BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

18
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam Penelitian ini Kajian Teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut : (1)Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (Pengertian, Ciri-ciri, Tujuan, Kelebihan dan Kelemahan, Manfaat, Langkah-langkah); 2) Matematika (Pembelajaran Matematika, Ruang Lingkup); 3) Hasil Belajar 4) Kajian yang Relevan ; 5)Hipotesis Tindakan. 2.1.1 Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share Slavin (dalam Prawiradilaga, 2008:115) menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif adalah metode yang memungkinkan pebelajar untuk bekerja dan belajar dalam kelompok kecil, saling membantu satu sama lain untuk mengatasi kesulitan belajar.Dilihat dari teori Slavin pembelajaran kooperatif merupakan cara belajar yang di dalamnya terdapat siswa membentuk kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Siswa yang pandai mengajari siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Seperti yang dikatakan Johnson (dalam Agus Supridjono, 2010 : 58) mengatakan bahwa, tidak semua belajar kelompok biasa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsure dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsure tersebut adalah: (1) Positif Independence (saling ketergantungan positif), (2)Personal Responsibility (tanggung jawab perseorangan), (3)Faceto face promotive (interaksi promotif), (4) Interpersonal skill (komunikasi antar anggota), (5)Group processing (pemrosesan kelompok).” Siswa dalam kelompok terdiri dari latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, rasa tau suku yang berbeda (heterogen) dapat saling membantu dan bekerja sama. Setiap siswa mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk mengerti materi yang diberikan. Komunikasi antar siswa harus terjalin

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Dalam Penelitian ini Kajian Teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut

: (1)Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (Pengertian, Ciri-ciri, Tujuan,

Kelebihan dan Kelemahan, Manfaat, Langkah-langkah); 2) Matematika

(Pembelajaran Matematika, Ruang Lingkup); 3) Hasil Belajar 4) Kajian yang

Relevan ; 5)Hipotesis Tindakan.

2.1.1 Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share

Slavin (dalam Prawiradilaga, 2008:115) menyatakan bahwa, “pembelajaran

kooperatif adalah metode yang memungkinkan pebelajar untuk bekerja dan

belajar dalam kelompok kecil, saling membantu satu sama lain untuk mengatasi

kesulitan belajar.” Dilihat dari teori Slavin pembelajaran kooperatif merupakan

cara belajar yang di dalamnya terdapat siswa membentuk kelompok kecil yang

saling membantu satu sama lain. Siswa yang pandai mengajari siswa yang kurang

pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana

yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya.

Seperti yang dikatakan Johnson (dalam Agus Supridjono, 2010 : 58)

mengatakan bahwa, “tidak semua belajar kelompok biasa dianggap

pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsure

dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsure tersebut

adalah: (1) Positif Independence (saling ketergantungan positif), (2)Personal

Responsibility (tanggung jawab perseorangan), (3)Faceto face promotive

(interaksi promotif), (4) Interpersonal skill (komunikasi antar anggota),

(5)Group processing (pemrosesan kelompok).”

Siswa dalam kelompok terdiri dari latar belakang kemampuan akademik,

jenis kelamin, rasa tau suku yang berbeda (heterogen) dapat saling membantu dan

bekerja sama. Setiap siswa mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya sendiri

untuk mengerti materi yang diberikan. Komunikasi antar siswa harus terjalin

6

dengan baik, tidak ada siswa yang pasif dalam kelompok. Sehingga tugas yang

diberikan dapat terselesaikan dengan baik.

Sedangkan menurut Lie, 2002 (dalam made wena 2009:189) “ pembelajaran

kooperatif adalah system pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa

untuk bekerja sama dengan sesama siswa dengan tugas-tugas terstruktur, dan

dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator.” Guru sebagai fasilitator artinya

guru membantu siswa dalam menyiapkan dan menyediakan sumber-sumber atau

peralatan untuk kelancaran belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan memanfaatkan teman

sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar yang lainnya untuk

mencapai tujuan belajar. Melalui pembelajaran kooperatif akan memberi

kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-

tugas yang terstruktur. Melalui pembelajaran kooperatif pula, seorang siswa akan

menjadi sumber belajar bagi temannya yang lain.

Arends (dalam Trianto, 2011:132) menyatakan bahwa: “Think Pair Share

merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola

diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi

membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan,

dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa

lebih banyak waktu untuk berpikir, untuk merespon dan saling membantu.”

