How consistent are lordosis, range of movement and lumbo-pelvic ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · lordosis dan kifosis secara bergantian jika...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · lordosis dan kifosis secara bergantian jika...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Klinis Low Back Pain Mogenik
2.1.1 Definisi Low Back Pain Miogenik
Nyeri punggung bawah miogenik adalah nyeri pada punggung bawah yang
disebabkan oleh gangguan pada unsur tendomusculer tanpa disertai dengan
gangguan neurologis antara vertebra torakal 12 sampai dengan bagian bawah
pinggul dan anus (Magee, 2013). LBP miogenik berhubungan dengan gangguan
otot di daerah punggung bawah, tendon, dan ligamen yang bisa timbul pada saat
melakukan aktifitas sehari-hari secara berlebihan, seperti duduk lama, berdiri
lama atau mengangkat beban berat dengan cara yang salah, dimana nyeri
bersifat tumpul dan tidak menjalar ke tungkai (Magee, 2013). Gangguan yang
terjadi pada LBP miogenik yaitu nyeri tekan pada regio lumbal, spasme otot-
otot punggung bawah, sehingga dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
antara otot abdominal dan paravertebrae, yang dapat mengakibatkan terjadinya
keterbatasan gerak. Adanya ketidakseimbangan tersebut akan menyebabkan
penurunan mobilitas lumbal akibat adanya nyeri, spasme, ketidakseimbangan
otot tersebut, sehingga aktivitas fungsional terganggu, terutama aktivitas yang
memerlukan gerak membungkuk dan memutar badan (Meliana & Pinzon,
2004).
9
2.1.2 Etiologi
Menurut Borenstein dan Wiessel (2004), faktor-faktor penyebab nyeri
punggung bawah dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu :
a). Faktor statik
Faktor mekanik statik adalah deviasi sikap atau postur tubuh yang
menyebabkan peningkatan sudut lumbosakral (sudut antara segmen
Vertebra L5 dan Vertebra S1) yang normalnya 30-34 derajat, atau
peningkatan lengkung lordotik lumbal dalam waktu yang cukup lama, serta
menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan (center of gravity/CoG),
yang normalnya berada di garis tengah sekitar 2,5 cm di depan segmen
Vertebra S2. Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran CoG tersebut
akan menyebabkan peregangan pada ligamen dan berkontraksinya otot-otot
yang berusaha untuk mempertahankan postur tubuh yang normal, akibatnya
dapat terjadi sprain atau strain pada ligamen atau otot-otot sekitar punggung
bawah yang menimbulkan nyeri (Pandono, 2008).
b.) Faktor dinamik
Faktor mekanik dinamik atau kinetik yaitu terjadinya stress atau beban
mekanik abnormal pada struktur jaringan (ligamen atau otot) di daerah
punggung bawah saat melakukan gerakan. Stress atau beban mekanik
tersebut melebihi kapasitas fisiologik atau toleransi otot maupun ligamen di
daerah punggung bawah. Timbulnya nyeri adalah akibat kelainan pada
ritme lumbal pelvis yaitu karena fungsinya tidak sempurna. Gerakan yang
potensial menimbulkan nyeri punggung bawah muskuloskeletal adalah
10
gerakan kombinasi terutama fleksi dan rotasi, dan bersifat repetitif, apalagi
disertai dengan beban, misalnya ketika sedang mengangkat beban yang
berat (Pandono, 2008). Menurut Bull dan Archad (2007), faktor-faktor
resiko pada nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama,
yaitu faktor eksternal atau pekerjaan dan faktor internal :
1) Faktor eksternal atau pekerjaan
a). pekerjaan fisik yang berat, yang terutama memberikan tekanan yang
cukup besar pada punggung bawah;
b). pekerjaan yang berhubungan dengan posisi statik yang berkepanjangan,
misalnya berdiri atau duduk yang cukup lama, apalagi disertai dengan
vibrasi atau getaran pada tubuh.
c). pekerjaan yang dilakukan dengan gerakan membungkuk atau memutar
tubuh secara berulang-ulang.
d). pekerjaan yang membosankan, repetitif, atau tidak memberikan
kepuasan.
2) Faktor internal
Faktor internal berkaitan dengan individu itu sendiri, antara lain :
a) umur, dari berbagai studi epidemiologik, kejadian nyeri punggung bawah
meningkat pada usia 30 tahun dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 55
tahun
b) antropometrik, berhubungan dengan berat badan, individu dengan
obesitas mempunyai resiko yang lebih besar mengalami nyeri punggung
11
bawah karena obesitas menyebabkan hiperlordosis lumbal sehingga terjadi
pergeseran titik pusat berat badan ke depan.
2.1.3 Patofisiologi Low Back Pain Miogenik
Keluhan utama pasien LBP miogenik adalah adanya nyeri, spasme, dan
keterbatasan fungsional yang berhubungan dengan mobilitas lumbal. Nyeri
merupakan pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan pada tubuh (Meliana & Pinzon, 2004).
Nyeri terjadi jika saraf sensori perifer, yang disebut nociseptor terpicu oleh
rangsang mekanik, kimiawi maupun thermal maka impuls nyeri akan
dihantarkan ke serabut-serabut afferen cabang spinal, dari medula spinalis
impuls diteruskan ke otak melalui traktus spinotalamikus kolateral, selanjutnya
akan memberikan respon terhadap impuls saraf tersebut. Respon tersebut
berupa upaya untuk menghambat atau mensupresi nyeri dengan pengeluaran
substansi peptida endogen yang mempunyai sifat analgesik yaitu endorphin.
Impuls nyeri yang mencapai medulla spinalis, akan memicu respon reflek spinal
segmental yang menyebabkan spasme otot dan vasokonstriksi (Tan, 2006).
Spasme otot yang terjadi disini adalah merupakan suatu mekanisme proteksi,
karena adanya spasme otot akan membatasi gerakan sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih berat, namun dengan adanya spasme otot, juga terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan iskemia dan sekaligus
menjadi titik picu terjadinya nyeri (Meliala & Pinzon, 2004).
Pada nyeri miogenik, aktivasi nosiceptor umumnya disebabkan oleh
rangsangan mekanik, yaitu penggunaan otot yang berlebihan Penggunaan otot
12
yang berlebihan dapat terjadi pada saat tubuh dipertahankan dalam posisi statik
atau posisi yang salah dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana otot-otot
di daerah punggung akan berkontraksi untuk mempertahankan postur tubuh
yang normal (Bernard, 2003).
