BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1...

22
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Konformitas Santrock (2003:249) mendefenisikan konformitas sebagai perubahan dalam sikap atau pendapat individu sebagai hasil dari tekanan yang nyata atau diimajinasikan oleh individu atau kelompok. Pendapat tersebut diartikan bahwa konformitas dapat terjadi pada individu bila mendapat tekanan dari kelompoknya baik secara nyata maupun secara tidak nyata. Minsalnya dalam bentuk ancaman fisik maupun abstrak dari individu atau kelompok individu lain minsalnya perasaan takut dijauhi oleh anggota kelompok. Baron dan Byrne (2005:53) menyatakan bahwa konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah keyakinan dan tingkah laku agar sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Hal senada juga dikemukakan oleh Willis (dalam Sarwono, 1995:229-230), bahwa konformitas merupakan usaha terus-menerus dari individu untuk selalu selaras dengan norma-norma yang diharapkan kelompok. Kedua pendapat tersebut mengartikan bahwa konformitas menekankan adanya suatu perubahan sesuai dengan tuntutan yang dikehendaki individu lainnya, perubahan tersebut dapat berupa persepsi, sikap dan perilaku. Asch (dalam Sarwono, 1995:80), mengatakan bahwa konformitas adalah situasi dimana individu mengikuti tekanan kelompok walaupun tidak ada tuntutan atau permintaan lansung dari kelompok. Demikian pula halnya dengan Kiesler (dalam Sarwono, 1999:172), yang mengatakan bahwa konformitas adalah perilaku 10

Transcript of BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

10

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

2.1 Pengertian Konformitas

Santrock (2003:249) mendefenisikan konformitas sebagai perubahan

dalam sikap atau pendapat individu sebagai hasil dari tekanan yang nyata atau

diimajinasikan oleh individu atau kelompok. Pendapat tersebut diartikan bahwa

konformitas dapat terjadi pada individu bila mendapat tekanan dari kelompoknya

baik secara nyata maupun secara tidak nyata. Minsalnya dalam bentuk ancaman

fisik maupun abstrak dari individu atau kelompok individu lain minsalnya

perasaan takut dijauhi oleh anggota kelompok.

Baron dan Byrne (2005:53) menyatakan bahwa konformitas adalah suatu

jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah keyakinan dan tingkah laku agar

sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Hal senada juga dikemukakan oleh

Willis (dalam Sarwono, 1995:229-230), bahwa konformitas merupakan usaha

terus-menerus dari individu untuk selalu selaras dengan norma-norma yang

diharapkan kelompok. Kedua pendapat tersebut mengartikan bahwa konformitas

menekankan adanya suatu perubahan sesuai dengan tuntutan yang dikehendaki

individu lainnya, perubahan tersebut dapat berupa persepsi, sikap dan perilaku.

Asch (dalam Sarwono, 1995:80), mengatakan bahwa konformitas adalah

situasi dimana individu mengikuti tekanan kelompok walaupun tidak ada tuntutan

atau permintaan lansung dari kelompok. Demikian pula halnya dengan Kiesler

(dalam Sarwono, 1999:172), yang mengatakan bahwa konformitas adalah perilaku

10

Page 2: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

11

atau keyakinan karena adanya tekanan dalam kelompok, baik yang sungguh ada

maupun yang dibayangkan. Kedua pendapat tersebut mengartikan bahwa

konformitas merupakan keadaan yang menuntut individu untuk mengikuti

individu lainnya yang dianggapnya sebagai tekanan.

Menurut David dan O’Sears (1999:53) bahwa bila seseorang

menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan oleh karena orang lain

menampilkan perilaku tersebut, disebut konformitas. Menurut Baron dan Byrne

(2005:53) konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk

menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang

menunjukkan bagaimana remaja berperilaku.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka yang dimaksud konformitas

teman sebaya adalah keadaan dimana individu menyikapi dan melakukan

tindakan berdasarkan pengaruh teman sebaya, yang bila tidak dilakukannya

dianggap dapat membahayakannya di depan teman sebaya.

