungkuk, tetapi akibat tekana yang berlebih menyebabkan ligamen pada sisi

belakang lumbar rusak dan penekanan pembuluh saraf. Kerusakan ini disebabkan

oleh keluarnya material pada invertebratal discs.

3. Sikap Kerja Duduk

Sikap kerja duduk mengakibatkan munculnya keluhan pada punggung bagian

bawah, karena pada saat duduk maka otot bagian paha tertarik dan bertentangan

dengan bagian pinggul. Akibatnya tulang pelvis akan miring ke belakang dan tulang

belakang bagian lumbar L3/L4 akan mengendor. Kondisi ini akan membuat sisi

depan invertebratal discs tertekan dan sekelilingnya melebar atau merenggang.

Kondisi ini akan membuat rasa nyeri pada punggung bagian bawah dan menyebar

pada kaki.

Gambar 2.2 Kondisi Invertebral Disk bagian lumbar pada saat duduk

(Sumber: Bridger 1995)

Ketegangan rasa sakit saat bekerja dengan sikap duduk dapat dikurangi

dengan merancang tempat duduk yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

posisi duduk tanpa sandaran menaikkan tekanan invertebratal discs sebanyak

sepertiga sampai setengah lebih banyak dari pada posisi berdiri (Bridger,1995).

Sikap kerja duduk pada kursi membutuhkan sandaran untuk menopang punggung,

yang memungkinkan pergerakan maju-mundur untuk melindungi bagian lumbar.

sandaran harus dirancang dengan tonjolan ke depan untuk memberi ruang bagi

lumbar untuk menekuk.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

9

4. Pengangkatan beban

Kegiatan ini menjadi penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja pada

bagian punggung. Penelitian yang dilakukan NIOSH meperlihatkan sebuah statistic

yang menyatakan bahwa dua-pertiga dari kecelakaan akibat tekanan secara

berlebihan berkaitan dengan aktivitas menaikkan atau mengangkat beban (lifting

loads activity). Pengangkatan beban yang melebihi kekuatan manusia

menyebabkan penggunaan tenaga yang lebih besarpula atau over exertion (Bernard

dan Fine,1997). Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa over exertion menjadi

penyebab cedera punggung paling besar, presentasenya sekitar 64% - 74%. Adapun

pengankatan beban akan mempengaruhi lumbar, dimana aka nada tekanan pada

bagian L5/S1.

Penekanan pada daerah ini mempunyai batas tertentu untuk menahan tekanan.

Invertebratal disc pada bagian L5/S1 lebih banyak menahan tekanan dibandingkan

tulang belakang. Bila pengangkatan yang dilakukan melebihi kemampuan maka

kan menyebar disc herniation akibat lapisan pembungkus pada invertebral disc

pada bagian L5/S1 pecah.

Cara untuk mengurangi risiko cidera yang mungkin ditimbulakn saat

mengankat beban adalah

a. Pikirkan dan rencanakan cara mengangkat beban. Usahakan untuk tidak

mengangkat beban melebihi batas kemampuan dan jangan mengangkat beban

dengan gerakan cepat dan tiba-tiba.

b. Tempatkan beban sedekat mungkin dengan ousat tubuh. Karena makin dekat

beban, makin kecil pengaruhnya dalam memberi tekanan pada punggung, bahu,

dan lengan. Makin dekat beban maka makin mudah untuk menstabilkan tubuh.

c. Tempatkan kaki sedekat mungkin dengan beban saat mulai mengangkat dan

usahakan dalam posisi seimbang. Tekuk lutut dalam posisi setengah jongkok

sampai sudut paling nyaman.

d. Jaga sikap punggung dan bahu tetap lurus, artinya tidak membungkuk,

menyamping atau miring (bending and twist)

e. Turunkan beban dengan menekuk lutut dalam posisi setengah jongkok dengan

sudut paling nyaman.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

10

5. Membawa beban

Membawa beban merpakan pekerjaan manual hadling yang sering dilakukan

saat bekerja. Penentuan beban normal untuk tiap orang ada perbedaanya. Hal ini

dipengaruhi oleh frekuensi dari pekerjaan yang dilakukan. Faktor yang berpengaruh

dari kegiatan membawa beban adalah jarak. Jarak yang ditempuh semakin jauh

akan menurunkan batasan beban yang dibawa.

