BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Penyesuaian...

23
7 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Penyesuaian Diri penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan behavioral yang di perjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, kegagalan, frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Menurut Ali & Asrori (2012:173-175), Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu : a. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation) Dilihat dari latar belakang perkembanganya, pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation). Padahal adaptasi ini lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologia, atau biologis. Oleh sebab itu, jika penyesuaian diri hanya diartikan sama dengan usaha mempertahankan diri maka hanya selaras dengan keadaan fisik saja, bukan penyesuaian dalam arti psikologis. Akibatnya, adanya kompleksitas kepribadian individu serta adanya hubungan kepribadian individu dengan lingkungan menjadi terabaikan. Pada hal, dalam penyesuaian diri sesungguhnya tidak sekedar penyesuaian fisik, melainkan yang lebih kompleks dan lebih penting lagi adalah adanya keunikan, keberadaan

Transcript of BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Penyesuaian...

7

BAB II

KAJIAN TEORETIS

2.1 Pengertian Penyesuaian Diri

penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental

dan behavioral yang di perjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi

kebutuhan-kebutuhan internal, kegagalan, frustasi, konflik serta untuk

menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan

tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.

Menurut Ali & Asrori (2012:173-175), Penyesuaian diri dalam bahasa

aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Penyesuaian

diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu :

a. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation)

Dilihat dari latar belakang perkembanganya, pada mulanya

penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation). Padahal

adaptasi ini lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologia,

atau biologis. Oleh sebab itu, jika penyesuaian diri hanya diartikan sama

dengan usaha mempertahankan diri maka hanya selaras dengan keadaan fisik

saja, bukan penyesuaian dalam arti psikologis. Akibatnya, adanya

kompleksitas kepribadian individu serta adanya hubungan kepribadian

individu dengan lingkungan menjadi terabaikan. Pada hal, dalam penyesuaian

diri sesungguhnya tidak sekedar penyesuaian fisik, melainkan yang lebih

kompleks dan lebih penting lagi adalah adanya keunikan, keberadaan

8

kepribadian individu dalam hubungannya dengan lingkungan. (Ali & Asrori

2012:173).

b. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity)

Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas,

menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk

harus dapat menghindar diri dari penyimpangan prilaku baik secara moral,

sosial maupun emosional, Ali & Asrori (2012: 173-174).

c. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).

Usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merancang dan

mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konfil-konfil,

kesulitan dan frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri

diartikan sebagai kemampuan penguasaan dan mengembangkan diri sehingga

dorongan emosi, dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.

Namun demikian, pemaknaan penyesuaian diri sebagai penguasaan

(mastery) mengandung kelemahan, yaitu menyamarkan semua individu. Pada

hal, kapasitas individu antara satu orang dengan yang lain tidak sama, Ali &

Asrori (2012:174).

Oleh sebab itu, prinsip-prinsip penting mengenai hakikat penyesuaian

diri yaitu sebagai berikut:

a. Setiap individu memiliki kualitas penyesuaian diri yang berbeda.

b. Penyesuain diri sebagian besar ditentukan oleh kapasitas internal atau

kecenderungan yang telah dicapainya.

9

c. Penyesuaian diri juga ditentukan oleh faktor-faktor internal dalam

hubunganya dengan tuntutan lingkungan individu yang bersangkutan.

Menurut Musthafa Fahmi( dalam Sobur, 2010:526) penyesuaian adalah

“suatu proses dinamika terus menerus yang bertujuan untuk menguba kelakuan

untuk mendapat hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan”

selanjutnya Menurut James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella (dalam Sobur

2010:526) bahwa “penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi anda yang

kontinyu dengan diri anda sendiri. Dengan orang lain dan dengan dunia anda”

Dengan demikian, semakin tampak bahwa penyesuaian diri dilihat dari

pandangan piskologis pun memiliki makna yang beragam. Selain itu, kesulitan

lain yang muncul adalah bahwa penyesuaian diri tidak dapat dinilai baik atau

buruk, melainkan semata-mata hanya menunjukan kepada cara bereaksi terhadap

tuntutan internal atau situasi eksternal, Sobur (2010:526).

Seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik

(well adjusted person) jika kemampuan melakukan respon-respon yang matang,

efisien, memuaskan, dan sehat. Dikatakan efisien artinya mampu melakukan

respon dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan

sehat artinya bahwa respon-respon yang dilakukan sesuai dengan hakikat

individu, lembaga atau kelompok antar individu, dan hubungan antara individu

dengan penciptanya, Ali &Asrori (2012 :176)

Menurut Schneiders (dalam Agustiani, 2006 :146) mengemukakan bahwa

“penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental

dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi

10

kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustasi yang dialami di dalam dirinya”.

Selanjutnya pandangan Neo Freudian (dalam Agustiani, 2006 :150) ciri dari

penyesuaian diri yang baik adalah “perkembangan menyeluruh dari potensi

individu secara sosial dan kemampuan untuk membentuk hubungan yang hangat

dan peduli terhadap orang lain.”

H. Sunarto & Ny.B.Agung Hartono (dalam Rumini & Sundari, 2004 :68)

menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang baik, yaitu:

a. Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional

b. Tidak menunjukan adanya mekanisme peikologis

c. Tidak adanya frustasi pribadi

d. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri

e. Mampu dalam belajar

f. Menghargai pengalaman

g. Bersikap realistis dan objektif

Penyesuaian diri yang salah terdiri atas bentuk reaksi bertahan,

reaksi meyerang, dan reaksi melarikan diri dari kenyataan, dan

penyesuaian yang potologis. Yusuf & Nurihsan (2012 :212) menjelaskan :

a. Reaksi bertahan diri (defense reaction) yaitu suatu usaha bahwa dirinya

tidak mengalami kegagalan, meskipun sebenarnya mengalami kegagalan

atau kekecewaan. Bentuk reaksi bertahan ini antara lain: a) konpensasi :

menutupi kelemahan dalam satu hal, dengan cara mencari kepuasan dalam

bidang lain: b) sublimasi : menutupi atau mengganti kelemahan atau

kegagalan dengan cara atau keinginan yang mendapatkan pengakuan

11

(sesuai dengan nilai-nilai) masyarakat; c) Proyeksi : melemparkan sebab

kegagalan dirinya kepada pihak lain. Yusuf & Nurihsan (2012 : 212)

b. Reaksi menyerang (aggressive reavtion), yaitu suatu usaha untuk

menutupi kegagalan dan tidak mau menyadari kegagalan dengan tingkah

laku yang bersifat meyerang. Reaksi yang muncul antara lain berupa: a)

Senang membenarkan diri sendiri, b) Senang Mengganggu Orang Lain, c)

Menggertak dengan ucapan atau perbuatan, d) Menunjukkan sikap

permusuhan secara terbuka, e) Keras kepala, f) Balas dendam, g) Marah

secara sadis. H.Sunarto & B. Agung Hartono (dalam Rumini & Sundari,

2004 :69). Sedangkan Menurut M. Surya (dalam Yusuf & Nurihsan,

2012 :219) menjelaskan bahwa reaksi yang muncul antara lain : a) selalu

membenarkan diri sendiri, b) mau berkuasa di setiap situasi, c) mau

memiliki segalanya, d) bersikap senang mengganggu orang lain, e)

menggertak, baik dengan ucapan atau perbuatan, f) menunjukan sikap

permusuhan secara terbuka, g) menunjukan sikap menyerang dan merusak,

h) keras kepala, i) bersikap balas dendam, j) memperkosa hak orang lain,

k) bertindak serampangan, l) marah secara sadis.

c. Reaksi melarikan diri dari kenyataan (ascape reaction), yaitu usaha

melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksi itu

nampak dalam bentuk mereaksikan keinginan yang tidak dicapai, reaksi

itu antara lain berupa: a) Banyak tidur, b) Minum-minuman keras, c)

Pecandu ganja/narkoba, d) Regresi/kembali pada tingkat perkembangan

yang lalu H. Sunarto & B. Agung Hartono (dalam Rumini & Sundari,

12

2004 :69). Yusuf & Nurihsan (2012 :219) menjelaskan bahwa bentuk-

bentuk reaksi ascapedi antaranya : a) berfantasi-melamun, b) banyak tidur

atau tidur yang potologis : narcolepcy, yaitu kebiasan tidur yang tidak

terkontrol, c) meminum minuman keras, d) bunuh diri, e) menjadi pecandu

ganja, narkotika, shabu-shabu atau ecstacy, dan regresi.

