BAB II Kulit
-
Upload
adamaliksgmailcom -
Category
Documents
-
view
35 -
download
5
Transcript of BAB II Kulit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang cukup luas. Kulit berfungsi sebagai
pelindung untuk menjaga jaringan internal dari trauma, bahaya radiasi
ultraviolet, temperatur yang ekstrim, toksin, dan bakteri. Menurut Hess
(2005, p.5) kulit pada manusia terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a. Epidermis
Epidermis merupakan bagian terluar kulit yang terdiri dari lima
lapisan kulit antara lain: (1) Stratum basale (germinativum) merupakan
asal mula pembentukan jaringan baru pada luka yang berperan dalam
merubah bentuk lapisan sel yang sudah mati; (2) Stratum spinosum ;
(3) Stratum granulosum; (4) Stratum lucidum; dan (5) Stratum
corneum.
Komponen utama epidermis adalah protein keratin yang
dihasilkan oleh sel-sel yang disebut keratinosit (Corwin 2000, p.589).
Lapisan epidermis berfungsi untuk melindungi kulit dari masuknya
bakteri, toksin dan menjaga keseimbangan cairan yaitu menghindari
pengeluaran cairan secara berlebihan.
7
b. Dermis
Dermis lebih tebal dari epidermis. Lapisan kulit ini memiliki
fungsi utama sebagai penyokong bagi epidermis. Selain itu dermis
berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan melalui pengaturan
aliran darah kulit, termoregulasi, dan sebagai faktor pertumbuhan serta
perbaikan dermal.
c. Jaringan Subkutan
Jaringan subkutan merupakan lapisan lemak dan jaringan ikat
yang banyak memiliki pembuluh darah dan saraf. Lapisan ini berfungsi
sebagai pengatur temperatur pada kulit dan sebagai tempat
penyimpanan bahan bakar.
2. Luka
a. Pengertian Luka
Lazarus et al. (1994) dalam Fundamental of Nursing
mendefinisikan luka sebagai rusaknya struktur dan fungsi anatomis
normal akibat proses patologis, berasal dari internal maupun eksternal
yang mengenai organ tertentu (Potter & Perry 2005, p.1853).
Sedangkan Brunner dan Suddarth (2002, p.1854) menggambarkan luka
sebagai gangguan dalam kontinuitas sel-sel, yang kemudian dapat
diikuti dengan penyembuhan luka sebagai bentuk pemulihan
kontinuitas tersebut.
8
b. Klasifikasi Luka
Sistem klasifikasi luka memberikan gambaran tentang status
integritas kulit, penyebab luka, keparahan, luasnya cedera, kerusakan
jaringan, kebersihan luka, dan gambaran kualitas luka. Adanya
berbagai klasifikasi luka mempermudah perawat memahami resiko
yang berhubungan dengan luka dan implikasi keperawatannya (Potter
& Perry 2005, p.1853).
Menurut Brunner & Suddarth (2002, p.1856) luka dapat
diklasifikasikan melalui dua cara yaitu berdasarkan mekanisme cedera
dan tingkat kontaminasi luka pada saat pembedahan.
1) Berdasarkan mekanisme cedera, luka dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a) Luka insisi
Luka insisi adalah luka yang dibuat dengan potongan
bersih dan menggunakan instrumen tajam. Contoh luka ini
adalah luka yang dibuat oleh ahli bedah dalam setiap prosedur
operasi.
b) Luka kontusi
Luka kontusi adalah luka yang diakibatkan pukulan
benda tumpul dengan ditandai oleh cedera berat pada bagian
yang lunak, hemoraghi, dan pembengkakan.
9
c) Luka laserasi
Luka laserasi adalah luka dengan tepi bergerigi, tidak
teratur, seperti luka yang dibuat oleh kaca atau goresan kawat.
d) Luka tusuk
Luka tusuk adalah luka yang disebabkan oleh benda
runcing. Sebagai contoh luka yang dibuat oleh peluru atau
tusukan pisau.
2) Berdasarkan tingkat kontaminasimya, luka dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a) Luka bersih
Luka bersih adalah luka bedah yang tidak terinfeksi
sehingga tidak mengalami inflamasi. Luka bersih biasanya
dijahit tertutup sehingga memberi kemungkinan infeksi luka
adalah 1 % - 5 %.
b) Luka kontaminasi bersih
Luka kontaminasi bersih adalah luka bedah pada saluran
pernafasan, pencernaan, genital atau perkemihan yang
terkontrol, dan tidak terkontaminasi yang tidak lazim.
