BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. · Gambar 2.5. Pukulan dalam pencak silat 6....
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. · Gambar 2.5. Pukulan dalam pencak silat 6....
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Olahraga Pencak Silat
a. Sejarah olahraga pencak silat
Pencak silat adalah salah satu olahraga beladiri yang berakar dari bangsa Melayu.
Dari segi linguistik kawasan orang Melayu adalah kawasan Laut Teduh yang
membentang dari Easter Island di sebelah timur ke pulau Madagaskar di sebelah barat.
Lebih terinci dengan etnis Melayu biasanya disebut penduduk yang terdampar di
kepulauan yang meliputi Malaysia, Indonesia, Singapura, Brunei Darusalam, Filipina
dan beberapa pulau kecil yang berdekatan dengan negara-negara tersebut. Walaupun
sebetulnya penduduk Melayu adalah suatu etnis di antara ratusan etnis yang mendiami
kawasan itu (Oong Maryono, 2000: 3).
Pencak silat merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia yang terus
berkembang sejalan dengan sejarah masyrakat Indonesia. Beraneka ragam situasi
geografis dan etnis serta perkembangan zaman yang dialami oleh bangsa Indonesia,
pencak silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya dan meskipun sekarang pencak silat
yang kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai
aspek-aspek yang sama.
Pencak silat memuat unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari
hasil budi daya yang turun temurun. Sampai saat ini belum ada naskah atau himpunan
mengenai sejarah pembelaan diri bangsa Indonesia yang disusun secara alamiah dan
dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi sumber bagi pengembangan yang lebih
teratur.
b. Definisi pencak silat
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata pencak silat berarti permainan
mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, mengelak, dan sebagainya. Kata
silat berarti kepandaian berkelahi dengan ketangkasan menyerang dan membela diri
(Poerwadaminta, 1976. 1054).
7
Silat adalah intisari pencak untuk secara fisik membela diri dan tidak dapat
digunakan untuk pertunjukan (Oong Maryono, 2000: 5). Silat adalah gerak bela-serang
yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga menhidup-suburkan naluri,
menggerakkan hati nurani manusia dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pencak adalah permainan (keahlian) untuk mempertahankan diri dengan
kepandaian menangkis mengelak dan sebagainya. Sedangkan Silat adalah
kepandaian berkelahi dengan ketangkasan menyerang dengan membela diri
(Suharso, 2005: 101).
Pengertian lain menjelaskan bahwa pencak silat merupakan permainan atau
keahlian mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, mengelak dan
sebagainya. Silat adalah olahraga atau permainan berdasarkan kepada ketangkasan
menyerang ataupun membela diri. Apabila dikombinasikan kedua kata terseut maka
pencak silat merupakan seni bela diri khas Indonesia dengan ketangkasan membela diri
dan menyerang dalam pertandingan ataupun dalam perkelahian.
Adapun pertandingan pencak silat dapat dibedakan 4 kategori yaitu tanding,
tunggal, ganda, dan regu (Munas IPSI, 2012: 1). Kategori tunggal adalah kategori
pertandingan pencak silat yang menampilkan seorang pesilat memperagakan
kemahirannya dalam jurus tunggal baku secara benar, tepat dan mantap, penuh
penjiwaan, dengan tangan kosong dan bersenjata serta tunduk kepada ketentuan dan
peraturan yang berlaku untuk kategori ini (Munas IPSI, 2012: 1).
Kategori ganda adalah kategori pertandingan pencak silat yang menampilkan dua
orang pesilat dari kubu yang sama, memperagakan kemahiran dan kekayaan teknik
jurus serang bela pencak silat yang dimiliki. Gerakan serang bela ditampilkan secara
terencana, efektif, estetis, mantap dan logis dalam sejumlah rangkaian seri yang teratur,
baik bertenaga dan cepat maupun dalam gerakan lambat penuh penjiwaan dengan
tangan kosong dan dilanjutkan dengan bersenjata, serta tunduk kepada ketentuan dan
peraturan yang berlaku untuk kategori ini (Munas IPSI, 2012: 1).
Kategori regu adalah kategori pertandingan pencak silat yang menampilkan tiga
orang pesilat dari kubu yang sama, memperagakan kemahirannya dalam jurus regu baku
secara benar, tepat, mantap, penuh penjiwaan dan kompak dengan tangan kosong serta
tunduk kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku untuk kategori ini (Munas IPSI,
2012: 2).
Pencak silat sebagai seni dilihat dari keindahan dan prestasi olah kekayaan gerak
yang berasal dari jurus-jurus pencak silat, sedangkan pencak silat sebagai olahraga
tanding yaitu berupa rangkaian teknik dasar baik berupa tangkisan, pukulan, tendangan,
tangkapan, elakan, jatuhan dan bantingan yang dikembangkan dan digunakan untuk
melawan musuh di dalam gelanggang. Pencak silat kategori tanding merupakan
pertandingan yang menampilkan dua orang pesilat dari kubu yang berbeda. Keduanya
saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan dan serangan yaitu
menangkis/mengelak/menghindar/menyerang pada sasaran dan menjatuhkan lawan
dengan mengunakan taktik dan teknik bertanding, ketahanan stamina dan semangat
juang, menggunakan pola langkah yang memanfaatkan kekayaan teknik jurus untuk
mendapatkan nilai terbanyak (Munas IPSI, 2012: 1). Artinya, pesilat harus memiliki
kemampuan fisik, teknik, taktik, dan kemampuan yang baik agar dapat meraih prestasi
optimal dalam prestasi olahraga tanding.
Untuk itu proses pertandingan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
latihan. Untuk dapat melakukan teknik serangan dan belaan, seorang pesilat harus
menguasai fisik, teknik, taktik, dan mental yang baik. Dengan demikian penerapan
prinsip-prinsip pertandingan yang benar harus dilakukan agar kemungkinan terjadinya
cedera relatif kecil. Untuk itu pesilat harus memiliki kemampuan biomotor yang baik
agar meminimalisir terjadinya cedera.
c. Olahraga Pencak Silat Tapak Suci
Menurut Notosoejitno (1997: 34) mengatakan, pencak silat adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan ribuan pribumi melawan gaya yang ada di seluruh
Malay Archipelago, yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
Thailand Selatan dan Filipina Selatan. Kamus resmi bahasa Indonesia diterbitkan oleh
Balai Pustaka (1989: 13), mendefinisikan pencak silat sebagai kinerja (keterampilan)
pertahanan diri yang mempekerjakan kemampuan untuk membela diri, menangkis
serangan dan akhirnya menyerang musuh, dengan atau tanpa senjata.
Pencak silat dan dewasa ini berlaku sebagai istilah nasional yang dibakukan
pada saat dibentuknya wadah persatuan perguruan pencak dan silat di
Indonesia dalam suatu pertemuan di Surakarta pada tahun 1948 yang
melahirkan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Herry Sismiarto (1997: 15).
Terbentuknya Ikatan Pencak Silat Indonesia ini dipelopori oleh sepuluh perguruan
Pencak Silat Besar yaitu: (1) Persaudaraan Setia Hati, (2) Persaudaraan Setia Hati
Terate, (3) Perpi Harimurti, (4) Phasadja Mataram, (5) Persatuan Pencak Silat
Indonesia, (6) Perisai Diri, (7) Tapak Suci, (8) Perisai Putih, (9) Keluarga Pencak Silat
Nusantara dan (10) Putra Betawi.
Perguruan seni bela diri Indonesia salah satunya adalah Tapak Suci Putera
Muhammadiyah atau yang biasa dikenal sebagai Tapak Suci merupakan salah satu
diantara berbagai jenis aliran seni bela diri pencak silat di Indonesia. Tapak Suci berdiri
pada tanggal 31 Juli 1963 di kampung Kauman Yogyakarta. Keilmuan terdiri dari
pembinaan ragawi dan non ragawi, termasuk Al Islam dan ke-Muhammdiyah-an. Motto
dari Tapak Suci adalah “Dengan Iman dan Ahlaq saya menjadi kuat, tanpa Iman dan
Ahlaq saya menjadi lemah”.
Tapak Suci sebagai salah satu varian seni bela diri pencak silat juga memiliki ciri
khas tersendiri yang menunjukkan identitas yang kuat. Ciri khas tersebut dikembangkan
melalui proses panjang dalam akar sejarah yang dilaluinya. Berawal dari aliran pencak
silat Banjaran di Pesantren Binorong Banjarnegara pada tahun 1872, aliran ini kemudian
berkembang menjadi perguruan seni bela diri di Kauman Yogyakarta karena
perpindahan guru mereka yaitu KH. Busyro Syuhada akibat gerakan perlawanan
penangkapan yang dilakukan oleh rezim kolonial Belanda. Di Kauman KH. Busyro
Syuhada mendapatkan murid-murid yang tangguh dan sanggup mewarisi keahlian
dalam seni pencak silat.
Perguruan seni pencak silat ini didirikan pada tahun 1925 dan diberi nama
perguruan cik auman yang dipimpin langsung oleh Pendekar M.A Wahib dan Pendekar
A. Dimyati, yaitu dua orang murid yang tangguh dari KH. Busyro Syuhada. Perguruan
ini memiliki landasan agama dan kebangsaaan yang kuat.perguruan ini menegaskan
seluruh pengikutnya untuk bebas syirik (menyekutukan Tuhan) dan mengabdikan
perguruan untuk perjuangan agama dan bangsa. Pada perkembangan selanjutnya,
perguruan Tapak Suci yang berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1966
menyelenggarakan konferensi Nasional I Tapak Suci yang dihadiri oleh para utusan
perguruan Tapak Suci yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Hasil konferensi
memutuskan pemantapan menjadikan Tapak Suci menjadi organisasi nasional dan
perguruan Tapak Suci dikembangkan lagi nemanya menjadi Gerakan dan Lembaga
Perguruan Seni Bela Diri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Dan pada
sidang Tanwir Muhammdiyah tahun 1967, Tapak Suci Putera Muhammadiyah
ditetapkan menjadi organisasi otonom di lingkungan Muhammdiyah, hal ini
dikarenakan Tapak Suci Putera Muhammdiyah juga mampu menjadi dijadikan wadah
pengkaderan Muhammdiyah.
Didalam Pencak Silat Tapak Suci yang menampilkan dua orang pesilat dari kubu
yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur pembelaan yaitu
mengelak dan menangkis pada sasaran dan menjatuhkan lawan dengan mengunakan
taktik dan teknik bertanding yang berbeda.
d. Teknik dasar olahraga pencak silat
Pencak silat dikenal sebagai seni bela diri khas kepunyaan masyarakat Indonesia
yang sudah ada sejak lama, yang turun temurun terus berlangsung sampai sekarang.
Diantara gerakannya ada yang dinamakan kuda-kuda, adalah situasi yang dapat
memperkokoh atau memperkuat pada posisi berdiri saat dimulainya penyerangan
ataupun tangkisan dari serangan lawan. Dan berikut ini adalah 7 teknik dasar pencak
silat yang wajib dikuasai :
1. Kuda-kuda
Pada saat akan dimulianya pertandingan, tentu perlu diperhatikan bentuk sikap
dasar pada pencak silat, yaitu sikap berdiri. Namun dari sikap berdiri ini dibagi lagi
menjadi tiga bagian, pertama adalah sikap kangkang, kedua sikap berdiri tegak, dan
yang ke tiga ada 6 sikap kuda – kuda yang sangat mendasari dalam pencak silat dan
itu perlu kamu ketahui khususnya bagi pecinta seni bela diri pencak silat ini.
Diantaranya adalah :
a) Kuda-Kuda Depan
b) Kuda-Kuda Belakang
c) Kuda-Kuda Tengah
d) Kuda-kuda samping
e) Kuda Silang Depan
f) Kuda-Kuda Silang Belakang.
Gambar 2.1. Kuda-kuda dalam pencak silat
2. Sikap pasang
Sikap apasang adalah teknik berposisi siap tempur secara optimal dalam
menghadapi lawan yang dilaksanakan secara teknis dan efektif. Sikap pasang dapat
berpola serangan atau belaan. Dalam pelaksanaannya sikap pasang merupakan
kombinasi dan koordinasi kreatif dari kuda-kuda, sikap tubuh, dan sikap tangan. Jika
ditinjau dari penggunaannya terdiri dari :
Gambar 2.2. Sikap pasang dalam pencak silat.
a) Pasang satu
Suatu sikap dengan posisi badan tegak dengan meletakan kedua tangan
disamping dalam keadaan siap siaga, sedang kaki di buka cukup selebar bahu.
b) Pasang dua
Badan tetap dalam posisi tegak dan kaki selebar bahu dengan kedua telapak
tangan mengepal pas sejajar dengan pinggang.
c) Pasang tiga
Sikap posisi badan tetap pada posisi tegak lurus, kaki di buka selebar bahu,
hanya untuk tangan harus diangkat sejajar mata sedang posisis dalam kedaan
silang dengan kepalan tangan terbuka.
d) Pasang empat
Untuk kaki seperti biasa harus di buka selebar bahu, tangan harus diangkat
sejajar dengan mata, sedangkan posisis silang dengan kepalan sudah terkepal.
3. Gerakan 8 mata angin
Yaitu menyiapkan kuda-kuda samping, dengan kaki kiri berada di depan kaki
kanan, sedang badan harus berada dalam keadaan tegak lurus mengahadap ke depan
dengan keadaan tangan siap (mengepal).
Gambar 2.3. Gerakan 8 mata angin
4. Langkah dalam pencak silat
Gerak langkah adalah teknik berpindah atau mengubah posisi disertai dengan
kewaspadaan mental dan indera secara optimal untuk mendapatkan posisi yang
menguntungkan (favourable / condusive) dalam rangka mendekati atau menjauhi
lawan bagi kepentingan serangan dan belaan yang dilaksanakan secara taktis dan
dalam pelaksanaannya selalu di kombinasikan dan dikoordinasikan dengan , sikap
tangan.
Beberapa pola langkah dalam pencak silat adalah :
a) Pola langkah lurus
b) Pola langkah zigzag
c) Pola langkah ladam atau huruf U
d) Pola langkah segi tiga
e) Pola langkah huruf S
f) Pola langkah segi 4.
Gambar 2.4 Langkah dalam pencak silat
5. Pukulan
Pukulan dalam pencak silat segala teknik dapat dipergunakan untuk menyerang yang
disahkan dalam upaya memperoleh angka. Dari sekian banyak teknik pukulan dalam
pencak silat yang sering digunakan adalah pukulan depan, pukulan sangkol/ bandul,
pukulan samping, dan pukulan lingkar.
Gambar 2.5. Pukulan dalam pencak silat
6. Tendangan
Tendangan merupakan teknik dan taktik serangan yang mempergunakan untuk jarak
jangkau jauh dan sedang mempergunakan tungkai sebagai komponen penyerang.
Dalam pencak silat, teknik tendangan yang masuk sasaran mendapatkan poin 2.