2.2 Aspek-aspek Konformitas

Wiggins (1991:132) mengemukakan bahwa aspek – aspek konformitas

adalah:

1) Kerelaan : rela mengikuti pendapat kelompok yang diinginkan atau

diharapkan agar memperoleh reward berupa pujian dan untuk menghindari

Page 3: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

12

celaan, keterasingan, cemooh yang mungkin dijatuhkan jika tidak

mengerjakan keinginan kelompok.

2) Perubahan : saat terjadi perubahan sikap, dalam suatu konformitas ketidak

hadiran seorang anggota kelompok lebih dianggap sesuai dengan pikiran

dan tindakan anggota kelompok yang hadir.

Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya

ciri-ciri yang khas. O’Sears (1991:135) mengemukakan secara eksplisit bahwa

konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut :

1. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja

tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan

remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota

kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya.

Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan

semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan

kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin

kompak kelompok tersebut.

a. Penyesuaian Diri

Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang

semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat

dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi mereka

untuk mengakui kita, dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

13

Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita

mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok

tertentu.

b. Perhatian terhadap Kelompok

Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut

sebagai orang yang menyimpang. Seperti yang telah kita ketahui,

penyimpangan menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering

menyimpang pada saat-saat yang penting diperlukan, tidak

menyenangkan, dan bahkan bisa dikeluarkan dari kelompok. Semakin

tinggi perhatian seseorang dalam kelompok semakin serius tingkat rasa

takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak

meyetujui kelompok.

2. Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan

kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan

pendapat kelompok.

a. Kepercayaan

Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya

kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan

terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat,

meskipun orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila

dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang

sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka

Page 5: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

14

hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok

sebagai sebuah kesepakatan.

b. Persamaan Pendapat

Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat

dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun.

Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya

perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan

kelompok. Jadi dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka

konformitas akan semakin tinggi.

c. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok

Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain dia

akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik

dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. Bila

orang lain juga mempunyai pendapat yang berbeda, dia tidak akan

dianggap menyimpang dan tidak akan dikucilkan. Jadi kesimpulan bahwa

orang yang menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan

merupakan aspek penting dalam melakukan konformitas.

3. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela

melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila

ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

15

a. Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman

Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan

meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku

yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan

menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif

pokok untuk mengubah perilaku seseorang.

b. Harapan Orang Lain

Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena

orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila

permintaan diajukan secara langsung. Gejala ini sangat mudah dilihat bila

permintaan diajukan secara langsung. Misalnya, bila kita menyatakan

kepada teman kita bahwa mereka harus menyumbang sejumlah uang, dan

memberikan peringatan kepada teman kita apabila dia tidak

menyumbangkan sejumlah uang maka kita akan memberikan uang yang

lebih banyak. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan,

bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk

memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam

situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa

sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin timbul.

Berdasarkan beberapa aspek konformitas dapat disimpulkan bahwa

konformitas adalah keadaan dimana individu menyikapi dan melakukan tindakan

berdasarkan pengaruh teman sebaya, yang bila tidak dilakukannya dianggap

dapat membahayakannya dihadapan teman sebaya. Berdasarkan beberapa aspek

Page 7: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

16

tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konformitas adalah : kekompakan,

kesepakatan dan ketaatan.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengruhi Konformitas

O’Sears (1991:80-91) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi konformitas yaitu:

1. Perilaku Individu Yang Memberikan Informasi Dan Bermanfaat

Individu merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali membuat

individu mengetahui sesuatu yang individu lainnya tidak tahu, maka individu itu

akan memperoleh manfaat dari hal tersebut. Informasi yang dimiliki oleh

kelompok dapat dipercayai individu. Oleh karena itu, semankin besar kepercayaan

individu terhadap kelompok sebagai informasi yang benar, semankin besar pula

keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kelompok. Bila individu baranggapan

bahwa kelompok selalu benar maka individu akan mengikuti apapun yang

dilakukan oleh kelompok tanpa memperdulikan pendapatnya sendiri. Demikian

bila kelompok memiliki informasi yang penting yang belum dimiliki individu,

konformitas akan sangat meningkat. Salah satu faktor penentu kepercayaan adalah

tingkat keahlian kelompok itu dalam hubungan antara individu. Semankin tinggi

tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapatnya.

Faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat

konformitas adalah tingkat keyakinan individu tersebut pada kemampuan sendiri

untuk menapilkan satu reaksi. Konformitas dapat diturunkan dengan cara

membuat individu lebih menguasai suatu persoalan. Segala sesuatu yang

Page 8: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

17

meningkatkan rasa percaya individu terhadap penilaian sendiri akan menurunkan

konformitas karena kemudian kelompok bukanlah informasi yang unggul lagi.

2. Individu Berkonformitas Karena Ingin Diterima Secara Sosial.

Rasa takut dipandang sebagai individu yang menyimpang merupakan

sebagai faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Individu ingin agar

kelompok dimana individu berada menyukai, menerima serta memperlakukan

secara baik. Individu cendrung menyesuaikan diri untuk menghindari perselisihan

paham. terkadang individu berkonformitas demi memperoleh persetujuan atau

menghindari celaan individu lain atau kelompok. Kurangnya kepercayaan

individu pada penadapat sendiri membuat individu menyesuaikan diri dengan

kelompok teman sebaya. Semakin tinggi perhatian individu terhadap kelompok

maka semakin tinggi rasa takutnya terhadap penolakan, dan semakin kecil untuk

tidak menyetujui kelompok.

Individu diharapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan

mendapatkan tekanan kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun bila

kelompok tidak bersatu maka akan tampak adanya penurunan konformitas.

Penurunan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan

beberapa faktor, pertama tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun

jika terjadinya penbedaan. Kedua, bila anggota kelompok lain mempunyai

pendapat yang sama, keyakinan individu terhadap pendapat sendiri, akan semakin

kuat, dimana keyakinan yang kuat akan menurunkan konformitas.

Menurut Baron dan Byrne (2005:56), faktor-faktor yang mempengaruhi

konformitas sebagai berikut:

Page 9: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

18

1. Kohesivitas

Individu menerima pengaruh dari individu lain yang disukainya.

Kohesivitas dapat di defenisika sebagai kertarikan yang dirasakan individu

terhadap suatu kelompok. Jika tingkat kohesivitas tinggi maka tekanan untuk

berkonformitas semakin besar.

2. Ukuran Kelompok

Penelitian-penelitian terdahulu seperti Asch, Gerard, Wilhemy, dan

Conely (dalam Baron dan Byrne, 2005:57), menemukan bahwa konformitas

meningkat sejalan dengan bertambahnya anggota kelompok, namun hanya

penambahan sekitar tiga anggota kelompok, lebih dari itu, nampaknya tidak akan

berpengaruh atau mungkin menurun. Namun penelitian terbaru yang dilakukan

Smith (dalam Baron dan Byrne 2005:57) menemukan bahwa konformitas

cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kelompok hingga berjumlah

delapan anggota.

3. Norma Sosial Deskriptif dan Sosial Injungtif

Norma sosial deskriptif merupakan norma yang hanya mendeskripsikan

sebagian besar yang individu lakukan pada situasi tertentu. Norma-norma ini

mempengaruhi tingkah laku dengan cara memberitahu diri mengenai apa yang

umumnya dianggap efektif pada suatu situasi. Norma Injungtif menetapkan apa

yang harus dilakukan, tingkah laku yang dapat diterima atau tidak dapat di terima

pada situasi tertentu. Kedua pengaruh tersebut dapat memberikan pengaruh yang

kuat pada tingkah laku. Cialdini (dalam Baron dan Byrne, 2005:57) mempercayai

Page 10: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

19

bahwa pada situasi-situasi tertentu, terutama tingkah laku anti sosial cenderung

mencul, norma injungtif dapat memberikan pengaruh yang kuat.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa beberapa

faktor yang mempengaruhi konformitas diantaranya adalah adanya individu yang

memberikan informasi yang bermanfaat, keinginan untuk diterima secara sosial,

kohesivitas kelompok, ukuran kelompok, serta norma-norma yang bersifat

Deskriptif dan Injungtif.