Kemungkinan relatif infeksi luka adalah 3 % - 11 %.
c) Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi mencakup luka terbuka baru, luka
akibat kecelakaan, dan prosedur bedah dengan pelanggaran
dalam teknik aseptik atau keluarnya isi saluran gastrointestinal
10
dalam jumlah banyak. Selain itu yang termasuk dalam kategori
ini adalah luka insisi dengan inflamasi akut, nonpurulen.
Kemungkinan dari infeksi luka ini adalah 10 % - 17 %.
d) Luka kotor atau terinfeksi
Luka kotor atau terinfeksi adalah luka dimana organisme
yang menyebabkan infeksi pasca operasi terdapat dalam lapang
operatif sebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka trauma
yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan
dalam jaringan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang
sudah ada atau viscera (jeroan) yang mengalami perforasi.
Kemungkinan relatif infeksi luka adalah lebih dari 27 %.
Potter & Perry (2005, p.1855-1866) mengklasifikasikan luka
berdasarkan status integritas kulit, penyebab, tingkat keparahan,
kebersihan, dan kualitas deskriptif.
11
Tabel 1. Klasifikasi Luka Menurut Potter & Perry
DESKRIPSI PENYEBAB
Status Integritas Kulit
Luka Terbuka
Luka melibatkan robekan pada kulit atau
membrane mukosa.
Trauma oleh benda tajam atau tumpul (insisi
bedah, pungsi vena, luka tembak).
Luka Tertutup
Luka tanpa robekan pasa kulit. Bagian tubuh yang terpukul oleh benda tumpul;
terpelintir, keseleo, daya deselerasi ke arah.
Luka Akut
Luka dengan proses penyembuhan yang terjadi
akibat proses perbaikan integritas fungsi dan
anatomi secara terus menerus sesuai dengan
tahap dan waktu yang normal.
Trauma akibat benda tajam.
Luka Kronik
Luka yang gagal melewati proses perbaikan
untuk mengembalikan integritas fungsi dan
anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang
normal.
Ulkus, luka akibat gesekan, sekresi, tekanan.
Penyebab
Disengaja
Luka akibat terapi. Insisi bedah, tusukan jarum ke tubuh.
Kecelakaan Tidak Disengaja
Luka yang terjadi tanpa diharapkan. Cedera traumatic (luka akibat pisau, dan luka
bakar).
Tingkat Keparahan
12
Permukaan
Luka hanya mengenai lapisan epidermis. Akibat gesekkan pada permukaan kulit (abrasi,
luka bakar tingkat I, dan luka cukur).
Penetrasi
Luka yang menyebabkan rusaknya lapisan
epidermis, dermis, dan jaringan atau organ yang
lebih dalam.
Benda asing atau alat yang masuk ke dalam
jaringan tubuh; biasanya tidak disengaja (luka
tembak, dan luka tusuk).
Perforasi
Luka penetrasi akibat adanya benda asing yang
masuk ke dalam.
Benda asing atau alat yang masuk ke dalam
jaringan tubuh; biasanya tidak disengaja (luka
tembak, luka tusuk).
Kebersihan
Luka bersih
Luka yang tidak mengandung organisme
patogen.
Luka bedah tertutup yang tidak mengenai
saluran gastrointestinal, pernafasan, genital,
saluran kemih yang tidak terinfeksi atau rongga
orofaring.
Terkontaminasi-bersih
Luka dalam kondisi aseptik tetapi melibatkan
rongga tubuh yang secara normal mengandung
mikroorganisme.
Luka bedah pada saluran gastrointestinal,
pernafasan, genital, saluran kemih atau rongga
orofaring pada kondisi yang terkontrol.
Terkontaminasi
Luka berada pada kondisi yang mungkin
mengandung mikroorganisme.
Luka terbuka, traumatic, kecelakaan, luka
bedah tanpa teknik aseptik yang baik.
Terinfeksi
Terdapat bakteri pada luka, biasanya berjumlah
lebih dari 105 mikroorganisme/gram jaringan.
Setiap luka yang tidak sembuh dan di dalamnya
terdapat pertumbuhan organisme, luka
traumatic yang lama dan insisi bedah ke area
luka terinfeksi (contohnya adalah ruptur usus).
13
Terkolonisasi
Luka mengandung mikroorganisme (biasanya
multiple).
Luka kronik (ulkus statis vascular, dan
ulkus/luka tekan).
Kualitas Deskriptif
Laserasi
Jaringan tubuh robek dengan sisi yang tidak
beraturan.