Penggunaan otot yang berlebih ini akan menimbulkan iskemia atau inflamasi
sehinga akan terjadi peningkatan berbagau mediator inflamasi seperti
histamine, bradikinin, serotonin, atau 5-hydroxytriptamine (5-HT) dan
prostaglandin (PGE 2) (Meliala & Pinzon, 2004). Mediator inflamasi tersebut
akan mensensitisasi nociseptor otot, akibatnya otot menjadi lebih sensitif,
stimulasi yang seharusnya tidak menimbulkan nyeri dapat menimbulkan
terjadinya nyeri. Setiap gerakan pada otot dapat menimbulkan nyeri sekaligus
menambah spasme otot. Adanya spasme otot menyebabkan ketidakseimbangan
otot abdominal dan paravertebrae, maka akan membatasi mobilitas lumbal
terutama untuk gerakan membungkuk (fleksi) dan memutar (rotasi) (Hills,
2006). Nyeri dan spasme otot seringkali membuat individu takut menggunakan
otot-otot punggungnya untuk melakukan gerakan lumbal, selanjutnya akan
menyebabkan perubahan fisiologi pada otot tersebut yaitu berkurangnya massa
otot dan penurunan kekuatan otot, akhirnya menimbulkan penurunan tingkat
aktivitas fungsionalnya (Hills, 2006).
13
2.1.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala LBP miogenik adalah ditemukannya nyeri otot yang dikenal
sebagai nyeri miogenik, yaitu nyeri yang tidak wajar yang tidak sesuai dengan
distribusi saraf serta dermatom dengan reaksi yang sering berlebihan. Nyeri
tersebut ditandai dengan adanya nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan
(triger point), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang bersangkutan (loss
of range motion), spasme otot punggung bawah. Adanya spasme otot daerah
lumbosakral, ketidakseimbangan otot stabilisator dan fiksator trunk, mobilitas
lumbosakral terbatas, sehingga mengalami penurunan aktivitas fungsional.
keluhan akan hilang apabila kelompok otot lumbosakral diregangkan
(Riyantania, 2010)
2.1.5 Anatomi Terapan dan Biomekanik
Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai struktur pada columna
vertebralis dan struktur regio lumbal
1. Columna vertebralisdan Regio Lumbal
a. Tulang vertebra
Tulang vertebra adalah sekumpulan tulang yang tersusun dalam
columna vertebralis yang berfungsi untuk menjaga tubuh pada posisi
berdiri di atas dua kaki. Garis berat tubuh manusia di kepala berawal
dari vertex, diteruskan melalui columna vertebralis ke tulang panggul
yang selanjutnya akan meneruskan lagi ke tungkai melalui acetabulum.
Dalam menjalankan fungsinya menahan berat badan, tulang-tulang
14
vertebra diperkuat oleh ligamen dan otot-otot yang sekaligus mengatur
keseimbangan gerakannya (Wibowo, 2007).
Columna vertebralis dibentuk oleh serangkaian tulang vertebra yang
teridiri dari 7 buah vertebrae cervicales, 12 buah vertebrae thoracicae,
5 buah vertebrae lumbal, os sacrum dan coccyx. Os sacrum merupakan
penyatuan dari 5 buah vertebrae sacrales, dan coccyx terdiri dari 4 buah
vertebrae coccyeae. Dengan demikian dikatakan bahwa columna
vertebralis dibentuk oleh 33 buah tulang vertebra (Wibowo, 2007).
Tulang-tulang vertebra pada columna vertebralis membentuk curva
lordosis dan kifosis secara bergantian jika dilihat pada bidang sagital.
Segmen cervical dan lumbal membentuk kurva lordosis dimana derajat
lordosis pada segmen cervical lebih kecil dari pada derajat lordosis
pada segmen lumbal. Pada segmen thoracic dan sacrococcygeal
memebentuk kurva kifosis. Posisi kurva pada posisi netral tersebut
bukanlah posisi yang mutlak.Antara ruas-ruas tulang vertebra
dihubungkan oleh discus intervertebralis yang memungkinkan untuk
terjadinya gerakan secara dinamis (Neumann, 2002).
15
Gambar 2.1 Kurva Vertebra dilihat dari lateral
Sumber: http://www.spineuniverse.com
b. Lumbal spine
Tulang vertebralumbal memiliki bentuk yang lebar dan besar,
vertebralumbal sesuai untuk menyangga seluruh beban dari kepala,
badan dan ekstremitas atas. Tulang lumbal berhubungan dengan lower
thorakal, upper sacral, dan hip pelvic complex. Sendi lumbal terdiri
atas 5 ruas corpus vertebralis yang merupakan bagian dari columna
vertebralis (Wibowo, 2007).
Pada setiap ruas tulang terbentuk atas sebuah corpus yang bentuknya
mirip ginjal. Lumbal memiliki corpus yang lebih besar dan tebal jika
dibandingkan dengan corpus vertebralis yang lain dan bentuknya
kurang lebih bulat dengan bagian atas dan bawah yang datar, satu
processus spinosus, yang mengarah pada bidang sagital, dua processus
16
transversus, sepasang processus articularis superior dan inferior,
dimana kedua bagian ini saling bertemu pada kedua belah sisi dalam
bentuk sendi facet dan foramen intervertebralis, tempat menjalarnya
cauda equina dimana merupakan lanjutan dari spynal cord, dengan
kurva lordosis yang dimiliki oleh lumbal menyebabkan lumbal
menerima beban paling besar dari segmen columna vertebralis lainnya.
Selain itu lumbal juga mempunyai mobilitas yang tinggi (Wibowo,
2007).
Gambar 2.2Vertebralumbal (Cael, 2010)
Gerakan pada collumna vertebralis bergantung pada segmen mobile,
yaitu , 2 sendi facet dan jaringan lunak diantaranya. Segmen tersebut
memberikan beberapa derajat gerakan pada setiap regio (Kurniasih,
2011). Pada regio lumbal, orientasi sendi facet lebih kedalam bidang
sagital sehingga gerak yang dominan adalah fleksi – ekstensi.