d. Penyesuaian yang potologis yaitu bahwa individu yang mengalaminya

perlu mendapat perawatan khusus, dan bersifat klinis, bahkan perlu

perawatan di rumah sakit (hospitalized). Yang termasuk penyesuaian yang

potologis ini adalah “neurosis” dan “psikosis.” Jika individu gagal dalam

penyesuaian diri, maka ia akan sampai pada situasi salah usai. Gejala salah

usai ini akan di manifestasikan dalam bentuk tingkahlaku yang kurang

wajar atau kelainan tingkah laku, Yusuf & Nurihsan (2012 : 221).

2.2 Proses Penyesuaian Diri

Menurut Sariyanta, Made (2012) diunduh pada tanggal 15 November 2013

(online). (http://www.sariyanta.com/kuliah/proses-penyesuaian-diri/) Penyesuaian

diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri untuk

memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui penyesuaian

diri yang sempurna tidak akan pernah tercapai. Penyesuaian diri lebih bersifat

suatu proses psikologis sepanjang hayat (live long procces) dan manusia terus

menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup,

guna mencapai pribadi yang sehat.

Orang akan dikatakan sukses dalam melakukan penyesuaian diri jika ia

akan mamenuhi kebutuhanya dengan cara-cara yang wajar atau dapat diterima

13

oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu orang lain. Penyesuaian diri

yang baik, yang selalu ingin diraih oleh seorang tidak akan dicapai, kecuali

kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, goncangan dan

ketegangan jiwa.

Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (Ali & Asrori, 2012: 181)

setidaknya melibatkan tiga unsur yaitu :

a. Motivasi.

Motifasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses

penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan

emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan

ketidak seimbangan dalam organisme.

b. Sikap terhadap realitas.

Aspek penyesuaian diri di tentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi

terhadap manusia di sekitarnya, benda-benda dan hubungan-hubungan

yang membentuk realitas.

c. Pola dasar penyesuaian diri.

Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar tersendiri

yaitu akan mengalami ketegangan dan frustasi karena terhambatnya

keinginan memperoleh kasih sayang, meraih prestasi untuk itu individu

akan berusaha mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang

ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi kebutuhannya.

Tiga unsur diatas akan mewarnai kualitas proses penyesuaian diri individu.

14

2.3 Faktor-faktor Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri

Individu dalam memberikan penilaian tentang baik buruknya penyesuaian,

hendaknya juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

penilaian individu tentang hal tersebut. Hal ini perlu diketahui agar individu dapat

mengurangi salah penafsiran dalam memahami penyesuaian seseorang.

Menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori 2012: 181) setidaknya ada lima

faktor yang dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:

a. kondisi fisik

b. kepribadian

c. proses belajar

d. lingkungan

e. agama dan budaya

Proses penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor

itu dapat dikelompokkan sebagai berikut.

a. Faktor Pisiologis

Penyesuaian diri seseorang akan lebih mudah dilakukan dan

dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat dari pada yang tidak sehat.

Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri,

harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat

menguntungkan bagi proses penyesuaian diri. Sebaliknya, kondisi fisik

yang tidak sehat dapat menyebabkan perasaan rendah diri, kurang percaya

diri, atau bahkan menyalahkan diri sehingga akan berpengaruh kurang

baik bagi proses penyesuain diri, menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori

15

2012: 182). Kondisi fisik, seperti struktur fisik dan temperamen sebagai

disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik

berkaitan erat dengan susunan tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa

terdapat korelasi yang positif antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe

temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong

ektomorf, yaitu ototnya lemah atau tubuhnya rapuh, ditandai oleh sifat-

sifat segan dalam melakukan aktivitas sosial, pemalu, pemurung, dan

sebagainya. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi yang primer

bagi tingkah laku, dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan

otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Diunduh

pada tangal 25 sebtember 2013 (http://www.kainsutera.com/info-

remaja/perkembangan-identitas-pada-remaja.html#)

b. Faktor Psikologis

Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan

penyesuaian diri seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan,

aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan sebagainya. Diunduh pada tangal 25

sebtember 2013 (http://www.kainsutera.com/info-remaja/perkembangan-

identitas-pada-remaja.html#)

1. Faktor pengalaman

Tidak semua pengalaman mempunyai makna dalam

penyesuaian diri. Pengalaman yang mempunyai arti dalam penyesuian

diri, terutama pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman

traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan, seperti

memperoleh hadiah dari suatu kegiatan cenderung akan menimbulkan

16

proses penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya, pengalaman yang

traumatik akan menimbulkan penyesuaian diri yang keliru, Ali &

Asrori (2012:184).