2.4 Pengertian Asertif

Dalam kehidupan sosial, adanya kecendrungan sikap asertif sangat

membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami

individu lain yang sangat dibutuhkan guna dalam meningkatkan profesionalime

dalam kompetensi individu dalam kehidupan sehari-hari. Asertif berasal dari kata

assert (sadar) yang berarti menegaskan, yang mengandung satu atau lebih hal

seperti ; hak azazi manusia, kejujuran, atau ekspresi emosi yang tepat. Istilah

asertif menunjukan pada suatu tingkah laku. Hal ini sesuai dengan pendapat Wilis

dan Daisley (1990:23) bahwa perilaku asertif merupakan suatu bentuk tingkah

laku dan bukan merupakan sifat dari kepribadian (personality trait).

Menurut Cawwod (1997:13) perilaku asertif adalah ekspresi yang lansung,

jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak anda

tanpa kecamasan yang tidak beralasan. Pesan yang ditampikan jelas, terfokus dan

wajar, tidak menghakimi. Berbicara tidak berputar-putar, tidak mengemas ulang

atau memanipulasi individu lain. Jujur adalah perilaku yang selaras, semua isyarat

Page 11: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

20

cocok, kata-kata, gerak-gerik, dan perasaan semuanya mengatakan hal yang sama.

Atkinson (1997:124) berpendapat bahwa perilaku asertif adalah suatu perilaku

yang timbul apabila individu mengetahui hak-haknya, atau apa yang

diinginkannya, sekaligus tidak melanggar hak individu lain. Sebaliknya dengan

individu non asertif adalah individu yang terlihat mudah mengalah, mudah

tersinggung, cemas, kurang percaya diri, sukar mengungkapkan masalah atau hal-

hal yang diinginkan. Demikian pula dengan pendapat Lange Jakubowski (dalam

Calhoun dan Acocella, 1990:384) bahwa perilaku asertif menuntut hak pribadi

dalam menyatakan pikiran, perasaan dan keyakinan dengan cara jujur dan tepat.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diuraikan bahwa individu yang menampilkan

perilaku asertif mampu mengungkapkan perasaan dan pikirannya dihadapan

individu lain.

Schroeder Black (dalam Craighead dkk, 1994:112) menyatakan bahwa

perilaku asertif dapat didefenisikan sebagai usaha individu untuk merespon atau

mengatasi situasi yang bermasalah dengan cara meminta individu tingkah laku

dan menolak permintaan yang tidak masuk akal. Pendapat yang senada juga di

kemukan oleh Craighead dkk (1994:113), bahwa perilaku asertif berkaitan dengan

usaha individu untuk mempertahankan hak-haknya. Secara umum pendapat

mengenai perilaku asertif yang dikemukakan para ahli di atas mengacu pada hal

yang sama, yaitu tingkah laku para ahli di atas sacara umum mengatakan hal yang

sama dikatakan bahwa perilaku asertif menuntut individu untuk merespon,

mengungkapkan serta bertingkah laku secara tegas dan jujur terhadap individu

Page 12: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

21

tidak sesuai dengan apa yang dirasakan individu tidak menyinggung dan

merugikan individu lain.

Menurut Fensterheim dan Baer (Ardiah, 2003:85) kata asertif berasal dari

Bahasa Inggris to assert, yang diartikan sebagai suatu ungkapan sikap positif,

dimana sikap positif tersebut dinyatakan dengan tegas atau terus terang. Perilaku

asertif menurut Lloyd (1991:78), dikatakan sebagai gaya yang wajar, langsung,

jujur, penuh respon dalam interaksi individu lain, dapat diekspresikan baik secara

verbal maupun dengan menampilkan bahasa tubuh yang serasi. Rimm dan

Masters (Rakos, 1991:134) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah suatu

perilaku dalam hubungan interpersonal yang bersifat jujur serta mengekspresikan

pikiran dan perasaan secara langsung dengan tetap memperhitungkan kondisi

sosial yang ada.