6. Kegiatan mendorong beban

Hal yang penting menyangkut kegiatan mendorong beban adalah tinggi tangan

pendorong. Tinggi pegangan antara siku dan bahu selama mendorong beban

dianjurkan dalam kegiatan ini. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan tenaga

maksimal untuk mendorong beban berat dan menghindari kecelakaan kerja bagian

bahu dan tangan.

7. Menarik beban

Kegiatan ini biasanya tidak dianjurkan sebagai metode pemindahan beban,

karena beban sulit untuk dikendalikan dengan anggota tubuh. Beban dengan mudah

akan tergelincir keluar dan melukai pekerjanya. Kesulitan yang lain adalah

pengawasan beban yang dipindahkan serta perbedaan jalur yang dilintasi. Menarik

beban hanya dilakukan pada jarak yang pendek dan bila jarak yang ditempuh lebih

jauh biasanya beban didorong ke depan.

2.2.1 Faktor Risiko Muscoluskeletal Disorder (MSDs)

Muscoluskeletal Disorder (MSDs) biasanya dihasilkan dari beberapa paparan

faktor risiko yang dapat menyebabkan atau memperburuk gangguan, bukan

diakibatkan dari suatu peristiwa seperti jatuh, tabrakan, dan lain-lain (OSHA,

2000). Penyebab Muscoluskeletal Disorder (MSDs) adalah beberapa factor

(Standers, 2004). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan Muscoluskeletal Disorder

(MSDs) adalah sebagai berikut:

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

11

a. Faktor Pekerjaan

1) Postur kerja

Postur tubuh dapat didefinisikan sebagai orientasi relative dari bagian tubuh

terhadap ruang. Untuk melakuakan orientasi tubuh tersebut selama beberapa

rentang waktu yang dibutuhkan kerja otot untuk menyangga atau menggerakkan

tubuh. Postur dapat diartikan sebagi konfigurasi dari tubuh manusia, yang meliputi

kepala, punggung, dan tukang belakang (Pheasant, 1991). Secara alamiah postur

tubuh dapat terbagi menjadi:

Statis

Postur kerja statis didefinisikan sebagai postur kerja isometris dengan sangat

sedikit geraka sepanjang waktu kerja sehingga dapat menyebabkan beban statis

pada otot, khususnya otot pinggang, seperti duduk terus-menerus atau posisi kerja

berdiri terus menerus (Bernard er al, 1997).

Pada postur statis persendian tidak bergerak, dan beban yang ada adalah

beban statis. Dengan keadaan statid suplai nutrisi kebagian tubuh akan terganggu

begitu pula dengan suplai oksigen dan proses metabolisme pembuangan tubuh.

Posisi tubuh yang senantiasa berada pada posisi yang sama dari waktu ke waktu

secara alamiah akan membuat bagian tubuh tersebut stres (bridger, 2003).

Dinamis

Stres akan meningkat ketika posisi tubuh menjahui posisi normal tersebut.

Pekerjaan yang dilakukan secara dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh

melakukan pergerakan yang terlalu ekstrim sehingga energy yang dikeluarkan otot

menjadi lebih besar atau tubuh menahan beban yang cukup besar sehingga timbul

hentakan tenaga yang tiba-tiba dan hal tersebut bisa menimbulkan cidera.

Sedangkan untuk jenis bentuk postur tubuh terdiri dari (Pheasant, 1991)

Postur netral

Merupakan postur ketika seseorang melakukan proses pekerjaannya sesuai dengan

struktur anatomi tubuh seseorang dan tidak terjadi penekanan atau pergeseran

tubuh pada bagian penting tubuh, serta tidak menimbulkan keluhan.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

12

Postur janggal

Merupakan postur yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh seseorang untuk

membawa beban dalam jangka waktu yang lama dan dapat menyebabkan terjadinya

berbagai akibat yang merugikan tubuh seperti kelelahan otot, rasa nyeri, serta

menjadi tidak tenang.

2) Beban

Istilah beban tidak smaa dengan berat, beban menunjuk kepada tenaga. Dalam

penilaian risiko, berat hanyalah salah satu aspek dari beban terhadap tubuh, beban

maksimal yang diperbolehkan untuk orang dewasa yaitu 23-25kg untuk

pengangkatan single (tidak berulang). Bentuk dan ukuran objek ikut mempengaruhi

hal tersebut, semakin kecil objek semakin baik agar dapat diletakkan sedekat

mungkin dengan tubuh.

