BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · Dengan belajar IPA siswa akan dapat mempelajari...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edu€¦ · Dengan belajar IPA siswa akan dapat mempelajari...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung
penelitian.
2.1.1 Pengertian IPA
IPA singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam atau sering diterjemahkan
sebagai sains yang berarti suatu ilmu atau pengetahuan yang mempelajari tentang
gejala-gejala alam, baik benda hidup atau mati melalui metode ilmiah. Seperti
yang dikemukakan Wahyana 1968 (Trianto 2010: 136) mengatakan bahwa “IPA
adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun sistematik, dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”. Menurut Kardi
dan Nur (Trianto 2010: 136), “IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia
zat, baik mkhluk hidup maupun benda mati yang diamati”. Menurut Depdiknas
(2006: 443), “IPA berkaitan dengan bagaimana siswa mencari tahu fenomena
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekumpulan pengetahuan yang
harus dihafal siswa, melainkan siswa juga harus memiliki kemampuan proses
penemuan (discovery).”
IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah dasar. Dengan belajar
IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA
menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan praktis untuk
mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah.
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan
sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010:137):
IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui
serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun
atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah
yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip
dan teori yang berlaku secara universal.
9
Menurut Trianto (2010:138), secara khusus fungsi dan tujuan IPA
berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003:2) adalah sebagai
berikut.
1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan
teknologi.
4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dilihat dari hakikat, fungsi dan tujuannya, IPA bukan sekedar ilmu atau
pengetahuan yang dipelajari tetapi perlu dikembangkan melalui berbagai metode
ilmiah. Sehingga, IPA dapat membentuk watak anak lebih mencintai alam karena
mereka belajar mengenai alam itu sendiri. Melalui pembelajaran IPA juga
diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah
serta mempersiapkan diri terhadap perkembangan jaman yang semakin maju dan
canggih. Oleh karena itu, IPA perlu dipelajari dan dihayati sehingga menjadi
bekal hidup dalam kehidupan di masyarakat.
IPA membahas tentang gejala – gejala alam yang disusun secara sistematis
yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh
manusia. IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan
kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang
berupa kumpulan hasil dari observasi/eksperimen. Winaputra (usman, 2010)
mengemukakan bahwa “tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang
benda / makhluk hidup tetapi memerlukan kerja, cara pikir dan memecahkan
masalah”.
Berdasarkan uraian diatas sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai
objek dan menggunakan metode ilmiah. Sudah sangat jelas memberikan
pemahaman bahwa IPA sesungguhnya merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari segala macam fenomena yang terjadi di alam.
2.1.1.1 Ruang Lingkup IPA
Ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai disiplin ilmu yang berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
10
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pengajaran IPA diharapakan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan didalam
kehidupan sehari hari. Proses pelajaran IPA menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajah dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan
secara inkuiri untuk menumbuhkan kemampuan fisik, bekerja, dan bersikap
ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.
Oleh karena itu Pendididkan IPA menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, menyebutkan bahwa
Ruang Lingkup Pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan
interaksinya dengan tumbuhan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
3. Energi dan perubahannya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
2.1.1.2 Tujuan mata Pelajaran IPA
Tujuan mata pelajaran IPA di SD dalam kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) 2006 yaitu:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengarui antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
11
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bakal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjudkan pendidikan ke SMP/MTs.
“Pembelajaran itu menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran
sebagai akibat perlakuan guru” (Rusman 2012:93). Berdasarkan Kurikulum 2004,
tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyyah (MI)
adalah agar siswa mampu :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diatas diharapkan dapat
memberikan antara lain sebagai berikut.
1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
12
2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta
yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains
dan teknologi.
3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan
masalah dan melakukan observasi.
4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar
dan dapat bekerja sama.
5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai
peristiwa alam.
6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan
keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas
2003, dalam Trianto 2010:143).
Pada pembelajaran IPA di SD tentu berbeda dengan IPA yang ada di
sekolah menengah. Oleh karena itu, harus memperhatikan metode pembelajaran
yang tepat bagi siswa SD. Dari tujuan pembelajaran IPA di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan IPA adalah agar siswa mengenal, menyadari akan alam
serta menjaga, melestarikan dan memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran SD haruslah berpusat pada siswa
baik potensi, kebutuhan, perkembangan siswa serta menyeluruh secara
berkesinambungan.
