BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS...

25
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Gagal Ginjal Kronis dan Hemodialisis 2.1.1.1 Gagal Ginjal Gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan menjaga keseimbangan cairan elektrolit seperti sodium dan kalium di dalam darah atau urin. Penyakit ini terus berkembang secara perlahan hingga fungsi ginjal semakin memburuk sampai ginjal kehilangan fungsinya (Price & Wilson, 2006). Gagal ginjal di bagi menjadi 2 macam yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis. Gagal ginjal akut didefinisikan sebagai kemunduran fungsi ginjal secara cepat dan mendadak serta kerusakan yang progresif dalam status elektrolit, asam basa dan volume. Gagal ginjal jenis ini mempunyai angka kematian yang tinggi 40-60% karena itu diperlukan diagnosis dini, pengenalan proses yang reversibel, dan pemberian terapi yang tepat (Stein, 2001). Jenis kedua dari gagal ginjal adalah gagal ginjal kronis. Gagal ginjal ini didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus yang ditandai dengan kelainan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS...

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Gagal Ginjal Kronis dan Hemodialisis

2.1.1.1 Gagal Ginjal

Gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami

penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa

metabolisme tubuh dan menjaga keseimbangan cairan elektrolit seperti

sodium dan kalium di dalam darah atau urin. Penyakit ini terus

berkembang secara perlahan hingga fungsi ginjal semakin memburuk

sampai ginjal kehilangan fungsinya (Price & Wilson, 2006).

Gagal ginjal di bagi menjadi 2 macam yaitu gagal ginjal akut dan

gagal ginjal kronis. Gagal ginjal akut didefinisikan sebagai kemunduran

fungsi ginjal secara cepat dan mendadak serta kerusakan yang progresif

dalam status elektrolit, asam basa dan volume. Gagal ginjal jenis ini

mempunyai angka kematian yang tinggi 40-60% karena itu diperlukan

diagnosis dini, pengenalan proses yang reversibel, dan pemberian terapi

yang tepat (Stein, 2001). Jenis kedua dari gagal ginjal adalah gagal ginjal

kronis. Gagal ginjal ini didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi

lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan atau

tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus yang ditandai dengan kelainan

14

patologis, tanda kelainan ginjal, kelainan komposisi darah dan urin, atau

kelainan dalam imaging test. Laju filtrasi pada gagal ginjal jenis ini

biasanya kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau

tanpa kerusakan ginjal (Suwitra, 2006). Pada tahap akhir fase gagal ginjal

kronis ini kerusakan ginjal akan berlangsung secara progresif dan

irreversibel. Tubuh tidak dapat mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan elektrolit yang akan menyebabkan uremia

(Nursalam, 2008). Keadaan ini kita sebut dengan GGT atau gagal ginjal

tahap akhir (Smeltzer et al, 2008).

Tahapan ini faal ginjal yang masih tersisa sudah minimal dengan

laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit/1.73m2 (Suharyanto &

Majid, 2009) maka usaha pengobatan konservatif dengan diet, pembatasan

minum, obat-obatan, dan lain-lain tidak dapat memberikan pertolongan

lagi. Pada stadium ini terdapat akumulasi toksin uremia dalam darah yang

dapat membahayakan hidup pasien (Sumitra, 2006). Usaha yang dapat

dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan terapi ginjal

pengganti (Raharjo dkk, 2006).

Terapi pengganti yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal

ginjal tahap akhir adalah dengan hemodialisis, dialisis peritoneal dan

transplantasi ginjal. Tranplantasi ginjal selama ini menjadi terapi definitif

di seluruh dunia. Manfaat transplantasi sudah jelas terbukti lebih baik

dibandingkan dengan hemodialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas

hidup pasien. Terapi ini adalah terapi yang paling ideal, karena mengatasi

15

seluruh jenis penurunan fungsi ginjal, Di sisi lain hemodialisis dan dialisis

peritoneal hanya mengatasi akibat dari sebagian jenis penurunan fungsi

ginjal sehingga pasien mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap tindakan ini (Susalit, 2006).

Proses tranplantasi dari donor ke pasien tidak mudah dilakukan

oleh tenaga medis. Proses ini perlu penjaringan dan evaluasi yang ketat.

