BAB II Kulit

42
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anatomi dan Fisiologi Kulit Kulit merupakan organ yang cukup luas. Kulit berfungsi sebagai pelindung untuk menjaga jaringan internal dari trauma, bahaya radiasi ultraviolet, temperatur yang ekstrim, toksin, dan bakteri. Menurut Hess (2005, p.5) kulit pada manusia terdiri dari 3 lapisan yaitu : a. Epidermis Epidermis merupakan bagian terluar kulit yang terdiri dari lima lapisan kulit antara lain: (1) Stratum basale (germinativum) merupakan asal mula pembentukan jaringan baru pada luka yang berperan dalam merubah bentuk lapisan sel yang sudah mati; (2) Stratum spinosum ; (3) Stratum granulosum; (4) Stratum lucidum; dan (5) Stratum corneum. 7

Transcript of BAB II Kulit

Page 1: BAB II Kulit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang cukup luas. Kulit berfungsi sebagai

pelindung untuk menjaga jaringan internal dari trauma, bahaya radiasi

ultraviolet, temperatur yang ekstrim, toksin, dan bakteri. Menurut Hess

(2005, p.5) kulit pada manusia terdiri dari 3 lapisan yaitu :

a. Epidermis

Epidermis merupakan bagian terluar kulit yang terdiri dari lima

lapisan kulit antara lain: (1) Stratum basale (germinativum) merupakan

asal mula pembentukan jaringan baru pada luka yang berperan dalam

merubah bentuk lapisan sel yang sudah mati; (2) Stratum spinosum ;

(3) Stratum granulosum; (4) Stratum lucidum; dan (5) Stratum

corneum.

Komponen utama epidermis adalah protein keratin yang

dihasilkan oleh sel-sel yang disebut keratinosit (Corwin 2000, p.589).

Lapisan epidermis berfungsi untuk melindungi kulit dari masuknya

bakteri, toksin dan menjaga keseimbangan cairan yaitu menghindari

pengeluaran cairan secara berlebihan.

7

Page 2: BAB II Kulit

b. Dermis

Dermis lebih tebal dari epidermis. Lapisan kulit ini memiliki

fungsi utama sebagai penyokong bagi epidermis. Selain itu dermis

berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan melalui pengaturan

aliran darah kulit, termoregulasi, dan sebagai faktor pertumbuhan serta

perbaikan dermal.

c. Jaringan Subkutan

Jaringan subkutan merupakan lapisan lemak dan jaringan ikat

yang banyak memiliki pembuluh darah dan saraf. Lapisan ini berfungsi

sebagai pengatur temperatur pada kulit dan sebagai tempat

penyimpanan bahan bakar.

2. Luka

a. Pengertian Luka

Lazarus et al. (1994) dalam Fundamental of Nursing

mendefinisikan luka sebagai rusaknya struktur dan fungsi anatomis

normal akibat proses patologis, berasal dari internal maupun eksternal

yang mengenai organ tertentu (Potter & Perry 2005, p.1853).

Sedangkan Brunner dan Suddarth (2002, p.1854) menggambarkan luka

sebagai gangguan dalam kontinuitas sel-sel, yang kemudian dapat

diikuti dengan penyembuhan luka sebagai bentuk pemulihan

kontinuitas tersebut.

8

Page 3: BAB II Kulit

b. Klasifikasi Luka

Sistem klasifikasi luka memberikan gambaran tentang status

integritas kulit, penyebab luka, keparahan, luasnya cedera, kerusakan

jaringan, kebersihan luka, dan gambaran kualitas luka. Adanya

berbagai klasifikasi luka mempermudah perawat memahami resiko

yang berhubungan dengan luka dan implikasi keperawatannya (Potter

& Perry 2005, p.1853).

Menurut Brunner & Suddarth (2002, p.1856) luka dapat

diklasifikasikan melalui dua cara yaitu berdasarkan mekanisme cedera

dan tingkat kontaminasi luka pada saat pembedahan.

1) Berdasarkan mekanisme cedera, luka dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

a) Luka insisi

Luka insisi adalah luka yang dibuat dengan potongan

bersih dan menggunakan instrumen tajam. Contoh luka ini

adalah luka yang dibuat oleh ahli bedah dalam setiap prosedur

operasi.

b) Luka kontusi

Luka kontusi adalah luka yang diakibatkan pukulan

benda tumpul dengan ditandai oleh cedera berat pada bagian

yang lunak, hemoraghi, dan pembengkakan.

9

Page 4: BAB II Kulit

c) Luka laserasi

Luka laserasi adalah luka dengan tepi bergerigi, tidak

teratur, seperti luka yang dibuat oleh kaca atau goresan kawat.

d) Luka tusuk

Luka tusuk adalah luka yang disebabkan oleh benda

runcing. Sebagai contoh luka yang dibuat oleh peluru atau

tusukan pisau.