Teknik-teknik tendangan dalam pencak silat dapat diperunakan untuk menyerang
dalam pertandingan pencak silat. Namun sebagaimana halnya dengan pukulan, tidak
semua teknik tendangan dapat dipergunakan dalam pertandingan, berdasarkan
efisiensi pelaksanaanya dan pertandingan, bedasarkan efektifitas untuk memperoleh
angka serta keselamatan yang melakukan tendangan tersebut. Teknik tendangan pada
pertandingan olahraga pencak silat antara lain, tendangan lurus, sabit, belakang,
jejag, dan gajul.
Gambar 2.6. Tendangan dalam pencak silat
7. Elakan / Tankisan
Elakan atau tangkisan adalah suatu teknik untuk menggagalkan serangan lawan
dengan melakukan tindakan menahan serangan lawan dengan tangan, kaki dan tubuh.
Contoh tangkisan antara lain tepis, gedik, kelit, siku dan potong.
1. Elakan
Elakan adalah usaha pembelaan dengan cara memindahkan sasaran dari arah
serangan lawan, dengan cara tidak melangkah (memindahkan kaki), tetapi dengan
menggeser badan/tubuh. Sasaran yang dimaksud adalah bagian badan yang menjadi
tujuan serangan lawan.Unsur dalam elakan adalah: sikap tangan, sikap kaki/tungkai, dan
sikap tubuh/togok. Sedangkan macam-macam elakan adalah elak bawah, elak atas, elak
samping, dan elak belakang putar.
Gambar 2.7 Elakan dalam pencak silat
a. Elak bawah
Mengelakkan diri dari serangan lawan pada bagian badan sebelah atas.
Gerakannya adalah merendahkan diri dengan cara menekuk kedua lutut tanpa
memindah-kan letak kedua kaki. Kedua tangan berjaga-jaga di depan atas kepala dan
sikap badan menyesuaikan.
b. Elak atas
Mengelakkan diri dari serangan lawan pada bagian badan sebelah bawah.
Gerakannya adalah mengangkat badan/tubuh ke atas dengan cara kedua kaki dengan
sikap kedua tungkai ditekuk disertai dengan sikap tubuh dan tangan waspada. Mendarat
dengan kaki saling menyusul atau dengan kedua kaki bersama-sama.
c. Elak samping
Mengelakkan diri dari serangan lurus depan agak ke atas. Gerakannya adalah dari
sikap kangkang, memindahkan badan ke samping dengan merubah sikap tungkai/kuda-
kuda. Disertai dengan sikap tubuh dan tangan/lengan waspada (tangan berada di depan
dada).
d. Elak belakang berputar
Mengelakkan diri dari serangan lurus depan dan samping. Gerakannya adalah dari
sikap kuda-kuda depan (salah satu kaki berada di depan) memindahkan berat badan ke
belakang dengan cara badan memutar. Gerakan tersebut disertai dengan sikap tubuh dan
sikap tangan/lengan dalam keadaan waspada (tangan berada di depan dada).
2. Tangkisan
Tangkisan adalah usaha pembelaan dengan cara memindahkan sasaran dari arah
serangan lawan dengan cara mengadakan kontak langsung dengan serangan.Kontak
langsung yang dilakukan pada teknik tangkisan bertujuan untuk: mengalihkan serangan
dari lintasan, dan membendung atau menahan serangan, jika terpaksa.
Sikap menangkis selalu disertai sikap kuda-kuda dan sikap tubuh dengan
menggunakan satu tangan, siku, dua tangan, dan kaki/tungkai. Terhadap serangan yang
mempunyai bentuk dan arah/lintasan yang bervariasi, maka tangkisan
mempunyai variasi sebagai berikut: posisi tinggi atau rendah, dengan tangan terbuka
atau tertutup, dan arah ke dalam atau keluar.
Sedangkan unsur lainnya dalam elakan dan tangkisan adalah sikap tangan, sikap
kaki/tungkai, dan sikap tubuh/togok.
a) Tangkisan satu lengan
Tangkis satu lengan dapat dilakukan dengan tangkis dalam, tangkis luar, tangkis
atas, dan tangkis bawah.
1) Tangkis dalam
Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan
berada di depan dada.Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke
belakang (misalnya kaki kiri) disertai dengan tangan kanan (tangan yang untuk
menangkis) bergerak ke samping kiri (ke dalam). Tangan kanan saat bergerak menghadap
ke belakang dengan jari-jari tangan terbuka, sedangkan tangan kiri tetap berada di depan
dada dengan sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada lengan bawah atau pada pisau tangan
dekat pergelangan tangan kanan.
2) Tangkis luar
Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan
berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke
belakang (misalnya kaki kiri) disertai dengan tangan kanan (tangan yang untuk
menangkis) bergerak ke samping kanan (ke luar). Tangan kanan saat bergerak
menghadap ke depan dengan jari-jari tangan terbuka, sedangkan tangan kiri tetap berada
di depan dada dengan sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada lengan bawah atau pada
pisau tangan dekat pergelangan tangan kanan.
3) Tangkis atas
Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan
berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke
belakang (misalnya kaki kiri) disertai dengan tangan kanan (tangan yang untuk
menangkis) bergerak ke atas. Saat bergerak lengan bawah tangan kanan tetap horizontal
sehingga siku tangan kanan bergerak mengikuti ke atas. Tangan kanan saat bergerak
menghadap ke depan dengan jari-jari tangan terbuka, sedangkan tangan kiri tetap berada
di depan dada dengan sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada lengan bawah atau pada
pisau tangan dekat pergelangan tangan kanan.
4) Tangkis bawah
Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan
berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke
belakang (misalnya kaki kiri) disertai dengan tangan kanan (tangan yang untuk
menangkis) bergerak ke bawah di depan badan. Tapak tangan kanan saat bergerak
menghadap ke belakang dengan jari-jari tangan terbuka, sedangkan tangan kiri tetap
berada di depan dada dengan sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada lengan bawah atau
pada pisau tangan dekat pergelangan tangan kanan.
1. Tangkisan dua tangan/lengan
Tangkis dua lengan dapat dilakukan dengan sejajar dua tangan/lengan atas, belah
tinggi dan rendah, silang tinggi dan rendah, dan buang samping.
1) Tangkis sejajar dua tangan/lengan
Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan
berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke
belakang disertai dengan gerakan kedua lengan atau tangan menangkis ke depan.
Gerakan dilakukan oleh kedua lengan bawah secara bersamaan dan sejajar, serta kedua
tapak tangan saling berhadapan (jari-jari tangan terbuka). Perkenaan tangkisan pada
kedua tangan atau lengan bawah dekat pergelangan tangan.
2) Tangkis belah
Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan
berada di depan dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke
belakang disertai dengan gerakan ke dua lengan / tangan membelah ke atas atau ke
bawah. Gerakan dilakukan oleh kedua lengan/tangan secara bersamaan. Saat bergerak
pada awalnya kedua tangan saling berhadapan, namun setelah kedua lengan hampir lurus
secara mendadak kedua tangan diputar dan masing-masing di bawa ke luar atau samping,
sehingga kedua tapak tangan saling membelakangi dan secara bersamaan menjauh.
Gerakan lengan/tangan pada tangkis belah ini seperti pada gerakan lengan/tangan pada
renang gaya kupu-kupu.
3) Tangkis Silang
Sikap awal berdiri tegak dengan kedua kaki rapat pada tumitnya dan kedua tangan
berada di depan dada. Gerakanyang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke
belakang disertai dengan gerakan ke dua lengan/tangan menyilang ke atas atau ke bawah.
Gerakan dilakukan oleh kedua lengan/tangan secara bersamaan, jari-jari terbuka dan
rapat. Tempat pertemuan kedua lengan untuk posisi silang adalah pada pertengahan
lengan bawah. Kedua tapak tangan menghadap keluar, sehingga punggung tangan saling
berhadapan.
4) Tangkis buang samping
Sikap awal berdiri tegak kedua tumit rapat, dan kedua tangan berada di depan
dada. Gerakan yang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke belakang, dan kedua
lengan menjulur ke depan dengan kedua tangan berada di atas dan di bawah. Kedua
telapak tangan menghadap ke samping badan dengan kedua ibu jari saling berdekatan.
Siku lengan yang berada di atas agak diangkat sehingga berada lebih tinggi dari pada
tangan. Gerakan tangan dari depan badan sampai di samping badan. Kedua lutut agak
ditekuk untuk keseimbangan badan. Perkenaan pada kedua telapak tangan dan serangan
lawan dibuang ke arah samping badan.
2. Tangkisan siku
Tangkisan siku terdiri dari dari tangkis siku dalam dan tangkis siku luar.
Keduanya dapat dilakukan dengan tinggi dan rendah.
1) Tangkis siku dalam
Sikap awal berdiri dengan kedua tumit rapat dan kedua tangan berada di depan
dada. Gerakanyang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke belakang dan kedua
siku ditekuk kemudian digerakkan ke arah dalam melewati depan badan sampai berhenti
di sisi badan yang lain. Saat bergerak posisi siku tetap ditekuk sehingga lengan
bawah vertikal ke atas, dan tapak tangan menghadap ke badan. Tangan yang tidak untuk
menangkis tetap berada di depan dada dalam sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada siku.
2) Tangkis siku luar
Sikap awal berdiri dengan kedua tumit rapat dan kedua tangan berada di depan
dada. Gerakanyang dilakukan adalah melangkah salah satu kaki ke belakang dan kedua
siku ditekuk kemudian digerakkan ke arah luar melewati depan badan sampai berhenti di
sisi badan yang lain. Saat bergerak posisi siku tetap ditekuk sehingga lengan bawah
vertikal ke atas, dan tapak tangan menghadap ke badan. Tangan yang tidak untuk
menangkis tetap berada di depan dada dalam sikap siaga. Perkenaan tangkisan pada siku.
Olah raga pencak silat tidak terlepas dari adanya gerakan yang selanjutnya akan
melibatkan berbagai struktur/jaringan pada tubuh manusia, misalnya sendi, otot,
meniscus/discus, kapsuloligamenter dan otot. Gerakan terjadi bilamana mobilitas serta
elastisitas dan kekuatan jaringan penompang dan penggerak sendi terjamin. Semakin
mobile suatu persendian mempunyai konsekuensi berupa semakin tidak stabilnya
senditersebut. Ketidakstabilan suatu sendi akan mengakibatkan struktur sekitarnya mudah
cedera apalagi bila elastisitas dan kekuatan jaringan penompang dan penggerak
senditidak memadai. Stabilitas suatu persendian akan di pengaruhi oleh konfigurasi
tulang pembentuknya, keadaan kapsuloligamenter, keadaan otot penggerak, tekanan intra
artikuler, keadaan discus/ meniscus, derajat kebebasan gerak serta pengaruh gaya
gravitasi. Kejadian cedera bila tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan cedera
yang lebih parah.
2. Cedera Olahraga
Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan
ditingkatkan bukan hanya olahraga prestasi / kompetisi, tetapi juga olahraga untuk
kebugaran jasmani secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan
secara pribadi, tetapi juga memberi keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh
karena itu kegiatan olahraga pada waktu ini semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan meningkatnya aktivitas keolahragaan tersebut, korban cedera olahraga juga
ikut bertambah. Amat disayangkan jika justru karena cedera olahraga tersebut, para
pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi atau kebugarannya
(Andun, 2000: 7).
a. Pengertian cedera olahraga
Cedera olahraga adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga
dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari
tubuh (Andun, 2000: 7).
Cedera olahraga apabila tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat
mengakibatkan gangguan atau keterbatasan faisik baik dalam melakukan aktivitas hidup
sehari - hari maupun melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi
atlet ini bisa berarti istirahat yang cukup lama atau bahkan harus meninggalkan sama
sekali hobi atau profesinya itu. Oleh sebab itu dalam penanganan cedera harus
dilakukan secara tim yang multidisipliner (Andun, 2000: 7).
Pencak silat sebagai seni dilihat dari keindahan dan prestasi olah kekayaan gerak
yang berasal dari jurus-jurus pencak silat, sedangkan pencak silat sebagai olahraga
tanding yaitu berupa rangkaian teknik dasar baik berupa tangkisan, pukulan, tendangan,
tangkapan, elakan, jatuhan dan bantingan yang dikembangkan dan digunakan untuk
melawan musuh di dalam gelanggang.
Pencak silat kategori tanding merupakan pertandingan yang menampilkan dua
orang pesilat dari kubu yang berbeda. Keduanya saling berhadapan menggunakan unsur
pembelaan dan serangan yaitu menangkis/mengelak/menghindar/menyerang pada
sasaran dan menjatuhkan lawan dengan mengunakan taktik dan teknik bertanding,
ketahanan stamina dan semangat juang, menggunakan pola langkah yang memanfaatkan
kekayaan teknik jurus untuk mendapatkan nilai terbanyak (Munas IPSI, 2012: 1).
Artinya, pesilat harus memiliki kemampuan fisik, teknik, taktik, dan kemampuan yang
baik agar dapat meraih prestasi optimal dalam prestasi olahraga tanding.
Untuk itu proses pertandingan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
latihan. Untuk dapat melakukan teknik serangan dan belaan, seorang pesilat harus
menguasai fisik, teknik, taktik, dan mental yang baik. Dengan demikian penerapan
prinsip-prinsip pertandingan yang benar harus dilakukan agar kemungkinan terjadinya
cedera relatif kecil. Untuk itu pesilat harus memiliki kemampuan biomotor yang baik
agar meminimalisir terjadinya cedera. Setiap pertandingan pencak silat sering terjadi
cedera pada pemain, misalnya: terkilir pada lutut, terkilir pada pergelangan kaki,
dislokasi pada jari-jari tangan, lecet, memar, fraktur dan sebagainya. Hal-hal semacam
ini sering dialami oleh atlet pada saat mereka melakukan latihan ataupun pertandingan.
Banyak faktor yang menyebabkan cedera dalam pertandingan pencak silat diantaranya:
fisik, faktor pribadi, teknik yang salah, pemanasan (warming up), peralatan, fasilitas,
dan lain-lain.
Pada pertandingan pencak silat, banyak atlet yang mengalami cedera. Cedera yang
sering terjadi disebabkan berbagai macam faktor eksternal dan internal. Cedera olahraga
adalah segala macam cedera yang timbul, baik pada waktu latihan maupun pada waktu
berolahraga (pertandingan) ataupun sesudah pertandingan. Setiap saat pertandingan
pencak silat, para atlet sering mengalami cedera, baik cedera ringan maupun cedera
berat, maka diperlukan pengetahuaan baik dari pemain, pelatih serta tim medis sehingga
tindakan pencegahan cedera dapat dilakukan.
Berdasarkan letaknya cedera dapat dikelompokan menjadi: cedera dibagian
kepala, cedera dibagian badan, cedera dibagian lengan dan tangan, cedera
dibagian tungkai dan kaki yang meliputi: memar, sprain, strain, fraktur dan lecet
(Giam dan Teh, 1992: 202-241)
Macam cedera yang sering terjadi adalah cedera memar, cedera ligamentum,
cedera pada otot dan tendo, pendarahan pada kulit dan pingsan (Taylor, 1997: 63).
