Bab II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of Bab II KAJIAN PUSTAKA -...
7
Bab II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Hakekat Matematika
Mathematika berdasarkan etimologis (Elea Tinggih dalam Erman Suherman,
2003:16) mengemukakan:″perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh
dengan bernalar″.
Hudoyo (1990) mengemukakan:″Matematika berkenaan dengan ide gagasan-
gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga
matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak″.
Sujono (1988:5) mengemukakan:″Matematika diartikan sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang abstrak dan terorganisir secara sistematik″.
Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo ( 1997:1) mengemukakan:"Matematika
merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru
untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan
mental siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu
siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran".
Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengemukakan ″matematika adalah
pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari
pada mengenai bunyi″.
Reys, dkk. (1984) mengemukakan:″matematika adalah telaah tentang pola dan
hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat″.
Dari berbagai pandangan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa matematika
adalah ilmu yang mempelajari benda abstrak yang berkaitan berkaitan logika simbolik, dan
bilangan serta menggunakan penalaran yang sistematis, deduktif dalam memecahakan
masalah.
2.1.1 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam kurikulum tingkat
satuan pendidikan 2006 SD. Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik
8
memiliki kemampuan sebagai berikut, (1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes,
akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada
pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan
sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika
juga memuat tujuan khusus matematika SD yaitu: (1) menumbuhkan dan
mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2)
menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar
lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
2.1.2 Hakikat Belajar
Brunner dalam Hidayat (2004:8) mengemukakan:″ belajar merupakan proses aktif
yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya″. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar
pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran manusia yang mempelajarainya.
Proses internalisasi akan terjadi secara optimal apabila pengetahuan itu dipelajari dalam
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap Enaktif, suatu tahap dimana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan
menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.
2. Tahap Ikonik, suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan diwujudkan dalam
bentuk bayangan visual, gambar atau diagram yang menggambarkan kagiatan
konkret yang terdapat pada tahap enektif.
9
3. Tahap Simbolik, suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu diwujudkan
dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik vertal, lambang-lambang matematika atau
lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004 :9).
Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi mengemukakan:″ siswa yang belajar
hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas″. Siswa juga diharapkan
dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani
bertanggung jawab atas keputusan – keputusan yang ia ambil atau pilih.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) menyebutkan ”belajar adalah
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan
harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik
hasil itu bagi orang bersangkutan”.
Hilgard dan Brower yang dikutip oleh Oemar Hamalik (2009:45)
mengemukakan:″belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktik,
dan pengalaman".
Lisnawaty Simanjuntak (1998: 38) berpendapat:″belajar adalah perubahan yang
relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan
penguatan yang tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan, dan
kerasukan pada susunan syaraf atau dengan kata lain mengetahui dan memahami
sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar″.
Ischak dan Warji R seperti dikutip oleh Supriadin (2002:14) mengemukakan:
″apabila waktu yang disediakan cukup dan pelayanan terhadap faktor ketahuan,
kesempatan belajar, kualitas pengajaran dan kemampuan memahami pelajaran maka
setiap siswa akan mampu menguasai materi pelajaran yang diberikan″.
Dari teori-teori belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku manusia yang relatif tetap dalam bentuk kebiasaan,
pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan latihan dan pengalaman.
2.1.3 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan padanan kata dari istilah instruction yang artinya lebih
luas dari pengajaran (Sadirman, 1988). Istilah pembelajaran dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem atau proses pembelajaran subjek didik yang direncanakan atau didisain,
10
dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik dapat mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.
Gagne dan Briggs melukiskan pembelajaran sebagai upaya orang yang tujuannya
adalah membantu orang belajar (Gredler,1991:205).
Corey mengemukakan:″pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan
seseoarang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-
kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu″.
Salah satu komponen pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi
dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan
konteks pembelajaran (Depdiknas,2003:1), sehingga dituntut kemampuan guru untuk
dapat memilih model pembelajaran dan media yang cocok dengan materi/bahan ajar.
Dalam pembelajaran, potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal, didalam
proses belajar matematika sesuai dituntut untuk mampu :
1. Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan.
2. Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuan.
3. Melakukan kegiatan pemecahan masalah.
4. Mengkomunikasikan pemikiran matematikanya kepada orang lain.
Untuk itu dalam pembelajaran matematika perlu diciptakan situasi proses belajar
yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan siswa,
memberikan kegiatan yang menantang, memberiharapan keberhasilan dan menghargai
setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003 : 5). Dari berbagai pengertian pembelajaran
tersebut, hakikat pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan
tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang melaksanakan
kegiatan belajar matematika.