Keterbatasan jumlah donor adalah masalah utama pada transplantasi

ginjal. Jumlah yang terbatas ini membuat pasien gagal ginjal tahap akhir

harus dilakukan hemodialisis untuk mempertahankan kondisi klinis yang

optimal hingga pasien mendapatkan donor ginjal yang sesuai (Suharyanto

& Majid, 2009).

2.1.1.2 Hemodialisis

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien

dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek

(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan GGT yang

memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Fungsi proses

hemodialisis adalah mengeluargan zat–zat nitrogen yang toksik dari dalam

darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Terdapat tiga prinsip yang

mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.

Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses

difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi,

ke cairan diasilat dengan konsentrasi lebih rendah. Cairan diasilat tersusun

dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal.

16

2.1.1.3 Perubahan yang Terjadi pada Pasien Ginjal yang Menjalani

Hemodialisis

2.1.1.3.1 Perubahan Fisik

Tingkat keparahan tanda dan gejala bergantung seberapa

banyak kerusakan pada renal dan keadaan lain yang mempengaruhi

dan usia pasien. tanda dan gejala yang dapat muncul :

1. Neurologi: kelemahan, fatigue, kecemasan, penurunan

konsentrasi, disorientasi, tremor, seizures, kelemahan pada

lengan, nyeri pada telapak kaki, perubahan tingkah laku.

2. Integumen: kulit berwarna coklat keabu-abuan, kering, kulit

mudah terkelupas, pruritus, ekimosis, purpura tipis, kuku rapuh,

rambut tipis.

3. Kardiovaskular: Hipertensi, edema pitting (kaki, tangan, dan

sakrum), edema periorbita, precordial friction rub, pembesaran

vena pada leher, perikarditis, efusi perikardial, tamponade

pericardial, hiperkalemia, hiperlipidemia.

4. Paru-paru: krakles, sputum yang lengket dan kental, depresi

refleks batuk, nyeri pleuritik, napas pendek, takipnea napas

kussmaul, uremic pneumonitis, “uremic lung”.

5. Gastrointestinal: bau ammonia, napas uremik, berasa logam,

ulserasi pada mulut dan berdarah, anoreksia, mual dan muntah,

hiccup, konstipasi atau diare, perdarahan pada saluran

pencernaan.

17

6. Hematologi: anemia, trombositopenia.

7. Reproduksi: amenorrhea, atropi testis, infertile, penurunan libido.

8. Muslukoskleletal: kram otot, hilangnya kekuatan otot, renal

osteodistropi, nyeri tulang, fraktur, dan foot drop.

Pasien GGT adalah hasil dari kerusakan jaringan ginjal yang

permanen. Kondisi ini membuat gangguan fisik dan psikologis

semakin terasa oleh pasien dan membuat kehidupan pasien menjadi

tidak normal akibat keterbatasan yang dimiliki, sehingga akan

mengganggu kehidupan sosialnya (Leung, 2003).

Terapi rutin gagal ginjal yang dilakukan harus bisa

diintegrasikan oleh pasien kedalam kehidupan kesehariannya. Secara

umum pasien GGT menjalani terapi hemodialisis sebanyak 2-3 kali

seminggu, sehingga membuat pasien akan berkurang waktu tidurnya.

Proses hemodialisis yang berlangsung 4-6 jam akan membuat waktu

tidur pasien kurang dari 6 jam (Nurmanawati, 2011). Gangguan tidur

yang terjadi disebabkan karena anemia, hipoalbumin, hipertensi, kram

otot, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan kondisi psikologis

pasien (Sabry et al, 2010). Keadaan ini membuat pasien mengalami

kelelahan dan mengalami penurunan fisik yang akan membatasi

aktivitas sosialnya (Leung, 2003).

Masalah nyeri kronis juga sering dikeluhkan oleh pasien gagal

ginjal kronis. Nyeri kronis pada pasien gagal ginjal yang menjalani

dialisis adalah akibat dari osteoporosis, osteoartritis, artritis,

18

osteodistropi ginjal, polineuropati perifer, carpal thunnel, penyakit

pembuluh darah tepi, osteomeilitis, dan prosedur dialisis. Nyeri kronis

pada pasien GGK ini dapat menyebabkan depresi (Davison, 2007).

