BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id · PDF filesekunder lainnya adalah feokromositoma...

30
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah 2.1.1 Definisi Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk menekan dinding pembuluh darah (American Heart Association, 2012). Tekanan darah juga didefinisikan sebagai kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung (Potter dan Perry, 2005). Saat jantung berdetak terjadi kontraksi pada otot jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh. Tekanan tertinggi saat ventrikel berkontraksi disebut dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah saat jantung beristirahat disebut dengan tekanan darah diastolik (Ariyani, 2011). Tekanan sistolik dan diastolik inilah yang diukur ketika memeriksa tekanan darah. Tekanan sistolik dan diastolik bervariasi untuk tiap individu, namun menurut Divine (2012) tekanan darah orang dewasa diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkatan, yaitu: Tabel 2. 1 Klasifikasi tekanan darah (Divine, 2012) Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah sistolik (mmHg) Optimal <120 <80 Normal <130 <85 Prahipertensi 130-139 85-89

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id · PDF filesekunder lainnya adalah feokromositoma...

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

2.1.1 Definisi

Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk menekan dinding pembuluh

darah (American Heart Association, 2012). Tekanan darah juga didefinisikan

sebagai kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan

tekanan dari jantung (Potter dan Perry, 2005). Saat jantung berdetak terjadi

kontraksi pada otot jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh. Tekanan

tertinggi saat ventrikel berkontraksi disebut dengan tekanan darah sistolik dan

tekanan darah saat jantung beristirahat disebut dengan tekanan darah diastolik

(Ariyani, 2011). Tekanan sistolik dan diastolik inilah yang diukur ketika

memeriksa tekanan darah. Tekanan sistolik dan diastolik bervariasi untuk tiap

individu, namun menurut Divine (2012) tekanan darah orang dewasa

diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkatan, yaitu:

Tabel 2. 1 Klasifikasi tekanan darah (Divine, 2012)

Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik

(mmHg)

Tekanan darah

sistolik (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Prahipertensi 130-139 85-89

8

Hipertensi tahap I 140-159 90-99

Hipertensi tahap II 160-179 100-109

Hipertensi tahap III >180 >110

2.1.2 Fisiologi Tekanan Darah

Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena perubahan tekanan dari

daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanannya rendah. Tekanan darah

dinyatakan dalam millimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa

merupakan rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah (Guyton & Hall, 2008).

Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vaskuler

perifer, volume darah dan elastisitas arteri (Hamarno, 2010).

Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa oleh tiap ventrikel

per menit dan dipengaruhi oleh volume sekuncup (volume darah yang di pompa

ventrikel per detik) dan frekuensi jantung. Tekanan darah tergantung pada curah

jantung dan tahanan vaskuler perifer. Jika curah jantung meningkat, darah yang

dipompakan terhadap dinding arteri lebih banyak dan menyebabkan tekanan darah

naik. Curah jantung dapat meningkat sebagai akibat dari peningkatan frekuensi

jantung, kontraktilitas yang lebih besar dari otot jantung atau peningkatan volume

darah (Hamarno, 2010).

Resistensi merupakan ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui

suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh suatu friksi antara cairan yang mengalir

dan dinding pembuluh darah yang stasioner. Sirkulasi darah melalui jalur arteri,

arteriol, kapiler, venula dan vena. Ukuran arteri dan arteriol dapat berubah untuk

9

mengatur aliran darah bagi kebutuhan jaringan lokal. Tonus otot vaskuler dan

diameter pembuluh darah dapat mempengaruhi tahanan pembuluh darah perifer.

Semakin kecil lumen pembuluh darah maka semakin besar tahanan vaskuler

terhadap aliran darah.Resistensi tergantung pada tiga faktor yaitu viskositas

(kekentalan) darah, panjang pembuluh dan diameter pembuluh darah (Guyton &

Hall, 2008).

2.1.3 Mekanisme Reflex Untuk Mempertahankan Tekanan Arteri Normal

Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi tahanan

pembuluh darah. Kontrol ini bertujuan untuk mempengaruhi distribusi darah

sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang spesifik, dan

mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat dengan mempengaruhi

diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol sistem saraf terhadap tekanan darah

melibatkan baroreseptor, kemoreseptor, dan pusat otak tertinggi (hipotalamus dan

serebrum) (Mayuni, 2013). Sistem pengaturan tekanan arteri oleh baroreseptor

dimulai oleh reseptor regang yang disebut baroreseptor (presoreseptor) yang

terletak secara spesifik pada dinding beberapa arteri sistemik besar. Hampir semua

arteri besar di daerah toraks dan leher terdapat sejumlah kecil baroreseptor.