Cedera traumatic berat (luka karena kecelakaan
kerja akibat mesin atau jaringan tubuh yang
terpotong oleh pecahan gelas.
Abrasi
Luka permukaan meliputi luka potong atau
lecet
Luka akibat jatuh (pada lutut atau siku); dan
luka akibat pembuangan jaringan parut.
Kontusio
Luka tertutup karena pukulan benda tumpul
yang ditandai dengan pembengkakan,
perubahan warna kulit dan nyeri.
Perdarahan jaringan di bawahnya akibat
pukulan benda tumpul tubuh.
c. Penanganan Luka
Asepsis yang cermat merupakan faktor penting dalam
meminimalkan dan meningkatkan keberhasilan perawatan luka. Ada
dua macam asepsis yaitu asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis
medis adalah suatu cara untuk membatasi jumlah pertumbuhan dan
penyebaran mikroorganisme (Johnsons 2005, p.45). Sedangkan asepsis
bedah merupakan segala usaha untuk membunuh semua
mikroorganisme termasuk sporanya dengan cara mekanis dan atau
termis pada saat pembedahan akan dimulai. Membersihkan dan
mengganti perban pada luka bedah harus dilakukan secara asepsis
14
bedah sehingga mikroorganisme tidak dapat masuk ke dalam luka dan
tidak terjadi infeksi (Oswari n.d., p.1).
Luka dengan pembuluh darah yang tersayat tapi tidak terputus
tidak akan terjadi penarikan pembuluh darah tersebut ke dalam otot.
Perdarahan dapat dihentikan dengan cara menekan daerah yang
berdarah tersebut (Oswari n.d., p.48).
Luka yang terjadi kurang dari 8 jam biasanya belum terjadi
infeksi, sehingga setelah luka dicuci dengan sabun dan air dapat
langsung dijahit. Pinggir luka yang tidak rata dieksisi dan diratakan.
Pada luka yang terjadi lebih dari 8 jam dan tidak terlihat tanda-
tanda peradangan bila perlu dipasang drain kemudian dijahit agak
longgar (jahit situasi). Tujuannya untuk memberi kesempatan agar
pus/nanah bisa keluar. Luka demikian akan sembuh per sekundam.
Penyembuhan per sekundam terjadi pada tepi luka yang tidak saling
berdekatan. Luka akan tetap terbuka sehingga akan tersisi jaringan
parut.
Menjahit luka yang menembus lemak, fasia dan otot harus
dilakukan lapis demi lapis. Pembuluh darah yang masih mengeluarkan
darah dijepit dan bila perlu diikat dengan catgut. Selanjutnya kulit
dijahit dengan jarum kulit memakai zyde.
Luka kemudian diberi antibiotika dan Tetanus Formal Toxoid
(TFT) atau ATS. TFT harus diberi sebanyak tiga kali dengan jarak
waktu 4-6 minggu. Antibiotika diberikan selama masih ada tanda
15
peradangan. Pengobatan luka harus dilakukan secara aseptik agar dapat
sembuh dengan cepat (Oswari n.d., p.49).
d. Fisiologi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan
melibatkan banyak sel (Suriadi 2004, p.24). Menurut Wilson & Price
(2005, p.1425) agar proses penyembuhannya optimal maka luka harus
dijaga kelembabannya. Sifat penyembuhan pada semua luka sama
dengan variasinya yaitu bergantung pada lokasi, keparahan dan
luasnya cedera. Selain itu kemampuan sel dan jaringan dalam
melakukan regenersi atau kembali ke struktur normal melalui
pertumbuhan sel juga mempengaruhi penyembuhan luka (Potter &
Perry 2005, p.1853).
Menurut Wilson & Price (2005, p.1425) penyembuhan luka
terjadi melalui beberapa fase. Fase tersebut meliputi fase hemostasis
(koagulasi), inflamasi, granulasi (proliferasi) dan maturasi
(remodelling).
1) Fase Hemostasis (koagulasi)
Pada fase ini terjadi pengontrolan perdarahan. Secara
fisiologis fase ini berlangsung sesaat setelah terjadinya luka (Potter
& Perry 2005, p.1853). Hemostasis merupakan awal proses
penyembuhan luka dengan melibatkan platelet. Pengeluaran
platelet akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah disertai
proses koagulasi. Proses ini mencegah perdarahan yang lebih luas.
16
Pada tahapan ini terjadi adhesi, agregasi, dan degranulasi pada
sirkulasi platelet dalam pembentukan fibrin. Vascular Endotelial
Growth Factor (VEGF) mempengaruhi ekstravasasi protein plasma
untuk menciptakan suatu struktur penyokong yang tidak hanya
mengaktifkan sel endotelial tetapi juga lekosit dan sel epithelial.