Dilihat dari teori Arends guru hanya memberikan penyajian singkat tentang

materi dan memberikan situasi yang menjadi pertanyaan atau permasalahan.

Siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang menjadi pertanyaan atau

permasalahan dengan berdiskusi. Kemudian guru membandingkan tanya jawab

kelompok secara keseluruhan.

Slavin (2010; 257) menyatakan bahwa: Ketika guru menyampaikan

pelajaran kepada kelas, para siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-

masing. Guru memberikan pertanyaan kepada kelas. Siswa diminta memikirkan

sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu berpasangan dengan pasangannya untuk

mencapai sebuah kesepakatan terhadap jawaban. Akhirnya, guru meminta para

siswa untuk berbagi jawaban yang telah mereka sepakati dengan seluruh kelas.

7

Jaurhan (2011: 61) menyatakan Think Pair Share memiliki prosedur yang

ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk

berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Sedangkan Think Pair Share menurut Suprijono (2010:91) memiliki arti

seperti namanya „Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan

pertanyaan atau isu terkait dengan pembelajaran dengan pembelajaran untuk

dipikirkan oleh peserta didik. Selanjutnya “Pairing” , pada tahap ini guru meminta

peserta didik berpasang-pasangan. Memberi kesempatan pada pasangan-pasangan

itu untuk berdiskusi. Kemudian yang terakhir tahap “Sharing”, pada tahap ini

hasil diskusi intersubyektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan

pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang

mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integrative. Jadi peserta

didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.

Alma (2009: 91) menyatakan bahwa Think Pair Share mecangkup tiga

langkap utama yaitu; pertanyaan diajukan untuk seluruh kelas, lalu tiap siswa

memikirkan jawabannya, kemudian siswa dibagi berpasangan dan diskusi.

Pasangan ini melaporkan hasil diskusinya dan berbagi pemikiran dengan seluruh

kelas.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli, disimpulkan model kooperatif tipe

Think Pair Share adalah model pembelajaran kooperatif yang bertujuan memberi

siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu

sama lain, serta mempunyi tiga tahapan penting yaitu berpikir(think),

berpasangaan (pair), berbagi (share).Tahap pertama yaitu think, yaitu guru

memberi soal pada siswa kemudian siswa diberi kesempatan berpikir secara

mandiri mengenai permasalahan yang diberikan oleh guru. Tahap kedua pair,

yaitu siswa dibagi kelompok(berpasangan). Setiap kelompok (pasangan)

mendiskusikan dan bertukar pikiran untuk memecahkan permasalahan yang

diberikan oleh guru. Tahapan yang ketiga share, yaitu setiap kelompok pasangan

saling berbagi pendapat yang sudah didiskusikan dalam kelompok pasangan tadi

dengan kelompok pasangan yang lain dalam satu kelas untuk memecahkan

masalah yang telah diberikan oleh guru. Cara berbagi pendapat dengan kelompok

8

lain yaitu salah satu kelompok mencoba memberikan pendapat dari kelompoknya

ke depan kelas, sedangkan kelompok lain dapat memberikan tanggapan dan saran

kepada kelompok yang maju.

2.1.1.1 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share

Agus Suprijono (2010:91) mengemukakan ciri-ciri model Think Pair Share

adalah sebagai berikut:

1) “Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau

isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi

kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya.

2) “Pairing”, pada tahap ini meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri

kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan

diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan

melalui intersubjektif dengan pasangannya.

3) Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan

pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan “Sharing”. Dalam kegiatan

ini diharapkan terjadi Tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian

pengetahuan secara integratif. Peserta didik dapat menemukan struktur dari

pengetahuan yang dipelajari.

Serupa dengan Agus Suprijono, pendapat Jaurhan (2011:61) juga

menyebutkan langkah-langkah Think Pair Share sebagai berikut:

1) Thinking (berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan

dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan

tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

2) Pairing (berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain

untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama.

Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat memperoleh berbagai jawaban jika

telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suau persoalan khusus

telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk

berpasangan.

9

3) Sharing (berbagi). Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk

berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan Ini

efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan

dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapatkan

kesempatan untuk melapor.

Pada pembelajaran kooperati tipe Think-Pair-Share dapat disimpulkan

mempunyai 3 karakteristik utama yaitu:

1) Berpikir (Thinking). Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang

dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa

menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan

penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan langkah berpikir.

