BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran yang berkembang saat ini adalah pembelajaran
kooperatif (Cooperative Learning). Dalam pembelajaran kooperatif
(Cooperative Learning) menggunakan kelompok-kelompok kecil sehingga
siswa-siswi saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
sudah ditetapkan. Siswa dalam kelompok kooperatif belajar berdiskusi, saling
membantu, dan mengajak satu sama lain untuk mengatasi masalah belajar.
Pembelajaran kooperatif mengkondisikan siswa untuk aktif dan saling
memberi dukungan dalam kerja kelompok untuk menuntaskan materi masalah
dalam belajar. Menurut Effandi Zakaria (dalam Isjoni, 2012: 21),
“pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran menelusuri perbincangan dengan rekan-rekan
dalam kelompok kecil”.
Pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang saling
terkait didalamnya, diantaranya adalah saling ketergantungan
positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, keterampilan
untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial
yang sengaja diajarkan Nurhadi (dalam Isjoni, 2009).
Anata Lie (dalam Isjoni, 2012: 23), menyebut pembelajaran
kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Menurut johnson (dalam Isjoni, 2012: 23), pembelajaran
kooperatif adalah mengelompokkan siswa didalam kelas kedalam
suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan
kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu
sama lain dalam kelompok tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang model pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning) yang dikemukakan oleh para ahli. Peneliti
menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran
8
dimana siswa bekerja sama dalam kelompok yang heterogen dan didalam
kelompok siswa dituntut aktif untuk saling membantu dan mencapai tujuan
bersama.
Menurut Lungdren (dalam Isjoni 2012: 16) model
pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa unsur diantaranya
sebagai berikut :
1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam
atau berenang bersama”
2) Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain
dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri
daalam materi yang dihadapi.
3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka memiliki tujuan
yang sama.
4) Para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab diantara anggota
kelompok.
5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6) Para siswa berbagi kepemimpinan dan mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
2.1.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) didalamnya terdapat
berbagai tipe dari model tersebut, yang salah satunya adalah STAD (Student
Team Achievement Division). STAD (Student Team Achievement Division)
adalah “salah satu strategi aktif dalam pembelajaran kooperatif yang
mendorong peserta didik agar saling membantu untuk menguasai keterampilan
yang diajarkan oleh guru” Zainal Arifin (2012: 82). Tipe ini dikembangkan
oleh Slavin (dalam Isjoni 2012: 82) “merupakan salah satu tipe kooperatif
yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk
saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran
guna mencapai hasil yang maksimal”. STAD merupakan salah satu tipe
kooperatif yang dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil yang
berjumlah 4-5 orang siswa secara heterogen. STAD diawali dengan
penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kelompok, presentasi dari guru,
9
kegiatan belajar dalam (kerja tim), kuis/evaluasi, penghargaan prestasi tim
Rusman (2012: 215).
Menurut Rusman (2012: 215), terdapat langkah-langkah model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD, adalah sebagai
berikut.
1) Penyampaian Tujuan dan Motivasi.
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran
tesebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
2) Pembagian Kelompok.
Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya
terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman)
kelas dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras atau etnik.
3) Presentasi dari Guru.
Guru menyampaikan materi pelajaran yang ingin dicapai pada
pertemuan tersebut. Didalam proses pembelajaran guru dibantu oleh
media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan
kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang
harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.
4) Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim).
Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan
lembar kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua
anggota menguasi dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama
tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan,
dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri
terpenting dari STAD.
5) Kuis (Evaluasi).
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis/evaluasi
tentang materi yang dipelajari ketika belajar dalam kelompok. Siswa
diberikan kursi secara individual dan tidak diperbolehkan bekerja sama.
10
Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individual bertanggung
jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tertentu.
6) Penghargaan Prestasi Tim.
Setelah pelaksanaan kuis/evaluasi, guru memberikan apresiasi/hadiah
kepada kelompok yang anggotanya banyak mendapat nilai rata-rata
kuis/evaluasi paling baik. Penghargaan dapat berupa pujian secara lisan
maupun hadiah yang sudah ditentukan sebelumnya.