Menurut Fatimah (2005: 5-9) macam cedera yang sering terjadi adalah: lepuh,
strain, sprain, dislokasi dan patah tulang. Menurut Sadoso (1993: 265-269) macam
cedera yang sering terjadi adalah: nyeri otot, kejang otot, strain, sprain, memar dan
lepuh.
Merujuk kepada penelitian Fitri Agustini (2002) persentase tiap cedera dibagian
tungkai 40,925 %, indikator cedera di bagian lengan 31,852 %, indikator badan 30,740
%, kepala 24,444 % dan persentase untuk macam-macam cedera adalah memar 43,334
% penyebabnya kram, benturan, sikutan dan jatuh,cedera lecet 39,55 % penyebabnya
kram, kaku, jatuh, benturan, sepatu, cedera sprain / strain 37,143 % penyebabnya
karena jatuh, benturan, kurang pemanasan, over use, gerakan yang salah, cedera kram
31,111 % penyebabnya karena over use, kurang pemanasan, gangguan lain, benturan
dan sepatu, cedera pendarahan 27,333 % penyebabnya karena benturan, sikutan, jatuh,
cedera dislokasi 24,889 %, penyebabnya karena jatuh, benturan dan over use, cedera
fraktur 12,222 % penyebabnya karena benturan, sikutan, jatuh, cedera pingsan 11,111
% penyebabnya karena jatuh, panas dan kelelahan.
b. Penggolongan cedera olahraga
Cedera olah raga juga dapat di golongkan atas 2 kelompok besar :
1) Kelompok kerusakan traumatik (traumatic disruption) misalnya lecet, memar, lebam
otot, luka, "strain" otot, "sprain" sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma pada
dada, trauma pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.
2) Kelompok sindroma penggunaan berlebihan (overuse sindromes) yang lebih spesifik
berhubungan dengan jenis olahraganya seperti: tennis elbow, golf's elbow, swimer's
shoulder, jumper's knee, strees frakture pada tungkai dan kaki (Andun, 2000 : 8).
c. Macam - macam cedera olahraga
1) Memar
Memar adalah pecahnya pembulu darah kecil akibat trauma yang menyebabkan
pendarahan menuju kedalam jaringan lunak dibawah kulit dan
mengakibatkan perubahan warna kulit. Memar dapat terjadi secara tiba - tiba dan
dapat terjadi hingga berbulan - bulan yang menyebabkan rasa sakit, bengkak, dan
nyeri. Penyebab memar itu sendiri adalah akibat dari benturan dari benda tumpul
sehingga dapat menyebabkan trauma yang berupa memar (Irawan, 2011 : 14).
2) Spasme atau kram otot
Spasme / kram otot adalah tertariknya atau kontraksi otot yang sangat hebat
tanpa disertai adanya relaksasi sehingga mengakibatkan rasa sakit yang sangat hebat.
Ada beberapa penyebab terjadinya kram otot yaitu:
a) Dehidrasi
b) Kadar garam dalam tubuh rendah
c) Kadar karbohidrat rendah
d) Otot dalam keadaan kaku
e) Kurangnya pemanasan (Irawan, 2011 : 14).
3) Sprain
Sprain adalah cedera yang menyakut cedera pada ligament (jaringan yang
menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul persendihan. Kerusakan
kerusakan yang parah pada sendi ini akan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil.
Gejala yang ditimbulkan adalah rasa sakit, bengkak, memar, ketidak stabilan dan
kehilangan kemampuan untuk bergerak. Akan tetapi tanda - tanda dan gejala dapat
bervariasi dalam intensitas, tergantung pada beratnya sprain tersebut (Andun, 2000 :
12).
4) Strain
Strain adalah cedera yang melibatkan peregangan atau robeknya sebuah otot
dan tendon (struktur otot). Strain akut terjadi di ujung saat otot menjadi tendon.
Menurut Taylor (1997 : 115) cedera akut ditimbulkan karena adanya penekanan
melakukan gerakan membelok secara tiba - tiba. Strain biasa terjadi saat berlari
ataupun saat melompat dan biasa terjadi pada otot hamstring. Strain adalah cedera
yang terjadi secara berkala karena penggunaan berlebihan dan tekanan berulang -
ulang dan menghasilkan tendonitis atau perdangan pada tendon (Andun, 2000 : 13).
5) Dislokasi
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kestuan sendi
dislokasi terdapat komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya. Dislokasi yang sering terjadipada atet
adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul atau paha. Gejala yang timbulkan dari
dislokasi adalah terlihat jelas dari tempatnya, gerakan menjadi terbatas, terjadi
pembengkakan maupun memar dan rasa sakit yang sangat pada waktu digerakkan
maupun memberokan beban diatas dislokasi (Irawan, 2011 : 17).
d. Penyebab terjadinya cedera olahraga
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan cedera olahraga itu terjadi baik dari sisi
orangnya ataupun sarana dan prasarananya, adapun faktor -faktor penting penyebab
terjadinya cedera olahraga dan kurang baik akan memudahkan terjadinya cedera.
1) Faktor olahragawan atau olahragawati Dimana dalam faktor ini meliputi beberapa
faktor lainya yakni:
a) Umur
b) faktor pribadi
c) Pengalaman
d) Tingkat latihan
e) Tehnik
f) Kemampuan awal (warming up)
g) Recoveri period
h) Kondisi tubuh yang "fit"
i) Keseimbangan nutrisi
j) Hal - hal yang umum
2) Peralatan dan fasilitas
a) Peralatan: bila kurang atau tidak memadai, design yang jelek
b) Fasilitas: kemungkinan alat-alat proteksi badan, jenis olahraga yang bersifat body
contack, serta jenis-jenis olahraga yang khusus (Andun, 2000 : 20).
3) Karakter dari pada olahraga
Setiap cabang olahraga mempunyai tujuan tertentu dan cedera yang dialami juga
bermacan - macam makadari itu harus diketahui sebelumnya (Irawan, 2011 : 8).
e. Usaha Pencegahan Cedera
Kita sering mendengar kata mencegah itu lebih baik dari pada mengobati. Banyak
cara pencegahan yang terlihat biasa - biasa saja tetapi semua itu tetap harus
diperhatikan. Usaha untuk mencegah terjadinya cedera olahraga dapat dikerjakan pada
saat sebelum latihan, latihan, dan sesudah latihan.
1) Usaha sebelum latihan Kerjakan latihan pemanasan sebelum berolahraga. Latihan
pemanasan meningkatkan aliran darah ke otot-otot dan menaikkan suhu otot-otot.
Hal ini menyebabkan otot lebih lentur dan tahan terhadap cedera, latihan pemanasan
yang dianjurkan ada dua tahap yaitu:
a) Peregangan
Latihan meregangkan tubuh merupakan pencegahan cedera terpenting
dalam dunia olahraga. Bila seorang berlatih dengan keras, otot mereka menderita
cedera yang minimal atau sedikit (Rahardjo, 2013:41).
Adapun untuk teknik-teknik peregangan yang baik dan benar adalah:
1)) Selalu lakukan peregangan tanpa timbul rasa nyeri
2)) Regangkanlah semua kelompok otot besar dan sendi yang akan digunakan
dalam latihan
3)) Bernapas secara normal selama latihan peregangan
4)) Lakukan samapai terasa tegang(tapi tanpa nyeri) dan tetap pada posisi tersebut
selama 10 detik.
5)) Lakukan berulang-ulang 3 sampai 5 kali untuk setiap kelompok otot
(Satmoko, 1993:145).
b) Calisthenic
Selanjutnya lakukan pemanasan dengan gerakan-gerakan yang sama atau
sesuaikan dengan olahraga yang akan dikerjakan. Mulailah dengan perlahan-
lahan dan secara berangsur-angsur tingkatkan intensitasnya (Rahardjo, 2013:42).
1)) Latihan Untuk mencegah terjadinya cedera, maka dalam latihanpun harus
diperhatikan peraturan umum latihan olahraga. Sehingga sesorang sebaiknya
berlatih dengan cara yang benar, yang sesuai dengan aturan permainan
(Rahardjo, 2013:42).
2)) Sesudah latihan Sesudah berolahraga hendaknya jangan langsung istirahat.
Sebaiknya kerjakan pendinginan, gerak-gerak ringan, misalnya jogging, dan
diakhiri dengan peregangan lagi kemudian baru beristirahat (Rahardjo,
2013:42).
Merawat atau mengobati cedera Ada tiga hal yang penting dalam merawat cedera
diantaranya:
1)) Mengurangi atau menghentikan tekanan yang menyebabkan cedera tersebut.
2)) Mengurangi peradangan yang terjadi dan sedapat mungkin mengusahakan
proses penyembuhan yang (secara) alami.
3)) Senantiasa mewaspadai faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera tersebut
kambuh kembali (Taylor, 1997: 267).
3. Cedera pada Olahraga Pencak Silat
Pada umumnya cedera olahraga pencak silat adalah cedera yang terjadi pada sistim
kerja otot, sehingga mengganggu fungsi sistem kerja otot. Penyebab dari cedera olahraga
pencak silat penyebabnya antara lain benturan badan dengan lawan tanding, jatuh dengan
posisi yang salah, atau pemberian beban yang salah , dan juga bisa disebabkan oleh
gerakan-gerakan yang salah pada waktu mengangkat beban pada saat berlatih. Cedera
dalam olahraga biasanya akan berakibat kepada menurunnya prestasi atlet, hal ini
dikarenakan karena menurunnya kemampuan fisiologis untuk memaksimalkan performa
dalam menghadapi suatu pertandingan dengan adanya nyeri dan keterbatasan gerak.
a. Nyeri Akibat Cedera Olahraga Pencak Silat
1) Definisi nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan, berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensi
menimbulkan kerusakan jaringan.
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun
berat. Nyeri menurut Tamsuri (2007) juga didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri
adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.
Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen
objektif (asfek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional
dan psikologis). Sedangkan nyeri akut disebabkan oleh stimulasi noxious akibat
trauma, proses suatu penyakit atau akibat fungsi otot atau visceral yang terganggu.
Nyeri tipe ini berkaitan dengan stress neuroendokrin yang sebanding dengan
intensitasnya. Nyeri akut akan disertai hiperaktifitas saraf otonom dan umumnya
mereda dan menghilang sesuai dengan laju proses penyembuhan.
2) Jenis-Jenis nyeri
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut biasanya
datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cedera spesifik, jika kerusakan tidak
lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan
dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung
beberapa detik hingga enam bulan (Brunner dan Suddarth, 2002: 159).
a. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan
dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering
didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih
(Brunner dan Suddarth, 2002: 201).
b. Nyeri akut
Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme
pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis terjadi
perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer,
tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.
3) Klasifikasi Nyeri
Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi :
a. Nyeri somatik luar
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran
mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam dan terlokalisasi.
b. Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat
rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat.
c. Nyeri viseral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau organ yang menutupinya
(pleura parietalis, pericardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi menjadi nyeri
viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih
parietal.
Sedangkan berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Nyeri nosiseptif
Karena kerusakan jaringan baik somatic maupun viseral. Stimulasi
nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan
pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris
dan simpatik.
b. Nyeri neurogenik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
system saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat saraf perifer,
infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer. Sensi yang
dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusk-tusuk dan kadang disertai
hilangnya rasa atau adanya rasa tidak enak pada perabaan. Nyeri nerogenik dapat
menyebabkan terjadinya allodynia. Hal ini mungkin terjadi secara mekanik atau
peningkatan sensitivitas dari noradrenalin yang kemudian menghasilkan
sympathetically maintained pain (SMP). SMP merupakan komponen pada nyeri
kronik. Nyeri tipe ini sering menunjukkan respon yang buruk pada pemberian
analgetik konvensional.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan
depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.
Sedangkan berdasarkan derajat nyeri dapat dikelompokkan menjadi :
a) Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari
hari dan menjelang tidur.
b) Nyeri sedang adalah nyeri terus-menerus, aktivitas terganggu yang hanya
hilang bila penderita tidur.
c) Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak
dapat tidur dan sering terjaga akibat nyeri.
4) Fisiologi nyeri
Salah satu sistem saraf yang paling penting adalah menyampaikan informasi
tentang ancaman kerusakan tubuh. Saraf yang dapat mendeteksi nyeri tersebut
dinamakan nociception. Nociception termasuk menyampaikan informasi perifer dari
reseptor khusus pada jaringan (nociseptors) kepada struktur sentral pada otak Sistem
nyeri mempunyai beberapa komponen :
a) Reseptor khusus yang disebut nociseptors, pada sistem saraf perifer, mendeteksi
dan menyaring intensitas dan tipe stimulus noxious. (orde 1)
b) Saraf aferen primer (saraf A-delta dan C) mentransmisikan stimulus noxious ke
CNS.
c) Kornu dorsali medulla spinalis adalah tempat dimana terjadi hubungan antara
serat aferen primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks hubungan antara
local eksitasi dan inhibitor interneuron dan tarktus desenden inhibitor dari otak.
d) Traktus asending nosiseptik (antara lain traktus spinothalamikus lateralis dan
ventralis) menyampaikan signal kepada area yang lebih tinggi pada thalamus.
(orde 2)
e) Traktus thalamo-kortikalis yang menghubungkan thalamus sebagai pusat relay
sensibilitas ke korteks cerebralis pada girus post sentralis. (orde 3)
f) Keterlibatan area yang lebih tinggi pada perasaan nyeri, komponen afektif nyeri,
ingatan tentang nyeri yang dihubungkan dengan respon motoris.
g) Sistem inhibitor desenden mengubah impuls nosiseptik yang datang pada level
medulla spinalis.
5) Patofisiologi nyeri
Menurut Torrance dan Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses
penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau
interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai
reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum
tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls
yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon
terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia,
yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan
enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan
menyampaikan impuls ke otak (Torrance dan Serginson, 1997).
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat
dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan
serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara
sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada
otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks
serebri.
Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis
yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi
yangmenyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area
ini disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua
input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan
mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa
perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron
inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi
sensasi nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002: 30).
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara
stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak
nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel
inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis menginhibisi yang menghambat
transmisi nyeri ( Smeltzer dan Bare, 2002: 43).
Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai
dirasakan nyeri adalah suatu proses elektrofisiologis. Ada 4 proses yang mengikuti
sustu proses nosisepsis yaitu:
a) Tranduksi/ Tranduction
Adalah perubahan rangsangan nyeri (noxious stimuli) menjadi aktifitas
listrik pada ujung-ujung saraf sensoris. Zat-zat algesik seperti prostaglandin,
serotonin, bradikinin, leukotrien, substans P, potassium, histamine, asam laktat
dan lain-lain akan mengaktifkan atau mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri.