2) Berpasangan (Pairing). Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan

dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu

yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang

diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang

diidentifikasi. Secara normal guru member waktu 4 atau 5 menit untuk

berpasangan.

3) Berbagi (Sharing). Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan

untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.Hal ini

efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan

sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan melapor.

2.1.1.2 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tujuan. Para ahli juga

mengemukakan beberapa tujuan dari pembelajaran kooperatif. Seperti Trianto

(2011:58) yang mengemukakan bahwa: “Pembelajaran kooperatif disusun dalam

sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta

memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama

yang berbeda latar belakangnya”. Menurut Suprijono (2010:91), model Think Pair

Share mempunyai tujuan:

10

1) “Think”guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran

untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada

mereka memikrkan jawabannya

2) “Pairing”diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban

yang telah dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya.

3) “Sharing”diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada

pengonstruksian pengetahuan secara integrative. Peserta didik dapat

menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajari

Model pembelajaran kooperatif membuka peluang bagi upaya mencapai

tujuan meningkatkan keterampilan sosial peserta didik. Dalam kelompok mereka

bekerja tidak hanya sebagai kumpulan individual tetapi merupakan sesuatu tim

kerja yang tangguh. Seorang anggota kelompok tergantung kepada anggota

kelompok lainnya. Seorang yang memilili keunggulan tertentu akan membagi

keunggulannya dengan lainnya. Di samping itu, pembelajaran kooperatif

sekaligus dapat melatih sikap dan keterampilan sosial sebagai bekal kehidupannya

di masyarakat. Sedangkan tujuan secara spesifik model pembelajaran kooperatif

tipe Think Pair Share dapat memberi siswa banyak waktu untuk berfikir,

merespon, dan saling membantu. Dalam kelompok mereka bekerja tidak hanya

sebagai kumpulan individual tetapi merupakan sesuatu tim kerja yang tangguh.

Seorang anggota kelompok tergantung kepada anggota kelompok lainnya.

Seorang yang memilili keunggulan tertentu akan membagi keunggulannya dengan

lainnya. Di samping itu, pembelajaran kooperatif sekaligus dapat melatih sikap

dan keterampilan sosial sebagai bekal kehidupannya di masyarakat.

2.1.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS

Menurut Huda (2011:171) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok

berpasangan adalah sebagai berikut :

1. Mudah dipecah menjadi berpasangan.

2. Lebih banyak muncul ide.

3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan.

11

4. Guru mudah memonitor.

Sedangkan kekurangan dari kelompok berpasangan adalah sebagai berikut :

1. Butuh banyak waktu.

2. Butuh sosialisasi yang lebih baik.

3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara.

4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada

kelompoknya.

5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari keterlibatan. Perhatian anggota

sangat kurang.

Dari kelebihan – kelebihan yang ada pada pembelajaran Think-Pair-Share,

semakin memberikan optimisme untuk keberhasilan penelitian ini. Dengan

diberikan pertanyaan(masalah), siswa akan dilatih berpikir mandiri dan

dipecahkan bersama dengan pasangannya. Meminimalkan perilaku guru yang

terlalu menekankan penguasaan konsep belaka kepada siswanya, karena dalam

model ini konsep hanya diberikan sesuai dengan kebutuhan. Bukan tentang

banyaknya konsep yang dapat diterima oleh siswa, tetapi seberapa tingkat

pemahaman siswa mengenai konsep tersebut. Dengan tujuan utama dapat

memberi siswa banyak waktu untuk berfikir, merespon, dan saling membantu.

Dalam kelompok mereka bekerja tidak hanya sebagai kumpulan individual tetapi

merupakan sesuatu tim kerja yang tangguh. Jumlah siswa yang genap menjadi

kelemahan model pembelajaran ini, selain itu dbutuhkan cara bersosialisasi yang

baik dari masing-masing siswa.

2.1.1.4 Langkah-langkah Pembelajaran Think-Pair-Share

Tabel 2.1. Sintaks Think-Pair-Share

Tahapan Kegiatan Pembelajaran

Tahap 1

Pendahuluan

- Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu tiap kegiatan,

memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan

masalah

- Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa

Tahap 2

Think

- Guru menggali pengetahuan awal siswa melalui kegiatan

demonstrasi

- Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan

12

dengan pelajaran sambil siswa memikirkan pertanyaan atau isu

secara mandiri individual. Siswa tidak boleh berbicara dengan

siswa lain pada tahap ini.