Berdasarkan uraian tentang pengertian serta langkah-langkah model
pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD. Hal tersebut
menunjukkan bahwa model pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Tipe STAD dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk mengungkap ide
atau gagasan yang dimiliki siswa, mengajak siswa untuk berperan aktif dalam
pembelajaran, meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan
kemampuan belajar abstrak menjadi nyata, serta dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
Kelebihan model pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning) Tipe STAD, menurut Slavin (dalam fhajar 2012)
1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan
menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk
berhasil bersama.
3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok.
4) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan
mereka dalam berpendapat.
5) Meningkatkan kecakapan individu.
6) Meningkatkan kecakapan kelompok.
Kekurangan model pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning) Tipe STAD, menurut Slavin (dalam fhajar 2012).
1) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.
2) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan
karena peran anggota yang pandai lebih dominan.
3) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga
pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran
kooperatif.
4) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja
sama.
11
2.1.2 Keaktifan Siswa
Diberbagai sekolah, para guru disarankan untuk mengemas
pembelajaran dengan strategi-strategi pembelajaran aktif. Menurut Jamal
Ma’mur Asmani (2011: 60) Aktif dimaksudkan “bahwa dalam proses
pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga
siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan”.
Aunurrahman (2010: 119) menyatakan “keaktifan siswa dalam belajar
merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, dan
dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran”. Sehingga keaktifan
siswa perlu digali dari potensi-potensinya, yang mereka aktualisasikan melalui
aktifitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Lindgren (dalam
Moh Uzer Usman, 1990: 20) mengemukakan “kadar keaktifan siswa itu dalam
interaksi diantara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya”.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli peneliti
menyimpulkan bahwa keaktifan siswa merupakan kegiatan yang dilakukan
siswa dalam merubah tingkah laku dengan melakukan interaksi dilingkungan
sekitarnya. Keaktifan siswa dalam belajar tidak akan muncul begitu saja tetapi
guru juga harus berusaha untuk memunculkan suasana belajar yang aktif
sehingga siswa dapat terpacu untuk aktif dalam belajar.
Keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari interaksi
antara guru dengan siswa maupun sebaliknya. Lindgren (dalam Moh Uzer
Usman, 1990: 20) menggambarkan “pola keaktifan siswa dalam interaksi
belajar mengajar siswa dengan guru dan siswa dengan siswa yang lainnya”,
pada gambar 2.1 berikut ini.
a. b.
G G
S S S S S S
12
c. d.
Gambar 2.1
Pola keaktifan siswa interaksi dalam belajar mengajar.
Keterangan:
= Guru.
= Siswa.
a) Komunikasi satu arah.
b) Ada balikan bagi guru, tidak ada interaksi diantara siswa.
c) Ada balikan bagi guru, siswa berinteraksi.
d) Interaksi optimal antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan
siswa lainnya.
Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011: 77), terdapat 3 aspek dalam
belajar aktif adalah sebagai berikut.
1) Pengalaman.
Anak akan belajar banyak melalui berbuat dan pengalaman dengan cara
mengaktifkan lebih banyak indra dari pada hanya melalui
mendengarkan.
G
S
G
S
S S
G
S S S
G
S
13
2) Interaksi.
Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila terjadi dalam suatu
interaksi dengan orang lain, misalnya berdiskusi, saling bertanya dan
mempertanyakan, dan saling menjelaskan.
3) Refleksi.
Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang lain dan
mendapat tanggapan, maka orang itu akan merenungkan kembali
(refleksi) gagasannya tersebut. Kemudian melakukan perbaikan
sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap lagi.
Berdasarkan uraian tentang keaktifan yang dikemukakan dari
pengertian keaktifan siswa, pola keaktifan siswa dalam interaksi belajar
mengajar, serta aspek-aspek dalam belajar aktif. Pada penelitian ini pokok
bahasan keaktifan siswa yaitu untuk mengetahui keadaan dimana siswa
berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam hal tersebut
keaktifan siswa terlihat dari bagaimana siswa merespon pertanyaan atau
perintah dari guru, siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari
guru siswa melakukan pengamatan atau percobaan.
2.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan komponen penting dalam kegiatan
pembelajaran. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dapat ditempuh
melalui peningkatan kualitas sistem penilaiannya. Menurut Purwanto (2011:
54) hasil belajar adalah “perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti
proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan”.