2) Fase Inflamasi
Proses inflamasi adalah suatu perlawanan terhadap infeksi
dan sebagai jembatan antara jaringan yang mengalami injury dan
untuk pertumbuhan sel-sel baru (Suriadi 2004, p.25). Fase
inflamasi berlangsung beberapa menit setelah terjadi luka. Proses
perbaikan pada fase ini terdiri dari antara lain pengontrolan
perdarahan (hemostasis), pengiriman darah dan sel ke area yang
mengalami cedera (inflamasi), dan pembentukan sel-sel epitel pada
tempat cedera (epitelisasi) (Potter & Perry 2005, p.1854).
Lekosit yang pertama kali muncul adalah neutrofil karena
densitasnya lebih tinggi dalam aliran darah. Kemudian netrofil
akan memfagosit bakteri dan masuk melalui fibrin untuk
mempersiapkan jaringan baru. Selanjutnya dalam waktu singkat
mengeluarkan mediator vasodilatasi dan cytokine mengaktifkan
fibroblast dan keratinosit untuk mengikat makrofag ke dalam luka.
Setelah itu makrofag memfagosit zat pathogen dan mensekresi
cytokine serta growth factor (fibriblast growth factor (FGF),
epidermal growth factor (EGF), vascular endothelial growth factor
17
(VEGF), tumor necrosis factor (TNF-α, interferon gamma (IFN-γ,)
dan interleukin-I (IL-I)).
Bekuan-bekuan darah membentuk matriks fibrin yang
nantinya menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang
rusak dan sel mast mensekresi histamin yang menyebabkan
vasodilatasi kapiler di sekitarnya dan mengeluarkan serum dan sel
darah putih ke dalam jaringan yang rusak. Hal ini menimbulkan
kemerahan, edema, hangat, dan nyeri lokal. Respon inflamasi
merupakan respon yang menguntungkan sehingga tidak perlu
mendinginkan area inflamasi atau mengurangi bengkak (Potter &
Perry 2005, p.1854).
Pada fase inflamasi juga terjadi angiogenesis yaitu proses
dimana pembuluh-pembuluh darah kapiler darah yang baru mulai
tumbuh dalam luka setelah cedera. Pembuluh darah tersebut
berperan sangat penting pada fase proliferasi. Fase inflamasi secara
keseluruhan membutuhkan waktu kira-kira 4 sampai 6 hari.
3) Fase Granulasi (Proliferasi)
Aktifitas utama fase granulasi adalah pengisisan luka dengan
jaringan penyambung atau jaringan granulasi baru dan penutupan
bagian atas luka dengan epitelisasi (Potter & Perry 2005, p.1857).
Fase granulasi ditandai dengan pembentukan jaringan
granulasi dalam luka. Pada fase ini makrofag dan limfosit masih
ikut berperan. Proses ini bergantung pada metabolik, konsentrasi
18
oksigen, dan faktor pertumbuhan (growth factor). Pada fase
granulasi, fibroblast merupakan elemen sintetik utama dalam
proses perbaikan dan berperan dalam proses produksi struktur
protein yang digunakan selama rekonstruksi jaringan.
Secara khusus fibroblast menghasilkan sejumlah kolagen
yang banyak (Hess 2005, p.10). Fibroblas biasanya tampak di
sekeliling luka. Pada fase granulasi juga terjadi angiogenesis yang
secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Tahap terakhir
fase granulasi adalah epitelisasi. Ketika epitelisasi selesai maka
akan terbentuk jaringan parut. Keseluruhan fase ini berlangsung
selama 4 sampai 24 hari.
4) Fase Maturasi (Remodelling)
Selama fase maturasi kolagen mulai menyebar, saling
terikat dan menyatu serta berangsur-angsur menyokong pemulihan
jaringan. Remodelling kolagen selama pembentukan jaringan parut
tergantung pada sintesis dan katabolisme kolagen secara terus
menerus. Fase maturasi ini terjadi selama 21 hari sampai 2 tahun
(Wilson & Price 2005, p.1435). Pada penelitian yang dilakukan
Gohel et al. (1999) di salah satu bagian wilayah Inggris fase
maturasi pada penyembuhan luka rata-rata berlangsung selama 3
tahun.
e. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
19
Menurut Hess (2005, p.10) faktor-faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka dibagi menjadi dua yaitu faktor sistemik dan faktor
lokal.