Baroreseptor sangat banyak terdapat di dalam dinding arkus aorta dan dinding

setiap arteri karotis interna yang terletak sedikit diatas bifurkasio karotis, daerah

yang dikenal sebagai sinus karotis. Sinyal dari baroreseptor karotis dijalarkan

melalui saraf hering menuju saraf glosovaringeus dan kemudian ke traktus

solitarius di daerah batang otak. Sinyal dari baroreseptor aorta, di arkus aorta

dijalarkan melalui saraf vagus menuju traktus solitarius yang sama di medula.

10

Baroreseptor lebih banyak merespon terhadap tekanan yang berubah cepat

daripada tekanan yang menetap (Guyton & Hall, 2008).

Gambar 2. 1 Sistem baroreseptor untuk mengendalikan tekanan arteri

(Sumber: Guyton & Hall, 2008)

Setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula, sinyal

sekunder menghambat vasokonstriktor di medula dan merangsang pusat

parasimpatis vagus dengan efek vasodilatasi vena dan arteriol di seluruh sistem

sirkulasi perifer serta berkurangnya frekuensi denyut jantung dan kekuatan

kontraksi jantung. Jadi perangsangan baroreseptor akibat tekanan tinggi di dalam

arteri secara refleks menyebabkan penurunan tekanan arteri akibat penurunan

tahanan perifer dan penurunan curah jantung (Guyton & Hall, 2008).

11

Sistem pengaturan tekanan arteri oleh vasomotor, bagian lateral dari pusat

vasomotor mengirimkan impuls eksitasi melalui serabut saraf simpatis ke jantung

bila tubuh perlu untuk menaikkan frekuensi serta kontraktilitas jantung.

Sedangkan bila tubuh perlu untuk menurunkan pompa jantung, maka medial pusat

vasomotor mengirimkan sinyal ke nucleus motoric dorsalis nervus vagus yang

kemudian mengirimkan impuls parasimpatis melalui nervus vagus ke jantung

untuk menurunkan frekuensi dan kontraktiltas jantung. Oleh karena itu pusat

vasomotor dapat meningkatkan atau menurunkan aktivitas jantung. Frekuensi dan

kekuatan kontraksi jantung biasanya meningkat saat terjadi vasikontriksi dan

biasanya menurun pada saat vasokontriksi dihambat (Guyton & Hall, 2008).

Gambar 2. 2 Area di otak yang berperan penting dalam pengaturan

sirkulasi oleh saraf.

(Sumber: Guyton & Hall, 2008)

12

2.1.4 Pengukuran Tekanan Darah

Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah

sphygmomanometer. Sphygmomanometer ada tiga jenis, ada yang jenis air raksa,

aneroid dan jenis digital. Tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa

(mmHg) (Palmer, 2007). Tekanan darah diukur dan dicatat dengan menggunakan

tekanan sistolik dan diastolik dari pasien. Mengukur tekanan darah sangat penting

dilakukan sebelum, pada saat latihan dan sesudah memberikan latihan kepada

pasien untuk melihat adanya respon dari latihan yang diberikan (Lippincott &

Wilkins, 2009). Posisi saat melakukan pengukuran tekanan darah adalah

punggung dan kaki pasien harus didukung, kaki tidak menyilang, dan kaki

bertumpu pada permukaan yang keras. Lengan yang akan diukur harus dibebaskan

dari pakaian atau dilonggarkan agar tidak mengganggu aliran darah dan posisi

manset sejajar dengan jantung. Manometer ditaruh sejajar di tingkat mata praktisi

kesehatan yang melakukan pengukuran. Penempatan manset harus ditempatkan

pada lengan yang bebas dari pakaian dan kira-kira 2 cm diatas lipatan siku,

dengan garis tengah kantong diatas arteri brakialis. Pemasangan harus pas tetapi

tetap memungkinkan 2 jari untuk masuk di bawah manset (Adhitya, 2014).

Untuk menghindari suara asing selama deflasi manset, pastikan bahwa

stetoskop tidak bersentuhan dengan pakaian pasien atau dengan manset tekanan

darah dan tempatkan bel stetoskop di atas arteri brakialis, menggunakan tekanan

yang cukup untuk menyediakan transmisi suara yang bagus tanpa terlalu

mengompresi arteri. Setelah tekanan nadi-obliterasi ditentukan, memulai

auskultasi pengukuran tekanan darah dengan cepat menggembungkan manset ke

13

tingkat 20 sampai 30 mmHg di atas tekanan nadi-obliterasi. Kemudian

menurunkan manset pada tingkat 2 mmHg per detik dibarengi mendengarkan

suara korotkoff. Saat manset mengempis, aliran darah bergejolak melalui arteri

brakialis menghasilkan serangkaian suara (Lippincott & Wilkins, 2009).