3) Durasi

Durasi adalah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai

menit-menit dari jam kerja/hari pekerja terpajan risiko. Secara umum, semakin

besar pajanan durasi pada faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya.

4) Frekuensi

Banyaknya frekuensi aktifitas (mengangkat atau memindahkan) dalam

satuam waktu (menit) yang dilakukan oleh pekerja dalam satu hari. Frekuensi

gerakan postur janggal dilakukan ≥2kali/menit merupakan faktor risiko terhadap

pinggang. Pekerjaan yang dilakukan berukang-ulang dapat meyebabkan rasa lelah

bahkan nyeri/sakit pada otot.

5) Alat perangkai atau genggaman

Terjadi tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak sebagai contoh pada

ssat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan

menerima tekanan langsung dari pegangan alat. Apabila hal ini sering terjadi, dapat

menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka, 2004).

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

13

b. Fakor pekerja

1) Usia

2) Jenis Kelamin

3) Waktu Kerja

4) Kebiasanan merokok

5) Kebiasaan olahraga

6) Masa kerja

7) Indeks masa tubuh

8) Riwayat penyakit MSDs

9) Kekuatan fisik

c. Faktor lingkungan

1) Suhu dan kelembapan

2) Getaran

3) Iluminasi

4) Faktor psikologis

2.3 Postur dan Pergerakan Kerja

Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja

yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja

sebaiknya postur dilakuakan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi

timbulnya cidera muscoluskeletal. Kenyaman tercipta bila bekerja telah

melakuakan postur kerja yang baik dan aman.

a. Korset Bahu memiliki jangkauan gerakan normal meliputi elevasi, depresi,

adduksi dan abduksi

Gambar 2.3 Jangkauan Gerakan Korset Bahu

(Sumber: www.brianmac.co.uk)

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

14

Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi sumbu tengah tubuh (the

median plane).

Adduction adalah pergerakan ke arah sumbu tengah tubuh (the median plane).

Elevasition adalah pergerakan kearah atas (bahu diangkat keatas)

Depression adalah pergerakan kearah bawah (bahu diturunkan kebawah).

a. Persendihan bahu memiliki jangkauan gerakan normal meliputi: elevasi,

depresi, adduksi dan abduksi.

Gambar 2.4 Jangkauan Gerakan Persendihan Bahu

(Sumber: www.brianmac.co.uk)

Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan.

Extension adalah gerakan merentangkan dimana terjadi peningkatan sudut

antara dua tulang.

Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah tubuh.

Adduction adalah pergerakan kearah sumbu tengah tubuh.

Rotation adalah gerakan perputaran bagian atas lengan atau kaki depan.

Circumduction adalah gerakan perputaran lengan menyamping secara

keseluruhan.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

15

b. Persendihan siku memiliki gerakan normal meliputi: fleksi, ekstensi, adduksi,

abduksi, dan rotasi medial.

Gambar 2.5 Jangkauan gerakan persendian siku

(Sumber: www.brianmac.co.uk)

Supination adalah perputaran kearah samping dari anggota tubuh.

Pronation adalah perputaran bagian tengah dari anggota tubuh.

Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjad pengurangan.

Extension adalah gerakan merentangkan dimana terjadi peningkatan sudut

antara dua tulang.

c. Persendihan pergelangan tangan memiliki jangkauan gerakan normal meliputi:

fleksi, ekstensi. Adduksi, abduksi, dam sirkumduksi.

Gambar 2.6 Jangkauan gerakan pergelangan tangan

(Sumber: www.brianmac.co.uk)

Supination adalah perputaran kearah samping dari anggota tubuh.

Pronation adalah perputaran bagian tengah dari anggota tubuh.

Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjad pengurangan.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

16

Extension adalah gerakan merentangkan dimana terjadi peningkatan sudut

antara dua tulang.

2.4 Rapid Entire Body Assesment (REBA)

Menurut Mc Atamney dan Hignett (2000) Rapid Entire Body Assesment

adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomic dan dapat

digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung,

lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga

dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta

aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan Rapid Entire Body Assesment

(REBA) tidak membutuhkan waktu lama untuk melengkapi dan melakukan scoring

general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan

risiko yang dilibatkan postur kerja operator.

Penilaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan oleh Dr. Sue

Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

Tahap 1: Pengambilan data postur kerja dengan menggunakan bantuan video

atau foto

Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto.

Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan,

pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan supaya mendapatkan

data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman atau hasil foto

bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.