1) Faktor Sistemik
a) Usia
Penuaan dapat mengganggu semua tahap penyembuhan
luka. Beberapa perubahan yang terjadi pada lansia sehingga
mengganggu penyembuhan antara lain : (1) perubahan vaskuler
yang mengganggu sirkulasi ke daerah luka; (2) penurunan
fungsi hati yang mengganggu sintesis faktor pembekuan;
(3) respon inflamasi menjadi lambat; (4) penurunan
pembentukan limfosit; (5) jaringan kolagen menjadi kurang
lunak; dan (6) jaringan parut menjadi kurang elastis (Potter &
Perry 2002, p.1560).
Penurunan aktifitas sel epidermis pada kulit lansia akan
menambah waktu pembentukan sel epidermis yaitu 1/3 waktu
dari waktu normal (Potter dan Perry 2002, p.1854). Dengan
kata lain proses penyembuhan luka pada lansia lebih lama. Hal
ini disebabkan adanya proses degenerasi akibat tidak
adekuatnya pemasukan makanan, menurunnya kekebalan, dan
menurunnya sirkulasi.
b) Nutrisi
20
Faktor utama penyembuhan luka adalah nutrisi.
Penurunan serum albumin, total limfosit, dan transferin
merupakan resiko terhambatnya proses penyembuhan luka.
Nutrisi yang berpengaruh pada penyembuhan luka dapat
dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Nutrisi yang Diperlukan pada Penyembuhan Luka
Nutrisi Fungsi Kekurangan
Protein Memperbaiki luka
Produksi dan migrasi sel darah putih.
Fagositosis
Proliferation fibroblast
Neovascularisation
Sintesis kolagen
Proliferasi sel epitel
Remodelling luka
Menghasilkan faktor pembeku
Luka sulit sembuh
Menyebabkan
hipoalbuminemia
Limfopenia
Imunitas sel menjadi
lemah
Karbohidrat Menyuplai energi ke sel-sel
Membagi protein
Perbaikan jaringan lambat.
Lemak Menyuplai energi ke sel-sel Perbaikan jaringan
21
Menyuplai asam lemak essensial
Struktur membrane sel
Menghasilkan prostaglandin
terhambat.
Vitamin A Mensintesis kolagen
Epitelisasi
Penyembuhan luka
terhambat
Memperlemah imunitas
Vitamin C Mengikat membran
Antioksidan
Memperlemah imunitas
Menghambat
penyembuhan luka
Kapiler menjadi rapuh
Vitamin K Pembekuan darah normal Memperbesar resiko
hemoraghi dan hematom
Besi Mensintesis kolagen
Menghambat aktifitas bakteri
Mensintesis hemoglobin
Anemia, menambah resiko
iskemik jaringan .
Seng (Zinc) Proliferasi sel
Pemanfaatan vitamin A
Pengikatan kolagen
melemah
Penyembuhan luka lambat
Nafsu makan berkurang
Memperlemah imunitas
Tembaga Pengikat kolagen
Mensintesis sel darah merah
Mengurangi sintesis
kolagen
Anemia
Pyridoxine,
riboflavin dan
tiamin
Menghasilkan energi
Imunitas sel
Mensintesis sel darah merah
Mudah infeksi
Menghambat
penyembuhan luka
Arginine Meningkatkan sistem imun lokal Sistem imun luka lokal
berkurang
Glutamine Untuk bahan fibroblas Bahan fibroblast
berkurang
From Hess CT : Clinical Guide : Wound Care (4th ed),p46,Springhouse.PA, Springhouse,2002
22
c) Insufisiensi Vaskuler
Insufisiensi vaskuler akan menghambat proses
penyembuhan luka karena mengakibatkan defisit oksigen pada
jaringan. Defisit oksigen ini biasanya disebabkan oleh tidak
adekuatnya fungsi paru, kardiovaskular, dan terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah setempat.
Tekanan oksigen arteri yang rendah akan mengganggu
sintesis kolagen dan sel epitel. Jika sirkulasi lokal aliran darah
buruk, jaringan gagal memperoleh oksigen yang dibutuhkan.
Penurunan Hb dalam darah (anemia) akan mengurangi tingkat
oksigen arteri dalam kapiler sehingga mengganggu perbaikan
jaringan (Potter & Perry 2005, p.1860).
d) Obat-Obatan
Obat-obatan yang berpengaruh pada penyembuhan luka
antara lain :
(1) Steroid
Steroid dapat menyamarkan adanya infeksi dengan
mengganggu proses inflamasi normal. Steroid menurunkan
respons inflamasi dan memperlambat sintesis kolagen. Obat-
obatan antiinflamasi menekan sintesis protein, kontraksi luka,
epitelisasi, dan inflamasi
(2) Antikoagulan
23
Antikoagulan dapat menyebabkan hemoragi.