Reseptor nyeri merupakan anyaman ujung-ujung bebas serat-serat afferent A-
delta dan C. Reseptor-reseptor ini banyak dijumpai di jaringan kulit, periosteum,
di dalam pulpa gigi dan jaringan tubuh yang lain. Serat saraf afferent A-delta dan
C adalah serat-serat saraf sensorik yang mempuyai fungsi meneruskan sensorik
nyeri dari perifer ke sentral ke susunan saraf pusat. Interaksi antara zat algesik
dengan reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya impuls nyeri. Transduksi
adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi kebentuk yang dapat diakses
oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang
berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini
(nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang
seperti kerusakan jaringan.
b) Transmisi/Transmission
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa
impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan
saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta
yang berdiameter besar. Saraf aferen akan berakson pada dorsal horn di spinalis.
Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamic
melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral.
c) Modulasi/Modulation
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol
jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses modulasi melibatkan system neural
yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri
ini akan dikontrol oleh system saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini
kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri
ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk
memodulasi efektor.
d) Persepsi/Perception
Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak hanya
berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga
meliputi cognition (pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu,
faktor psikologis, emosional, dan berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai
respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini
jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang melibatkan
multidimensional.
6) Nyeri pada cedera olahraga
Cedera olahaga adalah cedera yang disebabkan karena kegiatan olahraga.
cedera bisa terjadi oleh siapapun dan kapanpun baik atlet senior maupun junior.
Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen,
atau patah tulang karena terjatuh dapat memunculkan terjadinya nyeri.
Nyeri pada olahraga pencak silat biasanya diakibatkan oleh adanya trauma
fisik, merujuk kepada penelitian dari Rahardjo (2013) dimana dari penelitiannya
terhadap cedera pada atlet pencak silat dengan jumlah 25 responden melalui angket
yaitu: mendapatkan hasil atlet yang mengalami cedera olahraga memperoleh hasil
51% yang tergolong cukup kuat. Cedera olahraga yang sering dialami adalah memar,
memperoleh hasil 50% skala tergolong cukup kuat dan terjadi pada lengan yang
berguna untuk memberikan serangan dan juga berfungsi untuk melakukan tangkisan
serangan dari lawan.
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja
sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang didapat
cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi organ tubuh
yang terkena. Trauma dapat menyebabkan gangguan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme kelainan imunologi, dan gangguan faal berbagai organ.
Penderita trauma berat mengalami gangguan faal yang penting, seperti kegagalan
fungsi membran sel, gangguan integritas endotel, kelainan sistem imunologi, dan
dapat pula terjadi koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC = Diseminated
Intravascular Coagulation).
Trauma dapat dibagi menjadi dua sebab yaitu, trauma penestrasi dan trauma
non-penestrasi, dengan penjelasan sebagai berikut :
a) Trauma penestrasi
Trauma penestrasi dapat berupa trauma tembak, atau terkena tusukan.
b) Trauma non-penestrasi
Trauma non-penestrasi dalam diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme
utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi.
Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa hantaman
langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya
hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt injury).
Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek
dan hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan
menyebabkan ruptur.
7) Respon Tubuh Terhadap Nyeri
Nyeri akut akan menimbulkan perubahan-perubahan di dalam tubuh. Impuls
nyeri oleh serat efferent selain diteruskan ke sel-sel neuron nosisepsi di kornu
dorsalis medulla spinalis, juga akan diteruskan ke sel-sel neuron di kornu
enterolateral dan kornu anterior medulla spinalis.
Nyeri akut pada dasarnya berhubungan dengan respon stress sistem
neuroendokrin yang sesuai dengan intensitas nyeri yang ditimbulkan. Mekanisme
timbulnya nyeri melalui serat saraf efferent diteruskan melalui sel-sel neuron
nosisepsi di kornu dorsalis medulla spinalis dan juga diteruskan melalui sel-sel di
kornu anterolateral dan kornu enterior medulla spinalis memberikan respon
segmental seperti peningkatan muscle spasm (hipoventilasi dan penurunan aktivitas),
vasospasm (hipertensi), dan menginhibisi fungsi organ visera (distensi abdomen,
gangguan saluran pencernaan, hipoventilasi).
Nyeri juga mempengaruhi respon suprasegmental yang meliputi kompleks
hormonal, metabolic dan imunologi yang menimbulkan stimulasi yang noxious.
Nyeri juga berespon terhadap psikologis pasien seperti interpretasi nyeri, marah dan
takut.
Impuls yang diteruskan ke sel-sel neuron di kornu anterolateral akan
mengaktifkan sistem simpatis. Akibatnya, organ-organ yang disarafi oleh sistem
simpatis akan aktif. Nyeri akut baik yang ringan sampai berat akan memberikan efek
pada tubuh seperti :
a) Sistem respirasi
Pengaruh dari peningkatan laju metabolism, pengaruh reflek segmental, dan
hormone seperti bradikinin dan prostaglandin menyebabkan peningkatan
kebutuhan oksigen tubuh dan produksi karbondioksida mengharuskan terjadinya
peningkatan ventilasi permenit sehingga meningkatkan kerja pernafasan,
khususnya pada pasien dengan penyakit paru. Penurunan gerakan dinding torak
menurunkan volume tidal kapasitas residu fungsional. Hal ini mengarah pada
terjadinya atelektasis, hipoksemia dan terkadang dapat terjadi hipoventilasi
b) Sistem Kardiovaskuler
Pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Terjadi gangguan perfusi,
hipoksia jaringan akibat dari efek nyeri akut terhadap kardiovaskuler berupa
peningakatan produksi ketokelamin, angiostensin II, dan anti deuretik hormon
sehingga mempengaruhi hemodinamik tubuh seperti hipertensi, takikardi dan
peningkatan resistensi pembuluh darah secara sistemik. Pada orang normal
cardiac output akan meningkat tetapi pada pasien dengan kelainan fungsi jantung
akan mengalami penurunan cardiac output dan hal ini akan lebih memperburuk
keadaanya. Karena nyeri menyebabkan peningkatan kebutuahan oksigen myocard
, sehingga nyeri dapat menyebabkan terjadinya Iskemia Myocardial. Nyeri
merupakan salah satu stressor bagi tubuh sehingga menghasilkan sebuah stimulasi
simpatis berupa peningkatan laju nadi, tekanan arteri rata-rata, jumlah keringat
dan perubahan ukuran pupil sebagai bentuk kompensasi tubuh terhadap
rangsangan nyeri tersebut
c) Sistem Gastrointestinal
Rangsangan terhadap saraf simpatis meningkatkan tahanan spingter dan
menurunkan motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hipersekresi asam
lambung akan menyebabkan ulkus dan bersamaan dengan penurunan motilitas
usus, potensial menyebabkan pasien mengalami pneumonia aspirasi. Mual,
muntah dan konstipasi sering terjadi.
d) Sistem Urogenital
Rangsangan terhadap saraf simpatis meningkatkan tahanan spingter saluran
kemih dan menurunkan motilitas saluran cerna yang menyebabkan retensi urin.
e) Sistem Metabolisme dan Endokrin
Kelenjar simpatis menjadi aktif, sehingga terjadi pelepasan ketokelamin.
Metabolisme otot jantung meningkat sehingga kubutuhan oksigen meningkat.
Respon hormonal terhadap nyeri meningkatkan hormon-hormon metabolic seperti
ketokelamin, kortisol dan glucagon sehingga menyebabkan penurunan hormon
anabolic seperti insulin dan testosterone. Peningkatan kadar ketokelamin dalam
darah mempunyai pengaruh terhadap kerja insulin. Efektifitas insulin menurun,
menimbulkan gangguan metabolism glukosa sehingga kadar gula dalam darah
meningkat. Hal ini mendorong pelepasan glucagon, glucagon memicu
peningkatan proses glukogenensis. Pasien yang mengalami nyeri akan
menimbulkan keseimbangan negative nitrogen, intoleransi karbohidrat, dan
meningkatkan lipolisis. Peningkatan hormon kortisol bersamaan dengan
peningkatan rennin, aldosteron, angiotensin, dan hormon antideuretik yang
menyebabkan retensi natrium, retensi air, dan ekspansi sekunder dari ruangan
ekstraseluler.
f) Sistem hematologi
Nyeri menyebabkan peningkatan adhesi platelet, meningkatkan fibrinolisis,
dan hiperkoagulopati.
g) Sistem Imunitas
Nyeri merangsang produksi leukosit dengan lympopenia dan nyeri dapat
mendepresi sistem retikuloendotelial. yang pada akhirnya akan menyebabkan
pasien beresiko menjadi mudah terinfeksi.
h) Efek fisiologis
Reaksi yang umumnya terjadi pada nyeri akut berupa kecemasan, ketakutan,
agitasi, dan gangguan tidur. Jika nyeri berkepanjangan dapat menyebabkan
depresi.
i) Homeostasis Cairan dan Eletrolit
Efek yang ditimbulkan akaibat dari peningkatan pelepasan hormon
aldosteron berupa retensi natrium. Efek akibat peningkatan produksi ADH berupa
retensi cairan dan penurunan produksi urin. Hormon ketokelamin dan kortisol
menyebabkan berkurangnya kalium, magnesium dan elektrolit lainnya.
3. Dimensi nyeri
Nyeri adalah fenomena yang multidimensional. Mengkategorikan lima dimensi
dari nyeri yang dialami. Identifikasi dimensi nyeri ini mulanya diperuntukan untuk
nyeri-nyeri pada kasus-kasus kanker. Kelima dimensi ini meliputi: dimensi fisiologi,
sensori, afektif, kognitif, dan behavior (perilaku). Sebagai tambahan, McGuire
menambahkan dimensi social-kultural sebagai dimensi keenam dalam
multidimensional dari fenomena nyeri. Keenam dimensi dari fenomena nyeri ini
saling berhubungan, berinteraksi serta dinamis dan dijelaskan sebagai berikut :
a. Dimensi Fisiologi
Dimensi fisiologis terdiri dari penyebab organik dari nyeri tersebut seperti
kanker yang telah bermetastase ke tulang atau mungkin juga telah menginfiltrasi
ke sistem saraf. Berdasarkan dimensi fisiologis,terdapat dua karakteristik yang
melekat dalam pengalaman nyeri, yaitu: durasi dan pola nyeri. Durasi nyeri
mengacu kepada apakah nyeri yang dialami tersebut akut atau kronik.
Sedangkan pola nyeri dapat diidentifikasi sebagai nyeri singkat, sekejap, atau
transient, ritmik, periodik, atau juga nyeri berlanjut, menetap atau konstan.
b. Dimensi Afektif
Dimensi afektif dari nyeri mempengaruhi respon individu terhadap nyeri
yang dirasakanya. Dimensi afektif dari nyeri indentik dengan sifat personal
tertentu dari individu. Pasien-pasien yang mudah sekali mengalami kondisi
depresi atau gangguan psikologis lainnya akan lebih mudah mengalami nyeri
yang sangat dibandingkan dengan pasien lainnya. Dari hasil penelitian telah
ditemukan bahwa keparahan nyeri berhubungan signifikan dengan kondisi
depresi individu yang mengalami nyeri kronik. Mereka juga menyatakan bahwa
semakin berat nyeri yang dialami, maka semakin tinggi tingkat depresi individu
tersebut.
c. Dimensi Sosio-kultural
Dimensi sosio-kultural nyeri terdiri dari berbagai variasi dari faktor
demograpi, adaptasi istiadat, agama, dan faktor-faktor lain yang berhubungan
yang dapat mempengaruhi persepsi dan respon seseorang terhadap nyerinya.
Kultur atau budaya memiliki peran yang kuat untuk menentukan faktor sikap
individu dalam mempersepsikan dan merespon nyerinya. Sementara itu sikap
individu ini juga berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin dan ras. McGuire
menemukan bahwa wanita berkulit non-putih dan yang berkulit putih memiliki
perbedaan yang signifikan dalam melaporkan nyerinya. Wanita berkulit bukan
putih melaporkan nyeri yang lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita
berkulit putih ketika mengalami nyeri.
d. Dimensi Sensori
Dimensi sensori pada nyeri berhubungan dengan lokasi dimana nyeri itu
timbul dan bagaimanan rasanya. Terdapat tiga komponen spesifik dalam dimensi
sensori, yaitu lokasi, intensitas, dan kualitas nyeri. Lokasi dari nyeri memberikan
petunjuk penyebab nyeri bila ditinjau dari segi aspek sensori. Lokasi nyeri ini
sendiri dapat dilaporkan oleh pasien pada dua atau lebih lokasi. Kondisi dimana
dirasakannya nyeri pada beberapa lokasi yang berbeda mengimplikasikan
keterlibatan dimensi sensori.
Semakin banyak lokasi nyeri yang dirasakan oleh pasien, maka akan
semakin sulit bagi pasien untuk melokalisasi area nyerinya. Intensitas nyeri,
intensitas nyeri adalah sejumlah nyeri yang dirasakan oleh individu dan sering
kali digambarkan dengan kata-kata seperti ringan, sedang dan berat. Intensitas
nyeri juga dapat dilaporkan dengan angka yang menggambarkan skor dari nyeri
yang dirasakan. Sedangkan kualitas nyeri adalah berkaitan dengan bagaimana
nyeri itu sebenarnya dirasakan individu. Kualitas nyeri seringkali digambarkan
dengan berdenyut, menyebar, menusuk, terbakar dan gatal.
e. Dimensi Kognitif
Dimensi kognitif dari nyeri menyangkut pengaruh nyeri yang dirasakan
oleh individu terhadap proses berpikirnya atau pandangan individu terhadap
dirinya sendiri. Respon pikiran individu terhadap nyeri yang dirasakan dapat
diasosiasikan dengan kemampuan koping individu mengahadapi nyerinya.
Barkwell melaporkan bahwa pasien yang berpendapat nyerinya sebagai suatu
tantangan melaporkan nyeri lebih rendah dengan tingkat depresi yang rendah
juga dan disertai dengan mekanisme koping yang lebih baik jika dibandingkan
dengan pasien yang menganggap nyerinya adalah sebagai hukuman atau sebagai
musuh. Pengetahuan adalah aspek yang penting dalam dimensi kognitif.
Pengetahuan tentang nyeri dan penanganannya dapat mempengaruhi
response seseorang terhadap nyeri dan penanganannya. Nyeri itu sendiri dapat
dimodifikasi oleh bagaimana seseorang berpikir tentang nyeri yang
dirasakannya, apa saja pengharapannya atas nyerinya, dan apa makna nyeri
tersebut dalam kehidupannya.
f. Dimensi Perilaku (Behavioral)
Seseorang yang mengalami nyeri akan memperlihatkan perilaku tertentu.
Dimensi perilaku dari nyeri meliputi serangkaian perilaku yang dapat
diobservasi yang berhubungan dengan nyeri yang dirasakan dan bertindak
sebagai cara mengkomunikasikan ke lingkungan bahwa seseorang tersebut
mengalami atau merasakan nyeri. Tampilan perilaku nyeri yang diperlihatkan
seseorang dapat berupa guarding, bracing, grimacing, keluhan verbal,dan
perilaku mengkonsumsi obat. Lebih jauh lagi, Fordyce mengajukan bahwa
perilaku nyeri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau dapat juga
direinforce oleh perhatian,suport sosial, atau menghindari kegiatan yang dapat
merangsang nyeri (seperti:bekerja di kantor, pekerjaan rumah tangga).