Disamping itu, terjadi gerakan lateral fleksi kiri dan kanan serta rotasi
(Kurniasih, 2011). Pada gerakan fleksi , corpus vertebra bagian atas
17
akan bergerak menekuk kearah anterior sehingga terjadi peregangan
pada discus intervertebralis bagian posterior (Kurniasih, 2011). Pada
gerakan ekstensi, corpus vertebra bagian atas akan bergerak menekuk
kearah posterior, sementara discus menjadi mampat pada bagian
posterior dan teregang pada bagian anterior. Ligamen longitudinal
anterior juga mengalami penguluran sementara ligamen longitudinal
posterior rileks. Dengan demikian, gerakan ekstensi dibatasi oleh
struktur tulang dari arkus vertebra dan ketegangan ligamen
longitudinal anterior (Kurniasih, 2011).Pada gerakan lateral fleksi ,
corpus vertebra bagian atas akan bergerak kearah ipsilateral, sementara
discus sisi kontralateral mengalami ketegangan karena bergeser kearah
kontralateral (Kurniasih, 2011).Pada bagian rotasi, vertebra bagian atas
berotasi pada vertebra bagian bawah ,tetapi gerakan rotasi ini hanya
terjadi disekitar pusat rotasi. Discus intervertebralis tidak berperan
dalam gerakan rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh sendi
facet vertebra lumbal (Kurniasih, 2011).
c. Discus Intervertebralis
Discus intervertebralis merupakan struktur penghubung antara
ruas-ruas vertebra yang cukup besar (Kurniasih, 2011). Fungsi discus
intervertebralis antara lain memperluas gerak antar tulang vertebra,
sebagai shock absorber, melindungi permukaan sendi ruas-ruas
vertebra yang bersangkutan serta sebagai stabilisasi tulang vertebra
(Neumann, 2002).
18
Discus intervertebralis memiliki nucleus pulposus yang berbentuk
bulat ibarat bola yang terletak antara dua papan, sehingga memiliki
derajat gerak yaitu :
1. Tilting ke depan-belakang dalam bidang sagital sebagai fleksi -
ekstensi, gliding ke depan-belakang dalam bidang sagital sebagai
anterior-posterior glide
2. Tilting kesamping kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai lateral
fleksi kanan-kiri, gliding kesamping kanan-kiri dalam bidang frontal
sebagai gerak geser kanan-kiri
3. Rotasi kanan-kiri dalam bidang transversal sebagai rotasi kanan-
kiri, gliding sumbu longitudinal sebagai traksi-kompresi
(Sudaryanto, 2013)
d. Ligamen
Ligamen memperkuat columna vertebralis sehingga membentuk
postur tubuh seseorang. Ligamen-ligamen tersebut antara lain :
1) Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior merupakan jaringan fibrous
yangterdapat di sepanjang bagian depan columna vertebralis.
Ligamenum ini dimulai dari os occipital dan berakhir pada os
sacrum, makin kebawah ukurannya semakin lebar namun pada
daerah thoracal ligamen ini menyempit (Wibowo, 2007).Fungsi
ligamen tersebut menyatukan ruas-ruas vertebra dari arah depan,
19
tetapi tidak cukup kuat memfiksir annulus fibrosus discus
intervertebralis (Kurniasih, 2011).
2) Ligamen longitudinal posterior
Di bagian belakang corpus, di dalam canalis vertebralis terdapat
ligamen longitudinal posterior. Berbeda dengan yang anterior,
ligamen longitudinal posterior berawal dari corpus cervicalis kedua
dan juga berakhir pada permukaan anterior canalis ossos sacri
(Wibowo, 2007).
Ligamen ini melekat pada discus intervertebralis, oleh karena
ligamen ini dapat mengfiksir atau menutupi discus intervertebralis
sehingga berfungsi membatasi gerakan terutama gerakan fleksi dan
ekstensi serta berperan sebagai pelindung. Namun karena ligamen
ini tidak melekat secara penuh, maka pada bagian posterolateral dari
discus intervertebralis tidak terlindungi. Ligamen ini sangat sensitif
karena banyak mengandung serabut saraf afferentt nyeri (A δ dan
tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang banyak (Kurniasih, 2011).
3) Ligamen intertransversal
Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus
transversus dan berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini
mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral (Sudaryanto,
2004).
4) Ligamen flavum
20
Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra
tepatnya pada setiap lamina vertebra, kearah anterior dan lateral,
ligamen ini menutup capsular dan ligamen anteriomedial sendi
facet. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto,
2004).
5) Ligamen interspinosus
Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus
spinosus dan memanjang kearah posterior dengan ligamen
supraspinosus. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat
gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto, 2004).
6) Ligamen supraspinosus
Ligamen ini melekat pada setiap ujung processus spinosus. Pada
regio lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu dengan
serabut insersio otot lumbodorsal. Ligamen ini berperan sebagai
stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal (Sudaryanto, 2004).
Gambar 2.3 Ligamen - ligamen yang memperkuat columna vertebralis
e. Otot – Otot Vertebra Lumbal
Sistem otot / muscular pada regio punggung bawah bila dilihat pada
irisan transversal, dapat dikelompokkan menjadi dinding anterior, lateral
21
dan posterior. Namun karena tidak ada batas jelas antara dinding anterior
dan lateral maka lebih mudah bila memakai istilah antero-lateral. Dinding
antero-lateral ini disusun oleh otot-otot abdominal dan fascia abdominalis,
sedangkan dinding posterior oleh otot-otot paravertebral dan columna
vertebralis.
1. Dinding Antero Lateral
Otot-otot abdominal (dinding antero-lateral) tersusun atas tiga lapisan.
Lapisan pertama adalah otot oblikus eksternus abdominis, lapisan ke dua
adalah otot oblikus internus sedangkan lapisan ke tiga adalah otot
transversus abdominis dan otot rektus abdominis.
a. Otot oblikus eksternus berorigo di permukaan eksternal kosta ke 5 – 12;
insersio pada linea alba, tuberkulum pubikum dan setengah bagian
anterior krista iliaka; fungsi untuk fleksi dan rotasi trunk.
b. Otot oblikus internus berorigo dari fascia torakolumbal, 2/3 bagian
anterior krista iliaka dan separuh bagial lateral ligamen inguinal;
insersio pada sisi posterior kosta ke 10 – 12, linea alba dan pekten pubis;
fungsinya dalam kompresi dan penyanggaan viscera abdominal serta
fleksi dan rotasi trunk.
c. Otot transversus abdominis berorigo dari permukaan internal kartilago
kosta ke 7 – 12, fascia torakolumbal, krista iliaka dan 1/3 lateral ligamen
inguinal; insersio pada linea alba, krista pubikum, lapisan anterior
selubung rectus dan pekten pubis; berfungsi menarik dan
22
mengencangkan dinding abdominal, kompresi/menekan serta
menyangga viscera abdominal.
d. Otot rektus abdominis berorigo pada simpisis pubis dan krista pubikum,
insersio di prosesus xifoideus dan kartilago kosta ke 5 – 7, fungsinya
untuk fleksi trunk, menekan viscera abdominal dan mengontrol tilting
pelvis (antilordosis).