(3) Antibiotik spektrum luas / spesifik
Antibiotik efektif apabila diberikan segera sebelum
pembedahan untuk patologi spesifik atau kontaminasi bakteri.
Penggunaan antibiotik dalam waktu lama dapat
meningkatkan resiko terjadinya superinfeksi (Potter & Perry
2005, p.1860).
e) Tipe Tubuh
Pada klien yang gemuk sekali biasanya terjadi kekurangan
protein. Sebaliknya pada klien kurus sekali akan terjadi gangguan
sirkulasi oksigen. Hal ini menghambat penyembuhan luka.
Supariasa (2002) menjelaskan untuk mengukur indeks
massa tubuh bisa dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
Tabel 3. Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Supariasa (2002).
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal - 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
24
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Menurut Gravante, et al. (2007) obesitas mempengaruhi
penyembuhan luka. Hal ini disebabkan jaringan lemak kekurangan
suplai darah baik untuk melawan infeksi bakteri maupun untuk
mengirimkan nutrisi serta elemen seluler yang berguna dalam
penyembuhan luka (Potter & Perry 2005, p.1860).
f) Penyakit Kronis
Penyakit kronis yang dapat menghambat penyembuhan
luka antara lain: penyakit arteri koronari, penyakit peripheral
vascular, kanker, dan diabetes mellitus. Diabetes menyebabkan
hemoglobin memiliki afinitas yang lebih besar untuk oksigen,
sehingga hemoglobin gagal melepaskan oksigen ke jaringan.
Selain itu hiperglikemia yang terjadi akan mengganggu
kemampuan leukosit dalam melakukan fagositosis dan juga
mendorong pertumbuhan infeksi jamur dan ragi yang berlebihan
(Potter & Perry 2005, p.1860).
2) Faktor Lokal
a) Tekanan
Bila tempat yang luka mengalami tekanan, maka akan
terjadi gangguan sirkulasi darah ke jaringan tersebut. Hal ini
akan menghambat proses penyembuhan. Muntah, distensi
abdomen, dan usaha pernafasan dapat menimbulkan stres pada
jahitan operasi dan merusak lapisan luka. Tekanan mendadak
25
yang tidak terduga pada luka insisi akan menghambat
pembentukan sel endotel dan jaringan kolagen (Potter & Perry
2005, p.1860).
b) Kelembaban
Kelembaban akan mempercepat penyembuhan luka
dengan meningkatkan perpindahan sel (Potter & Perry 2005,
p.1867).
c) Trauma dan Edema
Penyembuhan luka akan lambat bahkan tidak ada sama
sekali pada kondisi kulit yang sering terluka. Edema
menyebabkan gangguan suplai nutrisi dan sirkulasi oksigen ke
jaringan.
d) Infeksi
Infeksi memperlambat penyembuhan luka. Infeksi pada
luka ditandai dengan keluarnya purulen atau eksudat, erythema,
dan demam. Resiko infeksi bisa dikurangi dengan mengatur
suhu ruang perawatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan
Kurz et al (1996) di Inggris pada perawatan perioperatif dengan
suhu klien normal (36,6 ± 0,5 oC) resiko terjadi Infeksi Luka
Operasi (ILO) lebih kecil daripada klien yang mengalami
hypothermia (34,7 ± 0,6 oC).
26
e) Nekrosis
Jaringan nekrotik dapat menghambat penyembuhan
luka. Slough (jaringan kulit yang mengelupas) dan Eschar
(keropeng bekas luka) adalah dua tipe jaringan nekrosis yang
nampak pada luka.
f) Adanya benda asing dalam luka.
Benda asing dalam luka dapat menghambat penyembuhan
luka karena tidak dapat diabsorbsi oleh jaringan. Benda asing
tersebut dapat berupa pasir, batu kecil, benang jahit, dan lain-
lain. Benda asing dalam otot maupun kulit seharusnya
dikeluarkan karena akan menimbulkan peradangan dan
mengganggu pergerakkan penderita (Oswari n.d., p.51).
f. Komplikasi Luka
Menurut Potter & Perry (2005, p.1857) komplikasi
penyembuhan luka meliputi hematoma (hemoragi), infeksi, dehisens,
eviserasi, fistula dan penundaan penutupan luka.