4. Faktor-faktor yang mempegaruhi nyeri
Faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah :
a. Usia
Batasan usia anak-anak mulai usia 0-2 tahun, remaja usia 13-18 tahun,
dewasa usia 19-59 tahun, lansia usia lebih dari 60 tahun. Usia mempunyai
peranan yang penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri.
Pasien dewasa memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan pada
lansia.
Nyeri dianggap sebagai kondisi yang alami dari proses penuaan. Cara
menafsirkan nyeri ada dua. Pertama, rasa sakit adalah normal dari proses
penuaan. Kedua sebagai tanda penuaan. Usia sebagai faktor penting dalam
pemberian obat. Perubahan Metabolik pada orang yang lebih tua mempengaruhi
respon terhadap analgesik opioid. Banyak penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui pengaruh usia terhadap persepsi nyeri dan hasilnya sudah tidak
konsisten. Telah ditemukan bahwa orang tua membutuhkan intensitas lebih
tinggi dari rangsangan nyeri dibandingkan orang usia muda. Menurut Edwards
dan Fillingham menyatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi nyeri antara
orang muda dengan orang tua, sedangkan menurut Li, Green-wald dan Gennis
menemukan bahwa nyeri pada lansia pasien merupakan bagian dari proses
penuaan. Pasien usia lanjut melaporkan nyeri kurang signifikan dibandingkan
pasien yang lebih muda.
Dalam penelitian Laura tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
nyeri menunjukkan bahwa usia yang lebih tua akan lebih sensitif dalam
mempersepsikan nyeri bila dibandingkan usia yang lebih muda. Penelitian lain
juga menunjukkan bahwa usia mempunyai peranan yang penting dalam
mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien dewasa memiliki
respon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan pada lansia. Namun berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Edwards dan Fillingham yang
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi nyeri antara orang muda
dengan orang tua. Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa orang tua
memiliki kemampuan tingkat toleransi nyeri yang lebih tinggi daripada orang
dengan usia yang lebih muda, selain itu orang dengan usia lebih tua
mengungkapkan tingkat nyeri yang lebih rendah dari pada orang yang lebih
muda.
Hasil penelitian ini telah menujukkan intensitas nyeri yang lebih tinggi
pada orang yang lebih tua. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah
satunya adalah penyakit kronis. Faktor lain yang juga berkontribusi terhadap
persepsi nyeri juga telah dilaporkan oleh Harkins dan Chapman (2006) yaitu
faktor jenis stimulus nyeri yang diberikan, untuk stimulus nyeri ringan orang tua
melaporkan nyeri lebih rendah dari usia yang lebih muda sedangkan dengan
stimulus nyeri berat orang tua melaporkan nyeri lebih tinggi dari usia yang lebih
muda.
b. Jenis kelamin
Respon nyeri di pengaruhi oleh jenis kelamin. Telah dilakukan penelitian
terhadap sampel 100 pasien untuk mengetahui perbedaan respon nyeri antara
laki-laki dan perempuan. Hasilnya menunjukan bahwa ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan dalam merespon nyeri yaitu perempuan mempunyai
respon nyeri lebih baik dari pada laki-laki.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Laura yang
menunjukkan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri. Brattberg
melaporkan bahwa perempuan mengungkapkan rasa nyeri yang lebih tinggi
daripada laki-laki. Pada perempuan letak persepsi nyeri berada pada limbik yang
berperan sebagai pusat utama emosi seseorang sedangkan pada laki-laki terletak
pada korteks prefrontal yang berperan sebagai pusat analisa dan kognitif. Jadi
secara emosional perempuan lebih sensitif dalam mempersepsikan nyeri.
c. Budaya
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan jadi
mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. Telah ditemukan bahwa orang Jawa dan
Batak mempunyai respon yang berbeda terhadap nyeri. Dia menemukan bahwa
pasien Jawa mencoba untuk mengabaikan rasa sakit dan hanya diam,
menunjukkan sikap tabah, dan mencoba mengalihkan rasa sakit melalui kegiatan
keagamaan. Ini berarti bahwa pasien Jawa memiliki kemampuan untuk
mengelola nya atau rasa sakitnya. Di sisi lain, pasien Batak merespon nyeri
dengan berteriak, menangis, atau marah dalam rangka untuk mendapatkan
perhatian dari orang lain, sehingga menunjukkan ekspresif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pasien dengan budaya yang berbeda dinyatakan dalam cara
yang berbeda yang mempengaruhi persepsi nyeri
d. Faktor fisik
Faktor fisik yang mempengaruhi nyeri pada pasien yang terpasang
ventilator di ruang ICU termasuk gejala penyakit kritis (misalnya, angina, infark
miokard, dyspnea), luka (pasca-trauma, pasca operasi), gangguan tidur,
fleksibilitas karna alat-alat invasif yang terpasang, faktor fisik lainnya adalah
hipertermi karena proses penyakit yang dialami. Penyakit yang paling umum
atau cedera dirawat di ICU: infark miokard, bedah torax, penyakit
cardiovaskuler dan penyakit traumatik dan untuk beberapa pasien nyeri dianggap
terus menerus dan durasi selama menjalani perawatan di ruang ICU. Hasil
penelitian Zimmer menunjukkan bahwa kelompok diagnosa penyakit yang lebih
berisiko mengalami nyeri yang lebih tinggi adalah pada pasien dengan sepsis.
Pada penelitian yang dilakukan oleh gelinas kondisi fisik pasien juga sangat
mempengaruhi yaitu tingkat kesadaran akan mempengaruhi pasien dalam
mepersepsikan nyeri, skor rata-rata nyeri pada pasien dengan penurunan
kesadaran lebih rendah dibandingkan pasien dengan kesdaran yang baik.
e. Faktor psikososial
Faktor psikososial mempunyai pengaruh terhadap nyeri pada pasien yang
dirawat di ICU dengan ventilator mekanik faktor faktor itu antara lain cemas dan
depresi, gangguan komunikasi, ketidakmampuan untuk melaporkan dan
menggambarkan rasa sakit, takut sakit, cacat, tidak adanya keluarga yang
menunggu disamping pasien sebagai support system, kejenuhan yang dialami
oleh pasien yang terpasang ventilator mekanik. Cemas merupakan faktor yang
mempengaruhi nyeri pada pasien yang terpasang ventilator mekanik di ruang
ICU seperti lingkungan yang asing tidak adanya keluarga yang menunggu, rasa
aman dan nyaman didapat dari keluarga, teman, kenyakinan beragama.
f. Faktor lingkungan
Lingkungan perawatan ICU merupakan faktor yang menyebabkan nyeri
pada pasien yang dirawat di ruang ICU. Banyak alat elektronik yang ada di
ruang ICU seperti ventilator mekanik, bedside monitor, syiring pump, infus
pump suara yang ditimbulkan alat-alat tersebut membuat kebisingan di ruang
ICU. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Puntillo melaporkan bahwa selama
pasien menjalani perawatan di ruang ICU, 15% dari mereka mengalami keadaan
tidak nyaman, 50% dari mereka mempunyai pengalaman tidak nyaman, dan 35%
dari mereka mengalami sangat tidak nyaman (nyeri).
5. Pengukuran nyeri
Pengukuran nyeri memiliki 3 tipe, yaitu : self-report measure, observational
measure, dan pengukuran fisiologis. Dengan penjelasan sebagai berikut :
a) Self-report measure
Pengukuran tersebut seringkali melibatkan penilaian nyeri pada beberapa
jenis skala metrik. Seorang peenderita diminta untuk menilai sendiri rasa nyeri
yang dirasakan apakan nyeri yang berat (sangat nyeri), kurang nyeri dan nyeri
sedang. Menggunakan buku harian merupakan cara lain untuk memperoleh
informasi baru tentang nyerinya jika rasa nyerinya terus menerus atau menetap
atau kronik. Cara ini sangat membantu untuk mengukur pengaruh nyeri terhadap
kehidupan pasien tersebut. Penilaian terhadap intensitas nyeri, kondisi psikis dan
emosional atau keadaan affektif nyeri juga dapat dicatat. Self-report dianggap
sebagai standar gold untuk pengukuran nyeri karena konsisten terhadap
definisi/makna nyeri. Yang termasuk dalam self-report measure adalah skala
pengukuran nyeri (misalnya VRS, VAS, dll), pain drawing, McGill Pain
Quesioner, Diary, dll).
b) Observational measure (pengukuran secara observasi)
Pengukuran ini adalah metode lain dari pengukuran nyeri. Observational
measure biasanya mengandalkan pada seorang terapis untuk mencapai
kesempurnaan pengukuran dari berbagai aspek pengalaman nyeri dan biasanya
berkaitan dengan tingkah laku penderita. Pengukuran ini relatif mahal karena
membutuhkan waktu observasi yang lama. Pengukuran ini mungkin kurang
sensitif terhadap komponen subyektif dan affektif dari nyeri. Yang termasuk
dalam observational measure adalah pengukuran tingkah laku, fungsi, ROM, dan
lain-lain.
c) Pengukuran fisiologis
Perubahan biologis dapat digunakan sebagai pengukuran tidak langsung
pada nyeri akut, tetapi respon biologis pada nyeri akut dapat distabilkan dalam
beberapa waktu karena tubuh dapat berusaha memulihkan homeostatisnya.
Sebagai contoh, pernapasan atau denyut nadi mungkin menunjukkan beberapa
perubahan yang kecil pada awal migrain jika terjadi serangan yang tiba-tiba dan
keras, tetapi beberapa waktu kemudian perubahan tersebut akan kembali
sebelum migrain tersebut menetap sekalipun migrainnya berlangsung lama.
Pengukuran fisiologis berguna dalam keadaan dimana pengukuran secara
observasi lebih sulit dilakukan. Yang termasuk dalam pengukuran fisiologis
adalah pemeriksaan denyut nadi, pernapasan, dll.
6. Skala pengukuran nyeri
a) Skala Penilaian Visual Analog Scale (VAS)
VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi
setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka
(Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan
tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat
membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala
deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi
juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah
terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami
penurunan atau peningkatan (Potter, 2005)
.
Gambar 2.8 Visual Analog Scale (VAS)
c. Keterbatasan Gerak Akibat Cedera Olahraga
a. Pengertian Lingkup Gerak Sendi
Lingkup Gerak Sendi (keterbatasan gerak ) atau Range of Motion (ROM)
adalah luas lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. Keterbatasan
gerak dapat juga diartikan sebagai ruang gerak/batas-batas gerakan dari suatu
kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot tersebut dapat memendek atau
memanjang secara penuh atau tidak. Terdiri dari inner range, middle range, outer
range dan full range.
Keterbatasan gerak adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan
sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal.
Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi
tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke
sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal
adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah
(Kurniawan, 2014).
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan
konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan.
Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan
siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi
dan adduksi (lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan
transversal, gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan
eksternal (lutut), dan dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki) (Kurniawan, 2014).
b. Jenis-jenis gerak sendi
Gerak sendi dibagi menjadi dua, yaitu gerak sendi aktif dan gerak sendi pasif.
Dengan penjelasan menurut Suwarta (2012) sebagai berikut :
a. Gerak sendi aktif
Gerak sendi aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang dengan
menggunakan energi sendiri. Hal ini untuk melihat kelenturan dan kekuatan otot
serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang
digerakkan pada kondisi aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai
ujung jari kaki oleh seseorang sendri secara aktif.
b. Gerak sendi pasif
Gerak sendi pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari
orang lain atau alat mekanik. Sendi yang digerakkan pada kondisi pasif adalah
seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien
tidak mampu melaksanakan-nya secara mandiri.
c. Keterbatasan gerak akibat cedera olahraga
Fleksibilitas adalah kondisi dimana suatu lingkup gerak sendi tidak berfungsi
secara maksimal, baik oleh faktor eksternal ataupun internal. Fleksibilitas sendi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, penyakit-penyakit sistemik, sendi, neurologis
atau kinerja otot baik dari efek pembedahan, inaktivitas atau pembedahan.
Dari hal-hal ini dapat kita ketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
fleksibilitas sendi adalah adanya kinerja otot dan neurologis yang bisa berupa nyeri.
Nyeri yang seperti kita ketahui adalah suatu mekanisme tubuh yang menandakan
adanya suatu hal yang salah dalam proses fisiologis tubuh menjadikan tubuh
merespon dengan melindungi dengan salah satunya adalah mengurangi gerakan pada
bagian yag terluka.
Pencatatan keterbatasan gerak dilakukan dengan salah satunya menggunakan
metode SFTR (Sagital-Frontal-Transversal-Rotasional). Semua gerakan ditulis
dengan 3 kelompok angka. Ekstensi dan semua gerakan menjauhi tubuh ditulis
pertama, fleksi dan gerakan yang mendekati tubuh ditulis terakhir, posisi awal ditulis
ditengah. Lateral fleksi ke kiri ditulis pertama dan lateral fleksi ke kanan ditulis
terakhir. Posisi awal ditulis di tengah. Semua gerakan diukur dari posisi awal netral
(posisi anatomis).
4. Terapi Pada Cedera Olahraga
Cedera merupakan satu hal yang paling ditakuti oleh atlet, apalagi untuk atlet
profesional ataupun tingkat nasional. Ketika para atlet mengalami cedera dan tidak bisa
kembali beraktivitas, mereka tidak memiliki masa depan yang menjanjikan. Salah satu
penanganan yang dilakukan adalah memberikan terapi diantaranya:
a. Swedish Massage
1) Pengertian Massage
Massage merupakan salah satu manipulasi sederhana yang pertamakali
dilakukan manusia untuk mengusap bagian tubuh yang sakit, meletakkan tangan
dengan halus pada bagian tubuh yang sakit atau mengusap dahi yang panas, dan
ternyata menimbulkan efek yang menyenangkan. Praktek massage pertama kali
berkembang di Cina, Mesir, dan India. Di negara-negara tersebut massage digunakan
sebagai salah satu cara pemeliharaan kesehatan dan pengobatan. Istilah massage
berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata mass atau mash yang berarti menekan
perlahan-lahan. Sedangkan dalam bahasa Yahudi istilah massage adalah maschesch
yang berarti meraba. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, istilah massage biasa
diterjemahkan dengan pijat atau urut (Rachim ,1988; Salvano, 1999: 166).
2) Pengertian Swedish massage
Swedish massage merupakan salah satu jenis yang paling umum dari jenis
massage untuk mengurangi stres dan meningkatkan relaksasi, Swedish massage
dalam pelaksanaannya terapis menggunakan minyak atau lotion dengan beberapa
gosokan dasar yang diterapkan dengan cahaya tekanan sedang, tergantung pada
preferensi klien. Terapis menentukan urutan gosokan yang akan bekerja terbaik
untuk setiap klien sesuai dengan kebutuhan mereka, biasanya dimulai dengan
gosokan umum yang luas, transisi ke gosokan spesifik untuk mengatasi masalah pada
daerah yang membutuhkan, dan finishing dengan melakukan gosokan pada daerah
luas.