Ada 5 fase untuk menentukan dan mencatat tekanan darah, tahap pertama

ditandai dengan jelas, suara ketukan yang berulang, bertepatan dengan

kemunculan denyut nadi yang diraba. Kemunculan awal suara fase pertama sama

dengan tekanan darah sistolik. Selama fase kedua, murmur terdengar dalam

sadapan yang telah terdengar. Fase ketiga dan keempat, perubahan diredam saat

ketukan suara sedang berlangsung (biasanya dalam 10 mmHg dari tekanan

diastolik yang sebenarnya) sebagai pengukuran tekanan mendekati tekanan

diastolik. Fase kelima benar-benar tidak ada sebuah suara, ini menunjukkan

hilangnya suara dan sama dengan tekanan darah diastolik. Untuk memastikan

diastole yang telah tercapai, kempiskan tekanan manset dengan tambahan 10

mmHg melampaui korotkoff suara kelima. Lakukan minimal dua pengukuran

tekanan darah pada interval minimal 1 menit. Catat rata-rata pengukuran sebagai

tekanan darah (Lippincott & Wilkins, 2009).

2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi

Hipertensi lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi. Hipertensi

didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik pada tingkat 140 mmHg

atau lebih tinggi dan tekanan darah diastolik pada tingkat 90 mmHg atau lebih

14

tinggi yang didasarkan dari rata-rata 2 atau lebih pengukuran dalam waktu yang

berkala (LeMone & Burke, 2008). Tekanan darah orang dewasa di klasifikasikan

kedalam beberapa tingkatan, yaitu : (1) optimal dengan tekanan darah sistolik <

120 dan diastolik < 80, (2) normal dengan tekanan darah sistolik < 130 dan

diastolik < 85, (3) prahipertensi dengan tekanan darah sistolik 130-139 dan

diastolik 85-89, (4) hipertensi tahap I dengan tekanan darah sistolik 140-159 dan

diastolik 90-99, (5) hipertensi tahap II dengan tekanan darah sistolik 160-179 dan

diastolik 100-109, (6) hipertensi tahap III dengan tekanan darah sistolik > 180 dan

diastolik > 110 (Divine, 2012).

2.2.2 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua jenis yaitu

(Cahyani, 2014):

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer, merupakan hipertensi yang

penyebabnya tidak jelas. Sekitar 90% penderita hipertensi termasuk

kedalam hipertensi esensial. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi

esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebabnya bersifat multi

faktor, yang terdiri dari genetik dan lingkungan. Faktor genetik sangat

mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres,

reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, dan lain-lain.

Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan yaitu diet, kebiasaan

merokok, stres emosi, obesitas dan lain-lain.

15

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi dengan penyebab yang diketahui.

Sekitar 5-10% penderita hipertensi mengalami hipertensi sekunder yang

penyebabnya adalah penyakit ginjal dan sekitar 1-2% penyebabnya adalah

kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu. Penyebab hipertensi

sekunder lainnya adalah feokromositoma yaitu tumor pada kelenjar

adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin dan noreprinefrin, namun

kasus ini jarang ditemukan.

2.2.3 Patofisiologi

Curah jantung dan resisten perifer total merupakan penentu utama tekanan

darah arteri rata-rata. Curah jantung adalah volume darah yang dipompa tiap-tiap

ventrikel per menit. Curah jantung dipengaruhi oleh dua faktor penentu yaitu

kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah

yang dipompa per denyut) (Haryati, 2011).

Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor pada medula batang otak. Bermula dari jaras saraf

simpatis di pusat vasomotor ini, kemudian berlanjut ke bawah ke medula spinalis

dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang

bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Serat saraf

simpatis mempersarafi otot polos arteriol di seluruh tubuh, kecuali di otak.

Noradrenalin yang dikeluarkan dari ujung-ujung saraf simpatis berikatan dengan

reseptor adrenergik α di otot polos vaskuler sehingga menimbulkan

vasokonstriksi. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan juga dapat

16

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Saat

bersamaan sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi dan kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi beberapa hormon seperti

adrenalin dan noradrenalin yg secara ekstrinsik juga turut mempengaruhi

diameter arteriol dengan memperkuat sistem saraf simpatis di sebagian besar

jaringan (Cahyani, 2014).