2. Faktor belajar

Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam

proses penyesuaian diri. Hal ini karena melalui belajar, pola-pola

respon yang membentuk kepribadian akan berkembang. Sebagian

besar respon dan ciri-ciri kepribadian lebih banyak diperoleh dari

proses belajar dari pada diperoleh secara diwariskan. Dalam proses

penyesuaian diri, belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah

laku sejak fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan

diperkuat dengan kematangan, Ali & Asrori (2012:184).

3. Determinasi diri

Proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-

faktor tersebut diatas, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk

mencapai taraf penyesuaian yang tinggi dan atau merusak diri.

Determinasi diri mempunyai fungsi penting dalam proses penyesuaian

diri, karena berperan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian

diri, Ali & Asrori (2012:185).

c. Faktor perkembangan dan kematangan

Dalam proses pengembangan, respon berkembang dari respon yang

bersifat instingktif menjadi respon yang bersikap hasil belajar dan

pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan

respon, tidak hanya diperoleh proses belajar, tetapi juga perbuatan

17

individu telah matang untuk melakukan respons dan ini menentukan pola

penyesuaian dirinya. Diunduh pada tangal 22 sebtember 2013 (http://www.

aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac. /2012/02/29/ penyesuaiandiri/)

Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang

dicapai individu yang berbeda-beda, sehingga pola-pola penyesuaian juga

akan bervariasi sesuai tingkat perkembangan dan kematangan yang

dicapainya. Selain itu, hubungan antara penyesuaian dan perkembangan

dapat berbeda-beda menurut jenis aspek perkembangan dan kematangan

yang dicapai. Kondisi-kondisi perkembangan dan kematangan

mempengaruhi tiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial,

moral, keagamaan, dan intelektual

d. Faktor lingkungan

Berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat,

kebudayaan, dan agama berpengaruh kuat terhadap diri seseorang, Ali &

Asrori (2012: 185).

1. Pengaruh lingkungan keluarga

Dari sekian banyak faktor yang mengkondisikan penyesuaian diri,

faktor lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Karena

keluarga merupakan media sosialisasi bagi anak-anak proses sosialisasi

dan interaksi sosial yang pertama dan utama dijalani individu di

lingkungan keluarganya. Hasil sosialisasi tersebut kemudian

dikembangakan di lingkungan sekolah dan masyarakat umum seseorang,

Ali & Asrori (2012: 185).

18

2. Pengaruh hubungan dengan orang tua

Pola hubungan orang tua dan anak mempunyai pengaruh yang

positif terhadap proses penyesuaian diri. Beberapa pola hubungan yang

dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut:

a) Menerima (acceptance), yaitu Orang tua menerima kehadiran anaknya

dengan cara-cara yang baik, sikap penerimaan ini dapat menimbulkan

suasana hangat, menyenangkan dan rasa aman bagi anak, b) Menghukum

dan disiplin yang terlalu Keras (Punisment amd everdiscipline), yaitu

Hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang terlalu

berlebihan dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang

menyenangkan bagi anak, c) Memanjakan dan perlindungan yang

berlebihan (overindulgence and ever-protecion), yaitu Perlindungan dan

pemanjaan secara berlebihan dapat menimbulkan perasaan tidak aman,

cemburu, rendah diri, canggung, dan gejala-gejala yang lainya, d)

Penolakan (rejection), yaitu Orang tua menolak kehadiran. Beberapa

penelitaian menunjukan bahwa penolakan orang tua pada anaknya akan

menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri, Ali & Asrori (2012: 184-

188)

3. Lingkungan masyarakat

Keadalaan lingkungan masyarakat tempat individu berada

menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Hasil penelitian

menunjukan bahwa gejala tingkah laku atau perilaku menyimpang

bersumber pada pengaruh keadaan lingkungan masyarakatnya pergaulan

19

yang salah dan terlalu bebas dikalangan remaja dapat mempengaruhi pola-

pola penyesuaian dirinya, Ali & Asrori (2012:189).

4. Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah berperan sebagai media sosialisasi, yaitu

mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial dan moral anak-anak.

Suasana sekolah baik sosial maupun psikologis akan mempengaruhi

proses dan pola penyesuaian diri para siswanya. Pendidikan yang diterima

anak di sekolah merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri mereka di

lingkungan masyarakatnya, Ali & Asrori (2012:189).

e. Faktor budaya dan agama

Proses penyesuaian diri anak, mulai lingkungan keluarga, sekolah,

dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan

agama. Lingkungan kultural tempat individu berada dan berinteraksi akan

menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Misalnya, tata cara kehidupan

di masjid atau gereja akan mempengaruhi cara anak menempatkan diri

dengan masyarakat sekitarnya. Diunduh pada tangal 25 sebtember 2013

(http://www.kainsutera.com/info-remaja/perkembangan-identitas-pada-

remaja.html#)

Agama mamberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi

konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana

damai dan tenang pada anak. Ajaran agama ini merupakan sumber nilai,

norma, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan

tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup anak. Sembahyang dan

berdoa merupakan media menuju arah kehidupan yang lebih nyaman,

20

tenang, dan berarti bagi manusia. oleh karena itu, agama memegang

peranan penting dalam proses penyesuaian diri seseorang, Ali & Asrori

(2012:189).

2.4 Macam-macam Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri ahli bahasa dari adjustment yang dilakukan manusia

sepanjang hayat. Karena pada dasarnya manusia ingin mempertahankan

eksistensinya. Penyesuaian Diri Terhadap Sosial/Sosial Adjusmen Sejak lahir

berusaha memenuhi kebutuhannya yaitu kebutuhan fisik, psikis, sosial.

Pemenuhan kebutuhan itu ada karena adanya dorongan-dorongan yang

mengharapkan pemuasan. Sebagaimana di kemukakan Lazares ( dalam Fatimah,

2006: 65) penyesuaian diri termasuk reaksi seseorang karena adanya tuntutan

yang di bebankan pada dirinya.

Ada beberapa macam penyesuaian diri adjusment yaitu :

1. Penyesuaian Diri Terhadap Keluarga/Famili Adjustment.

Keluarga merupakan keluarga kecil. Keharmonisan keluarga

terwujut bila seluruh anggota keluarga mumpunyai kesadaran atau

kesanggupaan memenuhi fungsinya. Tiap anggota keluarga berusaha

mengadakan penyesuaian diri dalam keluarga antara lain :

a. Mempunyai relasi yang sehat dengan segenap anggota keluarga

b. Mempunyai solidaritas dan loyalitas keluarga serta membantu usaha

keluarga dalam mencapai tujauan tertentu.

c. Mempunyai kesadaran adanya emantisipasi serta kemerdekaan taraf

kedewasaan .

d. Mempunyai kesadaran adanya otoritas orang tua

21

e. Mempunyai kesadaran bertanggung jaawab menjalankan aturan-aturan

langsung secara disiplin.

2. Penyesuaian Diri Terhadap Sosial/ Sosial Adjusment

Sosial atau masyarakat merupakan kumpulan individu, keluarga,

organisasi dan lainnya. Agar terjadi keharmonisan dalam masyarakat.

Penyesuaian terhadaap masyarakat :

a. Adanya kesanggupan mengadakan relasi yang sehat terhadap

masyarakat.

b. Adanya kesanggupan beraksi secara efektif dan harmonis terhadap

kenyataan sosial.

c. Kesanggupan menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun

tidak tertulis

d. Kesanggupan untuk bergaul dengan orang lain dalam bentuk

persahabatan

e. Kesanggupan menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan

pribaadinya

f. Adanya simpati terhadap kesejahteraan orang lain, berupa: memberi

pertolongan pada orang lain, bersikap jujur cinta kebenaran, rendah

hati dan sejenisnya.

Penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan

yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara relative dan

bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga kriteria

yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat terpenuhi dengan

22

cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan Schnesiders (dalam

Agustini, 2006 :147).