Gambar 2.4 Otot deep abdominal (Cael, 2010)
Bagian Lateral abdomen terdapat otot quadratus lumborum dan otot
psoas dapat dimasukkan ke dalam lapisan otot deep dari dinding lateral
(Kapandji, 2010). Otot quadratus lumborum memiliki tiga jenis serabut
yaitu serabut yang berjalan dari kosta 12 ke krista iliaka, serabut dari kosta
12 ke prosesus transversus vertebra lumbal dan serabut dari prosesus
transversus vertebra lumbal 1-4 ke krista iliaka. Otot psoas terdiri dari
psoas mayor dan psoas minor. Origo kedua otot ini adalah di sisi lateral
vertebra torakal 12 – lumbal 5 dan prosesus transversus vertebra lumbal,
23
insersio psoas mayor pada trokantor minor femur dan psoas minor pada
linea pektinea.
2. Dinding Posterior
Otot-otot dinding posterior dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
otot-otot ekstrinsik dan intrinsik.
a. Kelompok ekstrinsik meliputi lapisan otot-otot superficial dan
intermediate yang berfungsi menghasilkan dan mengontrol gerakan
ekstremitas serta respirasi. Otot ekstrinsik yang sampai ke regio punggung
bawah hanyalah latissimus dorsi. Otot ini berorigo di Krista iliaka, 4 kosta
terbawah, 6 vertebra torakal terbawah dan fascia torakolumbal, insersio di
fossa intertuberkularis humeri. Fungsinya lebih banyak pada gerakan
ekstensi sendi bahu.
b. Otot-otot intrinsik terbagi menjadi tiga lapisan yaitu superficial,
intermediate dan deep. Namun pada regio punggung bawah hanya terdapat
lapisan intermediate dan deep. Otot-otot intrinsik berperan utama pada
gerakan kolumna vertebralis dan pemeliharaan postur. Otot-otot pada regio
punggung bawah sebagian besar termasuk kelompok intrinsik. Pada lapisan
intermediate terdapat otot paravertebral / erector spine yaitu otot
iliocostalis, otot longissimus dan otot spinalis. Otot-otot ini disebut “otot
panjang” punggung, merupakan otot dinamik yang menghasilkan gerakan
ekstensi saat beraksi secara bilateral. Lapisan deep disusun oleh otot-otot
yang berjalan oblik, terdiri dari otot semispinalis,otot multifidus dan otot
rotator. Otot-otot ini berasal dari prosesus transversus vertebra di bawah
24
dan melekat pada prosesus spinosus vertebra di atasnya. Kerja otot-otot ini
relatif inaktif pada posisi berdiri santai, namun aksinya sangat diperlukan
sebagai otot postural statik untuk menjaga stabilitas columna vertebralis
(Moore dan Dalley, 2004).
Gambar 2.5 Otot- otot Paravertebral
(Putz R dan Pabst R, 2006)
2.1.6 Biomekanik Vertebra lumbal
Biomekanik adalah studi tentang struktur dan fungsi dari sistem biologis
dengan mekanika. Ditinjau dari keluasan gerak sendinya, sendi tersebut termasuk
amphiartrosis (hyaline joint). Adapun bidang geraknya antara lain bidang gerak
sagital , transversal dan frontal. Sedangkan gerakan yang terjadi yaitu fleksi,
ekstensi, rotasi, dan latero fleksi. Pada pemeriksaan gerakan dari columna
vertebralis ini mengambil titik pusat pada sendi lumbosacral (Kapandji, 2010).
1) Gerakan fleksi lumbal
25
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis gerakan frontal. Sudut
yang normal gerakan fleksi lumbal sekitar 60º. Gerakan ini dilakukan oleh otot
fleksor yaitu otot rectus abdominis dibantu oleh otot-otot ekstensor spine
(Kapandji, 2010).
2) Gerakan Ekstensi lumbal
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis frontal. Sudut ekstensi
lumbal sekitar 35º. Gerakan ini dilakukan oleh otot spinalis dorsi, otot longisimus
dorsi dan iliocostalis lumborum (Kapandji, 2010).
3) Gerakan Rotasi
Terjadi di bidang horizontal dengan aksis melalui processus spinosus
dengan sudut normal yang dibentuk 45º dengan otot penggerak utama m.
iliocostalis lumborum untuk rotasi ipsi lateral dan kontra lateral, bila otot
berkontraksi terjadi rotasi ke pihak berlawanan oleh m. obliqus eksternus
abdominis. Gerakan ini dibatasi otot rotasi samping yang berlawanan dan ligamen
interspinosus (Kapandji, 2010).
4) Gerakan Lateral Fleksi
26
Gerakan pada bidang frontal dan sudut normal yang dibentuk sekitar
30°dengan otot penggerak m. obliqus internus abdominis, m. rektus abdominis
(Hislop dan Montgomery, 2013).
Gambar 2.6 Posisi Collumna Vertebralis saat melakukan gerakan sederhana
Keterangan:
A. Posisi collumna pada saat beristirahat
B. Posisi collumna pada saan teregang
C. Posisi collumna pada saat terkompresi
D. Posisi collumna pada saat ekstensi, tulang vertebra di atas bergerak ke posterior
sehingga nucleus terdorong ke anterior.
27
2.2 Konsep Dasar Nyeri
2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri menurut The International For Study of Pain (IASP) adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau berpotensi terjadinya kerusakan jaringan
atau menggambarkan adanya kerusakan jaringan. Nyeri juga merupakan
suatu refleks untuk menghindari dari semacam bahaya, tetapi perasaan nyeri
itu terlalu keras atau berlangsung terlalu lama akan berakibat tidak baik bagi
badan (William, 2005). Nyeri dapat juga diartikan sebagai refleks untuk
menghindari rangsangan dari luar badan, atau melindungi badan dari hal-
hal yang membahayakan tubuh dan menjadi sinyal adanya kerusakan
jaringan. Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi atas :
1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat
adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor
2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer
pada sistem saraf
3. Nyeri idiopatik, nyeri dimana kelainan patologi tidak dapat
ditemukan
4. Nyeri psikologik, penyebab nyeri tidak dapat ditemukan kelainan
organik tetapi penderita mengeluh nyeri. Dan biasanya keluhan nyeri
sering berubah-ubah (Kurniasih, 2011).
28
2.2.2 Mekanisme Timbulnya Nyeri
Impuls disampaikan oleh serabut saraf yang bermyelin besar dan
kecil, aktivitas dari serabut saraf besar akan menghambat aktivitas
substansia gelatinosa yang menyebabkan pintu gerbang tertutup sehingga
impuls nyeri tidak sampai, sedangkan saraf yang bermyelin kecil
memperlancar impuls masuk kedalam substansia gelatinosa selanjutnya
naik ke otak untuk diterjemahkan sebagai nyeri. Ada empat proses dalam
transmisi nyeri :
1. Proses transduksi
Merupakan proses dimana suatu stimulasi nyeri diubah menjadi
suatu aktivitas listrik yang akan diterima oleh ujung – ujung saraf. Stimulasi
ini dapat berupa stimulasi fisik mekanis (berupa tekanan), thermis (panas
dan dingin), atau kimiawi (Kurniasih, 2011).