IPA sebagai disiplin ilmu dan penerepannya dalam masyarakat membuat
pendidikan IPA menjadi penting, tetapi pengajaran IPA yang bagaimana yang
paling penting untuk anak – anak? Oleh karena itu struktur kognitif anak – anak
tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuan, padahal mereka perlu
diberikan kesempatan untuk berlatih ketrampilan – ketrampilan proses IPA dan
yang perlu memodifikasi sesuai tahap perkembangan kognitif ( Usman, 2010:5)
Palo dan Marten ( Usman, 2010:5) menegaskan bahwa:
IPA tercakup juga coba–coba dan melakukan kesalahan, gagal dan
mencoba lagi. IPA tidak menyediakan untuk semua masalah yang kita
ajukan. Dalam IPA anak–anak dan kita harus tetap bersifat skeptis
sehingga kita selalu siap memodifikasi model–model yang kita punyai
13
tentang alam ini sejalan dengan penemuan–penemuan baru yang kita
dapatkan.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Belajar
Belajar dapat diartikan sebagai banyak hal karena belajar sendiri merupakan
sebuah alur yang tidak terlepas dari kehidupan manusia,
Menurut Sudjana dalam(Rusman, 2012:1), belajar pada hakikatnya
adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar
individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan
kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami
sesuatu. Sudjana (Rusman, 2012:1). “Kegiatan pembelajaran
dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru
adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku mengajar
dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan pembelajaran”.
Maka dari itu Anthony Robbins (Trianto, 2012:15) “mendefinisikan belajar
sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah
dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru”. Bukan hanya itu saja menurut
Traves (Suprijono, 2013:2) belajar adalah “proses menghasilkan penyesuian
tingkah laku”.Dijelaskan pula arti belajar yang berbeda menurut Geoch
(Suprijono, 2013:2) belajar adalah “perubahan perbuatan sebagai hasil latihan”.
Selain menurut beberapa ahli di atas,Burton (Susanto, 2013: 3) “belajar
merupakan perubahan dalam tingkah laku pada individu berkat adanya interaksi
antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga
mereka lebih bisa berinteraksi dengan lingkungannya.” Pengertian belajar
menurut Gagne (Susanto, 2013: 1) “belajar adalah suatu proses di mana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.”
Berdasarkan pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah proses melihat, menciptakan hubungan antara sesuatu dan menghasilkan
perubahan perbuatan sebagai hasil latihan yang berdasarkan dari interaksi antara
individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya. Belajar sebagai
konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya yang banyak dianut. Guru
bertindak sebagai pengakar yang berusaha memberikan ilmu pengetahuan
14
sebanyak – banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau menerimanya.
Setelah itu peserta didik menerapkan dalam bentuk perubahan tingkah laku atau
perbuatan ke arah yang leih baik.
2.1.2.2 Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product)
menunjukan pada suatu perolehan akibat dilakukan suatu aktivitas / proses yang
mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Belajar dilakukan untuk
mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan
perilaku merupakan perolehan yang menjadi belajar (Purwanto, 2013:45) . dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perolehan
akibat perubahan perilaku individu.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:3), hasil belajar merupakan
hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi
guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.
Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan
puncak proses belajar.
Berbeda dengan pendapat dimyati dan Mudjiono, menurut Rusman
(2012:123) mendefinisikan hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang
diperoleh siswa. Ada pendapat lain yang mengatakan hasil belajar yang diukur
merefleksikan tujuan pengajaran Gronlund (Purwanto, 2013:45). Sedangkan
menurut Agus Suprijono(2013:5) hasil belajar adalah pola – pola perbuatan, nilai
– nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi dan ketrampilan –
ketrampilan (Suprijono, 2013:5).Dari uraian di atas dapat disimpulkan hasil
belajar merupakan hasil akhir yang diperoleh seseorang dari proses kegiatan
belajar dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan
menerima suatu pelajaran untuk mencapai hasil belajar dengan menggunakan alat
penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur
yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering
15
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi,
panduan wawancara, skala sikap dan angket.