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.2.1 Model Pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
11
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri :
1) Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara
kooperatif.
2) Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah (heterogen).
3) Dari tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda.
4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Belajar kooperatif (cooperatif learning) mengandung pengertian sebagai suatu
pembelajaran yang menggunakan grup kecil dimana siswa bekerjasama belajar satu sama
lain, berdiskusi dan saling berbagi ilmu pengetahuan, saling berkomunikasi, saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Belajar kooperatif mempunyai pengertian
lebih luas dari hanya sekedar kerja kelompok. Di dalam belajar kooperatif setiap anggota
kelompok bertanggungiawab terhadap keberhasilan anggota-anggota kelompoknya dalam
mencapai tujuan pembelajaran (Chairani, 2003:10).
Ibrahim, dkk(2007:7)mengemukakan:″Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial″.
Slavin mendefinisikan belajar kooperatif (Cooperatif Learning) sebagai suatu teknik
pembelajaran dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok yang heterogen yang
beranggotakan 4-6 orang. Heterogenitas anggota kelompok dapat ditinjau dari jenis
kelamin, etnis, prestasi akademik maupun status sosial (Chairani, 2003:3).
Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif tersebut di atas terlihat
adanya pergeseran peran guru yang dominan kepada peran guru yang mengelola aktivitas
belajar siswa melalui kerja sama kelompok di kelas. Ibrahim, dkk (2000: 6-7)
mengemukakan: ciri-ciri metode pembelajaran kooperatif antara lain:
1) Siswa bekerja sama dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajamya.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
3) Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya suku dan jenis
kelamin berbeda.
12
4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok ketimbang individu.
Pada praktiknya metode pembelajaran kooperatif ini memiliki banyak metode atau
teknik. Chairarri (2003: 3) ada beberapa model dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
TGT(Teams-Games-Tournament), TAI(Teams Assisted Individualization),
LT(Learning Together), Gl (Group Investigasion), Jigsaw, STAD (Student-Teams-
Achievement-Division).
Rachmadiarti (2001) mengemukakan:″Pembelajarankooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievment Division) merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk
melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran″.Pada
STAD siswa dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan 4-5 orang, dan
setiap kelompok haruslah heterogen yang terdiri laki-laki dan perempuan, berasal dan
berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan anggota tim menggunakan lembar
kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya,
dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui
tutorial, kuis, satu sama lain dan melakukan diskusi (Rachmadiarti, 2001).
Metode diskusi yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD ini
dengan ceramah, tanya jawab, diskusi, dan sebagainya, yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan siswa (Permana, 2004).
(Permana, 2005) mengemukakan: ada lima langkah utama di dalam pembelajaran
yang menggunakan model STAD, yaitu:
1) Penyajian Kelas
Tujuannya adalah menyajikan materi berdasarkan pembelajaran yang telah disusun.
Setiap pembelajaran dengan model STAD, selalu dimulai dengan penyajian kelas.
Sebelum menyajikan materi, guru dapat memulai dengan menjelaskan tujuan
pembelajaran, memberikan motivasi untuk berkooperatif dan bentuk kegiatan yang
akan ditempuh dalam pembelajaran.
2) Tahapan Kegiatan Belajar Kelompok
Dalam kegiatan belajar kelompok, materi yang digunakan adalah LKS (Lembar
Kerja Siswa) untuk setiap kelompok.
3) Tahapan Menguji Kinerja Individu
13
Untuk menguji kinerja individu pada umumnya digunakan tes atau kuis. Setiap siswa
wajib mengerjakan tes atau kuis. Setiap siswa berusaha untuk bertanggung jawab
secara individual, melakukan yang terbaik sebagai kontribusinya kepada kelompok.
4) Penskoran Peningkatan Individu
Tujuan memberikan skor peningkatan individu adalah memberikan kesempatan bagi
setiap siswa untuk menunjukkan gambaran kinerja pecapaian tujuan dan hasil kerja
maksimal yang telah dilakukan setiap individu untuk kelompoknya.
5) Tahapan Mengukur Kinerja Kelompok
Setelah kegiatan penskoran peningkatan individu selesai, langkah selanjutnya
adalah pemberian penghargaan kepada kelompok. Penghargaan kelompok
diberikan berdasarkan skor peningkatan kelompok yang diperoleh.
Alasan dipilih penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena pembelajaran
kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,
disamping itu dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit
kepada siswa dimana materi tersebut telah dipersiapkan melalui LKS atau perangkat
pembelajaran yang lain.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (dalam
Kamdi, 2009: 5) adalah sebagai berikut:
1) Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi murid. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan mengomunikasikan kompetrensi dasar yang akan dicapai
serta memotivasi murid.