2. Proses transmisi
Yaitu penyaluran impuls melalui saraf sensorik menyusul proses
transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut A δ dan serabut C
sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus
spinothalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls
disalurkan kedaerah somatosensorik diskorteks serebri melalui neuron
ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai
persepsi nyeri (Kurniasih, 2011)
29
3.Proses modulasi
Proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen
yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke cornu
posteriormedulla spinalis. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin,
endorfin, serotinin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada
cornu posteriormedulla spinalis. Cornu posterior ini dapat diibaratkan
sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka untuk menyalurkan impuls
nyeri. Proses terbuka dan tertutupnya pintu nyeri tersebut diperankan oleh
sistem analgesik endogen (Kurniasih, 2011). Modulasi nyeri terdapat empat
tingkatan yaitu:
a. Level sensoris
Pada tingkat ini terjadi pada proses transduksi, dimana rangsang
nyeri yang diterima diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan
diterima ujung-ujung saraf bebas (Kurniasih, 2011).
b. Level spinal
Pada level spinal dimulai terjadinya proses transmisi dimana impuls
nyeri disalurkan melalui saraf sensorik menyusul proses transduksi.
Axon dari saraf afferent yang membawa rangsang nyeri mencapai
medulla spinalis hingga ke dorsal root. Sel-sel di cornu posterior
bertugas memproses informasi yang diterima oleh stimulus nyeri. Sel-sel
ini juga dapat berfungsi sebagai alat dalam mekanisme inhibisi dan
fasilitasi nyeri dari pusat kontrol (Kurniasih, 2011). Impuls nyeri pada
tingkat ini dapat dikurangi dengan pelepasan encepalin dan terjadinya
30
inhibisi pelepasan substansi P, dimana substansi ini dapat meningkatkan
sensitifitas ujung-ujung serabut saraf (Kurniasih, 2011).
c. Level supraspinal
Pada tingkat ini terdapat dua jalur ascending utama, yaitu tractus
spinothalamicus, dandorsal colum postsynaptic spinomedularly
system.Tractus spinothalamicus sangat penting untuk transmisi baik
rangsang nyeri maupun panas ke pusat. Tractus spinothalamicus berakhir
di thalamus. (Kurniasih, 2011).
Thalamus berfungsi sebagai stasiun relay untuk informasi sensorik.
Neuron-neuron di thalamus menerima input dari beberapa area di perifer
untuk diteruskan ke corteks serebri. Pelepasan endorpin dan cortisol
dapat mengurangi rasa nyeri pada tingkat ini karena efek analgesiknya
(Kurniasih, 2011).
d. Level sentral
Modulasi nyeri pada level sentral melibatkan sistem limbic sebagai
pusat emosional. Proses akhir dari rangkaian proses nocisepsi adalah
persepsi. Persepsi merupakan cara seseorang memperlakukan secara
aktual nyeri yang dirasakannya, yang mencakup sikap dan tingkah laku
yang kompleks, psikis dan faktor emosional yang tertinggi mencakup
rasa takut yang berlebihan dan gembira, kadang – kadang secara
temporer dapat memblokade impuls nyeri di cornu posterior medulla
spinalis (Kurniasih, 2011).
31
e. Proses Persepsi
Adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks yang dimulai
dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada gilirannya
akan menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal dengan
persepsi nyeri (Kurniasih, 2011).
2.3 Pengukuran Nyeri
2.3.1 Pengukuran Nyeri Fungsional
Pengukuran kondisi spesifik status kesehatan sering digunakan dalam
percobaan klinis untuk perbaikan pasien. Salah satu pengukuran nyeri fungsional
adalah Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire. Perkembangan
Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire di prakarsai pertama kali oleh
John O’Brien pada tahun 1976. Indeks tersebut dirancang sebagai ukuran untuk
penilaian dan hasil (Hiagian, 2013)
2.3.2 Penilaian Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire
Sampel diminta untuk mengekpresikan derajat nyeri yang dialami
menggunakan Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire yang telah
dimodifikasi untuk masyarakat Indonesia. Terdapat 10 bagian pertanyaan yang
masing-masingnya membahas tentang intensitas nyeri, kebutuhan pribadi,
mengangkat beban, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kehidupan sosial, kehidupan
sexual, dan bepergian (Hiagian, 2013).
Dari masing-masing petanyaan terdapat enam pilihan pernyataan jawaban
dengan nilai total 5. Apabila pernyataan jawaban pertama dipilih, maka nilainya
adalah 0 sedangkan bila pernyataan jawaban kelima yang dipilih, maka nilainya
32
adalah 5. Apabila lebih dari satu pernyataan jawaban yang pilih maka pilih yang
nilainya paling tinggi. Apabila seluruh pertanyaan sudah dijawab maka nilainya
dikalkulasian sebagai berikut : apabila 16 (nilai total) dari 50 (nilai total yang
memungkinkan) x 100% = 32% (Hiagian, 2013).
Berikut adalah interpretasi nilai dari Modified Oswestry Low Back Pain
Disability Questionnaire :
Tabel 2.1 Interpretasi nilai Modified Oswestry Low Back Pain Disability
Questionnaire (Hiagian, 2013)
Hasil Interpretasi
0% - 30% Disabilitas ringan
31% - 60% Diasabilitas sedang
61% - 100% Disabilitas berat
2.4 Intervensi Infrared dan Massage pada Low Back Pain Miogenik
2.4.1 Definisi
Infrared merupakan pancaran gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 7.700 sampai 4 juta Ao. Infrared dapat digunakan untuk
mengatasi keluhan yang hanya sampai di bagian kulit. Sebagian besar
radiasi infrared yang datang pada kulit akan langsung diserap oleh lapisan
kulit bagian luar. Bagian dalam kulit akan mengalami pemanasan dari
aliran darah sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Apabila sinar
33
infra red diabsorbsi oleh kulit, maka akan terjadi peningkatan suhu secara
lokal.
2.4.2 Mekanisme penurunan nyeri pada penderita Low Back Pain Miogenik
dengan modalitas infrared
Pemanasan pada jaringan superfisial dapat menghasilkan relaksasi
dari otot skelet. Reaksi ini merupakan refleks alamiah yang dicetuskan oleh
efek reseptor suhu pada kulit. Stimulasi pada superfisialis dapat mengurangi
aktivitas serabut gamma sehingga kepekaan otot spindel akan berkurang.