2) Berdasarkan tingkat kontaminasimya, luka dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

a) Luka bersih

Luka bersih adalah luka bedah yang tidak terinfeksi

sehingga tidak mengalami inflamasi. Luka bersih biasanya

dijahit tertutup sehingga memberi kemungkinan infeksi luka

adalah 1 % - 5 %.

b) Luka kontaminasi bersih

Luka kontaminasi bersih adalah luka bedah pada saluran

pernafasan, pencernaan, genital atau perkemihan yang

terkontrol, dan tidak terkontaminasi yang tidak lazim.

Kemungkinan relatif infeksi luka adalah 3 % - 11 %.

c) Luka terkontaminasi

Luka terkontaminasi mencakup luka terbuka baru, luka

akibat kecelakaan, dan prosedur bedah dengan pelanggaran

dalam teknik aseptik atau keluarnya isi saluran gastrointestinal

10

Page 5: BAB II Kulit

dalam jumlah banyak. Selain itu yang termasuk dalam kategori

ini adalah luka insisi dengan inflamasi akut, nonpurulen.

Kemungkinan dari infeksi luka ini adalah 10 % - 17 %.

d) Luka kotor atau terinfeksi

Luka kotor atau terinfeksi adalah luka dimana organisme

yang menyebabkan infeksi pasca operasi terdapat dalam lapang

operatif sebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka trauma

yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan

dalam jaringan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang

sudah ada atau viscera (jeroan) yang mengalami perforasi.

Kemungkinan relatif infeksi luka adalah lebih dari 27 %.

Potter & Perry (2005, p.1855-1866) mengklasifikasikan luka

berdasarkan status integritas kulit, penyebab, tingkat keparahan,

kebersihan, dan kualitas deskriptif.

11

Page 6: BAB II Kulit

Tabel 1. Klasifikasi Luka Menurut Potter & Perry

DESKRIPSI PENYEBAB

Status Integritas Kulit

Luka Terbuka

Luka melibatkan robekan pada kulit atau

membrane mukosa.

Trauma oleh benda tajam atau tumpul (insisi

bedah, pungsi vena, luka tembak).

Luka Tertutup

Luka tanpa robekan pasa kulit. Bagian tubuh yang terpukul oleh benda tumpul;

terpelintir, keseleo, daya deselerasi ke arah.

Luka Akut

Luka dengan proses penyembuhan yang terjadi

akibat proses perbaikan integritas fungsi dan

anatomi secara terus menerus sesuai dengan

tahap dan waktu yang normal.

Trauma akibat benda tajam.

Luka Kronik

Luka yang gagal melewati proses perbaikan

untuk mengembalikan integritas fungsi dan

anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang

normal.

Ulkus, luka akibat gesekan, sekresi, tekanan.

Penyebab

Disengaja

Luka akibat terapi. Insisi bedah, tusukan jarum ke tubuh.

Kecelakaan Tidak Disengaja

Luka yang terjadi tanpa diharapkan. Cedera traumatic (luka akibat pisau, dan luka

bakar).

Tingkat Keparahan

12

Page 7: BAB II Kulit

Permukaan

Luka hanya mengenai lapisan epidermis. Akibat gesekkan pada permukaan kulit (abrasi,

luka bakar tingkat I, dan luka cukur).

Penetrasi

Luka yang menyebabkan rusaknya lapisan

epidermis, dermis, dan jaringan atau organ yang

lebih dalam.

Benda asing atau alat yang masuk ke dalam

jaringan tubuh; biasanya tidak disengaja (luka

tembak, dan luka tusuk).

Perforasi

Luka penetrasi akibat adanya benda asing yang

masuk ke dalam.

Benda asing atau alat yang masuk ke dalam

jaringan tubuh; biasanya tidak disengaja (luka

tembak, luka tusuk).

Kebersihan

Luka bersih

Luka yang tidak mengandung organisme

patogen.

Luka bedah tertutup yang tidak mengenai

saluran gastrointestinal, pernafasan, genital,

saluran kemih yang tidak terinfeksi atau rongga

orofaring.

Terkontaminasi-bersih

Luka dalam kondisi aseptik tetapi melibatkan

rongga tubuh yang secara normal mengandung

mikroorganisme.

Luka bedah pada saluran gastrointestinal,

pernafasan, genital, saluran kemih atau rongga

orofaring pada kondisi yang terkontrol.

Terkontaminasi

Luka berada pada kondisi yang mungkin

mengandung mikroorganisme.

Luka terbuka, traumatic, kecelakaan, luka

bedah tanpa teknik aseptik yang baik.

Terinfeksi

Terdapat bakteri pada luka, biasanya berjumlah

lebih dari 105 mikroorganisme/gram jaringan.