2) Langkah 2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada murid.
3) Langkah 3 Mengorganisasikan murid ke dalam kelompok-kelompok belajar. Guru
menginformasikan pengelompokan murid.
4) Langkah 4 Membimbing kelompok belajar. Guru memotivasi serta memfasilitasi
kerja murid untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
5) Langkah 5 Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran
yang telah dilaksanakan.
6) Langkah 6 Memberikan penghargaan. Guru memberi penghargaan hasil belajar
individu dan kelompok.
Menurut Slavin (1995) guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan
14
perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes
setelah siswa bekerja dalam kelompok. Cara-cara penentuan nilai penghargaan
kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut. Langkah-langkah memberi
penghargaan kelompok:
a. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat
berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.
b. Menentukan nilai tes/kuis setelah siswa bekerja dalam kelompok, misalnya nilai
kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa, yang
kita sebut nilai kuis terkini.
c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan
selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa .
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang
diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik,
sangat baik, dan sempurna.
Kriteria untuk status kelompok (Muslimin dkk,2000):
1) Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-rata nilai
peningkatan kelompok < 20.
2) Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15 ≤ rata-rata
nilai peningkatan kelompok < 20.
3) Sangat baik bila, rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 (20 ≤
rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25).
4) Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan 25
(rata-rata nilai peningkatan kelompok ≥ 25).
Menurut Rachmadiarti (2001), terdapat 6 langkah utama atau tahapan di dalam
pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD, yaitu:
1. Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa: Guru menyampaikan semua
tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
belajar.
2. Fase 2 Menyajikan informasi: Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bacaan.
3. Fase 3 Mengkoordinasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar: Guru
15
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok.
4. Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar: Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
5. Fase 5 Evaluasi: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6. Fase 6 Memberikan penghargaan: Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Berdasarkan sintak yang dikemukan para ahli tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan sintak pembelajaran kooperatif tie STAD pada dasarnya meliputi tahapan,
yaitu:
1. Mengajar, artinya guru menyampaikan materi pembelajaran
2. Belajar dalam kelompok
3. Tes
4. Penghargaan kelompok
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 6 fase, adapun fase-fase kegiatansebagai
berikut:
Fase 1: Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yang akan dicapaidalam kegiatan pembelajaran dan
memotivasi siswa untuk belajar.
Fase 2: Menyajikan materi, guru menyampaikan dan menyajikan materi pelajaran secara
klasikal.
Fase 3: Mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Kegiatan-kegiatan
dalam fase ini diantaranya adalah sebagai berikut:
Membentuk 5 kelompok kecil, tiap kelompok terdiri dari 4 siswasecara heterogen
yang telah ditentukan oleh guru. Menginformasikan pada siswa untuk
mengerjakan tugas secara berkelompok dan setiap anggota kelompok
bertanggungjawab pada kelompok masing-masing dan terhadap diri sendiri.
Menyuruh siswa mengerjakan soal dalam LKS secara berkelompok. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya siswa mengerjakan secara mandiri dan
16
selanjutnya dicocokkan dan didiskusikan ketepatan jawabannya dengan teman
sekelompok. Jika ada anggota kelompok yang belum memahami, maka teman
sekelompoknya yang sudah faham menjelaskan, sebelum meminta bantuan
kepada guru.
Fase 4: Membimbing siswa dalam belajar dan bekerja dalam kelompok. Guru bertindak
sebagai fasilitator mengawasi, mengamati, dan membimbing siswa yang
mengalami kesulitan.
Fase 5: Evaluasi.Evaluasi digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa dalam menyerap
materi pembelajaran dan indikator pencapaian hasil belajar.
Fase 6: Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok dilakukan dalam dua tahap
perhitungan, yaitu:
1) Menghitung skor individu dan skor kelompok
Cara pemberian skor pada pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat berperan
untuk memotivasi siswa bekerja sama dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran yang diberikan. Setelah siswa mempelajari materi secara berkelompok, setiap
siswa mengerjakan kuis secara individual dan memperoleh skor kuis serta nilai
perkembangan. Nilai perkembangan bergantung pada kemajuan yang dicapai siswa
dengan memperhatikan skor kuis atau skor dasar siswa. Skor dasar siswa adalah rata-rata
skor siswa yang bersangkutan untuk kuis-kuis terdahulu, dengan syarat materi yang
diujikan pada kuis-kuis tersebut masih berada dalam satu topik. Jika belum pernah
diadakan kuis untuk topik tersebut, maka skor dasar siswa adalah skor tes awal.