Pijat Swedia ditandai dengan penggunaan lima teknik pukulan dasar:
effleurage, petrissage, gesekan, tapotement dan vibration. Dengan penjelasan sebagai
berikut :
a) Effleurage terdiri dari panjang, meluncur, sapuan diberikan dengan tangan (baik
palm terbuka dan tinju) dan lengan. Stroke ini smoothing stroke digunakan untuk
menyebarkan lotion atau minyak pada tubuh dan membantu terapis mengevaluasi
ketegangan otot. Sebagai tekanan dari stroke meningkat, mereka memberikan
peregangan untuk otot-otot, sehingga memungkinkan klien untuk bersantai.
b) Petrissage dilambangkan dengan meremas, rolling, meremas-remas dan
mengangkat stroke, yang membantu membebaskan diikat dan terikat otot dan
jaringan lunak, merangsang ujung saraf, dan membantu dalam meningkatkan
sirkulasi, yang pada gilirannya mendorong perbaikan sel dan regenerasi.
c) Gesekan adalah stroke pemanasan dirancang untuk kedua cepat menghasilkan
panas, dalam persiapan untuk bekerja lebih dalam, dan sebagai cara untuk secara
efektif mendorong terapi tersebut, sifat penyembuhan minyak esensial nabati ke
dalam tubuh. Stroke ini dapat dilakukan dengan menggosok bolak-balik
sepanjang otot atau di atasnya dengan baik menggunakan gerkan meremas-remas
atau gerakan melingkar kecil.
d) Tapotement ditandai sebagai stroke perkusi di mana tindakan tangan berirama
merangsang saraf, otot, dan sirkulasi. Posisi tangan dapat menangkup atau dengan
telapak tangan datar, atau bisa dengan jari saling bertautan baik posisi telapak
tangan bersama-sama atau di tinju lembut. Digunakan di kursi pijat Shiatsu dan
serta pijat Swedia, tapotement guratan sering menandakan akhir dari urutan stroke
yang sebelumnya dan mempersiapkan klien untuk mengubah dari yang
diposisikan telungkup di atas meja pijat untuk menjadi menghadap ke atas.
e) Vibration atau getaran mengacu goyang, gemetar dan gerakan diterapkan pada
satu tungkai atau ke seluruh tubuh gemetar. Gerakan-gerakan ini, yang dapat
dilakukan secara perlahan atau cepat, dirancang berkumandang melalui jaringan
sekitarnya untuk memecahkan pola holding postural dan untuk memfasilitasi rilis
sesaat ketegangan di otot sedang dikerjakan.
Praktek massage yang diterapkan di bidang olahraga, petama kali dilakukan di
Yunani. Saat itu massage digunakan sebagai metode yangpenting dalam pemeliharaan
olahragawan. Di Cina tercatat bahwa massagetelah berkembang sejak 3000 tahun SM.
Penganut kepercayaan saat itumempercayai bahwa massage dapat meningkatkan sirkulasi
darah,memperbaiki kondisi hormonal, sebagai penenang atau perangsang saraf,dan sebagai
pengobatan bermacam-macam penyakit. Massage adalahmanipulasi fisik yang terdiri dari
gerakan mengosok tubuh (effleurage),perasan (petrissage), gerusan (friction) pada jaringan
lunak diseluruh tubuh,yang dilakukan pada bagian muka, tubuh, anggota tubuh bagian atas
dan bawah (Goats, 1994: 149-156).
Di negara-negara Eropa, Perancis, Swedia, Inggris, Belanda, Jerman, dan Uni Soviet,
massage digunakan oleh masyarakat sebagai wahana untuk pemeliharaan orang sakit,
cedera dan olahragawan terutama untuk mengembalikan kebugaran dan menghilangkan
kelelahan akibat latihan fisik yang berat. Seorang dokter Swedia, Gustaf Zander
menciptakan suatu seri massage, yang kemudian dikenal sebagai Swedish massage, yang
sampai sekarang terus berkembangdan banyak dipakai di seluruh dunia (Rachim, 1988;
Salvano,1999:156).
Telah tercatat dalam sejarah kedokteran moderen, Hipocrates menyatakan bahwa
massage dapat menambah kekuatan persendian, dan dapat melemaskanpersedian yang
kaku. Dokter-dokter Yunani pada masa itu mempraktekkan massage untuk persiapan fisik
olahragawan serta untuk melawan kelelahan setelah melakukan latihan fisik yang berat.
Celcius seorang dokter ternama pada masa itu juga menganjurkan manipulasi gerusan
(friksi) untuk menenangkan. Hasil analisis yang dilakukan Celcius menunjukkan
bahwa;gerakan effleurage, petrissage, dan friksi pada bagian tubuh, dengan
mempertimbangkan intensitas gerakan dan lamanya massage berhubungan dengan
kapasitas olahragawan terutama organ pernafasan. Sehinga dianjurkan penggunaan
massage pada olahragawan (Swedish massage) sebelum latihan, saat berlatih dan sesudah
latihan olahraga yang berat (Rachim, 1988; Salvano, 1999: 166).
Hasil penelitian Cafarelli menyimpulkan bahwa massage yang dilakukan dengan
teknik yang tepat dapat meningkatkan aliran darah perifer sebesar 50 %, meningkatkan
jumlah sel eritosit 7%, meningkatkan oksigenisasi dan meningkatkan aliran balik vena
sehingga kinerja dan waktu pemulihan dapat terjadi lebih baik (Cafarelli dan Flint, 1992:
1-9).
3) Indikasi dan kontraindikasi massage.
a) Meningkatkan fungsi kulit
Peredaran darah dalam tubuh yang meningkat akan membantu proses
untuk menghasilkan kelenjar minyak yang akan lebih efektif memproduksi
keringat, sehingga akan membuang zat yang tidak berguna. Lapisan epidermis
yang paling luar akan larut sehingga kondisi kulit akan lebih baik. Fungsi kulit
sebagai daya penyerap akan lebih meningkat dan kulit menjadi lebih halus.
b) Melarutkan lemak
Gerakan pengurutan yang sifatnya menekan dan menghentak seperti
meremas/ memijat, menepuk, memukul dapat membantu melarutkan lemak
sehingga terjadi pembakaran tubuh.
c) Meningkatkan refleksi pada pencernaaan
Pengurutan perut dengan gerakan-gerakan tertentu akan lebih merangsang
gerak refleksi (Peristaltik), dengan demikian akan lebih memperlancar sistem
pencernaan.
d) Meningkatkan fungsi jaringan otot.
Meningkatnya sirkulasi peredaran darah dapat meningkatkan nutrisi (sari
makanan) ke dalam jaringan otot sehingga kekenyalan dan elastisitas akan lebih
bertahan.
e) Meningkatkanya peredaran darah.
Meningkatnya peredaran darah yang ditimbulkan oleh gerak pengurutan
akan meningkat pula nutrisi sehingga dapat memberi makanan pada sel-sel tulang.
Dengan demikian meningkat pula pertumbuhan gerak persendian.
f) Meningkatkan fungsi jaringan syaraf.
Gerakan vibrace dan friction dapat merangsang pada fungsi syaraf di
seluruh tubuh.
g) Sistem Getah Bening.
Luka akibat pukulan akan menyebabkan terjadinya pembengkakan yang
masuk ke dalam sirkulasi getah bening. Pijat dapat mengosongkan saluran getah
bening dan menyembuhkan bengkak tersebut. Jika cairan yang membuat bengkak
tidak disingkirkan, maka akan mengeras sehingga tidak dapat melewati saluran
getah bening. Akibatnya gumpalan cairan yang mengeras tersebut akan
menyumpal di sekeliling jaringan: otot, tulang, urat, ikatan sendi tulang (ligament)
dan kemudian terbentuk “pelekatan” (adhesion).
h) Sistem Kandung Kemih
Pijat di bagian punggung dan perut akan meningkatkan aktivitas ginjal
yang mendorong pembuangan produk sisa metabolisme dan mengurangi
penumpukkan cairan.
i) Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi juga dapat ditingkatkan. Pijat pada bagian perut dan
punggung dapat membantu meredakan masalah haid, seperti rasa sakit, pra
menstruasi, haid tidak teratur, dan lain-lain.
4) Kontraindikasi Massage
Tahapan kontraindikasi perlu dilakukan sebelum perawatan tubuh secara
massage dilakukan, dengan tujuan untuk mengetahui kelainan atau kelunakan yang
ada di dalam tubuh klien. Dengan kontraindikasi dapat ditentukan volume atau
tekanan gerakan atau tekanan gerakan pijat yang sesuai dengan kondisi tubuh atau
bagian tubuh tertentu dari tubuh klien tersebut. Pada kontraindikasi dapat dilakukan
pemeriksaan antara lain :
a) Refleksi dan relaksasi otot
Refleksi dan relaksasi otot dilakukan dengan menyentuh, meraba dan menekan
pada bagian-bagian tubuh sehingga dapat diketahui apakah ada yang memar,
bengkak, nyeri, penggumpalan jaringan lemak atau selulit, tekstur kulit dan tonus
susunan otot.
Contohnya: Thrombo-Phlebitis dan kondisi sejenis yaitu radang dari pembuluh
darah vena. Kulit di sekitarnya tampak kemerahan, panas, dan bengkak. Jika kulit
sekitarnya disentuh, terasa lembek dan sakit. Jika terbentuk gumpalan darah beku
di dalam vena, maka dengan pemijatan gumpalan tersebut akan bergerak dan bisa
berakibat fatal (kematian) jika menggumpal di dalam vena.
b) Temperatur Tinggi / Demam
Tubuh dalam keadaan demam akan mengeluarkan toksin. Maka tidak dianjurkan
melakukan pemijatan, karena akan memicu produksi toksin di dalam tubuh.
c) Infeksi Penyakit Kulit
Penyakit kulit sejenis jerawat dan eksim tidak menular, bahkan akan sembuh
dengan menggunakan minyak esensial lavender. Massage dilarang untuk
permukaan kulit yang menderita radang di bawah kulit seperti bisul.
d) Bekas Luka atau Operasi Baru
Bekas luka yang masih baru atau luka terbuka pada klien sebaiknya tidak dipijat
pada bagian tersebut.
e) Kondisi Peradangan (Bursitis)
Gejala di bagian peradangan adalah warna kemerahan, terasa panas, lunak dan
sakit jika disentuh dan sebaiknya bagian yang meradang tersebut dilarang dipijat.
f) Kanker
Pijat yang lembut bermanfaat bagi para pasien kanker. Produksi hormon edorfin
sebagai reaksi pemijatan, dapat meredakan rasa sakit yang disebabkan kanker.
Gambar. 2.9. Underlying process Swedish Massage terhadap cedera olahraga
7. Hot Compress
1) Pengertian Hot compress
Hot compress atau kompres hangat merupakan salah satu dari berbagai jenis
terapi air atau hydrotherapy. Hidroterapi berkaitan dengan terapi hidrotermal, dimana
suhu air yang diubah-ubah digunakan untuk menyembuhkan. Menggunakan air
sebagai terapi bukanlah konsep baru. Metode ini telah digunakan berabad-abad lalu
dalam berbagai kebudayaan seperti Cina, Jepang, Mesir, Yunani, dan Romawi
(Potter dan Perry, 1997:160).
Pada hot compress menyediakan panas yang dangkal, mentransfer energi ke
dalam kulit individu dengan cara konduksi, yang kemudian dilanjutkan masing-
masing ke lapisan jaringan di bawahnya secara konduksi dari jaringan di atasnya.
Kompres hangat merupakan salah satu metode non farmakologis yang dianggap
Cedera Olahraga
Peningkatan LGS
Limfe
Nyeri
Rileksasi
Vasodilatasi
Keterbatasan gerak sendi
Pelepasan Endorphin
Swedish Massage
Heating
Penurunan nyeri
efektif dalam menurunkan kasus-kasus nyeri. Hot compress adalah tindakan yang
beberapa indikasinya di tujukan untuk memberikan rasa nyaman, mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri, mencegah terjadinya spasme otot dan memberikan rasa
hangat pada bagian tubuh tertentu (Uliyah dan Hidayat, 2006: 279).
Keuntungan dari penggunaan hot compress adalah dapat meningkatkan aliran
darah kesuatu area dan memungkinkan dapat menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan. Namun jika hot compress tidak dilakukan dengan tepat
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel-sel epitel jika mengenai jaringan secara
terus-menerus, menyebabkan kemerahan, rasa perih. Oleh karena itu hot compress
harus dilakukan dengan tepat untuk mengindari cedera pada kulit (Smeltzer dan
Bare, 2001: 45-47).
Hot compress memberikan efek respon sistemik dan respon lokal. Stimulasi ini
mengirimkan impuls-impuls dari perifer ke hipotalamus yang kemudian menjadi
sensasi temperatur tubuh secara normal. Tubuh kita dapat menoleransi variasi
temperatur yang luas. Temperature permukaan kulit yang normal 340
C, tetapi
temperatur penerima biasanya beradaptasi dengan cepat ke temperatur lokal melebihi
batas ini (Potter dan Perry, 1997: 160).
Efek dari kompres hangat akan memberikan respon fisiologis yaitu dengan
meningkatkan aliran darah ke bagian yang luka, memberikan rasa hangat pada daerah
tertentu. Meskipun demikian, pemberian kompres hangat yang berlebihan berbahaya
terhadap sel epitel, dan menyebabkan kemerahan, kelemahan lokal, dan bisa terjadi
luka bakar.
Penelitian lain tentang pengaruh kompres hangat terhadap rasa nyeri pada saat
proses persalinan dikemukakan oleh (Varney‚ 2007: 6), Hasil penelitian didukung
oleh pendapat Perry dan Potter (2006) menyatakan kompres hangat merupakan
bagian dari stimulasi kutaneus yang dapat menyebabkan pelepasan endorfin,
sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa
stimulasi kutaneus mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-Beta yang lebih
besar dan lebih cepat. Proses ini merupakan transmisi nyeri melalui serabut C dan
delta-A berdiameter kecil. Gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri. Kompres
hangat merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf
otonom. Keuntungannya juga dapat dilakukan di rumah, sehingga memungkinkan
klien dan keluarga melakukan upaya kontrol gejala nyeri dan penanganannya.
Kompres hangat adalah tindakandengan memberikan kompres hangat yang
bertujuan memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,
mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot dan memberikan rasa hangat
(Uliyah dan Hidayat, 2006: 280). Berdasarkan Teori Gate Control pengiriman nyeri
dapat dimodifikasi atau di blok dengan stimulasi pusat. Pada saat cedera, perjalanan
impuls nyeri melalui jalur sepanjang serabut neural kecil (serabut C) pada bagian
ascending ke substansia gelatinosa pada bagian columna spinal. Sel kemudian
menghantarkan rangsang nyeri ke otak. Stimulasi taktil seperti massage dapat
menghasilkan pesan yang berlawanan yang menghantarkan pada sepanjang serabut
neural terbesar dan tercepat (serabut delta A). Pesan yang berlawanan ini menutup
gerbang masuk„gate‟ di substansia gelatinosa sehingga dapat memblok pesan nyeri
(Potter dan Perry‚ 2006: 160).