Selain itu dengan pemberian pemanasan dengan modalitas infrared dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga menyebabkan aliran
darah pada daerah nyeri yang diakibatkan oleh Low back pain miogenic
menjadi lancar. Pemberian infra red menyebabkan kulit akan tampak
kemerah-merahan, hal ini disebabkan karena adanya dilatasi pada pembuluh
darah kapiler dan arteriole. Keadaan ini merupakan reaksi tubuh terhadap
adanya energi panas yang diterima oleh ujung-ujung syaraf sensoris yang
kemudian dipengaruhi mekanisme pengatur panas (heat regulating
mechanism). Dengan sirkulasi darah yang meningkat ini, maka pemberian
nutrisi dan oksigen meningkat, sehingga kadar sel darah merah dan anti
bodies dalam jaringan akan meningkat. Dengan demikian jaringan akan
menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang
juga semakin baik. Dengan lancarnya sirkulasi darah maka zat ”P” juga akan
ikut terbuang, sehingga rasa nyeri berkurang dan terjadi relaksasi otot
(Prentice, 2002). Adapun efek Infra red terhadap jaringan seperti berikut :
34
a) Efek fisiologis
1.Meningkatkan proses metabolisme.
Suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat dengan adanya panas atau
kenaikan temperatur akibat pemanasan. Proses metabolisme yang
terjadi pada lapisan superficial kulit akan mengalami peningkatan
sehingga pemberian oksigen dan nutrisi ke jaringan menyebabkan
pengeluaran sampah-sampah sisa hasil pembakaran dalam tubuh dan
adanya perbaikan pada jaringan.
2.Vasodilatasi pembuluh darah
Efek thermal yang dihasilkan oleh sinar infrared dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah kapiler dan artiole. Kulit akan mengadakan
reaksi dan berwarna kemrah-merahan yang disebut erythema. Untuk ini
mekanisme vasomotor mengadakan reaksi dengan jalan pelebaran
pembuluh darah sehingga jumlah panas daratakan keseluruh jaringan
lewat sirkulasi darah. Dengan sirkulasi darah yang miningkat, maka
pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan meningkat,
sehingga pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan
terhadap radang juga baik.
3. Pigmentasi
Penyinaran yang berulang-ulang dengan sinar infra red dapat
menimbulkan pigmentasi pada tempat yang disinari. Hal tersebut
disebabkan oleh karena adanya perubahan sel-sel darah merah di tempat
tersebut.
35
4. Pengaruh terhadap jaringan otot.
Kenaikan temperatur membantu terjadi relaksasi otot, pemanasan juga
akan mengaktifkan terjadinya pembuangan sisa-sisa metabolisme.
5. Distruksi Jaringan.
Penyinaran yang diberikan dapat menimbulkan kenaikan temperatur
jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama
sehingga diluar toleransi jaringan penderita.
b).Efek terapeutik
1) Mengurangi rasa sakit
Mild heating menimbilkan efek sedatif pada superficial sensoris
nerve ending, stronger heating dapat counter iritation yang akan
menimbulkan pengurangan nyeri. Deangan sirkulasi darah yang
lancar maka zat ”P” yang merupakan salah satu penyebab nyeri akan
ikut terbuang.
2) Relaksasi otot
Relaksasi otot mudah dicapai bila jaringan otot dalam keadaan
hangat dan rasa sakit tidak ada.
3) Meningkatkan suplai darah
Adanya kenaikan temperatur akan menimbulkan vasodilatasi, yang
akan menyebabkan terjadinya peningkatan darah kejaringan
setempat.
4) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme
36
Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula
sudoifera diseluruh badan, sehingga dengan demikian akan
meningkatkan pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme melalui
keringat.
2.4.3 Indikasi dan Kontraindikasi Infrared
a. Indikasi Infrared
Indikasi merupakan suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat
diberikan intervensi infrared, serta infrared tersebut akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap tubuh. Indikasi dalam infrared adalah:
1) Keadaan tubuh yang sangat lelah.
2) Vasokontriksi pembuluh darah.
3) Kelainan-kelainan tubuh yang diakibatkan pengaruh cuaca atau kerja yang
kelewat batas (sehingga otot menjadi kaku dan rasa nyeri pada persendian
serta gangguan pada persarafan).
b. Kontraindikasi Infra Red
Kontraindikasi atau pantangan terhadap infra red adalah sebagai keadaan
atau kondisi tidak tepat diberikan masase, karena justru akan menimbulkan
akibat yang merugikan bagi tubuh itu sendiri. Kontraindikasi dalam infra red
adalah:
1. Pasien sedang menderita penyakit kulit. Adanya luka-luka baru atau
cedera akibat berolahraga atau kecelakaan.
2. Sedang menderita patah tulang, pada tempat bekas luka, bekas cedera,
yang belum sembuh betul.
37
3. Pada daerah yang mengalami pembengkakan atau tumor yang
diperkirakan sebagai kanker ganas atau tidak ganas.
2.4.4 Aplikasi Infra Red
Posisi pasien diatur senyaman mungkin sesuai dengan arah yang
akan disinari baik duduk atau tengkurap. Daerah yang disinari harus bebas
dari logam dan pakaian. Lakukan tes sensibilitas terhadap panas atau
dingin. Daerah yang akan disinari dalam keadaan kering dan pastikan
memberitahu pasien tentang rasa panas yang akan dirasakan. Posisikan
lampu infra red tegak lurus dengan daerah yang diterapi. Durasi waktu
diberikan pada terapi adalah 10 menit dengan jarak 35 cm. Selama proses
terapi berlangsung harus dikontrol rasa hangat yang diterima oleh pasien.
2.4.5 Definisi massage
Massage merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang banyak
digunakan untuk meningkatkan performa fisik maupun untuk mengatasi
cedera serta gangguan fisik lainnya akibat kerja fisik dengan intensitas
tinggi. Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan
lunak, biasanya otot tendon atau ligament, tanpa menyebabkan pergeseran
atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan
relaksasi, dan atau meningkatkan sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar
meliputi: gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan
menekan dan mendorong kedepan dan kebelakang menggunakan tenaga,
menepuk- nepuk, memotong-motong, meremas-remas, dan gerakan
meliuk-liuk. Setiap gerakan gerakan menghasilkan tekanan, arah,
38
kecepatan, posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda untuk
menghasilkan efek yang diinginkan pada jaringan yang dibawahnya
(Simkin, 2007).
Secara fisiologis, massage terbukti dapat menurunkan denyut
jantung, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah dan
limfe, mengurangi ketegangan otot, meningkatkan jangkauan gerak sendi
serta mengurangi nyeri.