Orang yang berperilaku asertif dapat disebutkan sebagai orang yang

mempunyai kepercayaan diri, karena orang yang percaya diri selalu bersikap

positif pada dirinya sendiri dan orang lain. Sikap ini akan menjadikan seseorang

menjadi tegas, jujur dan terbuka, kritis, langsung dan nyaman, akan tetapi mampu

menghormati orang lain (Townend, 1991:23).

Menurut Fensterheim & Baer ( 1995:14) dapat diketahui bahwa pribadi

yang cenderung menampilkan perilaku asertif dapat memiliki 4 (empat) ciri antara

lain adalah

a. Merasa bebas untuk mengemukakan diri sendiri melalui kata –kata

dantindakan mampu mengeluarkan pernyataan “inilah diriku, inilah yang

saya rasakan, saya fikirkan dan saya ingini”.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

22

b. Dapat berkomunikasi dengan individu lain dari semua tingkatan baik

individu yang tidak dikenal, sahabat-sahabat maupun keluarga.

komunikasi ini selalu terbuka, langsung, jujur dan sebagaimana mestinya.

c. Mempunyai pandangan aktif tentang hidup, mengejar apa yang

diinginkan dan berusaha agar sesuatu itu terjadi.

d. Bertindak dengan cara yang dihormatinya sendiri, karena sadar bahwa

dirinya tidak dapat selalu menang, maka individu menerima

keterbatasannya, akan tetapi dirinya selalu berusaha mencapai sesuatu

dengan usaha yang sebaik-baiknya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

kecenderungan perilaku asertif adalah keinginan individu untuk dapat

menampilkan dan mengungkapkan pikiran, perasaan, kehendak, serta kebutuhan

secara tegas, jujur dan terus terang melalui cara-cara yang dapat diterima dan

sesuia dengan sopan santun tanpa melanggar harga diri dan hak-hak pribadi dan

individu lain.

2.5 Aspek-aspek Perilaku Asertif

Aspek-aspek perilaku asertif menurut Galassi (dalam Porpitasari 2007) ada

tiga kategori yaitu:

1) Mengungkapkan perasaan positif (expressing positive feelings)

Pengungkapan perasaan positif antara lain:

a) Dapat memberikan pujian dan mengungkapkan penghargaan pada

orang lain dengan cara asertif adalah keterampilan yang sangat penting.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

23

Individu mempunyai hak untuk memberikan balikan positif kepada orang

lain tentang aspek-aspek yang spesifik seperti : perilaku, pakaian, dan

lain-lain, memberikan pujian berakibat mendalam dan kuat terhadap

hubungan antara dua orang, ketika seorang di puji kecil kemungkinan

mereka merasa tidak dihargai. Menerima pujian minimum dengan ucapan

terima kasih, senyuman, atau seperti “saya sangat menghargainya”.

b) Meminta pertolongan termasuk di dalamnya yaitu meminta

kebaikan hati dan meminta seseorang untuk mengubah perilakunya.

Manusia selalu membutuhkan pertolongan orang lain dalam kehidupannya,

seperti misalnya meminjam uang.

c) Mengungkapkan perasaan suka, cinta, sayang kepada orang yang

disenangi. Kebanyakan orang mendengar atau mendapatkan ungkapan

tulus merupakan hal yang menyenangkan dan hubungan yang berarti serta

selalu memperkuat dan memperdalam hubungan antara manusia.

d) memulai dan terlibat percakapan. Aspek ini diindikasikan oleh

frekuensi senyuman dan gerakan tubuh yang mengindikasi reaksi perilaku,

respon, kata-kata yang menginformasikan tentang diri/pribadi, atau

bertanya langsung.