Winkel (dalam Purwanto, 2011: 45) hasil belajar adalah “perubahan
yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”.
Bloom (dalam Moh Uzer Usman, 1990: 29) mengusulkan:
Hasil belajar dikelompokkan ke dalam tiga taksonomi yang
disebut dengan ranah belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif,
ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar
berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah
kognitif mencakup kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisi, sintesis, dan penilaian. Kategori tujuan pembelajaran ranah
14
afektif meliputi penerimaan, pemberian respon, penilaian,
pengorganisasian, dan karakterisasi. Kategori tujuan pembelajaran
ranah psikomotorik meliputi peniruan, manipulasi, ketetapan,
artikulasi, dan pengalamiahan”.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli mengenai
hasil belajar. Peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
kemampuan tingkat perkembangan mental siswa dengan membentuk pola
pemahaman, diterapkan dengan sikap dan diwujudkan dengan adanya
perbuatan setelah menerima pengalaman belajarnya.
Keberhasilan tingkat perkembangan dapat diukur dan dinilai
berdasarkan evaluasi hasil belajar siswa. Untuk dapat melakukan evaluasi
hasil belajar maka diadakan pengukuran terhadap hasil belajar. Pengukuran
adalah “kegiatan membandingkan sesuatu dengan alat ukurnya” Arikunto
(dalam Purwanto 2011: 34). Dalam pendidikan, teknik pengukuran hasil
belajar dilakukan dengan mengadakan tes untuk membandingkan kemampuan
siswa yang diukur dengan tes sebagai alat ukurnya. Selain tes, pengukuran
hasil belajar juga dapat dilakukan dengan non tes yang digunakan untuk
mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan peserta tes.
Teknik pengukuran dibedakan menjadi dua, yaitu tes dan non tes.
1. Tes
Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan
seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang terhadap
stimulus atau pertanyaan. Tes juga dapat diartikan sebagai sejumlah
pertanyaan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan untuk mengukur
tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang
yang dikenai tes Djemari (dalam Eko Putro, 2012: 45).
2. Non Tes.
Menurut Hamdani (2011: 317) Penialian hasil belajar tidak hanya
dilakukan dengan tes, tetapi dapat juga dilakukan melalui alat atau
instrumen pengukuran bukan tes yang terdiri dari.
15
1) Observasi.
Observasi merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan mengamati
dan mencatat secaraa sistematik apa yang tampak dan terlihat
sebenarnya.
2) Wawancara.
Wawancara merupakan teknik yang dilakukan secara lisan yang
berisikan pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informasi yang hendak
digali.
3) Racting scale atau chek list.
Racting scale atau cheklist dilakukan untuk mengumpulkan informasi
dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain
dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif atau kualitatif, tergantung
format yang digunakan.
4) Kuesioner.
Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa
kategori.
2.1.4 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya
didalam kehidupan sehari-hari (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan
IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu
siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang
alam sekitar (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang
dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara
bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.
16
Ditingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas
(Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya
melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah
secara bijaksana (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
(scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai
aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA
diSD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara
langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
Mata Pelajaran IPA diSD bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam
ciptaan-nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelediki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk peranserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk mengahrgai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-
aspek berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta
kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat
dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
Dari Permendiknas No. 22 Tahun 2006 mengenai mata
pelajaran IPA, maka dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran IPA
mempelajari fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam
17
kehidupan sehari-hari dengan cara mencari tahu melalui pertanyaan
kritis (apa, mengapa, dan bagaimana) dan dilakukan dengan cara
sistematis untuk mengembangkan potensi siswa. Potensi siswa yang
dikembangkan mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang nantinya dapat digunakan sebagai bekal kecakapan hidup
untuk menyesuaikan perubahan perkembangan IPTEK yang
berkembang pesat diera globalisasi.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA
diSD mencakup standar minimum yang secara nasional harus
dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan
kurikulum disetiap satuan pendidikan. pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun
kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran
IPA kelas 4 disajikan melalui Tabel 2.2 berikut ini (Permendiknas
No. 22 Tahun 2006).