Gambar 2. 3 Persarafan simpatis pada sirkulasi sistemik

(Sumber: Guyton & Hall, 2008)

Secara khusus, adrenalin selain berikatan dengan reseptor α, juga berikatan

dengan reseptor β2 yang terdapat di arteriol jantung dan otot rangka. Pengaktifan

reseptor β2 menimbulkan vasodilatasi. Selama aktivitas simpatis, adrenalin yang

dikeluarkan berikatan dengan reseptor β2 di jantung dan otot rangka untuk

memperkuat mekanisme vasodilator lokal di jaringan-jaringan ini, sementara

arteriol di tempat lain seperti saluran pencernaan dan ginjal yang hanya dilengkapi

oleh reseptor α, tidak berespons terhadap adrenalin. Dengan demikian, arteriol di

organ-organ ini, yang hanya dipengaruhi oleh noradrenalin dari sistem saraf

17

simpatis, mengalami vasokonstriksi yang lebih kuat daripada pembuluh di jantung

dan otot rangka (Haryati, 2011).Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan

aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang

pembentukan angiotensis I yang kemudian diubah menjadi angiotensis II, suatu

vasokonstriktor kuat yang pada akhirnya akan merangsang sekresi aldosteron

oleh korteks adrenal. Hormon ini yang menyebabkan retensi natrium dan air oleh

tubulus ginjal, menyebabkan volume intavaskular. Semua faktor tersebut

cenderung nyebabkan keadaan hipertensi (Cahyani, 2014).

2.2.4 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (LeMone & Burke, 2008)

a. Riwayat Keluarga

Hipertensi dihasilkan dari banyak gen dan faktor dalam seseorang

dalam suatu keluarga yang menderita hipertensi. Faktor genetik

membuat keluarga menderita hipertensi berkaitan dengan peningkatan

jumlah sodium di intraseluler dan penurunan rasio potasium dan

sodium. Pasien dengan kedua orangtuanya menderita hipertensi lebih

besar risikonya terjadi pada usia muda.

b. Usia

Hipertensi pada umumnya muncul antara usia 30-50 tahun. Angka

kejadian meningkat pada usia 50-60 tahun. Studi epidemiologi

18

menyatakan prognosis lebih buruk apabila pasien menderita hipertensi

pada usia muda.

c. Jenis Kelamin

Secara umum, angka kejadian hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dari

pada wanita sampai usia 55 tahun, namun perubahan hormonal yang

sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita lebih cenderung

memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan risiko wanita

untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi (Miller, 2010).

Risiko kejadian hipertensi antara usia 55-74 tahun hampir sama,

setelah usia 74 tahun wanita lebih besar resikonya.

d. Etnik

Angka kematian pada hipertensi orang dewasa, berturut-turut terjadi

paling rendah pada wanita kulit putih yaitu 4,7%, pria kulit putih 6,3%,

pria kulit hitam 22,5%, dan yang paling tinggi adalah wanita kulit

hitam yaitu 29,3%. Alasan peningkatan pada wanita berkulit hitam itu

tidak jelas, tetapi peningkatan ini didukung oleh tanda jumlah rennin

yang lebih rendah, sensitivitas vasopresin lebih tinggi, pemasukan

garam lebih tinggi dan stres lingkungan yang lebih tinggi.

19

2. Faktor yang dapat dimodifikasi (LeMone & Burke, 2008):

a. Stres

Faktor lingkungan, tipe personal dan fenomena fisik dapat

menyebabkan stres. Stres meningkatkan tahanan vaskuler perifer,

cardiac output dan merangsang aktivitas sistem saraf simpatis,

selanjutnya hipertensi dapat terjadi. Bila stres sering terjadi dan

berkelanjutan dapat menyebabkan hipertropi otot polos vaskuler dan

mempengaruhi koordinasi pusat di otok.

b. Kegemukan

Hipertensi dan obesitas memiliki hubungan yang erat. 50% individu

dengan obesitas mengalami peningkatan tekanan darah. Mekanisme

terjadinya hipertensi pada kasus obesitas belum sepenuhnya dipahami,

tetapi telah diketahui bahwa pada orang yang mengalami obesitas

terdapat peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan

meningkatkan tekanan darah (Angraini, 2014). Indeks masa tubuh

(IMT) yang normal adalah 18,5-24,9 kg/m2. Penurunan berat badan 10

kg dapat menurunkan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg.

c. Zat Makanan

Mengkonsumsi asupan tinggi sodium dapat menjadi fakrot penting

terjadinya hipertensi. Diet tinggi garam mungkin merangsang

pengeluaran hormon natriuretik yang secara tidak langsung

20

meningkatkan tekanan darah. Muatan sodium juga merangsang

mekanisme vasopresor dalam sistem saraf pusat.

d. Penyalahgunaan Zat

Merokok, mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, penggunaan obat

terlarang merupakan faktor terjadinya hipertensi. Nikotin dan obat-

obatan seperti kokain dapat menyebabkan tekanan darah meningkat

segera dan menjadi ketergantungan sehingga dapat menyebabkan

hipertensi dilain waktu. Angka kejadian hipertensi lebih tinggi pada

pasien yang minum lebih dari 30 cc etanol setiap hari.