2.1.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapat pengetahuan,
penanaman konsep, keterampilan dan pembentukan sikap. Menurut Munadi
(2008, dalam Rusman 2012:124), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
meliputi faktor internal dan eksternal, yaitu :
1. Faktor internal yang meliputi faktor fisiologis (kesehatan jasmani,
keadaan fisik) dan faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motivasi, kognitif dan daya nalar siswa).
2. Faktor eksternal yang meliputi faktor lingkungan (lingkungan fisik
dan lingkungan sosial) dan faktor instrumental (kurikulum, sarana
belajar mengajar dan guru).
Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor intern yaitu
faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar meliputi jasmaniah,
psikologis dan kelelahan dan faktor ekstern yaitu faktor luar dari individu atau
lingkungan meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor-faktor tersebut
akan sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa, dan untuk mendapatkan hasil
belajar yang baik dan memuaskan maka siswa perlu memperhatikan faktor-faktor
tersebut. Untuk dapat meningkatkan hasil belajarnya siswa harus kebiasaan
belajar yang baik. Begitu juga untuk guru juga harus menciptakan iklim belajar
yang nyaman dan menyenangkan. Guru tidak hanya memperhatikan hasil belajar
siswa saja, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dalam setiap pembelajaran pastinya selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor
tersebut diatas, tidak terkecuali penerapan model pembelajaran Tari bambu. Dari
penjelasan faktor internal dan faktor eksternal diatas, dapat kita ketahui bahwa itu
sangat mudah mengganggu proses pembelajaran yang menggunakan model ini.
Sehingga hasil akhir dari proses pembelajaran juga akan memiliki hasil berbeda
atau kurang maksimal. Seperti faktor Internal (kesehatan jasmani, keadaan fisik)
dan faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif dan
daya nalar siswa). Jika 1 saja ada yang kurang maka penerapan model
pembelajaran tari bambu akan mengalami kesulitan dan ini berimbas pada hasil
16
belajar siswa tersebut. Sederhana saja yang sering dialami siswa saat belajar
dalam keadaan kurang sehat, secara otomatis ini akan mempengaruhi
berkurangnya tingkat intelegensi, perhatian, minat, motivasi, dan pola pikir siswa.
Dengan demikian maka hasil belaharnya akan rendah dan kurang maksimal,
model apapun yang digunakan seorang guru jika siswanya dalam kondisi kurang
sehat, maka siswa tersebut akan sulit mencapai hasil maksimal.
Bukan hanya dari faktor kesehatan saja yang memiliki pengaruh terhadap
hasil belajar IPA menggunakan model pembelajaran tari bambu. Faktor eksternal
juga sama memiliki pengaruh besar dalam penerapan model pembelajaran ini. Hal
ini dikarenakan model pembelajaran ini menuntut siswa lebih aktif. Terutama
faktor kesiapan guru dalam menerapkan model pembelajaran ini. Bisa dibilang
guru sebagai pemandu, pengarah dan pengamat, dalam penerapan model
pembelajaran ini. Oleh sebab itu jika guru kurang siap maka kondisi kelas akan
menjadi kacau dan siswa akan kebingungan. Sudah dapat dipastikan hasil belajar
IPA akan menjadi berkurang atau kurang maksimal. Bukan hanya itu saja faktor
pemilihan model pembelajaran Tari Bambu juga perlu diperhitungkan untuk dapt
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajran IPA. Oleh karena itu baik
faktor internal dan faktor eksternal semuanya dapat mempengaruhi hasil belajar
IPA menggunakan model pembelajaran Tari bambu.
2.1.3 Pembelajaran Tari Bambu
Tari Bambu merupakan suatu model pembelajaran yang menerapkan proses
belajar dengan bermain, dapat dikatakan dalam proses belajar siswa juga bermain,
tapi disini prosesnya terstruktur rapi yang memungkinkan siswa untuk aktif
belajar dan berpikir. Di sisi lain pembelajaran menggunakan Tari Bambu lebih
mengupayakan pola pikir siswa untu berpikir cepat, karena dari setiap siswa
saling melontarkan pertanyaaan untuk siswa lainnya. Huda (2013:250) “Strategi
ini memungkinkan siswa saling berbagi informasi pada waktu yang bersamaan”
maka dari itu dapat diketahui bahwa jika dengan tari bambu siswa mampu berbagi
informasi secara bersamaan dan menimbulkan rangsangan positif bagi siswa
untuk berpikir luas. Suprijono (2013:98) menjelaskan bahwa pembelajaran
dengan metode Tari Bambu(Bamboo dancing) serupa dengan metode inside
17
outside circle. Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oleh guru. Guru
bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis atau dapat pula guru bertanya jawab
apa yang diketahui peserta didik mengenai topik itu. Kegiatan sumbang saran ini
dimaksudkan untuk mengaktifkan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta
didik agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru.