Penyakit GGK juga membuat kondisi kardiovaskuler pasien

mengalami gangguan. Hipertensi, dislipidemia dan diabetes akan

menjadi faktor resiko utama dalam perubahan endotel pembuluh

darah, dan pembentukan ateroskerosis. Kondisi ini dapat memicu

beberapa penyakit kardiovaskuler antara lain penyakit jantung

koroner, gagal jantung, stroke dan penyakit arteri perifer. Konsekuensi

yang harus diterima adalah pasien yang menderita gagal ginjal kronis

akan memiliki morbiditas dan mortalitas lebih tinggi akibat gangguan

kardiovaskuler (Schiffrin et al, 2007).

Masalah fisik yang lain yang sering dikeluhkan pasien adalah

gangguan seksual. Menurut penelitian Kastrouni et al, (2010)

melaporkan bahwa masalah seksual adalah masalah yang paling utama

pada pasien GGT yang menjalani hemodialisis di Yunani. Gangguan

ginjal akan mempengaruhi penampilan seksual baik pada laki-laki

maupun pada wanita. Hal ini disebabkan pasien mengalami perubahan

hormonal akibat uremia. Selain perubahan hormonal, efek obat juga

berperan dalam gangguan seksual ini. Obat yang diberikan pada pasien

hemodialisis dapat menyebabkan disfungsi seksual (Leung, 2003). Hal

ini didukung oleh hasil penelitian Nurmawati (2011) yang

19

menyebutkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis mengalami

masalah dalam hubungan seksual dengan pasangannya.

2.1.1.3.2 Perubahan Psikologis

Perubahan fungsi secara progresif akibat penyakit ginjal yang

diderita membuat pasien gagal ginjal mengalami berbagai stres

psikologis. Perubahan keseharian akibat terapi yang harus dijalani,

kewajiban melakukan kunjungan ke rumah sakit dan laboratorium

secara rutin untuk pemeriksaan darah, dan perubahan finansial untuk

biaya pengobatan membuat pasien mengalami stres dan membuat

mereka tidak dapat menjalankan peran secara holistik (Purba & Moni

2012). Keadaan lainya yang membuat kondisi psikologis pasien

semakin berat adalah ancaman kematian, potensial malpraktik petugas

kesehatan, perasaan menjadi objek percobaan akibat seringnya diambil

darah untuk pemeriksaan, stres akibat efek dari penyakit yang diderita,

dan ketakutan akan diisolasi oleh lingkungan sekitar (Kastrouni et al,

2010).

Kondisi tersebut akan membuat pasien dengan gagal ginjal

kronis dapat mengalami depresi. Depresi yang terjadi pada pasien

gagal ginjal kronis adalah multidimensional meliputi komponen fisik,

psikologis dan sosial. Depresi biasanya timbul pada tahun pertama

pada saat mulai dilakukan terapi hemodialisis. Kondisi ini dipicu oleh

perubahan secara radikal pola hidup pasien, masalah kehilangan

pekerjaan, perubahan peran di keluarga, perubahan hubungan dan

20

waktu yang terbuang untuk dialisis. Penelitian yang dilakukan oleh

Asri dkk, (2006) melaporkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan sosial dan tingkat depresi pasein yang menjalani

hemodialisis. Penelitian lain menunjukkan bahwa pada pasien gagal

ginjal kronis yang mengalami depresi memiliki kualitas hidup yang

lebih rendah jika dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami

depresi (Son et al, 2009). Periode penyesuaian ini pasien akan

mengalami ketidakberdayaan dan kehilangan kepribadian yang cukup

parah (Davison, 2007).

Pasien hemodialisis akan melalui tiga tahap penyesuaian secara

psikologis, yaitu:

1. Periode honey moon, disebut juga periode optimis, yang ditandai

adanya perbaikan fisik dan emosional, dan kesadaran pasien lebih

jernih. keadaan ini diikuti dengan munculnya harapan dan

kepercayaan. Muncul setelah tiga minggu penderita menjalani

hemodialisis yang pertama dan berlangsung enam minggu sampai

enam bulan.

2. Periode kekecewaan, rasa senang, percaya, dan harapan mulai

berkurang dan kemudian menghilang. Pasien mulai sedih dan tidak

berdaya. Keadaan ini berlangsung tiga sampai enam belas bulan.