2.4.6 Mekanisme penurunan nyeri pada penderita Low Back Pain Miogenik
dengan Massage
Sampai dengan dewasa ini terdapat banyak penelitian yang telah
membuktikan manfaat fisiologis masase. Secara umum jaringan tubuh yang
banyak terpengaruh oleh masase adalah otot, jaringan ikat, pembuluh darah,
pembuluh limfe dan saraf. (Simon,2002)
a. Efek Fisiologis Massage
1.Membantu mengurangi pembengkakan pada fase kronis lewat mekanisme
peningkatan aliran darah dan limfe.
2. Mengurangi persepsi nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang
nyeri (gate control) serta peningkatkan hormon morphin endogen
3. Meningkatkan relaksasi otot sehingga mengurangi ketegangan/spasme
atau kram otot.
4. Meningkatkan jangkauan gerak, kekuatan, koordinasi, keseimbangan dan
fungsi otot
39
5. Berpotensi untuk mengurangi waktu pemulihan dengan jalan
meningkatkan supply oksigen dan nutrient serta meningkatkan eliminasi
sisa metabolisme tubuh karena terjadi peningkatan aliran darah
2.4.7 Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Massage
a.Indikasi Massage
Indikasi merupakan suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat
diberikan manipulasi massage, serta massage tersebut akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap tubuh. Indikasi dalam massage adalah:
1. Keadaan tubuh yang sangat lelah.
2. Kelainan-kelainan tubuh yang diakibatkan pengaruh cuaca atau kerja
yang kelewat batas (sehingga otot menjadi kaku dan rasa nyeri pada
persendian serta gangguan pada persarafan).
b.Kontraindikasi Massage
Kontraindikasi atau pantangan terhadap massage adalah sebagai keadaan
atau kondisi tidak tepat diberikan masase, karena justru akan menimbulkan
akibat yang merugikan bagi tubuh itu sendiri. Kontra- indikasi dalam massage
adalah:
1. Dalam keadaan menderita pengapuran pembuluh darah arteri
2. Pasien sedang menderita penyakit kulit. Adanya luka-luka baru atau cedera
akibat berolahraga atau kecelakaan.
3. Sedang menderita patah tulang, pada tempat bekas luka, bekas cedera, yang
belum sembuh betul.
40
4. Pada daerah yang mengalami pembengkakan atau tumor yang diperkirakan
sebagai kanker ganas atau tidak ganas.
5. Pasien dalam keadaan menderita penyakit menular.
2.4.8 Aplikasi Massage Eufleurage
Eufleurage (menggosok), adalah gerakan ringan berirama yang dilakukan
pada seluruh permukaan tubuh. Effleurage menggunakan seluruh
permukaan telapak tangan dan jari-jari untuk menggosok daerah tubuh
tertentu. Tujuan aplikasi ini adalah memperlancar peredaran darah dan
cairan getah bening (limfe)..
Gambar 2.7 Massage Eflluarge (Simon,2002)
2.5 Intervensi Back Strengthening Exercise dan William’s Flexion Exercise
2.5.1 Pengantar Back Strengthening Exercise
Back Strengthening Exercise adalah exercise yang khusus
menggunakan kekuatan untuk menginduksi kontraksi otot dalam upaya
meningkatkan endurance dan streng. Pada kasus low back pain miogenik
latihan streng yang akan diberikan. Latihan ini dapat memberikan manfaat
meningkatkan fungsional pada jaringan tubuh seperti jaringan ligament,
tendon ,otot fungsi sendi, meningkatkan metabolisme, daya tahan cardio,
41
dan menyeimbangkan HDL kolesterol. BSC mempunyai efek dan manfaat
memperkuat otot-otot perut dan punggung. Jika Exercise ini dilakukan
secara optimal akan memberikan efek peningkatan kekuatan otot secara
aktif disebut stabilisasi aktif menyebabkan peningkatan daya tahan tubuh
terhadap perubahan gerakan atau pembebanan secara statis dan dinamis.
2.5.2 Mekanisme Back Strengtheing Exercise menurunkan nyeri fungsional
akibat LBP miogenik
BSC akan menimbulkan efek memperbaiki sistem sirkulasi darah
pada otot sehingga meningkatkan flexibilitas sehingga memaksimalkan
kinerja otot. BSC akan mengurangi nyeri melalui mekanisme gerbang
control dan pengurangan nyeri melalui beta endorphin. BSC ini
mengaplikasikan prinsip overload yang mengaplikasikan jumlah resisten
tahanan otot secara bertahap dan progresif sekaligus mengaktifkan motor
unit. Proses dari latihan yang optimal akan mengaktivasi kemampuan
lumbal dalam menerima beban sehingga akan mempu meningkatkan kerja
otot paralumbal dan jaringan pada lumbal berefek pada penderita LBP akan
semakin mudah dan mampu mempertahankan sikap tulang belakang yang
baik sehingga taut band berkurang band akan menyebabkan nyeri
berkurang, sehingga saat melakukan aktifitas fungsional penderita LBP
tidak akan merasakan nyeri.
2.5.3 Aplikasi Back Strengthening Exercise
Prinsip dasar dari latihan BSE adalah meningkatkan kekuatan otot,
teknik latihan yang dilakukan adalah latihan kekuatan melibatkan jumlah
42
manipulasi pengulangan (repetisi), set, intesitas, tujuannya adalah
menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam meningkatkan kekuatan
dan endurance. Intesitas beban pelatihan streng dinilai menurut tujuan dari
latihannya. Menurut American College of Sport Medicine menyatakan
bahwa; 8 sampai 12 pengulangan latihan resistensi untuk setiap otot utama
pada intesitas 40% sampai 80% dari maximal satu pengulangan (RM), 2
sampai 3 menit istirahat dianjurkan antara latihan untuk memungkinkan
pemulihan yang tepat, 2 sampai 4 set direkomendasikan untuk setiap
kelompok otot dan dosis yang diberikan sesuai dengan keadaan fungsional.
Exercise basic program Back strengthening untuk penderita low
back pain miogenic adalah:
a. Sit-up / Abdominal crunches
Latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan otot-otot rectus
abdominis Sit up adalah latihan untuk melakukan pengembalian
penguatan otot yang mengarah kepada penguatan hip fleksor dan
otot – otot abdominal. Gerakan di mulai dari lying dan kembali
ke lantai, juga diikuti oleh gerakan lutut dalam upaya untuk
mengurangi ketegangan dari punggung otot dan tulang
belakang, selanjutnya mengangkat kedua sisi atas dan bawah
tulang belakang dari lantai hingga semuanya tegak dan tidak
menyentuh lantai lagi. Biasanya melakukan sit up dengan
hitungan 15 – 20 kali, bagian belakang kepala cenderung
terangkat tanpa sadar dan yang perlu diperhatikan selama sit up
43
adalah tarik nafas saat bergerak naik kemudian hembuskan saat
turun kembali.