Penerapan belajar Kooperatif Tipe Tari Bambu merujuk pada konsep Huda
(2013:148). Enam langkah-langkah pembelajaran Tari Bambu sebagai berikut.
1. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa telalu banyak) berdiri
berjajar. Jika ada cukup ruang, mereka bisa berjajar didepan kelas.
2. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar di sela-sela deretan bangku. Cara
yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena
diperlukan waktu yang relatif singkat.
3. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama.
4. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi/ tanya
jawab dengan materi yang sudah dibekalkan berdasarkan buku paket/LKS.
5. Kemudian, satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran
pindah keujung lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser.
Dengan cara ini, masing-masing siswa mendapatkan pasangan yang baru
untuk berbagi informasi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan
kebutuhan.
2.1.3.1 Kelebihan dan kelemahan tari bambu
Dari setiap model kooperatif semuanya tidak terlepas dari kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Semua model bertujuan untuk memudahkan
pembelajaran dikelas, baik dari segi penyampaian atau segi pemahaman. Model
pembelajaran ini cocok atau baik digunakan untuk materi yang membutuhkan
pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar peserta didik. Oleh karena itu
kelebihan metode ini (Istarani, 2011) adalah:
1. Siswa dapat bertukar pengalaman dengan sesamanya dalam proses
pembelajaran.
2. Meningkatkan kerjasama diantara siswa.
3. Meningkatkan toleransi antara sesama siswa.
18
Huda (2013:250) “Salah satu keunggulan model pembelajaran ini adalah
adanya struktur yang jelas yang memungkinkan siswa untuk saling berbagi
informasi dengan singkat dan teratur serta memberi kesempatan pada siswa untuk
mengolah informasi dan meningkatkan ketrampilan komunikasi”.
Selain memiliki kelebihan, model belajar Tari Bambu juga memiliki
beberapa kekurangan, yaitu:
1. Kelompok belajarnya terlalu gemuk sehingga menyulitkan proses belajar
mengajar.
2. Siswa lebih banyak bermainnya dari pada belajar.
3. Memerlukan periode waktu yang cukup panjang.
Jadi semua model pembelajaran itu memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing,oleh karena itu dengan adanya kelebihan dan kelemahan tersebut
di atas sehingga diperlukan beberapa solusi untuk mengurangi kelemahan dari
model pembelajaran Tari Bambu. Dengan mengurangi jumlah siswa yang
melakukan kegiatan Tari Bambu maka akan mengurangi jumlah kelemahan model
ini , dibuat dengan grup grup kecil dan bergiliran. Tidak mungkin juga kelemahan
setiap model pembelajaran dapat dihilangkan sepenuhnya. Setiap kelemahan
model pembelajaran hanya dapat dikurangi resikonya. Sehingga model tersebut
dapat dijalankan dengan memaksimalkan kelebihan yang ada. Sehingga kelebihan
itu dapat kita gunakan sebagai dasar dalam menjalankan model ini dan
mendapatkan hasil maksimal, dengan tujuan awal untuk meningkatkan hasil
belajar IPA siswa kelas 4 dengan menggunakan metode tari bambu
2.1.3.2 Sintaks penerapan model pembelajaran Tari bambu dalam mata
pelajaran IPA sesuai standar proses.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menurut
PERMENDIKNAS No. 41 tahun 2007 sebagai berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan: guru mempersiapkan peserta didik secara psikis dan
fisik dengan mengajukan pertanyaan dan menjelaskan tujuan serta cakupan
materi pembelajaran.