3. Penyesuaian Diri Terhadap Sekolah/ School Adjusment

Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam

mengembangkan potensinya, terutama perkembangan intelejensi maupun

pribadinya maka sekolah harus menumbuhkan penyesuaian diri yang baik,

bersifat konstruktif, sehingga terwujud :

a. Disiplin dalam sekolah terhadap peraturan-peraturan yang ada.

b. Pengakuan otoritas guru atau pendidik

c. Interes terhadap mata pelajaran di sekolah

d. Situasi dan fasilitas yang cukup, sehingga tujuan sekolah dapat

tercapai.

4. Penyesuaian Diri Terhadap Perguruan Tinggi/ college Adjusment

Perguruan tinggi merupakan tempat pendidikan tertinggi, untuk

mencapai gelar, tempat yang menyenangkan penuh kenangan. Namun bagi

sementara mahasiswa merupakan tempat yang meliputi keraguan,

kecemasan bahkan kegagalan. Penyesuaian di perguruan tinggi hampir

sama di sekolah, tetapi harus di tambah dengan :

a. Pengembangan kepribadian yang seimbang yaitu dapat memenuhi

tuntutan ilmiah, jasmani dan rohani yang sehat serta tanggung jawab

sosial yang masak.

b. Dapat belajar menyesuaikan diri di tempat kelak bekerja

c. Siap menghargai persaingan, ulet dalam menghadapi segala persoalan.

23

5. Penyesuaian Diri Terhadap Jabataan / vokacional Adjusment

Secara ideal jabatan pekerjaan menunjukkan latar belakan studi

seseorang, serta menggambarkan status sosial, status ekonominya.

Pemegang jabatan pekerja seharusnya mempunyai kriteria sebagai berikut:

a. Sudah matang dalam memegang dalam jabatan

b. Senang dan mencintai jabatan dan pekerjaannya.

c. Bercita-cita atau berusaha mencapai kemajuan setingkat demi

setingkat.

6. Penyesuaian Diri Terhadap perkawinan/ perkawinan Adjusment

Dalam jaman moderen, perkawinan bukan suatu way of life yang

harus di tempuh. Kehidupan pria dan wanita secara membujang banyak

terjadi. Mereka dapat menikmati kehidupan dan ikut serta berfungsi dalam

masyarakat. Bagi orang-orang yang melayarkan bahtera perkawinan harus

melakukan penyesuaian diri dalam perkawinan. Menurut Arkoff (dalam

Fatimah N, 2006: 68) perkawinan yang baik bersifat permanen dan

bersifat bahagia.

Perkawinan di akhiri dengan kematian, perceraian (sama-sama masih

hidup) merupakan hal yang tidaak sopan. Sepanjang perjalanan hidup

selalu berusaha melakukan penyesuaian diri.

Penyesuaian diri ini ialah:

a. Harus ada kesadaran terhadaap hakikat perkawinan

b. Harus ada kesediaan untuk menjaga kelangsungan perkawinan

c. Saling mengerti, saling memberi dan menerima (to take and to give).

24

2.5 Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi

terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan

tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak

mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah

pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. (Fatimah .N 2006 : 68 ).

Penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu :

1. Penyesuaian Kepribadian

Kepribadian dapat diartikan sebagai kualitas individu yang tampak

dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik.

Abin Syamsudin Makmum (dalam Yusuf Syamsu, 2012: 127). Keunikan

penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribagian itu

sendiri, yaitu :

a) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika

perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang

pendirian atau pendapat.

b) Tempramen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat/

lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang

datang dari lingkungan.

c) Sikap, yaitu yang bersifat positif, negative atau anbivalen

(ragu-ragu).

d) Stabilitas emosional, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional

terhadap rangsangan dari lingkungan.

25

e) Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima

resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan.

f) Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan denga

hubungan interpersonal.

Jadi kepribadian merupakan sistim yang dinamis dari sifat, sikap, dan

kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respon individu yang

beragam Pikunas (dalam Yusuf Syamsu, 2012 : 200)

Keberhasilan penyesuaian diri pribadi ditandai oleh :

a. Tidak adanya rasa benci

b. Tidak adanya keinginan untuk lari dari kenyataan atau tidak percaya

pada potensi dirinya.

Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai oleh :

a. Kegoncangan emosi

b. Kecemasan

c. Ketidak puasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya sebagai

akibat adanya jarak pemisah antara kemampuan individu dan tuntutan

yang di harapkan oleh lingkungannya.