Setiap luka yang tidak sembuh dan di dalamnya

terdapat pertumbuhan organisme, luka

traumatic yang lama dan insisi bedah ke area

luka terinfeksi (contohnya adalah ruptur usus).

13

Page 8: BAB II Kulit

Terkolonisasi

Luka mengandung mikroorganisme (biasanya

multiple).

Luka kronik (ulkus statis vascular, dan

ulkus/luka tekan).

Kualitas Deskriptif

Laserasi

Jaringan tubuh robek dengan sisi yang tidak

beraturan.

Cedera traumatic berat (luka karena kecelakaan

kerja akibat mesin atau jaringan tubuh yang

terpotong oleh pecahan gelas.

Abrasi

Luka permukaan meliputi luka potong atau

lecet

Luka akibat jatuh (pada lutut atau siku); dan

luka akibat pembuangan jaringan parut.

Kontusio

Luka tertutup karena pukulan benda tumpul

yang ditandai dengan pembengkakan,

perubahan warna kulit dan nyeri.

Perdarahan jaringan di bawahnya akibat

pukulan benda tumpul tubuh.

c. Penanganan Luka

Asepsis yang cermat merupakan faktor penting dalam

meminimalkan dan meningkatkan keberhasilan perawatan luka. Ada

dua macam asepsis yaitu asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis

medis adalah suatu cara untuk membatasi jumlah pertumbuhan dan

penyebaran mikroorganisme (Johnsons 2005, p.45). Sedangkan asepsis

bedah merupakan segala usaha untuk membunuh semua

mikroorganisme termasuk sporanya dengan cara mekanis dan atau

termis pada saat pembedahan akan dimulai. Membersihkan dan

mengganti perban pada luka bedah harus dilakukan secara asepsis

14

Page 9: BAB II Kulit

bedah sehingga mikroorganisme tidak dapat masuk ke dalam luka dan

tidak terjadi infeksi (Oswari n.d., p.1).

Luka dengan pembuluh darah yang tersayat tapi tidak terputus

tidak akan terjadi penarikan pembuluh darah tersebut ke dalam otot.

Perdarahan dapat dihentikan dengan cara menekan daerah yang

berdarah tersebut (Oswari n.d., p.48).

Luka yang terjadi kurang dari 8 jam biasanya belum terjadi

infeksi, sehingga setelah luka dicuci dengan sabun dan air dapat

langsung dijahit. Pinggir luka yang tidak rata dieksisi dan diratakan.

Pada luka yang terjadi lebih dari 8 jam dan tidak terlihat tanda-

tanda peradangan bila perlu dipasang drain kemudian dijahit agak

longgar (jahit situasi). Tujuannya untuk memberi kesempatan agar

pus/nanah bisa keluar. Luka demikian akan sembuh per sekundam.

Penyembuhan per sekundam terjadi pada tepi luka yang tidak saling

berdekatan. Luka akan tetap terbuka sehingga akan tersisi jaringan

parut.

Menjahit luka yang menembus lemak, fasia dan otot harus

dilakukan lapis demi lapis. Pembuluh darah yang masih mengeluarkan

darah dijepit dan bila perlu diikat dengan catgut. Selanjutnya kulit

dijahit dengan jarum kulit memakai zyde.

Luka kemudian diberi antibiotika dan Tetanus Formal Toxoid

(TFT) atau ATS. TFT harus diberi sebanyak tiga kali dengan jarak

waktu 4-6 minggu. Antibiotika diberikan selama masih ada tanda

15

Page 10: BAB II Kulit

peradangan. Pengobatan luka harus dilakukan secara aseptik agar dapat

sembuh dengan cepat (Oswari n.d., p.49).

d. Fisiologi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan

melibatkan banyak sel (Suriadi 2004, p.24). Menurut Wilson & Price

(2005, p.1425) agar proses penyembuhannya optimal maka luka harus

dijaga kelembabannya. Sifat penyembuhan pada semua luka sama

dengan variasinya yaitu bergantung pada lokasi, keparahan dan

luasnya cedera. Selain itu kemampuan sel dan jaringan dalam

melakukan regenersi atau kembali ke struktur normal melalui

pertumbuhan sel juga mempengaruhi penyembuhan luka (Potter &

Perry 2005, p.1853).

Menurut Wilson & Price (2005, p.1425) penyembuhan luka

terjadi melalui beberapa fase. Fase tersebut meliputi fase hemostasis

(koagulasi), inflamasi, granulasi (proliferasi) dan maturasi

(remodelling).

1) Fase Hemostasis (koagulasi)

Pada fase ini terjadi pengontrolan perdarahan. Secara

fisiologis fase ini berlangsung sesaat setelah terjadinya luka (Potter

& Perry 2005, p.1853). Hemostasis merupakan awal proses

penyembuhan luka dengan melibatkan platelet. Pengeluaran

platelet akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah disertai

proses koagulasi. Proses ini mencegah perdarahan yang lebih luas.