3. Periode adaptasi jangka panjang (long term adaptation), masing-

masing pasien menerima keterbatasan dirinya, kekurangan, dan

komplikasi dari tindakan hemodialisis tersebut. Perubahan ke

21

periode ini terjadi secara bertahap. Perubahan ini ditandai dengan

fluktuasi perasaan pasien tentang emosi dan kesehatan dirinya

(Kaplan & Sadock, 1997 ; Auer, 2002).

Pasien dengan PGK harus dapat menerima fakta terapi

hemodialisis akan diperlukan untuk sepanjang hidupnya. Pasien

dengan PGK seringkali menyangkal apa yang sedang terjadi pada

mereka pada saat awal terapi hemodialisis. Hal ini mungkin berlanjut

beberapa waktu dan menghalangi beberapa pasien untuk menerima

aspek-aspek penting alam pengobatan mereka. Pemberian informasi

tentang penyakit mereka dan keterlibatan dalam perencanaan dan

implementasi perawatan membantu pasien untuk melawan perasaan-

perasaan ketergantungan dan menjadi termotivasi untuk

mempertahankan kesehatan mereka sedapat mungkin (Hudak & Gallo,

1996).

Aspek emosi yang muncul pada awal pasien didiagnosis

GGT adalah takut, marah, berduka, depresi dan akhirnya menerima

penyakit dan menjalani terapi. Rasa takut muncul karena pasien tidak

mengetahui masa depan dari penyakit dan terapi yang dijalaninya.

Marah karena pasien menganggap seharusnya bukan dia yang sakit.

Rasa berduka karena kehilangan fungsi organ sebelum akhirnya harus

tergantung pada dialisis. Depresi terjadi akibat dari komplikasi dari

terapi yang dijalani pasien. keadaan ini membuat pasien

22

membutuhkan bantuan dalam beradaptasi secara biopsikososial

terhadap penyakitnya (Leung, 2003).

Masalah psikologis lain adalah perubahan harga diri pasien,

perubahan pola hidup, perubahan nilai-nilai personal dan pola rutinitas

pasien (Leung, 2003) kehilangan harapan, dendam (White & Granyer,

2001).

2.1.1.3.3 Perubahan Sosial

Beberapa pasien timbul gangguan psikis seperti stres, depresi,

cemas, putus asa, konflik ketergantungan, denial, frustasi, keinginan

untuk bunuh diri, dan penurunan citra diri (Hudak & Galo, 1996).

Selain itu, karena keterbatasan fisik yang dialaminya maka pasien pun

akan mengalami perubahan peran dalam keluarga maupun peran sosial

di masyarakat. Peran sosial lain yang berubah pada pasien GGK adalah

perubahan pekerjaan. Pasien dengan keterbatasan fisik akan

mengalami penurunan kemampuan kerja. Pasien dapat mengambil cuti

atau kehilangan pekerjaannya. Hal ini akan menimbulkan

permasalahan lain yaitu penurunan kualitas hidup pasien. Pasien GGK

yang tidak mempunyai pekerjaan mempunyai penurunan skor yang

sangat signifikan pada dimensi fungsi fisik, peran fisik, kesehatan

umum, vitalitas, peran emosional dan peningkatan intensitas nyeri

(Blake et al, 2000).

23

2.1.1.3.4 Perubahan Ekonomi

Perubahan ekonomi akibat dari penyakit ginjal dan dialisis

tidak hanya terjadi pada individu dan keluarga pasien. Masalah

ekonomi ini juga akan berakibat kepada perekonomian negara sebagai

penanggung jawab atas penduduknya. Biaya dialisis yang mahal akan

membuat pengeluaran di sektor kesehatan akan meningkat. Menurut

Shcieppati & Remuzzi, (2005) biaya yang harus dikeluarkan untuk

setiap pasien dialisis setiap tahunnya adalah $ 52.000 (Rp

494.000.000).

Biaya perawatan yang mahal membuat pasien yang harus

menjalani hemodialisis di negara berkembang sebagian besar

meninggal atau berhenti melakukan dialisis setelah 3 bulan menjalani

terapi (Shcieppati & Remuzzi, 2005). Di sisi lain kapasitas kerja dan

fisik mereka mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga

terjadi penurunan penghasilan.