2) Menghargai prestasi kelompok
Kemudian berkaitan dengan banyaknya tingkat penghargaan kelompok,menurut
(Muslimin dkk, 2002 ) tingkat penghargaan yang disediakan didasarkan pada skor rata-rata
kelompok dengan kualifikasi cukup, baik, sangat baik dan sempurna.
Berdasarkan fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe STAD tersebut, maka
skenario model pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
a. Guru mengomunikasikan tujuan belajar dan hasil belajar yang diharapkan akan
dicapai oleh setiap siswa.
b. Guru menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh (pembelajaran
17
kooperatif tipe STAD).
c. Tanya jawab mengecek kesiapan siswa.
2. Kegiatan Inti
a. Siswa memperhatikan penyampaian informasi materi pembelajaran mengenai
pengertian data, penyajian data, pengolahan data serta cara membuat tabel,
diagram garis, diagram batang,serta cara mencari rata-rata hitung, mean
dan modus dengan memberikan contoh-contoh.
b. Pengelompokan siswa dalam 5 kelompok (setiap kelompok terdiri dari 4 siswa
yang kemampuannya heterogen (kemampuan akademik tinggi, sedang,
rendah, laki-laki dan perempuan)
c. Siswa mengerjakan bahan-bahan LKS dalam kelompoknya dengan berdiskusi,
bekerjasama dan saling membantu. Siswa yang sudah faham menjelaskan
temannya yang belum faham.
d. Siswa dalam kelompok mendapat bimbingan belajar dari guru jika ada yang
mengalami kesulitan.
3. Penutup
a. Secara acak guru menunjuk perwakilan kelompok untuk mempresentasikan
hasil pekerjaan kelompoknya, sedangkan kelompok lain menanggapi.
b. Siswa dengan arahan guru menyimpulkan materi pembelajaran mengenai cara
menyajikan data dalam bentuk tabel, diagram garis, batang, lingkaran serta
menentukan rata-rata, median dan modus sekumpulan data.
c. Evaluasi berupa kuis, tes akhir siklus 1 dan siklus 2.
d. Guru memberikan penghargaan kelompok.
e. Guru memberikanpenugasan/pekerjaan rumah.
2.3 Hasil Belajar
Anni (2005: 4) mengemukakan: hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek
perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila
pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang
diperoleh adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk
18
untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan murid dalam kegiatan belajar yang sudah
dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilaii
apakah murid sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Haling (2006:79)
mengemukakan:beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar murid, yaitu:
1. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal faktor), yaitu :
a. Faktor jasmani baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh.
b. Faktor psikologis, yakni terdiri atas kecerdasan dan bakat, sikap, kebiasaan,
minat, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.
c. Faktor kematangan fisik dan psikis.
2. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal faktor), yaitu :
a. Faktor sosial yang terdiri atas; lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat.
b. Faktor adat istiadat yaitu adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan
pengetahuan.
c. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar murid pada mata pelajaran
sangat ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam diri murid dan faktor yang
datangnya dari luar diri murid.
2.3.1 Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar matematika harus dilakukan untuk mengukur perkembangan
hasil belajar siswa berupa pencapaian kecakapan atau kemahiran matematika yang
meliputi pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan komunikasi, pemecahan masalah
dan menghargai kegunaan matematika.
Astuti (2006: 5) mengemukakan:hasil belajar murid selanjutnya dilaporkan kepada
orang tua dalam bentuk rapor yang memuat 3 aspek yaitu:
1. Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan murid dalam
memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes,
akurat, efisien dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep adalah:
a. Menyatakan ulang sebuah konsep.
19
b. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai konsepnya).
c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.
f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
2. Penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam
melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Indikator yang
menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah :
a. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar atau diagram.
b. Mengajukan dugaan.
c. Melakukan manipulasi matematika.
d. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi.
e. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
f. Memeriksa kesahihan suatu argumen.
g. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
3. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa
dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan
menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Indikator yang menunjukkan
penalaran dan komunikasi adalah:
a. Menunjukkan pemahaman masalah.
b. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan
masalah.
c. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk.
d. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.
e. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.
f. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
g. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Djamarah (2000: 45) mengemukakan: Hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan
20
pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah
prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan
keuletan, sungguh–sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang
mampu untuk mancapainya.
Arikunto ( 1990:133) mengatakan:″hasil belajar adalah hasil akhir setelah
mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat
diaamati,dan dapat diukur″.