16

Page 11: BAB II Kulit

Pada tahapan ini terjadi adhesi, agregasi, dan degranulasi pada

sirkulasi platelet dalam pembentukan fibrin. Vascular Endotelial

Growth Factor (VEGF) mempengaruhi ekstravasasi protein plasma

untuk menciptakan suatu struktur penyokong yang tidak hanya

mengaktifkan sel endotelial tetapi juga lekosit dan sel epithelial.

2) Fase Inflamasi

Proses inflamasi adalah suatu perlawanan terhadap infeksi

dan sebagai jembatan antara jaringan yang mengalami injury dan

untuk pertumbuhan sel-sel baru (Suriadi 2004, p.25). Fase

inflamasi berlangsung beberapa menit setelah terjadi luka. Proses

perbaikan pada fase ini terdiri dari antara lain pengontrolan

perdarahan (hemostasis), pengiriman darah dan sel ke area yang

mengalami cedera (inflamasi), dan pembentukan sel-sel epitel pada

tempat cedera (epitelisasi) (Potter & Perry 2005, p.1854).

Lekosit yang pertama kali muncul adalah neutrofil karena

densitasnya lebih tinggi dalam aliran darah. Kemudian netrofil

akan memfagosit bakteri dan masuk melalui fibrin untuk

mempersiapkan jaringan baru. Selanjutnya dalam waktu singkat

mengeluarkan mediator vasodilatasi dan cytokine mengaktifkan

fibroblast dan keratinosit untuk mengikat makrofag ke dalam luka.

Setelah itu makrofag memfagosit zat pathogen dan mensekresi

cytokine serta growth factor (fibriblast growth factor (FGF),

epidermal growth factor (EGF), vascular endothelial growth factor

17

Page 12: BAB II Kulit

(VEGF), tumor necrosis factor (TNF-α, interferon gamma (IFN-γ,)

dan interleukin-I (IL-I)).

Bekuan-bekuan darah membentuk matriks fibrin yang

nantinya menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang

rusak dan sel mast mensekresi histamin yang menyebabkan

vasodilatasi kapiler di sekitarnya dan mengeluarkan serum dan sel

darah putih ke dalam jaringan yang rusak. Hal ini menimbulkan

kemerahan, edema, hangat, dan nyeri lokal. Respon inflamasi

merupakan respon yang menguntungkan sehingga tidak perlu

mendinginkan area inflamasi atau mengurangi bengkak (Potter &

Perry 2005, p.1854).

Pada fase inflamasi juga terjadi angiogenesis yaitu proses

dimana pembuluh-pembuluh darah kapiler darah yang baru mulai

tumbuh dalam luka setelah cedera. Pembuluh darah tersebut

berperan sangat penting pada fase proliferasi. Fase inflamasi secara

keseluruhan membutuhkan waktu kira-kira 4 sampai 6 hari.

3) Fase Granulasi (Proliferasi)

Aktifitas utama fase granulasi adalah pengisisan luka dengan

jaringan penyambung atau jaringan granulasi baru dan penutupan

bagian atas luka dengan epitelisasi (Potter & Perry 2005, p.1857).

Fase granulasi ditandai dengan pembentukan jaringan

granulasi dalam luka. Pada fase ini makrofag dan limfosit masih

ikut berperan. Proses ini bergantung pada metabolik, konsentrasi

18

Page 13: BAB II Kulit

oksigen, dan faktor pertumbuhan (growth factor). Pada fase

granulasi, fibroblast merupakan elemen sintetik utama dalam

proses perbaikan dan berperan dalam proses produksi struktur

protein yang digunakan selama rekonstruksi jaringan.

Secara khusus fibroblast menghasilkan sejumlah kolagen

yang banyak (Hess 2005, p.10). Fibroblas biasanya tampak di

sekeliling luka. Pada fase granulasi juga terjadi angiogenesis yang

secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Tahap terakhir

fase granulasi adalah epitelisasi. Ketika epitelisasi selesai maka

akan terbentuk jaringan parut. Keseluruhan fase ini berlangsung

selama 4 sampai 24 hari.

4) Fase Maturasi (Remodelling)

Selama fase maturasi kolagen mulai menyebar, saling

terikat dan menyatu serta berangsur-angsur menyokong pemulihan

jaringan. Remodelling kolagen selama pembentukan jaringan parut

tergantung pada sintesis dan katabolisme kolagen secara terus

menerus. Fase maturasi ini terjadi selama 21 hari sampai 2 tahun

(Wilson & Price 2005, p.1435). Pada penelitian yang dilakukan

Gohel et al. (1999) di salah satu bagian wilayah Inggris fase

maturasi pada penyembuhan luka rata-rata berlangsung selama 3

tahun.

e. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

19

Page 14: BAB II Kulit

Menurut Hess (2005, p.10) faktor-faktor yang mempengaruhi

penyembuhan luka dibagi menjadi dua yaitu faktor sistemik dan faktor

lokal.