2) Afirmasi diri (self affirmations)

Afirmasi diri terdiri dari tiga perilaku yaitu:

a. Mempertahankan hak

Mengekspresikan mempertahankan hak adalah relevan pada macam-

macam situasi dimana hak pribadi diabaikan atau dilanggar. Misalnya situasi

Page 15: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

24

orang tua dan keluarga, seperti anak tidak diizinkan/dibolehkan menjalani

kehidupan sendiri, tidak mempunyai hak pribadi sendiri, dan situasi hubungan

teman dimana hakmu dalam membuat keputusan tidak dihormati.

b. Menolak permintaan

Individu berhak menolak permintaan yang tidak rasional dan untuk

permintaan yang walaupun rasional, tapi tidak begitu diperhatikan. Dengan

berkata “tidak” dapat membantu kita untuk menghindari keterlibatan pada situasi

yang akan membuat penyesalan karena terlibat, mencegah terjadinya suatu

keadaan dimana individu akan merasa seolah-olah telah mendapatkan keuntungan

dari penyalah gunaan atau memanipulasi ke dalam sesuatu yang diperhatikan

untuk dilakukan.

c. Mengungkapkan pendapat

Setiap individu mempunyai hak untuk mengungkapkan pendapatnya

secara asertif. Mengungkapkan pendapat pribadi termasuk di dalamnya dapat

mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan pendapat orang lain, atau

berpotensi untuk menimbulkan perselisihan pendapat dengan orang lain,

contohnya adalah mengungkapkan ketidak sepahaman dengan orang lain.

3) Mengungkapkan perasaan negatif (expressing negative feelings)

Perilaku ini meliputi pengungkapan perasaan negatif tentang orang per-

orang. Perilaku-perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah:

a. Mengungkapkan ketidaksenangan

Ada banyak situasi dimana individu berhak jengkel atau tidak menyukai

perilaku orang lain, seseorang melanggar hak mu, teman meminjam barang tanpa

Page 16: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

25

permisi, teman yang selalu datang terlambat ketika berjanji, dan lain-lain.

b. Mengungkapkan kemarahan

Individu mempunyai tanggung jawab untuk tidak merendahkan,

mempermalukan, atau memperlakukan dengan kejam kepada orang lain pada

proses ini. Banyak orang telah mempelajari bahwa mereka seharusnya tidak

mengekspresikannya.

Rimm dan Masters (Rakos, 1991:45) menyatakan bahwa perilaku asertif

adalah suatu perilaku dalam hubungan interpersonal yang bersifat jujur serta

mengekspresikan pikiran dan perasaan secara langsung dengan tetap

memperhitungkan kondisi sosial yang ada.

Alberti dan Emmons (2002:76-80) juga menyebutkan beberapa

komponen-komponen dari perilaku asertif. Komponen-komponen tersebut adalah:

a) Kontak Mata (Eye Contact)

Saat berbicara individu yang asertif menunjukkan kontak mata dengan

menatap langsung dengan lawan bicaranya, sehingga akan membantu dalam

mengkomunikasikan ketulusan, menunjukkan perhatian dan penghormatan

kepada orang lain serta meningkatkan kelangsungan pesan yang disampaikan.

b) Sikap Tubuh (Body Posture)

Sikap tubuh yang ditunjukkan oleh individu yang asertif adalah sikap

tubuh yang aktif dan tegak. Sikap berdiri yang membungkuk dan pasif,

menandakan kurangnya keasertifan seseorang.

c) Jarak atau Kontak Fisik (Distance atau Physical Contact)

Page 17: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

26

Individu yang asertif mempunyai kemampuan dalam menjaga jarak ketika

berinteraksi dengan orang lain. Kedekatan diantara orang-orang yang terlibat

pembicaraan akan memiliki dampak yang cukup besar dalam komunikasi. Akan

tetapi apabila terlalu dekat mungkin dapat menyinggung perasaan orang lain.

d) Isyarat (Gesture)

Isyarat yang ditunjukkan oleh individu yang asertif dapat menambah

ketegasan, keterbukaan, kehangatan, rasa percaya diri dan spontanitas dalam

berkomunikasi dengan orang lain.