2. Kegiatan Inti
19
a. Eksplorasi: guru berusaha selalu melibatkan peserta didik secara aktif
untuk mencari dan mengembangkan pengetahuan yang mereka butuhkan
dengan berbagai model, metode dan berbagai fasilitas.
b. Elaborasi: peserta didik aktif mengikuti prosedur pembelajaran yang sudah
diatur oleh guru, seperti: menulis, membaca, berkelompok, berdiskusi,
membuat laporan, dsb.
c. Konfirmasi: guru meluruskan segala pengetahuan yang di dapat siswa dan
menyamakan presepsi sehingga siswa tidak merasa bingung, guru
memberikan umpan balik dan motivasi kepada siswa.
3. Kegiatan Penutup: membuat rangkuman dan kesimpulan bersama dengan
siswa.
Sintaks pembelajaran Tari Bambu sesuai dengan standar proses, adalah
sebagai berikut:
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Awal
Guru mengajak siswa untuk berdoa sesuai keyakinan
dan kepercayaan masing-masing dan memberi salam.
Guru melakukan presensi dan memberikan motivasi
kepada siswa.
Guru menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan
selama proses pembelajaran.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
Guru melakukan apersepsi dengan memberikan
pertanyaan
Kegiatan Inti
1. Eksplorasi
Guru memperkenalkan dan menyajikan materi tentang
IPA
Guru memberi tahu siswa apa yang sedang mereka
pelajari.
Guru memunculkan keingintahuan siswa dengan
memberikan pertanyaan tentang kehidupan sehari-hari
20
2. Elaborasi
Guru merangking siswa dari yang paling pintar.
Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok
Guru memberikan materi/ soal kepada setiap siswa.
Guru meminta siswa untuk mempersiapkan jawaban
untuk menjawab pertanyaan.
Guru meminta siswa dalam setiap kelompok saling
berhadap-hadapan.
Guru meminta siswa untuk saling bertanya
berdasarkan soal/ materi yang diberikan.
Setelah masing masing siswa selesai menjawab
pertanyaan temannya, guru meminta siswa untuk
bergeser ke siswa disampingnya.(Sehingga berganti
pasangan)
Kegiatan ini diulang-ulang hingga setiap siswa selesai
mendapatkan pertanyaan dari semua anggota
kelompok.
3. Konfirmasi
Guru memanggil siswa secara acak untuk menjawab
pertanyaan.
Siswa dengan soal yang sama maju ke depan kelas
untuk menjelaskan jawaban yang sudah di jawab
temannya.
Guru mengembangkan jawaban yang dikemukakan
oleh siswa.
Kegiatan Akhir
Guru menanyakan kepada siswa tentang materi yang
belum dipahami.
Guru dan siswa membuat kesimpulan.
Guru melakukan refleksi dan memberikan penguatan
kepada siswa.
21
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk
dikerjakan di rumah.
Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan selanjutnya.
Guru mengajak siswa untuk berdoa.
2.2 Kajian hasil penelitian yang relevan
a) Berdasarkan penelitian Sugiati mahasiswa S1 PGSD FKIP Universitas Negeri
Sebelas Maret dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Teknik Tari Bambu Dalam Peningkatan Pembelajaran Ipa Siswa Kelas III SDN
3 Grenggeng Tahun 2011/2012”. Sugiati melakukan penelitian ini dengan
tujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA dengan menggunakan model
pembelajaran Tari Bambu(Bamboo dancing) pada siswa Kelas III SDN 3
Grenggeng, Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sumbangan
yang berguna untuk meningkatkan hasil belajar IPA Kelas III SDN Grenggeng.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2
siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, analisis
dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas III SDN 3 Grenggeng
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah tes non tes. Sedangkan teknik analisis data adalah analisis
diskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah penggunaan
pembelajaran kooperatif tipe Tari Bambu(Bamboo dancing) dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa Kelas III SDN 3 Grenggeng. Hal
ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa selama proses pembelajaran
berlangsung yang semakin meningkat. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel
hasil observasi guru dibawah ini.