1) Faktor Sistemik

a) Usia

Penuaan dapat mengganggu semua tahap penyembuhan

luka. Beberapa perubahan yang terjadi pada lansia sehingga

mengganggu penyembuhan antara lain : (1) perubahan vaskuler

yang mengganggu sirkulasi ke daerah luka; (2) penurunan

fungsi hati yang mengganggu sintesis faktor pembekuan;

(3) respon inflamasi menjadi lambat; (4) penurunan

pembentukan limfosit; (5) jaringan kolagen menjadi kurang

lunak; dan (6) jaringan parut menjadi kurang elastis (Potter &

Perry 2002, p.1560).

Penurunan aktifitas sel epidermis pada kulit lansia akan

menambah waktu pembentukan sel epidermis yaitu 1/3 waktu

dari waktu normal (Potter dan Perry 2002, p.1854). Dengan

kata lain proses penyembuhan luka pada lansia lebih lama. Hal

ini disebabkan adanya proses degenerasi akibat tidak

adekuatnya pemasukan makanan, menurunnya kekebalan, dan

menurunnya sirkulasi.

b) Nutrisi

20

Page 15: BAB II Kulit

Faktor utama penyembuhan luka adalah nutrisi.

Penurunan serum albumin, total limfosit, dan transferin

merupakan resiko terhambatnya proses penyembuhan luka.

Nutrisi yang berpengaruh pada penyembuhan luka dapat

dijelaskan pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Nutrisi yang Diperlukan pada Penyembuhan Luka

Nutrisi Fungsi Kekurangan

Protein Memperbaiki luka

Produksi dan migrasi sel darah putih.

Fagositosis

Proliferation fibroblast

Neovascularisation

Sintesis kolagen

Proliferasi sel epitel

Remodelling luka

Menghasilkan faktor pembeku

Luka sulit sembuh

Menyebabkan

hipoalbuminemia

Limfopenia

Imunitas sel menjadi

lemah

Karbohidrat Menyuplai energi ke sel-sel

Membagi protein

Perbaikan jaringan lambat.

Lemak Menyuplai energi ke sel-sel Perbaikan jaringan

21

Page 16: BAB II Kulit

Menyuplai asam lemak essensial

Struktur membrane sel

Menghasilkan prostaglandin

terhambat.

Vitamin A Mensintesis kolagen

Epitelisasi

Penyembuhan luka

terhambat

Memperlemah imunitas

Vitamin C Mengikat membran

Antioksidan

Memperlemah imunitas

Menghambat

penyembuhan luka

Kapiler menjadi rapuh

Vitamin K Pembekuan darah normal Memperbesar resiko

hemoraghi dan hematom

Besi Mensintesis kolagen

Menghambat aktifitas bakteri

Mensintesis hemoglobin

Anemia, menambah resiko

iskemik jaringan .

Seng (Zinc) Proliferasi sel

Pemanfaatan vitamin A

Pengikatan kolagen

melemah

Penyembuhan luka lambat

Nafsu makan berkurang

Memperlemah imunitas

Tembaga Pengikat kolagen

Mensintesis sel darah merah

Mengurangi sintesis

kolagen

Anemia

Pyridoxine,

riboflavin dan

tiamin

Menghasilkan energi

Imunitas sel

Mensintesis sel darah merah

Mudah infeksi

Menghambat

penyembuhan luka

Arginine Meningkatkan sistem imun lokal Sistem imun luka lokal

berkurang

Glutamine Untuk bahan fibroblas Bahan fibroblast

berkurang

From Hess CT : Clinical Guide : Wound Care (4th ed),p46,Springhouse.PA, Springhouse,2002

22

Page 17: BAB II Kulit

c) Insufisiensi Vaskuler

Insufisiensi vaskuler akan menghambat proses

penyembuhan luka karena mengakibatkan defisit oksigen pada

jaringan. Defisit oksigen ini biasanya disebabkan oleh tidak

adekuatnya fungsi paru, kardiovaskular, dan terjadinya

vasokonstriksi pembuluh darah setempat.

Tekanan oksigen arteri yang rendah akan mengganggu

sintesis kolagen dan sel epitel. Jika sirkulasi lokal aliran darah

buruk, jaringan gagal memperoleh oksigen yang dibutuhkan.