Tahap 2: Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja

Setelah didapatkan hasil rekaman atau foto postur kerja tubuh dari pekerja

dilakukan perhitungan besar sudut dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi

punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan

kaki. Pada metode REBA segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu kelompok A dan kelompok B. Kelompok A meliputi punggung

(batang tubuh), leher, dan kaki. Sementara kelompok B meliputi lengan atas, lengan

bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing-masing

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

17

kelompok dapat dikethui skornya, kemudian skor tersebut digunakan untuk melihat

tabel A untuk kelompok A dan tabel B untuk kelompok B agar diperoleh skor untuk

masing-masing tabel.

Gambar 2.7 Range pergerakan punggung

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Pada gambar 2.5 menunjukkan jangkauan gerakan punggung (batang tubuh),

pergerakan ini dibagi menjadi 4 range yang oertama pergerakan tegaj alamiah

dengan skor 1, pergerakan 0o sampai dengan 20o flexion dan extension dengan skor

2, pergerakan antara 20o sampai dengan 60o flexion dan lebih dari 20o extension

dengan skor 3, pergerakan lebih dari 60o dengan skor 4. Penentuan sudutnya didapat

antara sumbu vertical batang tubuh dengan sumbu horizontal dengan pusat titik

sudut di pinggul. Adapun perubahan skornya, jika batang tubuh memutar atau

miring kesamping maka skor postur ditambah 1.

Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung (Batang Tubuh)

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Pergerakan Skor Perubahan skor

Tegak / alamiah 1

+1 jika memutar atau

kesamping

0o – 20o flexion

0o – 20o extension 2

20o – 60o flexion

˃20o extension 3

˃60o flexion 4

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

18

Gambar 2.8 Pergerakan leher

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Untuk pergerakan leher yang terlihat pada gambar 2.7, jangkauan

pergerakannya dibagi menjadi 2 range yaitu 0o sampai dengan 20o flexion dengan

skor 1, pergerakan lebih dari 20o flexion dan extension dengan skor 2. Apabila pada

pergerakan leher terjadi memutar atau miring kesamping maka skor postur

ditambah 1.

Tabel 2.2 Skor Pergerakan Leher

Pergerakan Skor Perubahan Skor

0o – 20o Flexion 1 +1 jika memutar atau miring

kesamping ˃20o Flexion atau Extension 2

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Gambar 2.9 Range Pergerakan Kaki

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Gambar 2.3 diatas menunjukkan range pergerakan kaki, pada pergerakan kaki

dibagi menjadi dua range, range pertama apabila kaki tertopang, bobot tersebar

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

19

merata, jalan atau duduk maka skornya 1. Untuk range yang kedua kaki tidak

tertopang, bobot tidak tersebar merata, postur tidak stabil maka skornya 2. Adapun

perubahan skornya, apabila kaki memutar atau miring kesamping skor postur

ditambahkan 1, jika lutut antara 30o sampai dengan 60o flexion skor postur

ditambahkan 1 dan jika lutut bersudut lebih dari 60o flexion (tidak ketika duduk)

maka skor ditambah 2.

Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki

Pergerakan Skor Perubahan Skor

kaki beropang ketika berjalan atau

duduk dengan bobot seimbang rata-

rata

1

+1 jika lutut antara 30o – 60o

Flexion

Kaki tidak bertopang atau bobot

tubuh tidak tersebar merata 2

+2 jika lutut ˃60o Flexion

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Gambar 2.10 Pergerakan Lengan Atas

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Seperti yang terlihat pada gambar 2.9 pergerakan lengan atas dibagi menjadi 4

range. Yang pertama pergerakan 20o extension sampai dengan 20o flexion dengan

skor 1. Yang kedua pergerakan lebih dari 20o extension dan antara 20o samapai

dengan 45o flexion dengan skor 2. Untuk yang ketiga antara 45o sampai dengan 90o

flexion dengan skor 3. Yang keempat lebih dari 90o flexion diberi skor 4. Untuk

perubahan skornya, apabila posisi lengan abducted/rotated dan bahu ditinggikan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

20

maka perubahan skornya ditambah 1, jika lengan bersandar atau bobot lengan

ditopang atau sesuai gravitasi perubahan skornya dikurangi 1.