1) Hematoma (hemoraghi)
Pada luka pasca opersi kadang terjadi sedikit perdarahan di
bawah kulit yang disebut hematoma (hemoraghi). Jika terjadi
bekuan darah kecil, maka ia akan terserap dan tidak harus
ditangani. Akan tetapi jika bekuan darahnya besar dan luka agak
27
menonjol maka penyembuhan akan terhambat kecuali bekuan ini
dibuang.
Proses penyembuhan biasanya dengan granulasi atau
dengan penutupan sekunder. Perawat harus mengobservasi semua
luka secara ketat, terutama luka operasi yang beresiko tinggi
mengalami perdarahan selama 24 sampai 48 jam.
2) Infeksi (sepsis luka)
Infeksi luka bedah adalah infeksi luka nosokomial kedua
terbanyak di rumah sakit. Faktor resiko terjadinya infeksi pada luka
meliputi faktor lokal dan umum. Faktor lokal terdiri dari:
(a) kontaminasi luka; (b) benda asing; (c) teknik menjahit yang
salah; (d) hematoma. Sedangkan faktor umum terdiri dari;
(a) dehidrasi; (b) malnutrisi; (c) anemia; (d) usia lanjut;
(e) obesitas; (f) syok; (g) hospitalisasi praoperasi yang lama;
(h) durasi prosedur pembedahan; dan (i) gangguan yang berkaitan
misalnya diabetes mellitus dan imunosupresi.
Luka terkontaminasi atau luka traumatic akan menunjukkan
tanda-tanda infeksi lebih awal yaitu dalam waktu 2-3 hari. Infeksi
luka operasi biasanya tidak terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 setelah
operasi. Tanda dan gejala yang dialami klien meliputi demam,
nyeri tekan dan nyeri pada daerah luka serta jumlah sel darah putih
klien meningkat. Selain itu tepi luka terlihat mengalami inflamasi.
Jika terdapat drainase maka drainase berbau dan purulen, sehingga
28
menimbulkan warna kuning, hijau atau coklat bergantung pada
jenis organisme penyebab.
Hasil kultur yang positif tidak selalu mengindikasikan
adanya infeksi karena banyak jenis luka yang mengandung koloni
bakteri tetapi tidak menyebabkan infeksi. Pembeda antara luka
terkontaminasi dan luka terinfeksi adalah jumlah bakteri yang ada
di dalamnya. Menurut kesepakatan luka yang mengandung bakteri
lebih dari 100.000 (105)/ml termasuk luka terinfeksi. Satu-satunya
pengecualian adalah jika organisme yang ditemukan berupa
Streptococcus hemolitik-B maka luka yang mengandung bakteri
jenis ini dalam jumlah kurang dari 105/ml sudah dianggap
terinfeksi.
Resiko infeksi lebih besar terjadi jika luka mengandung
jaringan mati atau nekrotik, terdapat benda asing pada atau dekat
luka, dan suplai darah serta pertahanan jaringan di sekitar luka
menurun. Infeksi luka oleh bakteri akan menghambat
penyembuhan luka.
Staphylococcus aureus menyebabkan banyak infeksi luka
pasca operasi. Infeksi lainnya dapat terjadi akibat E.coli,
P.vulgaris, dan organisme lainnya. Proses inflamatori dapat
menyebabkan gejala dalam 36 sampai 48 jam. Frekuensi nadi dan
suhu tubuh meningkat dan luka biasanya menjadi bengkak, hangat
29
dan nyeri tekan. Tanda lokal mungkin tidak terdapat ketika infeksi
sudah mendalam.
6. Gentamisin
a. Pengertian
Gentamisin merupakan antibiotika aminoglikoside yang
mempunyai aktifitas bakterisidal terutama untuk basil aerobic gram
negatif yang peka (Aminoglikoside 2006). Sementara basil gram positif
yang peka hanya Staphylococcus aureus. Gentamisin salep lemak
maupun krem digunakan untuk pengobatan infeksi kulit yang
disebabkan oleh bakteri tetapi tidak efektif melawan infeksi kulit yang
disebabkan oleh jamur atau virus (Gentamisin 2007). Gentamisin yang
digunakan sebagai antibiotik adalah gentamisin base 1,0 mg (Lutan &
Wajdi 2005, p.42).
b. Indikasi
Indikasi penggunaan gentamisin adalah untuk impetigo
contagiosa, superfisial folliculitis, echtyma, furunculosis, sycosis
barbae, pyoderma gangrenosum, seborrhoeic terinfeksi, eczematoid
dermatitis, pustular acne, infeksi luka dan luka bakar, ulcer, dan
paronychia.