Penurunan Hb dalam darah (anemia) akan mengurangi tingkat

oksigen arteri dalam kapiler sehingga mengganggu perbaikan

jaringan (Potter & Perry 2005, p.1860).

d) Obat-Obatan

Obat-obatan yang berpengaruh pada penyembuhan luka

antara lain :

(1) Steroid

Steroid dapat menyamarkan adanya infeksi dengan

mengganggu proses inflamasi normal. Steroid menurunkan

respons inflamasi dan memperlambat sintesis kolagen. Obat-

obatan antiinflamasi menekan sintesis protein, kontraksi luka,

epitelisasi, dan inflamasi

(2) Antikoagulan

23

Page 18: BAB II Kulit

Antikoagulan dapat menyebabkan hemoragi.

(3) Antibiotik spektrum luas / spesifik

Antibiotik efektif apabila diberikan segera sebelum

pembedahan untuk patologi spesifik atau kontaminasi bakteri.

Penggunaan antibiotik dalam waktu lama dapat

meningkatkan resiko terjadinya superinfeksi (Potter & Perry

2005, p.1860).

e) Tipe Tubuh

Pada klien yang gemuk sekali biasanya terjadi kekurangan

protein. Sebaliknya pada klien kurus sekali akan terjadi gangguan

sirkulasi oksigen. Hal ini menghambat penyembuhan luka.

Supariasa (2002) menjelaskan untuk mengukur indeks

massa tubuh bisa dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut.

Tabel 3. Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Supariasa (2002).

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4

Normal - 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0

Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

24

Page 19: BAB II Kulit

Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Menurut Gravante, et al. (2007) obesitas mempengaruhi

penyembuhan luka. Hal ini disebabkan jaringan lemak kekurangan

suplai darah baik untuk melawan infeksi bakteri maupun untuk

mengirimkan nutrisi serta elemen seluler yang berguna dalam

penyembuhan luka (Potter & Perry 2005, p.1860).

f) Penyakit Kronis

Penyakit kronis yang dapat menghambat penyembuhan

luka antara lain: penyakit arteri koronari, penyakit peripheral

vascular, kanker, dan diabetes mellitus. Diabetes menyebabkan

hemoglobin memiliki afinitas yang lebih besar untuk oksigen,

sehingga hemoglobin gagal melepaskan oksigen ke jaringan.

Selain itu hiperglikemia yang terjadi akan mengganggu

kemampuan leukosit dalam melakukan fagositosis dan juga

mendorong pertumbuhan infeksi jamur dan ragi yang berlebihan

(Potter & Perry 2005, p.1860).

2) Faktor Lokal

a) Tekanan

Bila tempat yang luka mengalami tekanan, maka akan

terjadi gangguan sirkulasi darah ke jaringan tersebut. Hal ini

akan menghambat proses penyembuhan. Muntah, distensi

abdomen, dan usaha pernafasan dapat menimbulkan stres pada

jahitan operasi dan merusak lapisan luka. Tekanan mendadak

25

Page 20: BAB II Kulit

yang tidak terduga pada luka insisi akan menghambat

pembentukan sel endotel dan jaringan kolagen (Potter & Perry

2005, p.1860).

b) Kelembaban

Kelembaban akan mempercepat penyembuhan luka

dengan meningkatkan perpindahan sel (Potter & Perry 2005,

p.1867).

c) Trauma dan Edema

Penyembuhan luka akan lambat bahkan tidak ada sama

sekali pada kondisi kulit yang sering terluka. Edema

menyebabkan gangguan suplai nutrisi dan sirkulasi oksigen ke

jaringan.

d) Infeksi

Infeksi memperlambat penyembuhan luka. Infeksi pada

luka ditandai dengan keluarnya purulen atau eksudat, erythema,

dan demam. Resiko infeksi bisa dikurangi dengan mengatur

suhu ruang perawatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan

Kurz et al (1996) di Inggris pada perawatan perioperatif dengan

suhu klien normal (36,6 ± 0,5 oC) resiko terjadi Infeksi Luka

Operasi (ILO) lebih kecil daripada klien yang mengalami

hypothermia (34,7 ± 0,6 oC).

26

Page 21: BAB II Kulit

e) Nekrosis

Jaringan nekrotik dapat menghambat penyembuhan

luka. Slough (jaringan kulit yang mengelupas) dan Eschar

(keropeng bekas luka) adalah dua tipe jaringan nekrosis yang

nampak pada luka.

f) Adanya benda asing dalam luka.

Benda asing dalam luka dapat menghambat penyembuhan

luka karena tidak dapat diabsorbsi oleh jaringan. Benda asing

tersebut dapat berupa pasir, batu kecil, benang jahit, dan lain-

lain. Benda asing dalam otot maupun kulit seharusnya

dikeluarkan karena akan menimbulkan peradangan dan

mengganggu pergerakkan penderita (Oswari n.d., p.51).

f. Komplikasi Luka

Menurut Potter & Perry (2005, p.1857) komplikasi

penyembuhan luka meliputi hematoma (hemoragi), infeksi, dehisens,

eviserasi, fistula dan penundaan penutupan luka.