2) Indikasi dan Kontra indikasi Hot Compress
a) Indikasi Hot Compress
i. Sprain dan Strain
ii. Sebagai tindakan pendahuluan (preliminary) sebelum dilakukan latihan
untuk stiff joint (kekakuan sendi)
iii. Low Back Pain yang disertai spasme otot
iv. Arthritis kronis
b) Kontra Indikasi Hot Compress
i. Gangguan sensibilitas\
ii. Buerger diseases
iii. Gangguan peredaran darah arterial perifer
Vasodilatasi
Pengurangan spasme
Respon thermal perifer
Hot Compress
Peningkatan elastisitas
Gambar. 2.10. Underlying process hot compress terhadap cedera olahraga
8. Stretching
1) Pengertian Stretching
Cedera Olahraga
Peningkatan LGS
Peningkatan kapasitas
vaskuler lokal
Rileksasi
Keterbatasan gerak sendi
Respon thermal di
Hipotalamus
Gate control
Nyeri
Pengurangan nyeri
Stretching adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan setiap
manuver terapi yang dirancang untuk meningkatkan pemanjangan jaringan lunak,
dengan demikian meningkatkan fleksibilitas dengan memperpanjang struktur yang
adaptif diperpendek dan telah menjadi hypomobile dari waktu ke waktu.
Stretching adalah merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan dengan
tujuan mengulur otot agar dapat lebih rileks (Kisner dan Colby, 2002: 325).
Stretching adalah teknik penguluran pada jaringan lunak dengan teknik
tertentu, untuk menurunkan ketegangan otot secara fisiologis sehingga otot menjadi
rileks. Stretching adalah penguluran jaringan lunak yang mengalami pemendekan
sehingga terjadi peregangan yang dapat meningkatkan luas gerak sendi.
Pada saat akan memulai suatu aktifitas olahraga, stretching (peregangan) atau
lebih dikenal orang dengan istilah pemanasan (warm-up) ini sangat diperlukan.
Stretching adalah bentuk dari penguluran atau peregangan padaotot-otot di setiap
anggota badan agar dalam setiap melakukan olahraga terdapat kesiapan serta untuk mengurangi
dampak cedera yang sangant rentan terjadi.
Pada stretching memiliki respon mekanik, yaitu sebuah respon mekanikal
otot terhadap peregangan bergantung pada myofibril dan sarkomer otot. Setiap
serabut otot tersusun dari beberapa serabut otot. Satu serabut otot terdiri atas
beberara myofibril. Myofibril tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar
dgn serabut otot. Sehingga stretching dapat dimanfaatkan untuk :
a) Meningkatkan kebugaran fisik
b) Mengoptimalkan aktifitas yang dilakukan sehari-hari
c) Meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh
d) Meningkatkan mental dan rileksasi fisik
e) Mengurangi ketegangan otot
f) Meningkatkan fleksibilitas jaringan otot
g) Mengurangi resiko cedera
h) Mengurangi rasa nyeri pada otot.
2) Active Stretching
Active stretching adalah suatu metode penguluran atau stretching yang biasa
dilakukan pada otot-otot postural sebagai suatu latihan fleksibilitas yang dilakukan
secara active oleh klien atau pasien (George, 2009: 224). Dalam penerapan
prosedur active stretching pasien menunjukkan suatu kontraksi isotonik dari otot
yang mengalami pemendekan, secara akif otot memanjang. Kontraksi isotonik yang
dilakukan saat active stretching dari otot yang mengalani pemendekan akan
menghasilkan otot memanjang secara maksimal tanpa perlawanan. Adanya
kontraksi isotonik akan membantu menggerakan stretch reseptor dari spindel otot
untuk segera mengulur panjang otot yang maksimal. Golgi tendon organ akan
terlibat dan menghambat ketegangan otot, bila otot sudah mengulur maksimal
sehinga otot dapat dengan mudah dipanjangkan dan meningkatkan fleksibilitas otot.
Stretching adalah merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan dengan
tujuan mengulur otot agar dapat lebih rileks (Carolyn, Kisner & Colby, 1990).
Stretching adalah teknik penguluran pada jaringan lunak dengan teknik tertentu,
untukmenurunkan ketegangan otot secara fisiologis sehingga otot menjadi rileks
dan meningkatkan luas gerak sendi. Prinsipfisiologi stretching terdiri atas respon
mekanik dan respon neurofusuilogi. Respon mekanik : Respon mekanikal otot
terhadap peregangan bergantung pada myofibril dan sarkomer otot. Setiap serabut
otot tersusun dari beberapa serabutotot.Satu serabut otot terdiri atas beberara
myofibril. Myofibril tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar dgn
serabut otot. Dan respon neurofisiologi : Tergantung pada muscle spindel dan golgi
tendon. Muscle spindelmerupakan organ sensorik utama dan tersusun dari organ
intrafusal yg terletak paralel dgn serabut extrafusal. Musclespindel berfungsi untuk
memonitor kecepatan dan durasi regangan serta rasa terhadap perubahan panjang
otot.Fungsi Stretching.
Mengurangi rasa nyeri pada ototDalam pengaplikasiannya, stretching
exercise terbagi atas active stretching, passive stretching, Hold rilex dan
contracrilex.
Active stretching : Suatu teknik penguluran dengan cara mengaktifkan otot-
otot antagonis dengan otot-ototyang akan diulur tanpa mendapat bantuan dari luar.
Aktive stretching adalah teknik penguluran yang dilakukanoleh penderita sendir
tanpa bantuan dari luar.
Manfaatnya adalah Mempertahankan ROM, Meningkatkan fleksibilitas
jaringan dan Mencegah atau meminimalkan faktor resiko injury.
Pasive stretching : Suatu teknik penguluran dimana pasien dalam keadaan
rileks dan tanpa mengadakan gerakan, penguluran dilakukan oleh terapis.
Manfaatnya adalah Efektif pada otot agonis dalam keadaan lemah untuk menerima
respon gerakan , Otot akan siap menerima beban tambahan yang lebih berat,
Mengurangi spasme otot dan Meningkatkan elastisitas jaringan otot.
3) Indikasi dan Kontra indikasi Stretching
a) Indikasi Stretching
i. Setelah imobilisasi atau istirahat di tempat tidur diperpanjang, terlalu lama dalam
posisi profesional.
ii. Post-trauma dan pasca operasi pendidikan ulang.
iii. Mencegah kambuhnya cedera tendon otot-.
iv. Setelah kegiatan utama.
v. Intra-dan adhesi intermuskularis, dan musculotendinous hematomas retraksi
kronis.
vi. Non-fase akut burns dan bekas luka menyusut.
vii. Siapkan untuk upaya pemulihan setelah diperpanjang usaha.
viii. Perubahan aliran balik vena, edema lokal.
ix. Meningkatkan dan meningkatkan kapasitas lokal.
b) Kontraindikasi Stretching
i. Patah tulang, otot, tulang, tendon, fasia dan ligamen terakhir.
ii. Terbaru memar (jika chronified)
iii. Inflamasi atau infeksi akut proses.
iv. Penyakit otot bawaan (miopati).
v. Proses penyakit demam.
vi. Luka dan bekas luka baru.
vii. Kedokteran sendi (amplitudo besar).
Gambar. 2.11. Underlying process Stretching terhadap cedera olahraga
5. Usia Remaja
a. Pengertian Usia Remaja
Istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa
atau dalam perkembangan menjadi dewasa. mengatakan adolescence ini berasal dari
Bahasa Latin mempunyai arti yang lebih luas yaitu mencakup kematangan mental,
emosional, sosial dan fisik.
Usia remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa
dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan
sosial. Masa remaja dimulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir
saat ia mencapai usia matang secara hukum.
Menurut Piaget (2004:206) masa remaja adalah usia dimana individu dapat
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di
Cedera Olahraga
Peningkatan LGS
Respon mekanik
Peningkatan kapasitas
vaskuler lokal
Rileksasi
Pengurangan spasme
Keterbatasan gerak sendi
Respon neurofisiologis
Stretching
Peningkatan elastisitas
Nyeri
Penuruan nyeri
bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan
yang sama.
Santrock (2003:206) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi
antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
sosio-emosional.
b. Batasan Usia Remaja
Desmita (2005:80) mengemukakan rentang masa remaja dibedakan menjadi3,
yaitu usia 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa
remaja pertengahan dan 18-21 tahunmerupakan masa remaja akhir. Hurlock (2004:205)
membagi masa remaja menjadi dua, yaitu masa remaja awal dari umur 13-16 atau 17
tahun, danmasa remaja akhir bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu
usia matang secara hukum.
Menurut Jersid (1978) tidak ada batasan yang pasti mengenai pembagian usia
remaja. Secara umum masa remaja dapat ditinjau dari sejak dimulainya seseorang
menunjukkan pubertas dan berlanjut hingga mencapai kematangan seksual, mencapai
tinggi badan maksimum dan pertumbuhan mental yang penuh.
Menurut Sarwono (2006:204) prosedur kedewasaan memiliki tiga tahapan yang
melewati fase remaja yaitu :
1) Remaja Awal (Early Adolesence)
Tahapan usia remaja awal ini antara usia 12-15 tahun. Pada tahap ini remaja
masih penasaran dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya sendiri dan dorongan
yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mengembangakan pikiran-
pikiran baru dan mulai muncul ketertarikan terhadap lawan jenisnya.
2) Remaja Madya (Middle Adolesence)
Tahapan usia remaja madya ini antara usia 15-18 tahun. Pada tahap remaja ini
sangat membutuhkan kawan-kawan dan adanya kecenderungan untuk narsistik.
Selain itu, pada tahapan ini remaja juga berada dalam kondisi kebingungan karena
mereka tidak tahu harus memilih menjadi peka atau tidak peduli, berkumpul atau
menyendiri, idealis atau matrealis dan sebagainya. Remaja pria harus terbebaskan
dari Oedipus Complex dengan cara mempererat hubungannya dengan kawan-kawan
dari lawan jenis.
3) Remaja Akhir (Late Adolesence)
Pada tahap remaja akhir adalah masa konsolidasi yaitu sudah mulai memasuki
fase dewasa yang ditandai dengan tahapan pencapaian sebagai berikut :
a) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual
a. Ego yang mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan pengalaman
baru
b. Terbentuk idealis sosial yang sudah tidak akan berubah lagi
c. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan
orang lain
d. Adanya dinding pemisah antara dirinya pribadi dengan masyarakat umum
c. Perkembangan Remaja
Perkembangan yang terjadi pada remaja meliputi perkembangan pada aspek
psikis, fisik dan sosial. Seorang ahli bernama Thornburg (1982:102) mengatakan
bahwa konsekuensi dari adanya ketiga perkembangan yang dialami remaja
menyebabkan perilaku remaja sering dianggap kurang waras.
1) Perkembangan fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan
sangat mengaggumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam
kandungan).
Perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu a) sistem
syaraf, b) otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan
kemampuan motorik, c) kelenjar endoktrin, yang menyebabkan
munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja
berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang
sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis, dan d) struktur fisik yang
meliputi tinggi, berat dan proporsi (Kuhlen dan Thompson, 1956: 205).
Perubahan-perubahan fisik terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa
remaja adalah pertumbuhan tubuh (yaitu badan menjadi panjang dan tinggi),
mulai berfungsinya alat-alat reproduksi dan adanya pertumbuhan tanda-tanda
seksual sekunder. Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh,
otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia dan Olds, 2001:201).
Perubahan-perubahan ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh,
pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi
reproduksi, secara singkat perubahan fisik pada remaja adalah kematangan,
perubahan fisik otak dan strukturnya semakin sempurna sehingga meningkatkan
kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2003:201).
Secara lengkap Papalia, Olds dan Felman (1998:201) mengungkapkan
karakteristik perubahan fisik remaja, urutan perubahan-perubahan fisik tersebut
sebagai berikut :
a) Pertumbuhan testes, scrotal tac pada usia 10-13,5 tahun
b) Pertumbuhan rambut kemaluan (pubic hair) pada tahun 10-15 tahun
c) Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan
menjadi panjang) pada usia 10,5 – 16 tahun
d) Pertumbuhan penis dan kelenjar prostat (prostat gland), seminal vesicles pada
usia 11-14,5 tahun.
2) Perkembangan psikologis
Perkembangan psikologis meliputi perkembangan kepribadian dan emosi,
perkembangan kognitif dan perkembangan penalaran moral serta religi
(Thonburg, 1982: 102).
Emosi merupakan salah satu potensi yang dimiliki individu dlam bentuk
rasa dan perasaan. Potensi tersebut cenderung memberikan pengaruh yang besar
terhadap perkembangan dan pertumbuhan. Proses kematangan emosi individu
menurut para psikolog merupakan proses yang rumit dalam perkembangan
manusia. Terutama pada remaja yang mulai mengalami perubahan yang sangat
besar baik fisik maupun psikis.
Emosi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak,
menggerak, ditambahkan awalan “e” untuk memberi arti “bergerak,
menjauh” menyiratkan kecenderungan bertindak merupakan hal yang
mutlak dalam emosi. Hal senada di ungkapkan oleh Felman (1992:201)
bahwa definsi sebagai berikut “emotions are feeling that generally have
both physicological and cognitive elements and that influence behavior”.
Emosi adalah perasaan-perasaan yang umumnya memiliki element psikis
dan kognitif yang mempengaruhi perilaku (Goleman, 1995:80).
Pada perkembangan kematangan kepribadian dan emosi, remaja
memerlukan status, kemandirian, prestasi dan falsafah hidup yang memuaskan.
Emosi atau perasaan meliputi rasa tidak senang, rasa benci-sayang, suka-tak suka
dan sebagainya, dan semua itu relatif cepat berubah di dalam masa ini. bentuk-
bentuk emosi yang nampak dalam masa ini adalah rasa marah, takut, cemas, malu,
iri hati, cemburu dan sedih (Mappiare, 1982: 67). Menurut Abdurrahman (1998)
keadaan emosi remaja bersifat belum mapan atau labil, dan hal tersebut mambawa
remaja dalam kegelisahan batin dengan disertai perasaan tertekan, kesal,
canggung dan ingin marah.
3) Perkembangan sosial
Pada perkembangan sosial remaja menjadi dua macam gerak, yaitu gerak
memisahkan diri dari orang tua dan gerak menuju teman sebaya mereka. Mereka
mencari teman sebaya, karena mereka merasakan nasib yang sama, yaitu berada
dalam keadaan interim atau sementara. Sebagian besar kehidupan sosial remaja
dengan orang tua ditinggalkan dan bergabung dengan sebaya atau anggota
kelompok lain dalam usaha untuk mencari nilai-nilai baru.