2.2.5 Manifestasi Klinik

Tidak ada manifestasi klinik yang dirasakan oleh pasien pada tahap awal

perkembangan hipertensi. Kadang-kadang tekanan darah akan naik dan jika tidak

dilakukan pemeriksaan dengan rutin, maka pasien tidak sadar tekanan darahnya

meningkat. Jika hal tersebut tidak terdiagnosa maka tekanan darah akan

meningkat terus menerus dan muncul manifestasi klinik. Pasien akan melaporkan

keluhan seperti nyeri kepala yang menetap, kelelahan, pusing, berdebar-debar dan

penglihatan kabrur (Black & Hawk, 2005). Dapat pula terjadi perubahan retina

akibat perdarahan dan eksudat, penyempitan arteri dan infark kecil sampai terjadi

edema pupil pada hipertensi yang berat. Penyakit arteri koronaria seperti angina

pectoris dan infark myokard juga dapat terjadi sebagai konsekuensi adanya

hipertensi. Hopertropi ventrikel kiri juga dapat terjadi sebagai akibat peningkatan

kerja ventrikel melawan tekanan sistemik yang meningkat, gagal jantung,

21

kerusakan ginjal dan gangguan vaskuler di otak juga dapat terjadi (Hamarno,

2010).

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mengembalikan tekanan darah

agar mendekati normal dan meningkatkan kualitas hidup penderita hipertensi.

Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non-farmakologis dan terapi

farmakologis.

1. Terapi farmakologis

Terapi farmakologi yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII

yaitu diuretik, beta blocker, calcium channel blocker, Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor

Blocker(ARB) (Aziza, 2008).

a. Diuretik

Diuretik bekerja dengan menghambat reabsorpsi Natrium Chlorida

(NaCl) di tubulus ginjal. Penurunan awal curah jantung karena

penurunan volume plasma dan volume cairan ekstra seluler.

b. Penghambat Adrenergic

Penghambat adrenergic merupakan sekelompok obat yang terdiri dari

alfa-blocker, beta blocker, dan alfa-beta-blocker. Beta-blocker bekerja

dengan menurunkan denyut jantungdengan menurunkan curah jantung

dan kontraktilitas otot jantung, menghambat pelepasan renin ginjal dan

meningkatkan sensitifitas barorefleks. Sedangkan alfa-blocker bekerja

22

menurunkan aliran balik vena tetapi tidak menyebabkan takikardi.

Curah jantung tetap atau meningkat dan volume plasma biasanya tidak

berubah. Karena efek antihipertensi alfa-blocker didasarkan pada

vasodilatasi arteriol perifer maka lebih efektif pada pasien dengan

aktivitas simpatis kuat.

c. ACE Inhibitor

Obat ini menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

sehingga mengganggu sistem renin angiotensin aldosteron (RAA).

Aktivitas renin plasma meningkat, kadar angiotensin II dan aldosteron

menurun, volume cairan menurun dan terjadi vasodilatasi.

d. Calcium Channel Blocker (CCB)

CCB menghambat masuknya ion kalsium ke dalam sel melalui

channel-L. CCN dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu non-

dihidropiridin dan dihidropiridin. Golongan non-dihidropiridin

mempengaruhi sistem konduksi jantung dan cenderung melambatkan

denyut jantung, efek hipertensinya melalui vasodilatasi perifer dan

penurunan resistensi perifer sedangkan golongan dihidropiridin

terutama bekerja pada arteri.

e. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

ARB bekerja seperti ACE-I, yaitu mengganggu sistem RAA.

Golongan ini menghambat ikatan angiotensin II pada salah satu

reseptornya. ARB lebih aman dan tolerable dibandingkan ACE-I.

2. Terapi nonfarmakologis

23

Dengan pola hidup yang sehat penting untuk mencegah dan

mengembalikan tekanan darah agar tetap normal yang merupakan bagian

dari tatalaksana hipertensi. Beberapa modifikasi pola hidup yang

disarankan untuk dijadikan terapi secara definitif digaris pertama

sekurang-kurangnya 6-12 bulan setelah diagnosis awal adalah (LeMone &

Burke, 2008):

a. Penurunan berat badan

Hipertensi dan obesitas memiliki hubungan yang erat. 50%

individu dengan obesitas mengalami peningkatan tekanan darah.

Indeks masa tubuh (IMT) yang normal adalah 18,5-24,9 kg/m2.