Tabel 1. Hasil observasi guru dalam mengajar pada siklus I, II, III
Rata-rata Keterangan
Siklus I Siklus II Siklus III
2,9 3,2 3,6 Naik
22
Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa skor rata-rata guru dalam
mengajar dengan menerapkan langkah pembelajaran kooperatif teknik Tari
Bambu pada siklus I mencapai 2,9, sedangkan pada siklus II mencapai 3,2, dan
pada siklus III mencapai 3,6. Dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan.
b) Sesuai dengan penelitian Agung Supriyanto mahasiswa S1 Program Studi
Pendidikan Biologi Universitas Muhamadiyah Surakarta, pada siswa kelasVII
B SMP Negeri 2 Toroh dengan judul “Efektifitas Penggunaan Metode
Kooperatif dengan Model Bamboo Dancing (Tari Bambu) Untuk Peningkatan
Hasil Belajar Siswa Materi Ekosistem Kelas VII B SMP Negeri 2 Toroh Tahun
ajaran 2012/2013”. Penelitian yang dilakukan oleh Agung dengan tujuan untuk
mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran kooperatif
Bamboo Dancing. Penelitian ini dilakukan selama 2 siklus, baik hasil belajar
kognitif maupun afektif terdapat peningkatan yang positif. Berdasarkan hasil
penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan selama dua siklus, maka
kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran kooperatif model Bamboo Dancing efektif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa baik aspek kognitif maupun afektif.
2. Hasil belajar pada aspek kognitif untuk siklus I nilai rata-rata kelas sebesar
85,1 dengan presentase ketuntasan 87,5%, pada siklus II nilai rata-rata kelas
meningkat menjadi 86,3 dengan presentase ketuntasan 92,5%, Sedangkan
hasil belajar pada aspek afektif untuk siklus I dengan rata-rata 10,8 dengan
kriteria cukup berminat, pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 12,4
dengan kriteria cukup berminat.
c) Berdasarkan penelitian Leni Pujiastuti pada siswa kelas VII SMP YAS
Bandung dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1)
Bagaimana kemampuan berbicara siswa dalam menceritakan tokoh idola
sebelum perlakuan; 2) bagaimana kemampuan berbicara siswa dalam
menceritakan tokoh idola sesudah ada perlakuan; 3) Adakah perbedaan yang
signifikan antara kemampuan berbicara siswa dalam menceritakan tokoh idola
23
sebelum dan sesudah perlakuan baik kelas eksperimen dan kelas pembanding.
Metode yang digunakan peneliti ini berbeda dengan Sugiati, Agung Suprijono,
Dea Wahyu Candani dan saya sendiri. Leni Pujiastuti menggunakan metode
eksperimen semu. Namun Leni menggunakan model pembelajaran yang sama
yaitu Tari bambu. Berdasarkan tujuan diatas Kemampuan berbicara siswa kelas
VII SMP YAS Bandung, dalam menceritakan tokoh idola di kelas eksperimen
sebelum mendapat perlakuan dengan model kooperatif teknik tari bambu
secara keseluruhan pada prates mendapat nilai rata-rata 63,65 sedangkan kelas
pembanding mendapat nilai rata-rata 69. Pada data prates di kelas eksperimen
diperoleh nilai tertinggi sebesar 83 dan nilai terendah sebesar 42 sedangkan di
kelas pembanding nilai tertinggi adalah 87 dan nilai terendah adalah 53.
Dengan demikian, data hasil prates baik kelas eksperimen sebelum mendapat
perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik tari
bambu dan kelas pembanding yang tidak mendapat perlakuan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik tari bambu berada pada
kategori kurang hingga baik.
Hasilnya Kemampuan berbicara siswa kelas VII SMP YAS Bandung
baik kelas eksperimen yang mendapat perlakuan khusus dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif teknik tari bambu dan kelas pembanding yang
tidak mendapat perlakuaan teknik tari bambu mengalami peningkatan. Dengan
hasil pasca tes kelas eksperimen adalah 82,66, sedangkan nilai kelas
pembanding 79,19. Pada data pascates di kelas eksperimen diperoleh nilai
tertinggi sebesar 100 dan nilai terendah sebesar 73 sedangkan di kelas
pembanding nilai tertinggi adalah 97 dan nilai terendah adalah 63.
d) Selain itu, Dea Wahyu Candani juga melakukan penelitian ini dengan tujuan
untuk:
a. Untuk mengetahui aktivitas peserta didik dalam proses belajar mengajar
menggunakan model kooperatif tipe Tari Bambu pada peserta didik kelas
V SDN 5 Pahandut Palangka Raya Tahun Pelajaran 2014/2015.