Tabel 2.4 Skor Pergerakan Lengan Atas

Pergerakan Skor Perubahan Skor

20o Extension – 20o

Flexion 1 +1 jika lengan atas abducted

˃20o Extension 2 +1 jika pundak atau bahu ditinggikan

20o – 45o Flexion

45o – 90o Flexion 3 -1 jika operator bersandar atau bobot

lengan ditopang ˃90o Flexion 4

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Gambar 2.11 Pergerakan Lengan Bawah

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Untuk pergerakan lengan bawah seperti tampak pada gambar 2.10, dalam

menentukan besarnya sudut gerakan, titik sudut berada pada siku dan sudut 0o

didapat dengan manrik garis lurus sesuai dengan gerakan lengan atas atau lengan

tangan posisi lurus. Pergerakan lengan bawah dibagi menjadi 2 rangeyaitu

pergerkan antara 60o sampai dengan 100o flexion dengan skor pergerakan 1

sedangakn pergerakan lebih dari 60o flexion atau kurang dari 100o extension skornya

2. Dalam pergerakan lengan bawah tidak ada perubahan skor.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

21

Tabel 2.5 Skor Pergerakan Lengan Bawah

Pergerakan Skor

60o – 100o Flexion 1

˂60o Flexion atau ˃100o Flexion 2

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Gambar 2.12 Pergerakan Tangan

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Menunjukkan range pergerakan pergelangan tangan, pada pergerakan pergelangan

tangan ini apabila sudut yang terbentuk 0o, maka pergerakan pergelangan tangan

dikatakan normal, pada pergerakan pergelangan tangan ini dibagi menjadi 2 range

yaitu pergerakan antara 0o sampai dengan 15o flexion atau extension dengan skor

pergerakan 1 sedangkan pergerakan lebih 15o flexion atau extension skornya 2,

apabila pergelangan tangan menyimpang atau berputar maka perubahan skor

ditambah 1.

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Tangan

Pergerakan Skor Perubahan Skor

0o – 15o Flexion atau

Extebsion

1 +1 jika pergelangan tangan menyimpang

atau berputar

˃15o Flexion atau Extension 2

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Setelah menentukan skor tiap-tiap pergerakan tubuh, selanjutnya hasil skor

tersebut digunakan untuk mengetahui skor pada tabel A dan tabel B. Skor tabel A

dan tabel B diperoleh dengan cara menarik atau menentukan kolom baris sesuai

dengan skor pergerakan tubuh yang telah diperoleh.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

22

Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Hasil penilaian

dari pergerakan punggung (batang tubuh), leher kemudian kaki yang digunakan

untuk menentukan skor A dengan menggunakan tabel 2.9 dibawah ini:

Tabel 2.7 Perhitungan A

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Untuk grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan.

Hasil pergerakan lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan digunakan

untuk menentukan skor B dengan menggunakan tabel 2.10 dibawah ini:

Tabel 2.8 Perhitungan B

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Hasil skor yang diperoleh dari tabel A dan tabel B digunakan untuk

melihat tabel C sehingga didapatkan skor dari tabel C.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

23

Tabel 2.9 Perhitungan C

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Tahap 3: Penentuan berat benda yang dapat diangkat, coupling dan aktivitas

pekerja

Selain skoring pada masing-masing segmen tubuh, faktor lain yang perlu

disertakan adalah berat beban yang diangkat, coupling dan aktivitas pekerjanya.

Masing-masing faktor tersebut juga mempunyai kategori skor. Untuk faktor

beban yang diangkat mempunyai 3 range dengan satu perubahan skor, ramge

yang pertama untuk beban kurang dari 5 kg skor yang berikan 0, range kedua

beban antara 5 kg sampai 10 kg skornya 1, dan range ketiga jika beban dari 10

kg maka sor yang diberikan 2. Untuk perubahan skornya ditambah 1, apabila

penambahan beban dilakukan secara tiba-tiba atau secara cepat.

Tabel 2.10 Beban Yang Diangkat

Beban Skor Skor Perubahan

˂5 kg 0 +1 jika terjadi penambahan

beban dilakukan secara tiba-

tiba atau secara cepat

5kg – 10kg 1

˃10kg 2

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Untuk penentuan skor coupling range pertama diberi skor 0 (good) apabila

pegangan pas dan tepat ditengah atau genggaman kuat, range kedua 1 (fair) jika

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

24

pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal atau coupling lebih sesuai

digunakan oleh bagian lain dari tubuh, untuk range ketiga yang diberi skor 2

jika pegangan tangan tidak bisa diterima walaupun memungkinkan. Apabila

pegangan dipaksakan genggaman yang tidak aman, tanpa pegangan coupling

tidak sesuai digunakan oleh bagian lain dari tubuh maka skornya ditambah 1.