-

Tahap 3

Pair

- Siswa dikelompokkan dengan teman disampingnya

(sebangkunya)

- Siswa berdikusi dengan pasangannya mengenai jawaban tugas

yang telah dikerjakan

Tahap 4

Share

- Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk berbagi

pendapat kepada seluruh siswa dengan dipandu oleh guru

Tahap 5

Penghargaan

- Siswa dinilai baik secara individu maupun kelompok

Penjelasan dari setiap langkah adalah sebagai berikut :

1) Tahap Pendahuluan

Pada tahap ini guru membuka pembelajaran dengan terlebih dahulu

menggali apersepsi. Ini dilakukan dengan kegiatan maupun yang berhubungan

dengan materi yang akan disampaikan. Selain itu pada tahap ini guru juga

memotivasi siswa agar pada tahap selanjutnya siswa akan berperan aktif dalam

pemecahan masalah dan pembelajaran tentunya. Selanjutnya, guru menyampaikan

kompetensi apa yang akan dicapai pada pembelajaran dan menjelaskan aturan

main pembelajaran baik cara pelaksanaan, pembagian kelompok maupun alokasi

waktu untuk setiap tahapan kegiatan.

2) Tahap think (berpikir secara individu)

Tahap ini dimulai saat guru menyampaikan materi atau informasi terkait

mata pelajaran yang diberikan misalnya dengan cara ceramah atau demonstrasi.

Ini dilakukan untuk menggali konsepsi awal siswa. Kemudian setelah tahap

demonstrasi , guru memberikan suatu masalah misalnya dalam bentuk

pertanyaanyang diberikan dan mewajibkan semua siswa untuk memikirkan

jawaban atas pertanyyan tersebut secara individu, semampu mereka. Dalam

menentukan pertanyaan guru tentu harus mempertimbangkan pengetahuan dasar

siswa. Pada tahap ini akan lebih baik siswa menuliskan jawabannya agar dapat

dipakai untuk penilaian individu.

13

3) Tahap pair (berpasangan)

Tahap ini guru mengelompokkan siswa secara berpasangan misalnya

menentukan bahwa pasangan setiap siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini

dimaksudkan agar siswa tidak pindah mendekati siswa lain. Lalu siswa bekerja

dengan teman sebangkunya untuk saling berbagi ide, jawaban, dan pemikiran

mereka atas masalah yang diajukan. Diskusi sebenarnya bisa berkembang dengan

penggabungan kelompok lagi misal menjadi empat orang dalam satu kelompok,

namun apabila dalam kelompok tetap dua orang itu tidak masalah karena semakin

sedikit jumlah anggota kelompok maka akan semakin efektif bagi masing-masing

individu untuk aktif dalam berpikir dan aktif dalam berkontribusi terhadap

kelompoknya.

4) Tahap share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau kelas)

Siswa atau kelompok terpilih dapat mempresentasikan jawab kelompoknya

di depan kelas. Jika dimungkinkan, seluruh kelompok dapat maju untuk

menyampaikan jawabannya terlebih jika ada jawaban yang berbeda. Pada

kesempatan ini, guru juga langsung dapat memberikan koreksi dan pelurusan

terhadap jawaban-jawaban yang telah dipresentasikan siswanya. Ini dimaksudkan

agar pada tahap akhir, semua bertitik pada satu jawaban yang paling tepat.

5) Tahap penghargaan

Pada tahap akhir siswa diberi penghargaan baik dari segi individu maupun

kelompok. Nilain individu didapatkan berdasarkan hasil jawaban pada tahap

think, sedangkan nilai kelompok diambil berdasarkan tahap pair dan share,

terutama sekali yaitu ketika pada tahap presentasi di depan kelas.

2.1.2 Matematika

Johnson dan Myklebus (dalam Abdulrahman, 2003: 252). bahwa

“Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk

mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan

fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.” Dari pengertian tersebut

Johnson dan Myklebus memandang Matematika menggunakan istilah-istilah yang

14

dijabarkan dalam bentuk symbol-simbol untuk menjelaskan hubungan kuantitatif

dan keruangan sehingga memudahkan pola berpikir seseorang.