24
b. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik setelah
menerapkan model kooperatif tipe Tari Bambu pada peserta didik kelas V
SDN 5 Pahandut Palangka Raya 2014/2015.
Berdasarkan hasil penelitian Dea wahyu Candani disebutkan bahwa pada
Pretest dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) 60, hanya 3 siswa dari 10
siswa yang mencapai tingkat ketuntasan tersebut berarti hanya 0,3% yang
tuntas dan 0,7% tidak tuntas. Selanjutnya setelah dilakukan Siklus I
menggunakan metode Tari Bambu jumlah peserta didik yang mencapai KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 7 orang dari 10 peserta didik. KKM yang
ditetapkan oleh Sekolah adalah 60. Tingkat ketercapaian klasikal meningkat
dari pre test 0,3% menjadi 0,7% pada siklus I, tetapi belum dikatakan tercapai
karena penelitian menargetkan ketuntasan secara klasikal yang harus dicapai
peserta didik 85%. Pada siklus II jumlah peserta didik yang mencapai KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 10 orang dari 10 peserta didik. KKM yang
ditetapkan oleh Sekolah adalah 60, berarti seluruh peserta didik telah mencapai
KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah. Tingkat ketercapaian klasikal
meningkat dari siklus I 0,7% menjadi 100% pada siklus II, hasil yang dicapai
telah memenuhi target 85%.
Ketiga penelitian yang telah dilakukan dengan penggunaan model
pembelajaran Tari Bambu terbukti dapat meningkatkan hasil belajar dan
peningkatan kemampuan berbicara siswa. Sesuai dengan pembelajaran IPA
model pembelajaran tipe tari bambu terbukti bahwa dengan penerapan model
Tari Bambu dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPA, penggunaan model pembelajaran Tari
Bambu dirasa tepat dan dapat digunakan. Pembelajaran IPA yang dikemas
dengan memberi kesempatan siswa untuk berbagi pemikiran tentang sebuah
materi. Setiap siswa akan memunculkan jawaban-jawaban yang bervariasi
berdasarkan apa yang mereka ketahui dengan semakin banyak jawaban maka
siswa akan semakin mudah utuk memahami materi tersebut. Berdasarkan dari
hasil jawaban-jawaban siswa yang berbeda-beda kemudian dirangkum bersama
akan menjadikan materi lebih luas dan mudah dipahami. Informasi yang
25
didapat ini tidak serta merta menjadi informasi mentah yang diperoleh siswa,
namun dalam pembelajaran, siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan
pemikirannya dengan temannya dalam kelompok diskusi. Selain itu dengan
semakin banyak pertanyaan yang didapat maka jawaban yang didapat akan
semakin bervariasi dan pengetahuan yang didapat akan semakin luas. Beberapa
siswa mendapat giliran yang bersamaan untuk mengungkapkan jawaban atas
pertanyaan yang telah mereka terima. Berdasarkan jawaban-jawaban tersebut
guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam sehingga peserta didik
dapat menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut sebagai suatu pengetahuan
yang utuh. Berikut tabel penelitian yang relevan dengan penelitian yang saat ini
dilakukan, menggunakan model pembelajaran Tari bambu;
Tabel 2. Hasil Penelitian yang relevan
No Peneliti Tahun Bidang
Studi
Variabel Hasil Penelitian
X Y
1 Sugiati 2012 IPA Tari
Bambu
Hasil
Belajar
Hasil Belajar siswa
kelas III pada mata
pelajaran IPA SDN
Grenggeng tahun ajaran
2012/2013 meningkat
setelah diterapkan
model pembelajaran
Tari bambu.
2 Agung
Supriya
nto
2013 IPA Tari
Bambu
Hasil
Belajar
Metode pembelajaran
kooperatif model
Bamboo Dancing
efektif untuk
meningkatkan hasil
belajar siswa baik aspek
kognitif maupun
afektif.
26
3 Leni
Pujiastu
ti
2013 Bahasa
Indones
ia
Tari
Bambu
Kemam
puan
berbica
ra
Model pembelajaran
Tari bambu dapat
meningkatkan
kemampuan berbicara
pada siswa kelas VII
SMP YAS Bandung
Tahun ajaran 2012-
2013.