Individu dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa

khawatir dengan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan

gangguan dalam kehidupannya. Mereka biasanya menghadapi masalah

finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dan beban yang

ditimbulkan pada keluarga mereka.

Asuransi kesehatan yang dimiliki akan sangat membantu

mengurangi pengeluaran finansial mereka. Biaya yang harus mereka

keluarkan hanya untuk membeli obat dan biaya tranportasi ke unit

24

hemodialis. Penurunan pengeluaran finansial ini akan mengurangi stres

psikologis pasien.

2.1.2 Dukungan Sosial

2.1.2.1 Definisi Dukungan Sosial

Dukungan sosial didefinisikan sebagai informasi verbal atau non

verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh

orang-orang yang akrab dengan subjek dalam lingkungan sosialnya dan

hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh

pada tingkah laku penerimanya (Sarafino, 1998). Dalam hal ini, orang

yang mendapatkan dukungan sosial akan merasa diperhatikan, dihargai,

disayangi dan mendapatkan penghargaan yang positif pada dirinya.

Dukungan sosial merupakan mekanisme hubungan interpersonal

yang dapat melindungi seseorang dari efek stres yang buruk. Seseorang

dengan sistem pendukung yang kuat, kerentanan terhadap penyakit fisik

maupun mental akan rendah (Kaplan & Sadock, 1997). Dukungan sosial

sangat dibutuhkan pada pasien yang sedang menjalani hemodialisis untuk

membantu menyesuaikan diri dengan penyakitnya (Chan et al, 2011).

25

2.1.2.2 Bentuk Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (1998) ada 5 jenis atau dimensi dukungan sosial

yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental

dan dukungan informatif dan dukungan dari kelompok sosial.

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional merupakan dukungan yang diberikan orang

terdekat kepada klien, sehingga klien merasa berharga, nyaman, aman,

disayangi dan tidak sendiri dalam menghadapi berbagai permasalahan

yang ada. Dukungan ini mencakup ungkapan ekspresi empati,

kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan, misalnya

meyakinkan penderita bahwa mereka masih dicintai, disayangi dan

diharapkan dalam keluarga, mendengarkan keluhan klien, bersikap

terbuka, menunjukan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan,

memahami keadaan klien, ekspresi kasih sayang dan perhatian.

2. Dukungan Harga Diri

Dukungan penghargaan meliputi pemberian penghargaan yang positif

terhadap penderita, seperti tidak menyalahkan atas penyakit yang

dideritanya, memberikan dorongan, motivasi, dan penguatan kepada

penderita dalam menghadapi berbagai macam tekanan yang ada, dan

memberikan perbandingan positif pada penderita bahwa mereka itu

sebenarnya sama dengan orang lain.

26

3. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental meliputi pemberian bantuan langsung kepada

penderita, ketika mereka sedang membutuhkan bantuan. Seperti

menyiapkan makanan ketika mereka sedang sakit, mengingatkan

penderita untuk teratur minum obat, merawat ketika mereka sedang

sakit, ataupun bantuan berupa materi untuk keperluan pengobatannya.

Dukungan ini diperlukan klien untuk mendapatkan sarana dalam

memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan sehari-harinya maupun

kebutuhan pengobatannya.

4. Dukungan Informasional

Dukungan informasional meliputi pemberian informasi, saran dan

nasihat atas pemecahan permasalahan yang dihadapi penderita,

berusaha untuk mencari berbagai informasi berkaitan dengan gagal

ginjal dan hemodialisis. Dukungan ini bertujuan untuk memberikan

penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan

dengan masalah yang sedang dihadapi oleh penderita. Informasi

merupakan bagian dari kekuatan untuk merubah sikap individu yang

akan membuka pikiran seseorang melalui penalaran, pemikiran dan

pemahaman lebih mendalam. Diharapkan dengan adanya informasi

maka perubahan sikap seseorang yang menganggap dirinya tidak

berdaya atas kondisi yang dihadapi dapat merubah kearah yang lebih

baik dalam menghadapi penyakitnya.

27

5. Dukungan Kelompok Sosial

Dukungan dari kelompok sosial merupakan dukungan yang cukup

penting. Dukungan ini akan membuat pasien merasa menjadi anggota

dari kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial.