Nasution ( 1995 : 25) mengemukakan:″hasil adalah suatu perubahan pada diri
individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga
meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu
tersebut″.
Gagne menyimpulkan ada lima macam hasil belajar, yaitu:
1) Ketrampilan intelektual, atau pengetahuan prosedur yang mencakup belajar konsep,
prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui penyajian materi di sekolah.
2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru
dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam
memperhatikan, belajar, mengingat, dan berpikir.
3) Informasi verbal, yaitu kemampauan untuk mendiskripsikan sesuatu dengan kata-
kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
4) Ketrampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan
mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang
yang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor intelektual.
Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal
cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut:
1) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa.
2) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya
3) Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama
diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat untuk mempelajarai aspek lain,
dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang
lainya.
21
4) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya
terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan
proses dan usaha belajarnya.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa
yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Jadi hasil belajar dalam penelitian ini
adalah hasil dari proses pembelajaran yang berupa kemampuan-kemampuan memahami
konsep yang akan diukur dengan tes, yaitu nilai tes kondisi awal, nilai tes akhir siklus 1,
dan nilai tes akhir siklus 2.
Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa
setelah ia menerima pembelajaram matematika yang berupa nilai matematika (aspek
kuantitatif) yang diukur dengan tes hasil belajar.
2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian Tindakan Kelas ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hasaruddin Hafif dan Komariah Asikin yang dilakukan pada siswa kelas IV SD Inpres BTN
IKIP 1 Makassar sebanyak 25 siswa tahun 2010. Berdasarkan penelitian mereka yang
berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penggunaan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, disimpulkan bahwa dengan penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika, hal tersebut dapat
dibuktikan adanya peningkatan hasil belajar pada siklus 1 nilai rata-rata kelas 64,4
meningkat menjadi 74,80 pada siklus II.
Relevan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Suci Wijayanti pada siswa kelas
IV SD N 3 Bugel Kedung Jepara yang berjumlah 33 anak dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar
siswa, sebelum tindakan ketuntasan klasikal 42%, setelah diadakan tindakan pada akhir
silkus I ketuntasan meningkat menjadi 70%, dan pada siklus II mengalami peningkatan
menjadi 85%. Selain peningkatan hasil belajar juga terjadi peningkatan aktivitas siswa dan
guru dalam kegiatan pembelajaran.
22
Hasil penelitian tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil
belajar matematika pada siswa kelas IV semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.
2.5 Kerangka Berpikir
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika umumnya sangat dipengaruhi oleh ketidaktepatan model pembelajaran yang
digunakan guru sehingga rasa jenuh untuk belajar timbul pada diri murid, terlebih lagi
dalam mata pelajaran matematika yang sangat membutuhkan keseriusan murid untuk
dapat memahami materi pelajaran yang diajarkan, sehingga diperlukan suatu
pembelajaran yang lebih memberikan kesempatan kepada murid untuk dapat
mengembangkan potensi dan wawasannya dalam belajar, dan yang dimaksudkan dalam
hal ini adalah pembelajaran kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa pendekatan, namun terkait
dengan penelitian yang dilakukan peneliti, maka pendekatan yang digunakan adalah
model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divisions) karena
tipe STAD dalam pembelajaran kooperatif adalah yang paling sederhana dan mudah untuk
dilaksanakan guru dalam proses belajar mengajar karena hanya menekankan pada
pembelajaran kelompok kepada murid secara heterogen (kemampuan akademik tinggi,
sedang, rendah, laki-laki dan perempuan)
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe STAD dioptimalkan sehingga
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. Murid dibagi menjadi beberapa
kelompok belajar yang akan berfungsi saat menyelesaikan tugas yang diberikan guru
maupun saat mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas, sehingga dari
kegiatan tersebut diperoleh penilaian aktivitas belajar murid.
Jika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka siswa akan
aktif dalam kegiatan pembelajaran, jika siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, maka
motivasi dan minat belajar tinggi, jika motivasi dan minat belajar tinggi, siswa akan mudah
menyerap materi pembelajaran, jika siswa mudah menyerap materi pembelajaran dengan
baik maka hasil belajar siswa akan meningkat, jika hasil belajar meningkat, maka daya
23
serap siswa akan tinggi maka indikator kriteria keberhasilan mata pelajaran matematika
kurikulum KTSP kelas empat akan tercapai.
2.6 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis pada penelitian ini adalah melalui
penggunaan model pembelajaran koperatif tipe STAD diduga dapat meningkatkan hasil
belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Keputon 01 Kecamatan Blado Batang
Semester 1 tahun pelajaran 2013-2014.