Sedangkan Setyono (2007:1) mengemukakan bahwa: “Matematika adalah

ilmu yang sangat penting dalam dan untuk hidup kita. Banyak hal di sekitar kita

yang selalu berhubungan dengan matematika.” Setyono menjelaskan matematika

merupakan ilmu yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena

banyak hal disekitar yang berhubungan dengan matematika.

Lebih lanjut Soedjadi (2000: 11) yang menyajikan beberapa definisi

matematika berdasarkan sudut pandangnya. Beberapa definisi matematika

tersebut antara lain:

1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan

terorganisir secara sistematis.

2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan

kalkulasi.

3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan

berhubungan dengan bilangan.

4. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kualitatif

dan masalah ruang dan bentuk.

5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang

logik.

6. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang

ketat.

Soedjaji membahas matematika secara lebih rinci Matematika merupakan cabang

ilmu eksak(pasti) disusun secara sistematis dengan urutan yang jelas. Matematika

mempelajari tentang bilangan, kalkulasi, logika serta masalah bentuk dan ruang.

Matematika merupakan ilmu pasti yang di dalamnya memuat aturan-aturan yang

ketat.

Berdasarkan beberapa pendapat penulis menyimpulkan matematika adalah

ilmu pasti yang disusun secara sistematis mempelajari tentang bilangan

(aritmatika) dan bentuk (geometri) yang dijabarkan dalam bentuk symbol-simbol

untuk memudahkan pola berpikir seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

15

2.1.2.1 Pembelajaran Matematika

Pengertian belajar menurut Slameto (2010: 2), didefinisikan sebagai berikut

“belajar ialah suatu proses usaha perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungan.” Dari pengertian tersebutbelajar adalah perubahan tingkah lakukarena

sesorang berinteraksi dengan lingkungan dan memperoleh pengalaman.

Lebih lanjut Winkel ( 2005:59 ) menyatakan belajar pada manusia

merupakan suatu aktifitas mental, psikis, yang berlaku dalam inteaksi aktif dengan

lingkungan yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-

pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap. perubahan itu bersikap secara relative

dan konstan dan berbekas. Dari definisi tersebut Winkel mengungkapkan belajar

merupakan interaksi yang dilakukan manusia meliputi mental dan psikis dengan

lingkungan yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan,

keterampilan dan sikap.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang belajar,dapat dikatakan bahwa

belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang berupa aktifitas mental/psikis

untuk memperoleh perubahan tingkah laku baik menyangkut pengetahuan,

keterampilan maupun sikap berkat latihan dan pengalaman. Belajar yang disertai

proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik, daripada belajar hanya

belajar sendiri. Hal ini dikarenakan belajar dengan proses yang mengandung

serangkaian interaksi guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Belajar

dengan proses pembelajaran meliputi peran guru, bahan ajar dan lingkungan yang

kondusif yang sengaja diciptakan. Sehingga dalam hal ini kemampuan guru untuk

mengorganisir komponen-komponen tersebut dapat berinteraksi secara optimal

sehingga tujuan pendidikan tercapai.

Susanto (2012: 186) menyatakan bahwa “pembelajaran matematika adalah

suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan

kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa,

16

serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai

upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.” Dalam

proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama – sama

menjadi pelaku pembelajaran. Tidak hanya guru yang berperan sebagai pemberi

informasi, tetapi siswa juga harus aktif dalam menerima informasi tersebut,

sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri secara aktif. Dengan

demikian, materi matematika yang diperoleh oleh siswa dapat dikuasai dengan

baik.

Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

matematika adalah proses belajar mengajar yang dirancang guru dilaksanakn

dengan kreativitas untuk menigkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat

membangun pengetahuan baru. Dapat berakibat pada perubahan tingkah laku

siswa dalam pola berpikir.

2.1.2.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Tujuan umum pembelajaran matematika sekolah seperti yang diungkap

dalam permen nomor 22 tahun 2006 untuk SD agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut :

1) Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung

dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan

masalah kehidupan sehari-hari.

2) Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-

unsur dan sifat - sifatnya, serta menerapkannya dalam

pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

3) Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang,

luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta

mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan

sehari-hari.

4) Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda

dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan

sehari-hari.

5) Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan

tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data,

rentangan data, rerata hitung, modus, serta menerapkannya

dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

17

6) Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya

dalam kehidupan.

7) Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.

Tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika tersebut tidak dapat

tercapai jika hanya menggunakan model pembelajaran yang konvensional

tanpa melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran yang menekankan kepada

siswa pada latihan pengerjaan soal saja, bila nanti menghadapi soal dengan

model yang berbeda siswa akan mengalami kesulitan. Dan pembelajaran

matematika konvensional tidak mengedepankan aspek berpikir atau analisis

yang mandiri, melainkan hanya penanaman konsep secara terus menerus.

Untuk mencapai tujuan tersebut, guru hendaknya dapat menciptakan kondisi

dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk,

menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa dapat

membentuk makna tersendiri dari apa yang dipelajarinya. Membangun

pemahaman pada setiap kegiatan belajar matematika akan memperluas

pengetahuan matematika yang dimiliki. Semakin luas pengetahuan tentang

pemahaman konsep matematika yang dimiliki, akan semakin bermanfaat

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2.1.2.3 Materi dan Ruang Lingkup Matematika untuk SD

Bilangan

1. Menggunakan bilangan dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah.

3. Menggunakan konsep bilangan cacah dan pecahan dalam pemecahan

masalah.

4. Menentukan sifat-sifat operasi hitung, faktor, kelipatan bilangan bulat dan

pecahan serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.

5. Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan, serta

menggunakannya dalam pemecahan masalah.

18

Pengukuran dan geometri

6. Melakukan pengukuran, mengenal bangun datar dan bangun ruang, serta

menggunakannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.

7. Melakukan pengukuran, menentukan unsur bangun datar dan

menggunakannya dalam pemecahan masalah.

8. Melakukan pengukuran keliling dan luas bangun datar dan

menggunakannya dalam pemecahan masalah.

9. Melakukan pengukuran, menentukan sifat dan unsur bangun ruang,

menentukan kesimetrian bangun datar serta menggunakannya dalam

pemecahan masalah.

10. Mengenal sistem koordinat pada bidang datar.

Pengelolaan data

11. Mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data.

Dalam penelitian inin, yang akan dijadikan bahan penelitian pada kelas IV

Standar Kompetensi : 8. memahami sifat bangun ruang sederhana dan

hubungannya dengan bangun datar.

Kompetensi Dasar : 8.1 menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana.

2.1.3 Hasil Belajar

Menurut Winkel (dalam Purwanto 2009: 45), “hasil belajar adalah

perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah

lakunya, perubahan itu mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.”

Sepaham dengan Winkel, Purwanto (2009: 46) mengungkapkan bahwa “hasil

belajar adalah perubahan perilaku manusia akibat belajar, dapat berupa perubahan

dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.” Perubahan peilaku tersebut

disebabkan karena telah mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang

diberikan dalam proses belajar mengajar.Perubahan akibat pengalaman belajar,

tidak semata – mata hanya pada perubahan secara kognitif (pengetahuan) saja,

19

tetapi siswa juga dapat mengalami perubahan secara afektif (sikap) serta mampu

melaksanakan tugas–tugas yang berhubungan dengan performanya

(psikomotorik). Ketiga kemampuan yang harus dimiliki siswa tersebut merupakan

domain dari hasil belajar menurut taksonomi Bloom. Berikut adalah klasifikasi

domain/ranah hasil belajar menurut taksonomi Bloom (dalamPurwanto 2009: 50-

53) :

1. Ranah kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek, yaitu: pengetahuan (knowledge), pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan

internalisasi atau karakteristik nilai. 3. Ranah Psikomotoris

Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan

bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,

kemampuan di bidang fisik, gerakan-gerakan skill, gerakan

ekspresif dan interpretatif.

Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya

salah satu aspek kompetensi kemanusiaan saja. Hasil belajar yangdiharapkan

dicapai siswa pada ranah kognitif yaitu siswa dapat mengetahui atau menyebutkan

konsep dari menghitung luas dan menggunakannya dalam masalah yang berkaitan

dengan luas trapesium dan layang-layang. Pada ranah afektif yaitu siswa dapat

mengembangkan karakter yang diharapkan (tekun, kerjasama, dan tanggung

jawab), siswa juga dapat berpikir kreatif dan berlatih berkomunikasi. Pada ranah

psikomotor yaitu siswa mampu menggunakan alat peraga dan memecahkan

aktivitas pemecahan masalah menggunakan alat peraga. Jadi ketiga ranah menurut

taksonomi Bloom tersebut, kesemuanya harus dapat dicapai oleh siswa setelah

mendapatkan pembelajaran. Jika ketiga ranah tersebut telah tercapai, dapat

dikatakan bahwa siswa telah berhasil dalam belajarnya.