Pasien akan merasa lebih nyaman karena mempunyai teman yang

senasib dengannya.

2.1.2.3 Dukungan Sosial dan Kesehatan

Model Stres-Health yang diungkapkan oleh Yu et al, (2007)

menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang berperan dalam

mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang. Variabel tersebut adalah stres

subjektif yang dirasakan, stres objektif, dukungan sosial, strategi koping,

dan tipe kepribadian. Stres subjektif yang dirasakan seseorang akan

berdampak langsung kepada kesehatannya. Sedangkan stres objektif akan

mempengaruhi kesehatan secara tidak langsung. Stres objektif harus

menjadi stres subjektif sehingga keberadaan stres tersebut disadari dan

dirasakan oleh individu. Dukungan sosial dan tipe kepribadian dapat

berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan

individu.

28

Model Stres dan kesehatan oleh Yu et al, (2007) dapat digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Stres dan Kesehatan (Yu et al, 2007).

29

2.1.2.4 Dukungan Sosial pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis

Penelitian tentang dukungan sosial pada pasien yang menjalani

hemodialisis di Kota Medan oleh Lubis (2006) menyebutkan bahwa

dukungan sosial yang dibutuhkan pasien berbeda dengan dukungan yang

diterimanya. Dukungan yang diterima pasien jauh lebih rendah

dibandingkan dengan dukungan yang dibutuhkannya. Dukungan yang

rendah tersebut terdapat pada dukungan instrumental, informasional,

emosional dan dukungan dari kelompok sosial.

2.1.2 Kualitas Hidup Pasien dengan Penyakit Ginjal yang Menjalani

Hemodialisis

WHO (1994) mendefinisikan kualitas hidup sebagai sebuah persepsi

individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan pada konteks budaya

dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dalam hubungannya dengan

tujuan hidup, harapan, standar, dan fokus hidup mereka. Kualitas hidup

pasien penyakit ginjal yang menjalani hemodialisis terdiri dari 19 aspek

(Hays et al, 1997) yaitu:

1. Gejala/masalah yang menyertai

Gejala dan masalah yang menyertai pasien penyakit ginjal adalah

masalah yang menyertai setelah didiagnosis sakit ginjal. Masalah

yang menyertai ini antara lain : nyeri otot, nyeri dada, kram otot, kulit

gatal-gatal, kulit kering, nafas pendek (sesak), pusing, penurunan

nafsu makan, gangguan eliminasi, mati rasa pada tangan dan kaki,

30

mual, permasalahan pada tempat penusukan, dan permasalahan pada

tempat memasukkan kateter (pada dialisis peritoneal).

2. Efek Penyakit Ginjal

Efek ini timbul sebagai konsekuensi akibat penyakit ginjal yang

diderita dan sering menyusahkan pasien. Efek ini antara lain :

pembatasan cairan, pembatasan diet, kemampuan bekerja disekitar

rumah, kemampuan untuk melakukan perjalanan, ketergantungan

terhadap petugas kesehatan, perasaan khawatir dan stres terhadap

penyakit yang diderita, kehidupan seksual, dan penampilan.

3. Beban akibat Penyakit Ginjal

Beban sebagai akibat penyakit ginjal sering kali dirasakan pasien.

Beban akibat penyakit ini antara lain sejauh mana Penyakit ginjal

yang diderita dirasakan sangat mengganggu kehidupan, banyaknya

waktu yang dihabiskan, rasa frustasi terhadap penyakit, dan perasaan

menjadi beban dalam keluarga.

4. Status Pekerjaan

Indikator pada dimensi ini adalah apakah pasien masih aktif bekerja,

dan apakah kondisi kesehatannya saat ini dapat menjaga pekerjaan

pasien saat ini.

5. Fungsi Kognitif

Pasien dengan penyakit ginjal yang menjalani hemodialisis sering

kali mengalami penurunan fungsi kognitif. Sering kali menjadi

31

lambat dalam berkata atau melakuakn sesuatu, sulit untuk

berkonsentrasi, dan bingung tanpa sebab.