1) Hematoma (hemoraghi)

Pada luka pasca opersi kadang terjadi sedikit perdarahan di

bawah kulit yang disebut hematoma (hemoraghi). Jika terjadi

bekuan darah kecil, maka ia akan terserap dan tidak harus

ditangani. Akan tetapi jika bekuan darahnya besar dan luka agak

27

Page 22: BAB II Kulit

menonjol maka penyembuhan akan terhambat kecuali bekuan ini

dibuang.

Proses penyembuhan biasanya dengan granulasi atau

dengan penutupan sekunder. Perawat harus mengobservasi semua

luka secara ketat, terutama luka operasi yang beresiko tinggi

mengalami perdarahan selama 24 sampai 48 jam.

2) Infeksi (sepsis luka)

Infeksi luka bedah adalah infeksi luka nosokomial kedua

terbanyak di rumah sakit. Faktor resiko terjadinya infeksi pada luka

meliputi faktor lokal dan umum. Faktor lokal terdiri dari:

(a) kontaminasi luka; (b) benda asing; (c) teknik menjahit yang

salah; (d) hematoma. Sedangkan faktor umum terdiri dari;

(a) dehidrasi; (b) malnutrisi; (c) anemia; (d) usia lanjut;

(e) obesitas; (f) syok; (g) hospitalisasi praoperasi yang lama;

(h) durasi prosedur pembedahan; dan (i) gangguan yang berkaitan

misalnya diabetes mellitus dan imunosupresi.

Luka terkontaminasi atau luka traumatic akan menunjukkan

tanda-tanda infeksi lebih awal yaitu dalam waktu 2-3 hari. Infeksi

luka operasi biasanya tidak terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 setelah

operasi. Tanda dan gejala yang dialami klien meliputi demam,

nyeri tekan dan nyeri pada daerah luka serta jumlah sel darah putih

klien meningkat. Selain itu tepi luka terlihat mengalami inflamasi.

Jika terdapat drainase maka drainase berbau dan purulen, sehingga

28

Page 23: BAB II Kulit

menimbulkan warna kuning, hijau atau coklat bergantung pada

jenis organisme penyebab.

Hasil kultur yang positif tidak selalu mengindikasikan

adanya infeksi karena banyak jenis luka yang mengandung koloni

bakteri tetapi tidak menyebabkan infeksi. Pembeda antara luka

terkontaminasi dan luka terinfeksi adalah jumlah bakteri yang ada

di dalamnya. Menurut kesepakatan luka yang mengandung bakteri

lebih dari 100.000 (105)/ml termasuk luka terinfeksi. Satu-satunya

pengecualian adalah jika organisme yang ditemukan berupa

Streptococcus hemolitik-B maka luka yang mengandung bakteri

jenis ini dalam jumlah kurang dari 105/ml sudah dianggap

terinfeksi.

Resiko infeksi lebih besar terjadi jika luka mengandung

jaringan mati atau nekrotik, terdapat benda asing pada atau dekat

luka, dan suplai darah serta pertahanan jaringan di sekitar luka

menurun. Infeksi luka oleh bakteri akan menghambat

penyembuhan luka.

Staphylococcus aureus menyebabkan banyak infeksi luka

pasca operasi. Infeksi lainnya dapat terjadi akibat E.coli,

P.vulgaris, dan organisme lainnya. Proses inflamatori dapat

menyebabkan gejala dalam 36 sampai 48 jam. Frekuensi nadi dan

suhu tubuh meningkat dan luka biasanya menjadi bengkak, hangat

29

Page 24: BAB II Kulit

dan nyeri tekan. Tanda lokal mungkin tidak terdapat ketika infeksi

sudah mendalam.

6. Gentamisin

a. Pengertian

Gentamisin merupakan antibiotika aminoglikoside yang

mempunyai aktifitas bakterisidal terutama untuk basil aerobic gram

negatif yang peka (Aminoglikoside 2006). Sementara basil gram positif

yang peka hanya Staphylococcus aureus. Gentamisin salep lemak

maupun krem digunakan untuk pengobatan infeksi kulit yang

disebabkan oleh bakteri tetapi tidak efektif melawan infeksi kulit yang

disebabkan oleh jamur atau virus (Gentamisin 2007). Gentamisin yang

digunakan sebagai antibiotik adalah gentamisin base 1,0 mg (Lutan &

Wajdi 2005, p.42).

b. Indikasi

Indikasi penggunaan gentamisin adalah untuk impetigo

contagiosa, superfisial folliculitis, echtyma, furunculosis, sycosis

barbae, pyoderma gangrenosum, seborrhoeic terinfeksi, eczematoid

dermatitis, pustular acne, infeksi luka dan luka bakar, ulcer, dan

paronychia.