Penurunan berat badan 10 kg daapt menurunkan tekanan darah

sistolik 5-20 mmHg. Maka dari itu manajemen berat badan sangat

penting dalam mengontrol tekanan darah.

b. Modifikasi diet lemak dan sodium

Diet lemak dapat menurunkan lemak jenuh dan meningkatkan

lemak tak jenuh sehingga memberikan dampak penurunan tekanan

darah tetapi juga menurunkan tingkat kolesterol. Rekomendari

DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertentsion) bahwa diet

yang dianjurkan adalah kaya buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-

kacangan dan makanan rendah lemak. Hampir 40% orang dengan

hipertensi peka terhadap sodium. Diet garam 2,4 gram atau 6 gram

bisa menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg. Pembatasan

24

sedang pemasukan sodium (6 gram) dapat menurunkan tekanan

darah pada beberapa kasus hipertensi tingkat 1.

c. Aktivitas fisik

Seseorang dengan aktivitas fisik yang rendah beresiko terkena

hipertensi 30-50%. Rutin olahraga minimal 30 menit per hari bisa

menurunkan tekanan darah sistolok 4-9 mmHg. Tekanan darah

dapat diturunkan dengan aktifitas sedang seperti aerobik dan jalan

cepat.

d. Pembatasan alkohol dan kafein

Konsumsi lebih dari 30 cc perhari meningkatkan risiko hipertensi.

Menghindari konsumsi alkohol dapat menurunkan teknan darah

sistolik 2-4 mmHg. Kafein dapat memacu jantung untuk bekerja

lebih cepat sehingga lebih banyak mengalirkan cairan pada setiap

detiknya.

e. Berhenti merokok

Nikotin yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan jumlah

nadi dan menghasilkan vasokontriksi perifer yang mana tekanan

darah dapat meningkat dalam waktu pendek atau setelah merokok.

Dengan tidak merokok maka hal tersebut dapat di cegah.

25

f. Teknik relaksasi

Berbagai terapi relaksasi seperti relaksasi otot progresif, meditasi

transcendental, yoga, biofeedback dan psikoterapi dapat

menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

2.3 Stres dan Hipertensi

Stres adalah reaksi non spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan

baik secara fisik maupun psikologis. Stres merupakan sutu reaksi adaptif yang

bersifat sangat individual sehingga bagi seseorang suatu stres belum tentu sama

tanggapannya dengan orang lain. Stres diartikan sebagai suatu kondisi dimana

kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidak

seimbangan. Stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan

reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk

menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres (Mashudi, 2011).

Reaksi pertama dari respon stres adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis.

Secara simultan hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem saraf otonom

untuk merangsang respon yang segera terhadap stres. Sistem saraf otonom terbagi

dua yaitu sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis bertanggung

jawab terhadap adanya stimulus stres yaitu berupa peningkatan denyut jantung,

nafas yang cepat dan penurunan aktivitas gastrointestinal. Sedangkan saraf

parasimpatis membuat tubuh kembali ke keadaan istirahat melalui penurunan

denyut jantung, perlambatan nafas dan peningkatan aktivitas gastrointestinal

(Smeltzer, et al ., 2008).

26

Secara fisiologi, keadaan stres akan mengaktivasi hipotalamus yang

selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan

sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatis memberikan respon terhadap impuls

saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos

yang berada di bawah pengendaliannya, salah satunya meningkatkan kecepatan

denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal

untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah (Sherwood, 2010).

Stimulasi aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan resistensi pembuluh darah

perifer dan curah jantung sehingga akan berdampak pada perubahan tekanan

darah yaitu peningkatan tekanan darah secara intermiten atau tidak menentu

(Nasution, 2011). Dr. Shigeo Haruyama, dalam bukunya “The Miracle of

Endorphin”,menyatakan, ketika kita teramat stres munculah hormon noradrenalin.

Jika hormon noradrenalin diproduksi dalam jumlah tepat, maka akan menjalankan

fungsi yang bermanfaat bagi tubuh. Namun, saat hormon noradrenalin dirpoduksi

secara berlebihan akan mempersempit aliran darah ke jantung dan meningkatkan

tekanan darah. Hal ini akan dengan mudah membuat pembuluh darah menjadi

tersumbat. Hormon beta-endorfin membantu mengembalikan kondisi pembuluh

darah menjadi normal seperti semula dan menjaga agar darah dapat mengalir

dengan mudah dan bebas hambatan. Beta-endorfin penangkal stres akan terbentuk

jika seseorang merasa nyaman atau rileks (Haruyama, 2011).

27

2.4 Progressive Muscle Relaxation (PMR)

2.4.1 Definisi

PMR merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang melalui dua

proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh pada satu bagian tubuh

pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan

mengencangkan dan melemaskan otot secara progresif ini dilakukan secara

berturut-turut. Latihan PMR ini dapat dilakukan secara mandiri sehingga

mempermudah seseorang untuk melakukan latihan tanpa perlu bantuan dari orang

lain. Selain itu teknik latihan dari PMR juga dapat dilakukan dalam posisi duduk

maupun tidur sehingga dapat dilakukan dimana saja. PMR merupakan teknik

relaksasi yang sederhana dan efektif untuk mengurangi keteganagn otot,

menurunkan stres dan menurunkan tekanan darah (Kumutha, 2014).