2. Penyesuaian Sosial

Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial ditempat

individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-

hubungan sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga,

masyarakat, sekolah, teman sebaya atau anggota masyarakat luas secara

umum.

26

Dalam proses penyesuaian sosial individu berkenalan dengan nilai

dan norma sosial yang berbeda-beda lalu berusaha untuk mematuhinya,

sehingga menjadi bagian dan membentuk kepribadiaannya. Penyesuaian

sosial ini dapat diartikan sebagai “kemampuan untuk mereaksi secara tepat

terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi”. Remaja dituntut untuk

memiliki kemampuan penyesuaian sosial ini, baik dalam lingkungan

keluarga, sekolah dan masyarakat.

Karakteristik penyesuaian sosial di tiga lingkungan tersebut yaitu :

1. Di lingkungan keluarga

a. Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga (orang

tua dan saudara).

b. Menerima otoritas orang tua (mau menaati peraturan yang

ditetapkan orang tua)

c. Berusaha untuk membantu anggota keluarga, sebagai individu

maupun kelompok dalam mencapai tujuannya.

2. Di lingkungan sekolah

a. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah.

b. Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah.

c. Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah.

d. Bersikap hormat kepada guru, pimpinan sekolah, dan staf lainnya.

3. Di lingkungan masyarakat

a. Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain.

b. Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain.

c. Bersifat simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain.

27

d. Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-

kebijakan masyarakat, Alexander A. Schneinders (dalam Yusuf

Syamsu, 2012:198).

2.6 Pembentukan Penyesuaian diri

Penyesuaian diri yang baik selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan

dapat tercapai kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari

tekanan, goncangan, dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam dan orang

tersebut mampu untuk menggapai kesukaran dengan cara objektif serta

berpengaruh bagi kehidupannya serta menikmati kehidupannya dengan stabil,

tenang, senang tertarik untuk bekerja dan berprestasi. Diunduh tanggal 15

November 2013 (http://www.sariyanta.com/kuliah/proses-penyesuaian-diri/)

Pada dasarnya pembentukan penyesuaian diri melibatkan individu dengan

lingkungannya antara lain:

1. Lingkungan keluarga

Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau

dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat

keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan dengan demikian

penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu

merasa bahwa kehidupannya berarti.

Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok

bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orang

tua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan

mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi

kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini

28

sering kali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak

disayangi, diremehkan, bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-

ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-

kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam

menyesuaikan diri dikemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang

berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang pemahamannya, namun

tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan

membuat dirinya tertekan, cemas, dan stres.

2. Lingkungan teman sebaya

Dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat di

antara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibanding masa-

masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari teman-

temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang

disimpan di dalam hatinya dari angan-angan, pikiran, dan perasaan. Dalam

semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang

dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.

Dengan demikian pengertian yang diterima dari teman-temannya

akan membantu dirinya dalam penerimaan tahap keadaan dirinya sendiri dan

dia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi

yang dimilikinya.

3. Lingkungan sekolah

Sekolah mempunyai tugas yang tidak nyata terbatas pada masalah

pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggung jawab

pendidikan secara luas. Demikin pula dengan guru, tugasnya tidak hanya

29

mengajar tapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi bentuk masa

depan. Ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang

menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.

Dalam pengartian ini proses pendidikan merupakan penciptaan

penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh

lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu.

Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang

digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru

sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri

individu.

Jadi pembentukan penyesuaian diri pada anak remaja adalah terkait

dengan teori-teori psikologis dan psikososial dengan kondisi-kondisi sosial

yang memfasilitasinya (mempengaruhinya). Erik H. Erikson (dalam Yusuf

Syamsu, 2012:188) berpendapat bahwa “remaja bukan sebagai periode

konsolidasi kepribadian, tetapi sebagai tahapan penting dalam siklus

kehidupan.”

Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-perannya, dan

makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti

dia akan memiliki kepribadian yang sehat. Sebaliknya apabila dia gagal,

maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion).

Suasana kebingungan ini berdampak kurang baik pada remaja. Dia

cenderung kurang menyesuaikan dirinya, baik terhadap dirinya sendiri

maupun orang lain, (Yusuf Syamsu, 2012:188).