c. Cara pemakaian

Pada dewasa, anak-anak, dan usia lanjut gentamisin digunakan

dengan cara dioleskan tipis-tipis sebanyak 3-4 kali sehari pada tempat

30

Page 25: BAB II Kulit

yang memerlukan pengobatan atau sesuai petunjuk dokter. Jika perlu

ditutup dengan pembalut

d. Efek samping

Klien dengan dermatoses yang diobati gentamisin salep lemak

atau krem dilaporkan beberapa mengalami kasus kecil erytema dan

pruritis. Biasanya pada kasus seperti ini tidak perlu menghentikan

pengobatan. Kemungkinan fotosensitisasi juga pernah dilaporkan pada

beberapa klien.

e. Kontra indikasi

Kontra indikasi pada klien yang hipersensitif terhadap salah satu

bahan yang terkandung, termasuk aminoglikosida. Gentamisin juga

dikontraindikasikan pada klien infeksi jamur dan virus.

7. Iodine Povidone 10 %

Iodine povidon adalah cairan yang dapat larut dari iodine yang

dicampur dengan Polyvinyilpyrrolidone (PVP) dengan kadar iodine 7,5 %

sampai dengan 10 %. Polyvinyilpyrrolidone yang sudah dicampur dengan

Iodine disebut PVPI (Polyvinyilpyrrolidone-Iodine). PVPI dalam bentuk

solution (larutan), aerosol, maupun krem diformulasikan sebagai topical

antiseptic (antiseptik topikal) dalam konsentrasi 7,5 % sampai 10 %

(Povidone-iodine 2007).

Adapun sifat antiseptic golongan senyawa halogen atau Iodine

povidon cair 10 % adalah mempunyai efek antiseptic yang tahan lama,

mekanisme kerjanya tidak membedakan antara mikroorganisme dan

31

Page 26: BAB II Kulit

jaringan tubuh, mudah larut dalam air dan mudah hilang dari kulit, lebih

stabil karena tidak menguap, mempunyai sifat seperti hexachlorofen yaitu

berkhasiat bakterisid terhadap kuman gram positif (Staphylococcus) dan

bekerja fungistatis (Tjay & Raharja 2002, p.23), namun tidak aktif

melawan fungi (Laurel et al., 1998).

B. Kerangka Teori

Dari uraian proses penyembuhan luka dapat diperlihatkan gambaran

singkat dengan mekanisme di bawah ini.

Luka Operasi

Fisiologis pada hari ke – I dstPenyembuhan

Lama

Infeksi

Tahap Inflamasi dan Granulasi

Patologis pada > hr ke-3

Kehilangan mikrosirkulasi

Vasodilatasi Vasokonstriksi

Tidak Infeksi

Penyembuhan luka dipengaruhi oleh :a.Faktor sistemik :

- Usia- Nutrisi- Insufisiensi vaskuler- Obat-obatan- Tipe tubuh- Penyakit kronisb.Faktor lokal :- Tekanan- Kelembaban- Trauma dan edema- Infeksi- Nekrosis- benda asing dalam

Penyembuhan luka cepat

32

Page 27: BAB II Kulit

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut.

Penyembuhan luka dipengaruhi oleh :a.Faktor sistemik :

- Usia- Nutrisi- Insufisiensi vaskuler- Obat-obatan- Tipe tubuh- Penyakit kronisb.Faktor lokal :- Tekanan- Kelembaban- Trauma dan edema- Infeksi- Nekrosis- benda asing dalam

33

Page 28: BAB II Kulit

Penyembuhan Luka

Perawatan luka dengan Iodine povidone 10% Perawatan luka dengan Gentamisin salep

Luka Operasi

Penyembuhan luka dipengaruhi oleh :a.Faktor sistemik :-Usia-Nutrisi-Insufisiensi vaskuler-Obat-obatan-Tipe tubuh-Penyakit kronisb.Faktor lokal :- Tekanan-Kelembaban-Trauma dan edema-Infeksi-Nekrosis-benda asing dalam luka

=diteliti=tidak diteliti

Penyembuhan Luka

GranulasiNyeri inflamasiHemoraghiInfeksiFistula

GranulasiNyeri inflamasiHemoraghiInfeksiFistula

Analisa bivariatAnalia multivariateAnalia univariateUntuk a dan b

34

Page 29: BAB II Kulit

D. Hipotesis

Gentamisin merupakan antibiotika aminoglikoside yang mempunyai

aktifitas bakterisidal terutama untuk basil aerobic gram negatif yang peka

(Lutan & Wajdi, 2005, p.42). maka hipotesis dari penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut : Gentamisin salep lebih efektif pada perawatan

luka pasca operasi laparatomi di RSUD Banyumas dibandingkan Iodine

povidon 10 %.

35