e) Ekspresi Wajah (Facial Expression)

Dalam berbicara dengan orang lain, individu yang asertif mampu

mengekspresikan wajah sesuai dengan pesan atau hal apa yang akan

disampaikan.

f) Nada, Modulasi, Volume Suara

Saat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal, individu yang

asertif menggunakan intonasi suara yang tepat.

g) Penetapan Waktu (Timing)

Individu yang asertif mampu menyatakan sesuatu kepada orang lain secara

tepat sesuai dengan waktu dan tempat.

h) Mendengarkan (Listening)

Individu yang asertif mempunyai kemampuan untuk mendengarkan

dengan seksama ketika lawan bicaranya sedang berbicara, sehingga mampu

menahan diri untuk tidak mengekspresikan diri sesaat.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

27

i) Isi (Content)

Individu yang asertif mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan

dengan memilih kalimat yang tepat dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpuklan bahwa beberapa

aspek-aspek perilaku asertif diantaranya adalah kontak mata, sikap tubuh, jarak

atau kontak fisik, gesture, ekspresi wajah, volume suara, penetapan waktu,

pendengaran, serta mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan memilih

kalimat yang tepat dalam berkomunikasi.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Faktor–faktor yang mempengaruhi perilaku asertif menurut Allport (dalam

Suryabrata, 1988:87-88) adalah sebagai berikut :

a) Kepribadian

Kepribadian ialah organisasi dinamis dalam diri Individu sebagai sistem

psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap

lingkungan. Kepribadian yang dimiliki seseorang juga mempengaruhi perilaku

asertif dalam berinteraksi dengan individu lain di lingkungan sosial.

b) Jenis Kelamin

Jenis kelamin pria lebih asertif dibandingkan wanita. Perbedaan perilaku

asertif ini terutama jika berada dalam suatu kelompok.

c) Sikap Orang Tua

Orang tua yang agresif maupun pasif tidak akan menghasilkan anak yang

asertif dalam perkembangan kepribadian anak tersebut. Sebaliknya, orang tua

Page 19: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

28

yang tegas atau asertif besar kemungkinan bahwa anak-anaknya berprilaku asertif,

sebab orang tua yang asertif selalu terbuka, mantap dalam bertindak, penuh

kepercayaan diri dan tenang dalam mendidik anak–anak. Maslow (dalam Goble,

1987:77) mengatakan bahwa cara mengasuh anak yang disarankan ialah

pemberian kebebasan dangan batas– batas yang fleksibel, artinya orang tua harus

memikirkan sampai dimana batas batas dalam mengontrol anak. Orang tua yang

ingin berhasil perlu mengetahui kapan mengatakan ya dan kapan mengatakan

tidak. Ada saatnya orang tua harus bersikap keras tegas dan berani sehingga anak

dapat mencontoh perilaku orang tuanya, sehingga membentuk anak menjadi

asertif. Selain itu perilaku tidak asertif sering terjadi dikarenakan orang tua terlalu

menekankan pada anak untuk lebih mengutamakan kepentingan orang lain di atas

kepentingan sendiri.

d) Pendidikan

Lingkungan pendidikan mempunyai andil yang cukup besar terhadap

pembentukan perilaku, khususnya perilaku asertif. Pendidikan mempunyai tujuan

untuk menghasilkan individu yang mudah menerima dan menyesuaikan diri

terhadap perubahan–perubahan, lebih mampu untuk menghasilkan individu yang

mudah menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan–perubahan, lebih

mampu untuk mengungkapkan pendapatnya, memiliki rasa tanggung jawab dan

lebih berorientasi kependapatnya, memiliki rasa tanggung jawab dan lebih kemasa

depan.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

29

e) Kebudayaan

Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu merupakan salah satu

faktor yang kuat dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara individu berperilaku.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proses pembentukan

perilaku asertif ditentukan oleh faktor kepribadian masing–masing individu, jenis

kelamin, sikap orang tua terhadap anak–anaknya, pendidikan individu itu sendiri

dan kebudayaan dimana individu itu berada.