Gambar 2.8 Sit-up / Abdominal crunches
b. Opposite Arm Leg Raise
Latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan otot-otot vertebra
dan lumbal. Erector spine, iliocostalis, otot longissimus dan otot
spinalis. Back Extention adalah latihan untuk melakukan
pengembalian penguatan otot yang mengarah kepada penguatan
otot – otot verterbra lumbal. Gerakan opposite arm leg raise,
posisi pasien berbaring terlungkup dan kaki lurus sejajar
kemudian perlahan-lahan angkat kaki dan lengan berlawanan
secara bersamaan tahan 2 detik jika sudah terangkat. Lakukan
dengan hitungan 15 – 20 kali dan tarik nafas saat mengerakan
tangan dan kaki naik kemudian hembuskan saat tangan dan kaki
turun.
44
Gambar 2.9 Opposite arm leg raise(Kisner,2007)
c. Back Extension
Latihan ini bertujuan untuk memperkuat bagian atas dan tengah
otot-otot vertebra. Erector spine, iliocostalis, otot longissimus
dan otot spinalis. Back Extention adalah latihan untuk
melakukan pengembalian penguatan otot yang mengarah kepada
penguatan otot – otot verterbra lumbal. Gerakan back extention,
posisi pasien berbaring terlungkup dan kaki lurus sejajar
kemudian perlahan-lahan angkat kepala sampai ada gerakan
extensi vertebra.
Gambar 2.10 back exercise (Kisner, 2007)
2.5.4 William’s Flexion Exercise
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Dr. Paul William’s
pada tahun 1937 (Knudsen, 2003). Tujuan dari WFE ini adalah untuk
mengurangi tekanan oleh beban tubuh pada sendi faset (articular weight
bearing stress) dan meregangkan otot dan fasia di daerah dorsolumbal, serta
bermanfaat mengkoreksi postur tubuh yang salah (Hills, 2006). WFE ini
45
juga dapat meningkatkan stabilitas lumbal karena secara aktif melatih otot-
otot abdominal ,gluteus maksimus dan hamstring. Disamping itu dapat
meningkatkan tekanan intra abdominal yang mendorong kolumna
vertebralis ke arah belakang, dengan demikian akan membantu mengurangi
hiperlordosis lumbal dan mengurangi tekanan pada diskus intervertebralis
(Hooper, 1999).
2.5.5 Mekanisme Wiliiam Flexion Exercise menurunkan nyeri fungsional
akibat low back pain miogenik
Secara teoritis, WFE ini dapat membantu mengurangi nyeri dengan
cara mengurangi gaya kompresi pada sendi facet, dan meregangkan fleksor
hip dan ektensor lumbal (Weinstein,1998). Kontraindikasi dari WFE adalah
sebagai berikut instabilitas atau hipermobilitas segmental dari kolumna
vertebralis lumbal, misalnya pada keadaan spondilosis, spondilolistesis dan
disfungsi sendi facet; hernia diskus; penjalaran nyeri ke tungkai bawah
(nyeri radikuler). Latihan ini meningkat tekanan intra abdominalis, maka
sebaiknya latihan ini dilakukan secara hati-hati bahkan dihindari pada
pasien dengan gangguan kardiovaskuler seperti hipertensi yang tidak
terkontrol, riwayat infak miokard akut dan stroke (Tan, 2006).
2.5.6 Aplikasi William’s Flexion exercise
a. Pelvic tilting
Posisi pasien berbaring terlentang dengan posisi kedua lutut fleksi dan
posisi kaki datar di atas matras. Tekan atau luruskan punggung ke arah
matras. Gerakan ini dipertahankan selama 10 detik. Latihan ini bertujuan
46
untuk menguatkan otot-otot abdominal dan memobilisasi lumbal bagian
bawah.
Gambar 2.11 Pelvic tilting
b. Single knee to chest
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kedua kaki
datar di atas matras. Secara perlahan, tarik lutut kanan dengan kedua tangan
sejauh mungkin mendekati dada dan pertahankan selama 10 detik.
Kemudian kembali ke posisi semula secara perlahan lahan dan ulangi
gerakan yang sama untuk lutut kiri (gambar 2.11). Latihan ini bertujuan
untuk menguatkan otot abdominal dan untuk rileksasi back muscle secara
unilateral.
Gambar 2.12 Single knee to chest
c. Double knee to chest
47
Posisi awal seperti pada gerakan pertama dan kedua, namun sekarang
gerakan kedua lutut ditarik bersama sama dengan kedua tangan ke arah dada
semaksimal mungkin. Pertahankan selama 10 detik dan kemudian kembali
ke posisi awal secara perlahan lahan ( gambar 2.13). Latihan ini bertujuan
untuk menguatkan otot abdominal dan untuk rileksasi back mucle secara
bilateral.
Gambar 2.13 Doubel to chest
d. Partial sit up
Lakukan gerakan pelvic tilting dan pada saat bersamaan naikkan kepala,
leher, dan bahu dari atas matras. Pertahankan dalam waktu 10 detik dan
kemudian kembali perlahan ke posisi semula ( gambar 2.14). Latihan ini
bertujuan untuk menguatkan otot-otot abdominal.
Gambar 2.14 Partial Sit Up
48
e. Hamstring stretches
Berbaring terlentang dengan kedua tungkai lurus, kemudian salah satu
tungkai diangkat dalam posisi lutut lurus mengarah lurus ke atas, kedua
tangan menopang pada bagian belakang paha, pertahankan selama 10 detik,
kemudian perlahan lahan tungkai turun ke posisi semula. Lakukan gerakan
yang sama untuk tungkai yang lain (gambar 2.15). Latihan ini bertujuan
untuk meregangkan otot punggung bawah dan hamstring yang memendek.
Gambar 2.15 Humstring Stretch
f. Squat
Posisi berdiri dengan punggung lurus dan kedua lengan diluruskan ke
depan. Posisi kedua kaki sejajar. Kemudian perlahan-lahan jongkok, dengan
kedua lengan masih lurus ke depan. Pertahankan 10 detik (gambar 2.16 ).
Latihan ini bertujuan untuk menguatkan otot quadriceps. Latihan ini
dilakukan dengan pengulangan 10 kali untuk masing-masing gerakan dan
gerakan yang dilakukan dipertahankan selama 5 detik
49
Gambar 2.16 Squat