Tabel 2.2
SK dan KD Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Kelas 4 Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari
8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat dilingkungan
sekitar serta sifat-sifatnya
8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya
2.1.5 Hubungan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan Model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD
Pembelajaran adalah “cara guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berfikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari”
Darsono (dalam Hamdani, 2011: 23). Pembelajaran merupakan usaha guru
untuk menciptakan suatu pembelajaran yang dilakukan untuk memudahkan
siswa dalam menggali potensinya sehingga apa siswa dapat menguasai apa
yang telah diterima secara optimal. Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam guru harus berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang
mempermudah serta memberi kesan siswa belajar dalam mengajarkan Ilmu
18
Pengetahuan Alam pada siswa-siswinya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
terutama pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam guru lebih hanya berperan sebagai
pembimbing dari pada sebagai pemberi informasi saja karena siswa dituntut
harus berperan aktif dalam pembelajaran.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD
merupakan model pembelajaran dengan membentuk kelompok kecil yang
terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen dengan kemampuan berpikir yang
berbeda, dimana siswa bekerja secara berkelompok untuk menyelesaikan
tugas kelompoknya, dalam anggota kelompok harus saling bekerja sama dan
saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Cara tersebut, merupakan
upaya yang sangat baik untuk meningkatkan keaktifan, tanggungjawab, dan
bekerja sama antara individu dalam kelompok dan meningkatkan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, karena siswa masih
merasa kesulitan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam model
pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD ditekankan pada
kerja tim, sarana pendukung yang digunakan dalam kerja tim ini
menggunakan LKS.
LKS merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
sarana pendukung pelaksanaan rencana pembelajaran. Isi dalam LKS berupa
informasi maupun soal-soal. Dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam, LKS sangat baik dipakai untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam
belajar. Oleh karena itu dengan “LKS dapat membantu siswa dalam
penyelesaian tugas dengan cara kerjasama dalam kelompok” Hamdani (2011:
74). Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning) Tipe STAD dengan menggunakan LKS dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, karena didalam pembelajaran
Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD siswa dalam kerja tim
diberikan kesempatan untuk saling bekerja sama untuk memahami suatu
materi dan berfikir berfikir secara individu, kemudian siswa saling
berinteraksi satu sama lain serta menyatukan pendapat menyelesaikan
masalah.
19
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil Penelitian Tindakan Kelas Sulastri “Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif STAD dan Penggunaan Alat Peraga
Konkret Tentang Energi Siswa Kelas 4 SD Negeri 3 Kandangan Kabupaten
Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012.” Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah melalui pembelajaran kooperatif STAD dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar khususnya
pembelajaran IPA tentang energi diSD Negeri 3 Kandangan. Jenis penelitian
yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari dua siklus.
Pada siklus I dilakukan dalam dua kali pertemuan dan pada siklus II juga
dilakukan dalam dua kali pertemuan. Teknik pengumpulan data yaitu dengan
menggunakan lembar observasi dan dengan mengadakan post tes untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari.
Teknik analisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif
kuantitatif. Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini yaitu 80% dari seluruh
siswa kelas 4 telah mencapai atau melebihi Kriteria Ketuntasan Minimum
(KKM) yaitu 65 (≥65). Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal siswa
yang nilainya memenuhi KKM terdapat 10 siswa (33,33%) dan yang belum
memenuhi KKM terdapat 20 siswa (66,67%). Siklus I menerapkan metode
belajar kelompok terjadi peningkatan cukup signifikan yaitu terdapat 21 siswa
memenuhi KKM (70%) dan 9 siswa (30%) belum memenuhi KKM yang
ditetapkan. Pada siklus II terdapat 26 siswa memenuhi KKM (86,67%) dan 4
siswa (13,33%) belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Persentase
ketuntasan belajar 80,73%, sudah tuntas karena sudah mencapai ketuntasan
belajar ≥80%. Disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif STAD
dan penggunaaan alat peraga konkret pada pembelajaran IPA dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 Semester II SD Negeri 3 Kandangan
Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan.