c. Cara pemakaian
Pada dewasa, anak-anak, dan usia lanjut gentamisin digunakan
dengan cara dioleskan tipis-tipis sebanyak 3-4 kali sehari pada tempat
30
yang memerlukan pengobatan atau sesuai petunjuk dokter. Jika perlu
ditutup dengan pembalut
d. Efek samping
Klien dengan dermatoses yang diobati gentamisin salep lemak
atau krem dilaporkan beberapa mengalami kasus kecil erytema dan
pruritis. Biasanya pada kasus seperti ini tidak perlu menghentikan
pengobatan. Kemungkinan fotosensitisasi juga pernah dilaporkan pada
beberapa klien.
e. Kontra indikasi
Kontra indikasi pada klien yang hipersensitif terhadap salah satu
bahan yang terkandung, termasuk aminoglikosida. Gentamisin juga
dikontraindikasikan pada klien infeksi jamur dan virus.
7. Iodine Povidone 10 %
Iodine povidon adalah cairan yang dapat larut dari iodine yang
dicampur dengan Polyvinyilpyrrolidone (PVP) dengan kadar iodine 7,5 %
sampai dengan 10 %. Polyvinyilpyrrolidone yang sudah dicampur dengan
Iodine disebut PVPI (Polyvinyilpyrrolidone-Iodine). PVPI dalam bentuk
solution (larutan), aerosol, maupun krem diformulasikan sebagai topical
antiseptic (antiseptik topikal) dalam konsentrasi 7,5 % sampai 10 %
(Povidone-iodine 2007).
Adapun sifat antiseptic golongan senyawa halogen atau Iodine
povidon cair 10 % adalah mempunyai efek antiseptic yang tahan lama,
mekanisme kerjanya tidak membedakan antara mikroorganisme dan
31
jaringan tubuh, mudah larut dalam air dan mudah hilang dari kulit, lebih
stabil karena tidak menguap, mempunyai sifat seperti hexachlorofen yaitu
berkhasiat bakterisid terhadap kuman gram positif (Staphylococcus) dan
bekerja fungistatis (Tjay & Raharja 2002, p.23), namun tidak aktif
melawan fungi (Laurel et al., 1998).
B. Kerangka Teori
Dari uraian proses penyembuhan luka dapat diperlihatkan gambaran
singkat dengan mekanisme di bawah ini.
Luka Operasi
Fisiologis pada hari ke – I dstPenyembuhan
Lama
Infeksi
Tahap Inflamasi dan Granulasi
Patologis pada > hr ke-3
Kehilangan mikrosirkulasi
Vasodilatasi Vasokonstriksi
Tidak Infeksi
Penyembuhan luka dipengaruhi oleh :a.Faktor sistemik :
- Usia- Nutrisi- Insufisiensi vaskuler- Obat-obatan- Tipe tubuh- Penyakit kronisb.Faktor lokal :- Tekanan- Kelembaban- Trauma dan edema- Infeksi- Nekrosis- benda asing dalam
Penyembuhan luka cepat
32
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut.
Penyembuhan luka dipengaruhi oleh :a.Faktor sistemik :
- Usia- Nutrisi- Insufisiensi vaskuler- Obat-obatan- Tipe tubuh- Penyakit kronisb.Faktor lokal :- Tekanan- Kelembaban- Trauma dan edema- Infeksi- Nekrosis- benda asing dalam
33
Penyembuhan Luka
Perawatan luka dengan Iodine povidone 10% Perawatan luka dengan Gentamisin salep
Luka Operasi
Penyembuhan luka dipengaruhi oleh :a.Faktor sistemik :-Usia-Nutrisi-Insufisiensi vaskuler-Obat-obatan-Tipe tubuh-Penyakit kronisb.Faktor lokal :- Tekanan-Kelembaban-Trauma dan edema-Infeksi-Nekrosis-benda asing dalam luka
=diteliti=tidak diteliti
Penyembuhan Luka
GranulasiNyeri inflamasiHemoraghiInfeksiFistula
GranulasiNyeri inflamasiHemoraghiInfeksiFistula
Analisa bivariatAnalia multivariateAnalia univariateUntuk a dan b
34
D. Hipotesis
Gentamisin merupakan antibiotika aminoglikoside yang mempunyai
aktifitas bakterisidal terutama untuk basil aerobic gram negatif yang peka
(Lutan & Wajdi, 2005, p.42). maka hipotesis dari penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : Gentamisin salep lebih efektif pada perawatan
luka pasca operasi laparatomi di RSUD Banyumas dibandingkan Iodine
povidon 10 %.
35