4 Dea
Wahyu
Candani
2015 IPS Tari
Bambu
Hasil
belajar
Terjadi peningkatan
hasil belajar peserta
didik kelas V SDN 5
Pahandut Palangkaraya,
setelah menerapkan
model pembelajaran
kooperatif tipe tari
bambu.
2.3 Kerangka berpikir
Pada umumnya faktor penyebab kegagalan dalam proses pembelajaran IPA
adalah penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran masih kurang. Hal ini
dikarenakan guru dalam penyampaian materi hanya dengan ceramah dan tidak
didukung dengan alat peraga, selain itu guru masih mendominasi proses
pembelajaran. Bukan hanya dari guru saja siswa juga kebanyakan mudah bosan
dengan kondisi pembelajaran yang monton dan berulang-ulang. Pada akhirnya ini
berakibat siswa cenderung bersifat pasif selama proses pembelajaran berlangsung.
Maka dari itu sudah selayaknya seorang guru menggunakan meode pembelajaran
yang menarik untuk siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan lebih dapat
menyerap materi pembelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu, pembelajaran
dengan menerapkan metode Tari Bambu diharapkan bisa mencapai tujuan yang
diinginkan.
27
Penggunaan model pembelajaran Tari Bambu ini dapat meningkatkan hasil
belajar siswa karena model ini menuntut siswa untuk lebih aktif menemukan
sendiri pengetahuanya, dengan bersama-sama saling bertukar pendapat dan
informasi. Materi pembelajaran bukan hanya dari guru saja melainkan juga dari
teman sekelas. Sehingga pola pikir mereka yang semula hanya pasif akan
berusaha untuk aktif, karena pola pikir mereka dituntut untuk menyelesaikan
suatu masalah yang ada di depannya, dan membagikan informasi yang ia miliki
saat itu juga. Bukan hanya itu saja dalam pembelajaran ini siswa lebih
mengutamakan pertukaran pendapat individu dengan individu, jadi wawasan
siswa akan semakin lebih luas dan cepat berkembang. Di samping itu dengan
adanya perasaan berkompetisi dari tiap individu untuk memberikan jawaban
terbaik mereka. Hasilnya berdampak pada nilai ulangan yang mereka peroleh
hampir dari semua siswa mampu mendapatkan nilai melebihi batas KKM yang
telah ditentukan oleh sekolah.
Gambar 1
Skema kerangka berpikir penelitian
Kondisi
Awal
Pemberian
Tindakan
Siswa aktif
dalam
pembelajaran.
Hasil Belajar
Siswa Rendah
Penerapan pembelajaran IPA
menggunakan model pembelajaran Tari
bambu :
1. Separuh kelas (atau seperempat jika
jumlah siswa telalu banyak) berdiri
berjajar. Jika ada cukup ruang,
mereka bisa berjajar didepan kelas.
2. Separuh kelas lainnya berjajar dan
menghadap jajaran yang pertama.
3. Dua siswa yang berpasangan dari
kedua jajaran berbagi informasi/
tanya jawab dengan materi yang
sudah dibekalkan berdasarkan buku
paket/LKS. (Informasi yang
dibagikan sesuai dengan materi yang
dipelajari yaitu materi IPA SK : 10.
Memahami perubahan lingkungan
fisik dan pengaruhnya terhadap
daratan)
4. Kemudian, satu atau dua siswa yang
berdiri di ujung salah satu jajaran
pindah keujung lainnya di
jajarannya. Jajaran ini kemudian
bergeser.
Pembelajaran belum menggunakan
Model yang variatif
28
2.4 Hipotesis penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, dapat diajukan hipotesis
yaitu, Model Pembelajaran Tari Bambu dapat meningkatkan hasil belajar IPA
KD. 10.1 Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap
daratan, 10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan
(erosi, abrasi, banjir, dan tanah longsor) dan 10.3 Mendiskripsikan cara pencegah
kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) pada siswa kelas 4
semester II SD Negeri 3 Paras Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali tahun
Ajaran 2015/2016.
Kondisi
Akhir
Dengan penerapan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Tari
Bambu dalam mata pelajaran IPA dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SD
Negeri 3 Paras Semester II Tahun Pelajaran
2015/2016.