6. Kualitas Interaksi Sosial

Aspek ini mengukur bagaimana kualitas interaksi yang dilakukan

pasien dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Pada pasien

dengan penyakit ginjal tidak jarang pasien mengasingkan diri dari

orang lain, mudah tersinggung, dan mengalami kesulitan dalam

bergaul dengan orang lain.

7. Fungsi Seksual

Aspek ini termasuk intensitas, gairah dan menikmati hubungan

seksual.

8. Tidur

Aspek ini mengukur bagaimana tidur pada pasien penyakit ginjal

yang menjalani hemodialisis. Aspek ini termasuk kualitas tidur dan

kecukupan waktu tidur.

9. Dukungan yang diperoleh

Aspek ini termasuk waktu yang tersedia bersama teman dan keluarga

serta dukungan yang diterima oleh pasien dari keluarga dan teman.

10. Dorongan dari staf dialisis

Aspek ini termasuk dorongan yang diberikan oleh staf dialisis untuk

mandiri dan beradaptasi terhadap penyakit yang diderita serta

rutinitas terapi yang harus dijalani.

32

11. Kepuasan pasien

Aspek ini mengukur kepuasan pasien terhadap layanan dialisis yang

mereka dapatkan.

12. Fungsi fisik

Aspek ini mencakup kemampuan untuk beraktifitas seperti berjalan,

menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, gerak badan dan

kemampuan aktifitas berat.

13. Keterbatasan akibat masalah fisik

Aspek ini mencakup seberapa besar masalah fisik yang dialami

pasien mengganggu pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, seperti

memperpendek waktu untuk bekerja atau beraktifitas, keterbatasan

dan kesulitan dalam beraktifitas.

14. Rasa nyeri yang dirasakan

Aspek ini mencakup intensitas rasa nyeri dan pengaruhnya terhadap

aktivitas normal baik didalam maupun di luar rumah.

15. Persepsi kondisi kesehatan secara umum

Aspek ini mencakup pandangan pasien terhadap kondisi kesehatan

sekarang, prediksi di masa yang akan datang, dan daya tahan

terhadap penyakit.

16. Kesejahteraan emosional

Aspek ini mencakup kesehatan mental secara umum, depresi,

perasaan frustasi, kecemasan, kebiasaan mengontrol emosi, perasaan

tenang dan bahagia.

33

17. Keterbatasan akibat masalah emosional

Aspek ini mencakup bagaimana masalah emosional mengganggu

pasien dalam beraktifitas sehari hari, seperti lebih tidak teliti dari

sebelumnya.

18. Fungsi sosial

Aspek ini mencakup keterbatasan berinteraksi sosial sebagai akibat

dari maslah fisik dan emosional yang dialami.

19. Energi

Aspek ini menggambarkan tingkat kelelahan, capek, lesu dan

perasaan penuh semangat yang dialami pasien setiap waktu. (Hays et

al, 1997).

2.1.3 Kualitas Hidup Pasien yang Menjalani Hemodialisis

Stres fisik dan psikologis yang harus dihadapi oleh pasien GGT

membuat pasien mengalami perubahan kualitas hidup (Zamanzadeh,

Heidarzadeh, Oshvandi, et al, 2007). Kualitas hidup pada pasien GGT se

adalah multidimensi. Terdapat interaksi yang kompleks dari beberapa

faktor yang mengalami perubahan pada kehidupan pasien. Faktor-faktor

tersebut antara lain : aktivitas fisik dan kemampuan bekerja, isu

psikologis: meliputi kepuasan hati, kegembiraan, kemakmuran, tingkat

harga diri, tekanan, kecemasan, depresi dan kesedihan. Aspek lain dalam

kualitas hidup pasien GGT adalah hubungan sosial yang meliputi risiko

kehilangan pekerjaan, hiburan, rekreasi, interaksi keluarga dan interaksi

sosial (Kastrouni et al, 2010).

34

Beberapa aspek kualitas hidup yang harus dikaji pada pasien GGT

yang menjalani hemodialisis adalah : kepuasan pasien, dorongan staf

medis, hubungan sosial, kualitas tidur, fungsi seksual, interaksi sosial,

fungsi kognitif, status pekerjaan, beban akibat penyakit, efek dari penyakit,

kelelahan, fungsi sosial, kesejahteraan emosi, peran emosi, persepsi

tentang kesehatannya saat ini, nyeri yang dialami, peran fisik, dan fungsi

fisik (Kastrouni et al, 2010).