20

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan

Nur Hidayah dengan penelitian berjudul “Penerapan Metode Think Pair

Share dalam peningkatan pembelajarn Matematika siswa kelas IV SD.” hasil

observasi penerpan metode think paiar share dapat dilihat bahwa setiap siklus

mengalami peningkatan. . Siklus I persentase ketuntasan mencapai 69,23%, siklus

II mencapai 76,92%, dan 85% pada siklus III. Berdasarkan data tersebut, dapat

disimpulkan bahwa pem-belajaran Matematika mengalami peningkatan pada tiap

siklusnya.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Efa

Rosfita,2013.Dengan judul penelitian “Penerapan Strategi Think Pair Share untuk

menumbuhkan kemampuan berkomunikasi Siswa kelas IV pada pembelajaran IPS

di SDN Babakan Sinyar 4 Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung“.

Pembelajaran dengan menerapkan strategi Think Pair Share dapat disimpulkan

efektif dalam menumbuhkankemampuan berkomunikasi peserta didik.

Novi Ros Santi dengan penelitian yang berjudul Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada

Pembelajaran Matematika Materi Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat

Kecamatan Lembang,Kabupaten Bandung Barat 2012/2013.Hasil yang diperoleh

dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan hasil evaluasi dari tiap

siklus.Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas terjadi peningkatan yaitu pada

prasiklus belum mencapai 65% yaitu dari 20 siswa yang memperoleh nilai lebih

dari 65 sebanyak 8 siswa (40%) sedangkan siswa memperoleh nilai kurang 65

sebanyak 12 siswa(60%).Pelaksanaan siklus I ketuntasan siswa dapat mencapai

70%,dengan rata-rata nilai 67,05.Pada siklus II,ketuntasan belajar mencapai 90%

dengan rata-rata nilai 85,45. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa model

pembelajaran Think Pair Share terbukti dapat mempengaruhi dan meningkatkan

hasil belajar peserta didik.

Dari beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan kemampuan

dan hasil belajar siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin

21

melakukan penelitian lagi dengan menggunakan model yang pembelajaran yang

sama. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara penelitian yang dilakukan

kali ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut adalah pada

penelitian terdahulu belum membandingkan perlakuan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share dalam upaya meningkatkan hasil belajar di

Sekolah Dasar. Karena itu penulis ingin mengangkat judul penelitian “Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share pada Pembelajaran

Matematika siswa kelas IV SD Negeri Ampel 01 Kecamatan Ampel Kabupaten

Boyolali tahun pelajaran 2013/2014.”

2.3 Kerangka Berfikir

Masalah-masalah yang diungkapkan antara lain

Kondisi Awal :

Siswa kurang aktif saat pembelajaran berlangsung.

Penggunaan Model Pembelajaran yang konvensional.

Hasil belajar yang belum maksimal dan belum memenuhi KKM.

Tindakan :

Siklus I

1) Berpikir (Thinking): Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang

dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa

menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

2) Berpasangan (Pairing): Guru meminta siswa untuk berpasangan mendiskusikan apa

yang telah mereka peroleh.Interaksi selama waktu yang disediakan dapat

menyatukan jawaban.

3) Berbagi (Shairing) : Guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan

keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.

22

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan permasalahan dan kerangka berpikir diatas, dapat dirumuskan

hipotesis tindakan sebagai berikut :

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat

meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 01 Ampel

Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Semester 02 Tahun Ajaran 2013/2014.

Kondisi Akhir:

Siswa menjadi aktif dalam pembelajaran.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada pembelajaran

Matematika dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan indikator : 80% siswa

kelas IV SDN 01 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Semester 2 Tahun

ajaran 2013/2014 mengalami ketuntasan belajar, artinya minimal ada 24 dari 30 siswa

yang mencapai nilai KKM ≥70.

Tindakan :

Siklus II

4) Berpikir (Thinking): Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang

dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa

menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

5) Berpasangan (Pairing): Guru meminta siswa untuk berpasangan mendiskusikan apa

yang telah mereka peroleh.Interaksi selama waktu yang disediakan dapat

menyatukan jawaban.

6) Berbagi (Shairing) : Guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan

keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.