Hal-hal yang diperhatikan saat latihan relaksasi otot progresif adalah

(Hamarno, 2010):

a. Latihan ditempat yang tenang untuk membantu konsentrasi pada

kelompok otot,

b. Melepaskan sepatu dan pakaian tebal yang dapat menggangu proses

latihan,

c. Hindari makan, merokok dan minum-minuman keras sesaat sebelum

latihan,

d. Latihan dilakukan dengan posisi duduk atau tidur dalam keadaan yang

paling nyaman,

e. Jangan menegangkan otot secara berlebihan karena dapat melukai otot

tersebut.

28

2.4.2 Indikasi

PMR dapat diberikan kepada pasien untuk meningkatkan relaksasi dan

kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu mengurangi

ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan darah, menurunkun kadar gula darah,

meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, sehingga fungsional dan

kualitas hidup meningkat (Smeltzer, et al ., 2008). Teknik relaksasi pada tekanan

darah tinggi telah dikatakan memiliki efek positif yang telah di buktikan oleh

Dickinson, et al (2008) menyampaikan 60-90 % klien yang konsultasi ke dokter

keluarga yang terkait dengan stres sebagian besar memiliki tekanan darah tinggi

sehingga manajemen stres dianggap penting sebagai pengobatan anti-hipertensi,

dengan teknik relaksasi yang tepat salah satunya adalah relaksasi otot progresif.

1.4.3 Kontraindikasi

Pasien dengan gangguan otot seperti cidera akut, peningkatan tekanan

intrakranial, dan penyakit arteri koronaria yang berat seharusnya tidak melakukan

relaksasi otot progresif (Hamarno, 2010).

1.4.4 Prosedur

Prosedur PMR terdiri dari 15 gerakan berturut-turut, yaitu (Mashudi,

2011):

29

Tabel 2. 2 Aplikasi Progressive Muscle Relaxaion (PMR)

No. Progressive Muscle

Relaxatin

Gambaran Pelaksanaan

1. Melatih otot tangan

Peserta duduk rileks kemudian

mengepalkan tangan. Peserta diminta

membuat kepalan semakin kuat sambil

merasakan sensasi ketegangan yang terjadi,

tahan selama 5 detik kemudian lepaskan

kepalan perlahan-lahan disertai menarik

nafas dalam dan merasakan rileks selama

10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2

kali.

2. Melatih otot lengan bawah

Peserta duduk rileks dengan menekuk

pergelangan tangan (dorso fleksi wrist)

hingga dapat dirasakan ketegangan, tahan

selama 5 detik kemudian lepaskan

perlahan-lahan disertai menarik nafas

dalam dan merasakan rileks selama 10

detik. Lakukan gerakan yang sama 2 kali.

3. Melatih otot lengan atas

Peserta duduk rileks kemudian

mengepalkan kedua tangan dan menekuk

siku (fleksi elbow) hingga dapat dirasakan

ketegangan, tahan selama 5 detik kemudian

30

lepaskan perlahan-lahan disertai menarik

nafas dalam dan merasakan rileks selama

10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2

kali.

4. Melatih otot-otot bahu

Peserta duduk rileks kemudian mengangkat

kedua bahu (elevasi shoulder) setinggi-

tingginya hingga dapat dirasakan

ketegangan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

5. Melatih otot-otot dahi

Peserta duduk rileks kemudian

mengerutkan dahi dan alis hingga dapat

dirasakan ketegangan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

6. Melatih otot-otot mata Peserta duduk rileks kemudian menutup

mata hingga dirasakan ketegangan, tahan

31

selama 5 detik kemudian lepaskan

perlahan-lahan disertai menarik nafas

dalam dan merasakan rileks selama 10

detik. Lakukan gerakan yang sama 2 kali.

7. Melatih otot-otot rahang

Peserta duduk rileks kemudian

mengatupkan rahang dengan menggigit

gigi hingga dirasakan ketegangan disekitar

rahang, tahan selama 5 detik kemudian

lepaskan perlahan-lahan disertai menarik

nafas dalam dan merasakan rileks selama

10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2

kali.

8. Melatih otot-otot bibir

Peserta duduk rileks kemudian bibir

dimoncongkan hingga dirasakan

ketegangan disekitar mulut, tahan selama 5

detik kemudian lepaskan perlahan-lahan

disertai menarik nafas dalam dan

merasakan rileks selama 10 detik.

Lakukan gerakan yang sama 2 kali.