Tabel 2.11 Coupling

Genggaman Skor Deskripsi

Good 0 Memegang dengan baik dan menggunakan setengah

tenaga untuk menggenggam

Fair 1 Pegangan tangan masih dapat diterima meskipun tidak

ideal

Poor 2 Pegangan tangan tidak dapat diterima meskipun masih

memungkinkan

Unacceptable 3

Buruk sekali genggaman tidak aman, tidak ada pegangan.

Menggegam tidak dapat diterima jika menggunakan

bagian tubuh yang lain.

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Untuk aktivitas pekerjaan skor ditambahkan 1, apabila satu atau lebih bagia

tubuh statis dan ditahan lebih dari satu menit terjadi pengulangan gerakan dalam

rentang waktu singkat dan diulang lebih dari 4 kali per menit (tidak termasuk

berjalan), serta gerakan yang menyebabkan perubahan atau pergeseran postur yang

cepat dari posisi awal.

Tabel 2.12 Nilai Aktivitas

Aktivitas Skor Deskripsi

Sikap kerja

statis

+1

Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis atau

diam, seperti memegang selama lebih dari 1 menit

Perulangan +1

Mengulangi sebagian kecil aktivitas, seperti

mengulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit (dalam hal

ini berjalan tidak termasuk)

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

25

Tidak stabil +1

Aktivitas yang mengakibatkan secara cepat terjadi

perubahan yang besar pada sikap kerja atau

mengakibatkan ketidakstabilan pada sikap kerja

(Sumber: Higgnett danMC Atamney, 2000)

Tahap 4: Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan

Setelah didapatkan skor dari tabel A kemudian dijumlahkan dengan skor

untuk berat beban yang diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A. sementara

skor dari tabel B dijumlahkan dengan skor dari tabel coupling sehingga

didapatkan nilai dari bagian B. dari nilai bagin A dan bagian B digunakan untuk

mencari nilai bagian C dari tabel C yang ada.

Nilai REBA didapatkan dari hasil penjumlahan nilai bagian C dengan nilai

aktivitas pekerja. Dari nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko pada

muscoluskeletal dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko

serta perbaikan kerja. Untuk lebih jelasnya, alur cara kerja dengan

menggunakan metode REBA serta level risiko yang terjadi dapat dilihat pada

tabel 2.12 berikut ini:

Tabel 2.13 Level Risiko dan Tindakan

REBA Skor Level Risiko Action Level Tindakan Perbaikan

1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan

2-3 Rendah 1 Mungkin diperlukan

4-7 Sedang 2 Diperlukan

8-10 Tinggi 3 Diperlukan secepatnya

11-15 Sangat tinggi 4 Diperlukan saat itu juga

(Sumber: Higgnett dan MC Atamney, 2000)

Dari tabel risiko dapat diketahui nilai REBA yang didapatkan dari hasil

perhitungan sebelumnya dapat diketahui level risikonya yang terjadi dan perlu atau

tidaknya tindakan dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja berdasarkan prinsip-

prinsip ergonomi.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

26

2.5 Nordic Body Map

Corlett (1922) menyatakan bahwa Nordic Body Map merupakan salah satu alat

ukur yang biasanya digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan

muscoluskeletal. Melalu nordic body map dapat diketahui bagian-bagian otot yang

mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai rasa tidak nyaman (agak sakit)

sampai sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh maka

diestimasikan jenis dan tingkay keluhan otot skeletal yang dirasakan pekerja.

Gambar 2.13 Peta Tubuh

(Sumber: Corlett 1992)

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI `2.1 Ergonomi 2.1.1 Definisi Ergonomi

27

Keterangan

0 leher bagian atas

1 leher bagian bawah

2 bahu kiri

3 bahu kanan

4 lengan atas kiri

5 Punggung

6 lengan atas kanan

7 Pinggang

8 pantat (buttock)

9 pantat (buttom)

10 siku kiri

11 siku kanan

12 lengan bawah kiri

13 lengan bawah kanan

14 pergelangan tangan kiri

15 pergelangan tangan kanan

16 tangan kiri

17 tangan kanan

18 paha kiri

19 paha kanan

20 lutut kiri

21 lutut kanan

22 betis kiri

23 betis kanan

24 pergelangan kaki kiri

25 pergelangan kaki kanan

26 kaki kiri

27 kaki kanan