Hasil Peneltian Tindakan Kelas Praminah tentang “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning) Tipe STAD Tentang Pemeliharaan Panca Indera Bagi
20
Siswa Kelas 4 SD Negeri Kepohkencono 01 Semester I Tahun Ajaran
2011/2012.” Penelitian ini didesain dalam dua siklus. Prosedur dalam setiap
siklus mencakup tahap-tahap: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,
observasi dan refleksi. Keefektifan tindakan pada setiap siklus diukur dari
hasil observasi daan tes. Data dari hasil observasi dideskripsikan,
diinterprestasikan, kemudian direfleksi untuk menentukan tindakan perbaikan
pada siklus berikutnya. Sementara itu data hasil tes dianalisis dengan cara
mendiskripsikan nilai tes antar siklus hingga hasilnya dapat mencapai batas
tuntas sesuai dengan indikator kinerja, yaitu minimal 80% siswa dapat
mengikuti pembelajaran dengan baik dan memperoleh nilai ≥75. Penelitian ini
diperoleh hasil bahwa rerata hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada
siklus 1 sebesar 76% pada siklus 2 meningkat menjadi sebesar 91%. Rerata
hasil ulangan siswa pada kondisi awal 54 tingkat ketuntasan klasikal 32%.
Pada siklus 1 nilai rerata 73 tingkat ketuntasan klasikal 63%. Pada siklus 2
nilai rerata 81 tibgkat ketuntasan klasikal 89%. Berdasarkan tindakan yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa melalui penggunaan model pembelajaran
Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD, guru dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa dikelas 4 DS Negeri Kepohkencono 01
Kecamatan Puncakwangi Kabupaten Pati semester I Tahun Ajaran 2011/2012.
Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan peneliti maka
dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan
lagi karena untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di SD Negeri 3 Brabo
lebih tepat digunakannya model pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning) Tipe STAD. Sebab, model Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe
STAD merupakan tindakan pemecahan yang dilakukan karena dapat
meningkatkan kemajuan belajar, keaktifan siswa, sikap siswa yang lebih
positif dalam menerima pelajaran, menambah motivasi siswa serta menambah
rasa senang terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dengan
demikian, model Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD merupakan
21
model pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Upaya yang diperlukan untuk mendorong siswa aktif dalam kegiatan
belajar dikelas selalu bergantung pada guru. Keaktifan siswa belum
berkembang selama proses pembelajaran yang berdampak pada hasil belajar
siswa yang masih rendah dalam mempelajari mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam. Untuk mengatasi paradigma tersebut, peneliti mencoba
menerapkan suatu model pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Tipe STAD.
Karakteristik pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe
STAD diantaranya adalah pembelajaran yang berpusat pada anak, menekankan
siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah, saling bertukar pendapat
dalam tiap kelompok, semua siswa berperan aktif untuk meningkatkan
keberhasilan kelompok, serta meningkatkan kecakapan individu dan
kelompok. Untuk itu dalam pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe STAD diharapkan
pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa menjadi aktif dalam
pembelajaran diantaranya siswa melakukan pengamatan atau percobaan,
terjadi interaksi dalam kegiatan pembelajaran, siswa dapat menilai dan
memperbaiki pekerjaan. Dengan demikian, siswa aktif mengikuti kegiatan
pembelajaran serta siswa dapat lebih mudah memahami materi sehingga hasil
belajar siswa dapat maksimal.
22
Gambar 2.3
Skema Kerangka Berpikir
Model Pembelajaran
Kooperatif (Cooperative
Learning) Tipe STAD
Bekerja sama
memecahkan suatu
masalah
Semua siswa berperan aktif
untuk meningkatkan
keberhasilan kelompok
Meningkatkan
kecakapan individu
dan kelompok
Saling bertukar
pendapat dalam tiap
kelompok
Keaktifan
Hasil belajar
(Maksimal)
Siswa melakukan pengamatan dan
percobaan
Terjadi interaksi dalam kegiatan
pembelajaran
Menilai dan memperbaiki pekerjaan
Siswa aktif mengikuti kegiatan pembelajaran.
Meningkatkan
23
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir
terdapat berbagai permasalahan masalah. Maka dapat dirumuskan hipotesis
tindakan sebagai berikut:
1) Melalui Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Tipe STAD diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa pada mata
pelajaran IPA bagi siswa kelas 4 SD Negeri 3 Brabo Semester II
Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran
2012/2013.
2) Melalui Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Tipe STAD diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPA bagi siswa kelas 4 SD Negeri 3 Brabo Semester II
Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran
2012/2013.