2.7 Hubungan Kecendrungan Perilaku Asertif Dengan Konformitas

Remaja merupakan masa peralihan anak-anak menuju dewasa, dimana

pada masa tersebut remaja memiliki tugas perkembangan untuk menjalin

hubungan dengan teman-teman sebayanya. Kondisi demikian menyebabkan

remaja lebih senang berada atau menghabiskan waktu diluar rumah untuk

berkumpul dan berkelompok dengan teman sebayanya, di bandingkan berada

dirumah bersama keluarga.

Banyak remaja/siswa berusaha melakukan berbagai cara untuk dapat

diterima oleh kelompok teman sebayanya termasuk untuk conformitas dengan

harapan dan nilai-nilai yang berlaku pada kelompok teman sebayanya. Remaja

takut bila dirinya tidak mengikuti harapan dan nilai-nilai yang dianut teman

sebayanya, maka dirinya akan mendapatkan penolakan atau tidak diterima,

sehingga untuk dapat diterima oleh teman sebayanya remaja rela mengorbankan

harapan, keinginan dan hak-hak dirinya untuk kemudian conformitas terhadap

nteman-teman sebayanya. Hal ini didukung oleh Lange dan Jakubowski (dalam

Page 21: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

30

Calhoun dan Acocella, 1990:385), mengemukakan bahwa perilaku tidak tegas

ditampilkan untuk menghindari hal-hal yang buruk.

Bandura (dalam Santrok, 2003:223), mengatakan bahwa untuk mengatasi

konformitas terhadap tekanan teman sebaya maka remaja/siswa perlu memiliki

rasa kepemilikan dan kontrol atas dirinya sendiri, walaupun teman-teman

semankin berusaha mengontrol dirinya, namun remaja atau siswa dapat

memunculkan kontrol pribadi atas tindakan dan pengaruh teman-temannya.

Kemudian Schroeder dan Black (dalam Craighead dkk, 1994:112), menyatakan

bahwa tingkah laku asertif didefenesikan sebagai usaha individu untuk merespon

dan mengatasi situasi yang bermasalah dengan cara meminta individu lain untuk

mengubah tingkahlaku dan menolak permintaan yang tidak masuk akal.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat ditarik garis penghubung

bahwa perilaku asertif dapat berfungsi sebagai bentuk kontrol atas individu lain

terhadap dirinya, sehingga dapat dikatakan bahwa remaja/siswa yang memiliki

asertivitas dapat mengontrol tekanan, harapan dan pengaruh teman sebayanya,

sehingga tidak mudah konformitas. Dapat di artikan juga bahwa individu yang

memiliki perilaku asertif tinggi maka konformitasnya akan rendah dan begitupun

sebaliknya, semankin rendah perilaku asertif yang dimiliki individu maka akan

semankin tinggi tingkat konformitas individu terhadap teman sebaya.

2.8 Kaitan Dengan Bimbingan dan Konseling

Sebagai calon guru bimbingan dan konseling tidak menutup kemungkinan

akan berhadapan dengan siswa SMP/SMA dimana pada masa ini siswa disebut

Page 22: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.ung.ac.id/6095/5/2012-2-86201-111409106-bab2...Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

31

masa remaja. Pada masa remaja tidak akan terlepas dari masalah konformitas, jika

dalam penelitian ini terdapat hubungan antara kecenderungan perilaku asertif

dengan konformitas terhadap teman sebanya, maka ini bisa jadi masukan bahwa

kecenderungan perilaku asertif dapat menekan konformitas terhadap teman

sebaya.

2.9 Hipotesis Penelitian

Berpijak pada adanya konsep teori yang mengaitkan variabel yang hendak

diteliti, maka dapat dirumusan hipotesis sebagai berikut : ”Terdapat hubungan

antara kecenderungan prilaku asertif dengan konfornitas terhadap teman sebaya

pada siswa-siswi Kelas XI SMA Negeri 1 Telaga Biru Kabupaten Gorontalo”.