Aspek kualitas hidup pada pasien dapat diukur menggunakan

berbagai macam kuesioner. Kuesioner tersebut antara lain skala

Karnofsky, WHO QOL, SF 36 dan KDQOL. Beberapa aspek yang khusus

pada pasien GGT yang menjalani dialisis tidak dapat diukur dengan

menggunakan kuesioner yang dirancang untuk penyakit umum.

Kespesifikan aspek ini dapat diukur dengan menggunakan KDQOL SF

(Hays et al, 1997). Kuesioner ini terdiri dari 38 pertanyaan. Pertanyaan

pada kuesioner ini terdiri dari 24 pertanyaan yang menggali kualitas hidup

dan 14 pertanyaan data demografi pasien yang diperuntukkan khusus

untuk pasien dengan penyakit ginjal yang menjalani dialisis.

2.1.4 Dukungan Sosial Dan Kualitas Hidup

Penelitian tentang hubungan antara dukungan sosial dan derajat

kesehatan seseorang sudah banyak dilakukan di dunia. Penelitian yang

sudah dilakukan menunjukkan bahwa seseorang yang mendapatkan

dukungan sosial yang baik mempunyai tingkat gangguan kesehatan yang

rendah (Yu et al, 2007). Mekanisme kerja dukungan sosial sehingga dapat

35

bermanfaat bagi kesehatan tidak diketahui secara pasti, namun dukungan

sosial dapat menurunkan tingkat stres (Kornblith et al, 2001), membuat

lebih terpenuhinya kebutuhan pasien, akses yang lebih baik terhadap

layanan kesehatan, meningkatkan status psikososial, status nutrisi, dan

peningkatan sistem imun (Patel, Paterson, Kimmel, 2008).

Penelitian lain yang dilakukan pada pasien kanker payudara oleh

Kornblith, Herndon, Zuckerman et al, (2001) menunjukkan bahwa

dukungan sosial dapat menjadi penahan dari efek psikososial yang timbul

akibat perubahan hidup yang penuh dengan stres. Dukungan sosial yang

sangat besar diperlukan untuk menurunkan efek dari gangguan psikologis

yang berat. Mekanisme koping yang adaptif sangat diperlukan untuk

mengatasi stres yang muncul. Moskovits et al, (1999) menyatakan bahwa

pasien yang menjalani operasi saluran pencernaan dengan koping yang

mal adaptif mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan

dengan pasien yang mempunyai koping yang adaptif.

Helgeson (2003) menyatakan bahwa dukungan struktural

menunjukkan hubungan yang linier dengan kualitas hidup pasien. Kuntz

(2006) yang menyatakan bahwa dukungan sosial yang diterima pasien

dapat meningkatkan kualitas hidup pasien gagal jantung kongestif.

Terdapat keterkaitan antara dukungan sosial yang rendah dengan kualitas

hidup yang buruk pada pasien jantung koroner (Bosworth et al, 2006).

36

2.2 Kerangka Pikir

: Diteliti

Sumber : modifikasi dari Sarafino (1998), Yu et al, (2007), Chan et al, (2011)

Gagal Ginjal Kronik

Penurunan Kualitas

Hidup

Penurunan Kapasitas

FisikPenurunan fungsi

psikologis

Terapi kognitif

Terapi meditasi dan

relaksioanal

Terapi eksistensial

Dukungan Sosial

- Dukungan

Emosional

- Dukungan harga

diri

- Dukungan

informasional

- Dukungan

instrumental

- Dukungan

kelompok sosial

Terapi Doa

Transplatasi Peningkatan kualitas

hidup pasien

Intervensi Medis Intervensi non-medis

Dialisis

Peritoneal

Hemodialisis

Jaminan Kesehatan/

Non-jaminan

37

2.3 Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada

pasien hemodialisis rutin yang mempunyai jaminan kesehatan di Kota

Bandung.

2. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada

pasien hemodialisis rutin yang tidak mempunyai jaminan kesehatan di

Kota Bandung.

3. Terdapat perbedaan kualitas hidup yang bermakna antara pasien

hemodialisis rutin yang memiliki jaminan dan tanpa jaminan kesehatan di

Kota Bandung.