9. Melatih otot-otot leher

bagian belakang

Peserta duduk rileks kemudian

menekankan kepala pada permukaan

32

bantalan kursi hingga dirasakan

ketegangan pada bagian belakang reher dan

punggung atas, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

10. Melatih otot-otot leher

bagian depan

Peserta duduk rileks kemudian

mendekatkan dagu ke dada (fleksi leher)

hingga dirasakan ketegangan pada leher

bagian depan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

11 Melatih otot-otot punggung

Peserta duduk tanpa bersandar kemudian

busungkan dada (seperti postur lordosis)

hingga dirasakan ketegangan pada

punggung, tahan selama 5 detik kemudian

lepaskan perlahan-lahan disertai menarik

nafas dalam dan merasakan rileks selama

10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2

kali.

33

12 Melatih otot-otot dada

Peserta duduk rileks kemudian tarik nafas

dalam hingga dada terlihat mengembang

tahan selama sesaat, kemudian lepaskan

keteganagn secara perlahan dan peserta

dapat bernafas seperti semula. Lakukan

gerakan yang sama 2 kali.

13 Melatih otot-otot perut

Peserta duduk rileks kemudian tarik perut

kedalam hingga dirasakan ketegangan pada

sekitar perut, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

14 Melatih otot-otot tungkai

Peserta duduk rileks dengan kedua kaki

diluruskan kemudian tekuk pergelangan

kaki (dorso fleksi ankle) hingga dirasakan

ketegangan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

15 Melatih otot-otot betis Peserta duduk rileks dengan kedua kaki

34

1.4.5 Mekanisme Progressive Muscle Relaxation dalam Menurunkan Tekanan

Darah

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara

stres dengan peningkatan tekanan darah sehingga manajemen stres dianggap

penting sebagai pengobatan hipertensi. Relaksasi mampu menghambat stres atau

ketegangan jiwa yang dialami seseorang. Relaksasi merupakan suatu teknik

pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan

parasimpatis. Sistem saraf simpatis bertanggung jawab terhadap adanya stimulus

stres yaitu berupa peningkatan denyut jantung, nafas yang cepat dan penurunan

aktivitas gastrointestinal. Sedangkan saraf parasimpatis membuat tubuh kembali

ke keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan nafas dan

peningkatan aktivitas gastrointestinal (Smeltzer, et al ., 2008). Pengaruh saraf

parasimpatis pada sirkulasi yang paling penting adalah pengaturan frekuensi

jantung melalui serabut-serabut saraf parasimpatis yang menuju jantung melalui

nervus vagus. Perangsangan saraf-saraf parasimpatis yang menuju ke jantung

diluruskan kemudian tekuk pergelangan

kaki (plantar fleksi ankle) hingga dirasakan

ketegangan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

35

(vagus) menyebabkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung saraf vagus.

Asetilkolin yang dilepaskan pada ujung saraf vagus sangat meningkatkan

permeabilitas membran serabut terhadap ion kalium. Hal ini akan menyebabkan

peningkatan kenegatifan di dalam serabut (hiperpolarisasi). Keadaan

hiperpolarisasi akan menurunkan potensial membran, sehingga akan menurunkan

frekuensi irama nodus sinus dan akan menurunkan eksitabilitas serabut-serabut

penghubun A-V yang terletak diantara otot-otot atrium dan nodus A-V, sehingga

akan memperlambat perjalanan impuls jantung yang menuju ke ventrikel (Guyton

& Hall, 2008).

Gambar 2. 4 Anatomi pengaturan sirkulasi oleh saraf simpatis dan

parasimpatis ke jantung

(Sumber: Guyton & Hall, 2008)

Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan total

peripheral resistance dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis.

Teknik relaksasi membuat otot-otot pembuluh darah arteri dan vena

36

bersamaan dengan otot-otot lain dalam tubuh menjadi rileks. Terjadinya

relaksasi otot-otot dalam tubuh ini berpengaruh terhadap penurunan kadar

norepinefrin dalam tubuh (Shinde, et al ., 2013). Dalam keadaan otot-otot

yang rileks juga menyebarkan stimulus ke hipotalamus sehingga jiwa dan

organ dalam tubuh manusia benar-benar merasakan ketenangan dan

kenyamanan yang kemudian akan menekan sistem saraf simpatis sehingga

terjadi penurunan produksi hormon epinefrin dan norepinefrin. Menurut

Black & Hawk (2005), relaksasi juga mengakibatkan regangan pada arteri

akibatnya terjadi vasodilatasi pada arteri & vena difasilitasi oleh pusat

vasomotor, ada beberapa macam vasomotor yang salah satunya adalah

reflek baroreseptor. Reflek baroreseptor saat relaksasi akan menurunkan

aktifitas saraf simpatis dan epinefrin serta peningkatan saraf parasimpatis

sehingga kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun,

serta terjadi vasodilatasi arteriol dan venula. Selain itu curah jantung,

resistensi perifer total juga menurun sehingga tekanan darah turun.