Remaja mulai meragukan kewibawaan dan kebijaksanaan orang tua,
maupun norma-norma yang ada (Abdurrahman, 1998:12). Masa remaja
merupakan tahap kehidupan penting karena merupakan masa transisi antara
kehidupan yaitu pandangan sosial yang berubah dari klasik atau keluarga menjadi
lebih besar.
d. Nyeri dan perbedaan usia
Pain treshold adalah batas dimana subjek pertama kali mengakui rasa sakit
atau ketidaknyamanan, sedangkan pain tolerance adalah tingkat yang lebih besar,
dimana stimulus diterima oleh subjek sebagai batas untuk menghentikan stimulus
yang diterima. Perbedaan antara ambang nyeri dan toleransi nyeri Merskey dan
Tombak menyimpulkan bahwa pain treshold lebih tergantung pada faktor fisiologis,
dan pain tolerance dipengaruhi oleh faktor psikologis. Petrie melaporkan bahwa rasa
sakit.
Pain tolerance berkurang dengan bertambahnya usia, hal ini berlaku juga untuk
perbedaan jenis kelamin dan ras. Dengan begitu pain tolerance dapat dikatakan
meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini secara klinis telah banyak ditulis
tentang sistem differensial persepsi nyeri. Hal ini dikaitkan dengan perubahan struktur
secara signifikan fungsi kimia dari sistem saraf dan hal ini berdampak terhadap
persepsi nyeri. Dalam sistem saraf perifer kepadatan serat unmyelinated dapat
menurunkan jauh dengan usia (Verdu, Ceballos, Vilches dan Navarro, 2000:9).
Perubahan usia berhubungan dengan pengurangan integritas fungsional neuron
sensorik, perubahan bagian otak juga terjadi, hal ini berkaitan dengan persepsi nyeri
terutama dengan hilangnya volume otak di prefrontal korteks dan hipotalamus.
Terkait dengan persepsi nyeri, hal ini bisa dikarenakan berkurangnya fungsi mekanis
pada modulatory endogen pain terutama dengan dopaminergic neuron di ganglia
basalis (Farrell, 2012:98).
Karena sensasi nyeri diproses oleh beberapa komponen sistem saraf yang tidak
seragam, implikasi sistem saraf karena penuaan tidak sepenuhnya jelas. Penelitian
telah menyoroti peningkatan ambang nyeri untuk orang dewasa yang lebih tua dirasa
lebih kurang sensitif terhadap rasa sakit (Gibson dan Farrell, 2004:12).
e. Fleksibilitas pada usia remaja
Flesibilitas dalam olahraga menjadi perhatian khusus baik untuk atlit ataupun
tenaga kesehatan olahraga. Fleksibilitas dari jaringan lunak sekitar sendi adalah
karakteristik yang sering dinilai selama penilaian cedera akut dan selama proses
rehabilitasi. Epidemiologi cedera olahraga adalah topik yang menarik, tetapi
mengetahui hubungan sebab akibat sangat sulit untuk dicari dari literature yang
tersedia.
Namun banyak ahli dalam kedokteran olahraga percaya bahwa luka olahraga
baik strain, keseleo atau cedera berperan dalam penurunan fleksibilitas. Fleksibilitas
dalam meningkatnya usia cenderung menurun, hal ini terjadi di dalam jaringan ikat
yang dipengaruhi oleh pembentukannya seperti otot, selubung fibrosa dan jaringan
ikat ligamen, tendon dan kulit disekitar sendi juga memiliki jangkauannya sendiri
terhadap fleksibilitas. Diperkirakan 47% peregangan dipengaruhi oleh ligamen dan
struktur sendi, sekitar 41% dari jaringan ikat dan sekitar 10% dari tendon dan 2%
dari kulit.
Otot mengandung elastin, serat elastin dan kolagen, jaringan ikat fibrosa.
Seperti diketahui sifat otot saat meregang memiliki kemampuan untuk kembali ke
panjang semula. Hal ini dipengaruhi oleh resistensi terhadap peregangan yang
berasal dari jaringan ikat fibrosa. Bertambahnya usia, kinerja dari kandungan otot
menjadi berkurang karena pengaruh degeneratif, atau terjadi penurunan fungsional
secara fisiologis. Meski dengan beberapa cara dapat ditingkatkan dengan melakukan
peregangan dari waktu kewaktu untuk mengurangi resistensi dari pengaruh peruaban
usia.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Gleim dan McHugh
tentang Flexibility and its Effects on Sports Injury and Performance yang menerangkan
bahwa fleksibilitas yang merupakan unsur dari gerak sendi merupakan salah satu faktor yang
menentukan dari perfoma seorang atlet saat bertanding, sehingga gangguan pada fleksibitas
tentu saja akan mempengaruhi gerak sendi.
Penelitian ini juga merujuk kepada Gibson et al., (1997) dalam The Classification of
Patients with Chronic Pain : Age as a Contributing Factor yang mendapatkan hasil bahwa
terdapat perbedaan terhadap persepsi nyeri dilihat dari faktor umur yang mempengaruhi. Hal
ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Collen et al., (1997) Pain
Tollerance : Differences According to Age, Sex and Race.
Penelitian lain adalah dari Weber et al., (2015) dalam penelitiannya Fear of
Movement/(re) Injury and Muscular Reactivity in Chronic Low Back Pain Patients : an
Experimental Investigation mendapatkan hasil bahwa rasa nyeri membuat munculnya rasa
takut yang akan menyebabkan penurunan dari kemampuan otot untuk berkontraksi.
Penelitian dari Artha (2012) dalam Cedera Pada Atlet Pencak Silat Daerah Istimewa
Yogyakarta mendapatkan hasil bahwa letak cedera dibagian lengan dan tangan sebanyak 68
dari jumlah 70 responden, dan cedera ini menduduki letak cedera nomor kedua setelah
cedera pada tungkai dan kaki.
C. Kerangka Berpikir
1. Pengaruh terapi terhadap penurunan nyeri
a. Perbedaan pengaruh terapi swedish massage, hot compress, dan stretching terhadap
penurunan nyeri akibat cedera.
Dalam pertandingan olahraga pencak silat pasti akan terjadi benturan dan dapat
menimbulkan cedera. Cedera adalah suatu akibat daripada gaya-gaya yang bekerja pada
tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk
mengatasinya, gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama. Cedera
yang sering terjadi disebabkan berbagai macam faktor eksternal dan internal. Cedera
olahraga adalah segala macam cedera yang timbul, baik pada waktu latihan maupun
pada waktu berolahraga (pertandingan) ataupun sesudah pertandingan. Setiap saat
pertandingan pencak silat, para atlet sering mengalami cedera, baik cedera ringan
maupun cedera berat, maka diperlukan pengetahuaan baik dari pemain, pelatih serta tim
medis sehingga tindakan penyembuhan cedera dapat dilakukan. Hal ini juga yang
diharapkan pada olahragawan pencak silat yang berada di Pondok Pesantren Imam
Syuhodo yang diisi oleh remaja.
Permasalahan cidera yang muncul dalam pertandingan pencak silat antara lain
adalah adanya rasa nyeri pada daerah trauma, dan munculnya keterbatasan gerak pada
sendi yang berdekatan dengan lokasi cidera dan hal ini membutuhkan pertolongan /
tindakan untuk dapat mengurangi atau menghilangkan permasalahan tersebut.
Pemberian terapi untuk mengurangi terjadinya permasalahan dalam kasus cidera yang
diakibatkan oleh pertandingan pencak silat antara lain adalah Swedish massage, hot
compress, dan stretching.
b. Perbedaan penurunan nyeri akibat cedera antara umur 12 – 15 tahun dengan umur 16-19
tahun.
Perbedaan usia dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Markey dan Tombak
terhadap Pain tolerance, dinyatakan bahwa pain tolerace akan berkurang dengan
bertambahnya usia, hal ini berlaku juga untuk perbedaan jenis kelamin dan ras. Dengan
begitu pain tolerance dapat dikatakan meningkat dengan bertambahnya usia. Hal ini
secara klinis telah banyak ditulis tentang sistem differensial persepsi nyeri. Hal ini
dikaitkan dengan perubahan struktur secara signifikan fungsi kimia dari sistem saraf dan
hal ini berdampak terhadap persepsi nyeri. Dalam sistem saraf perifer kepadatan serat
unmyelinated dapat menurunkan jauh dengan usia (Verdu, Ceballos, Vilches dan
Navarro, 2000).
Sehingga dapat ditarik gambaran bahwa semakin bertambah usia seseorang, maka
akan semakin berkurang penerimaan pain tolerance hal ini disebabkan arena sensasi
nyeri diproses oleh beberapa komponen sistem saraf yang tidak seragam, implikasi
sistem saraf karena penuaan tidak sepenuhnya jelas. Penelitian telah menyoroti
peningkatan ambang nyeri untuk orang dewasa yang lebih tua dirasa lebih kurang
sensitif terhadap rasa sakit (Gibson dan Farrell, 2004).
c. Pengaruh interaksi antara jenis terapi dengan kelompok umur terhadap penurunan nyeri.
Pemberian jenis terapi dalam penurunan nyeri dilihat dari perbedaa usia dapat
dilihat bahwa dari berbagai jenis terapi yang diberikan memiliki perbedaan dalam
memberikan pengaruh terhadap penurunan rasa nyeri yang di akibatkan oleh cedera, di
tambah dengan bahwa perbedaan usia memberi pengaruh penting dalam menciptakan
persepsi tentang rasa nyeri (pain tolerance) sehingga, perbedaan jenis terapi dan
perbedaan umur dalam penelitian ini akan memberikan hasil yang berbeda jika dilihat
dalam hasil uji analisa data nantinya.
Pada penelitian ini massage therapy yang digunakan adalah Swedish massage, hal
ini didasarkan atas penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang ternyata
memberikan dampak yang positif dalam menurunkan tingkat kelelahan (fatigue) dan
penurunan nyeri dari atlet dan juga dapat meningkatkan prestasi diri mereka. Swedish
massage merupakan terapi yang sangat efektif untuk mengurangi kelelahan otot dan
menyeimbangkan sistem musculoskeletal, apabila dilakukan secara teratur dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan kerja otot yang berlebihan (Coach, 2007).
Hot compress adalah terapi dengan memberikan rasa hangat pada daerah tertentu
dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh
yang memerlukan.Tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk
menghilangkan rasa sakit.
Mekanisme streching dalam mengurangi nyeri adalah pada saat otot melakukan
strerch, maka frekuensi aksi potensial serabut afferent dari muscle spindle dan golgi
tendon organ meningkat. Saat otot sedang meregang terjadi penguluran panjang
sarkomer penuh menye-babkan pelepasan abnormal crosslink. Pelepasan ini membuat
mikro sirkuler menjadi lancar sehingga rasa nyeri menjadi tertekan ditambah dengan
pembuangan sisa.
2. Pengaruh terapi terhadap penurunan tereterbatasan gerak
a. Perbedaan pengaruh terapi swedish massage, hot compress dan stretching terhadap
penurunan keterbatasan gerak akibat cedera.
Swedish Massage yaitu tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak,
bisanya otot, tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan
posisisendi guna menurunkan nyeri,menghasilkan relaksasi, dan meningkatkan
pergerakan dari otot dan sendi. Massage mempunyai efek distraksi juga dapat
meningkatkan pembentukan endorphin dalam sistem kontrol dasenden. Massage dapat
membuat pasien lebih nyaman karena massage membuat relaksasi otot.
(Henderson,2006).
Hot compress merupakan salah satu metode hydrotherapy yang menggunakan air
hangat sebagai medianya, pada prinsipnya terapi ini merupakan terapi yang
memanfaatkan suhu yang relative tinggi (panas), panas secara langsung dapat memper-
baiki flesibilitas jaringan ikat, otot, myelin dan kapsul sendi, pada penerapan hot
compress pada level sensorik yang diperoleh dari efek panas melalui perbaikan sirkulasi
darah dan metabolisme kemudian akan terjadi arteriol yang timbul akibat peningkatan
aliran darah kapiler dan pada saat sirkulasi meningkat maka mobilitas otot akan
membaik yang mengakibatkan kekuatan otot membaik secara otomatis kemampuan
fungsional tangan juga ikut meningkat.
Stretching dari otot yang mengalami pemendekan akan menghasilkan otot
memanjang secara maksimal tanpa perlawanan, pemberian auto stretching yang
dilakukan secara perlahan dan lembut akan menghasilkan peregangan pada sarkomer
sehingga peregangan akan mengembalikan elastisitas sarkomer yang terganggu, dengan
meningkatnya fleksibilitas dan elastisitas pada otot maka kekuatan otot akan meningkat
dengan meningkatnya kekuatan otot diharapkan kemampuan fungsional tangan juga
ikut meningkat.
b. Perbedaan penurunan keterbatasan gerak akibat cedera antara umur 12 – 15 tahun
dengan umur 16-19 tahun
Otot mengandung elastin, serat elastin dan kolagen, jaringan ikat fibrosa. Seperti
diketahui sifat otot saat meregang memiliki kemampuan untuk kembali ke panjang
semula. Hal ini dipengaruhi oleh resistensi terhadap peregangan yang berasal dari
jaringan ikat fibrosa. Bertambahnya usia, kinerja dari kandungan otot menjadi
berkurang karena pengaruh degeneratif, atau terjadi penurunan fungsional secara
fisiologis. Meski dengan beberapa cara dapat ditingkatkan dengan melakukan
peregangan dari waktu kewaktu untuk mengurangi resistensi dari pengaruh peruaban
usia.
Penurunan keterbatasan gerak pada perbedaan umur dari beberapa teori tidak
menunjukkan signifikansi yang kuat, hal ini beberapa teori mejelaskan bahwa adanya
penurunan elastisitas dari otot dengan bertambahnya usia.
c. Pengaruh interaksi antara jenis terapi dengan kelompok umur terhadap penurunan
keterbatasan gerak akibat cedera
Seperti diketahui bahwa keterbatasan gerak akibat cedera dalam olahraga pencak
silat merupakan hal yang sering terjadi, dengan beberapa jenis terapi baik swedish
massage, hot compress dan stretching akan memberikan pengaruh terhadap fleksibilitas
dari otot tersebut, perbedaan usia dalam pendapat ahli tidak terpengaruh oleh adanya
perbedaan usia. Sehingga dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan perbedaan usia
tidak mempengaruhi interaksi dari pemberian jenis-jenis terapi yang akan diberikan, dan
jenis terapilah yang akan menentukan ada penurunan keterbatasan gerak.
D. Hipotesis
1. Pengaruh terapi terhadap penurunan nyeri
a. Ada perbedaan pengaruh terapi swedish massage, hot compress, dan stretching terhadap
penurunan nyeri akibat cedera.
b. Ada perbedaan penurunan nyeri akibat cedera antara umur 12 – 15 tahun dengan umur
16-19 tahun.
c. Ada pengaruh interaksi antara jenis terapi dengan kelompok umur terhadap penurunan
nyeri akibat cedera.
2. Pengaruh terapi terhadap penurunan keterbatasan gerak
a. Ada perbedaan pengaruh terapi swedish massage, hot compress, dan stretching terhadap
penurunan keterbatasan gerak akibat cedera.
b. Ada perbedaan penurunan keterbatasan gerak akibat cedera antara umur 12 – 15 tahun
dengan umur 16-19 tahun.