BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sumber Pustaka - Portal...

14
4 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sumber Pustaka 1. Rujukan Buaya merupakan binatang yang hidup di air. Keberadaan buaya sudah tidak asing lagi oleh manusia, bahkan sudah banyak tempat penangkaran buaya. Buaya juga banyak menghuni kebun binatang diberbagai wilayah. Sejauh ini banyak pihak yang telah melakukan berbagai cara untuk memperkenalkan buaya kepada masyarakat umum. Melalui karya seni, diharapkan pesan dari seniman dapat tersampaikan kepada masyarakat luas yaitu untuk lebih mengenal keunikan bentuk fisik buaya. Oleh karena itu, dalam proses implementasi tersebut memerlukan peninjauan terkait visualisasi bentuk buaya dalam karya seni yang pernah tercipta sebelumnya. Gambar 2.1 “ Go To Hell Crocodile ” Sumber : http://www.brikolase.com/2016/02/23/buaya-dan-keegoisan-manusia-dalam-seni-lukis/ Salah satu karya terdahulu yang memvisualisasikan bentuk buaya dibuat oleh Djoko Pekik dalam karya berjudul Go To Hell Crocodile melalui media cat minyak di atas kanvas. Pada karya Djoko pekik, buaya digunakan sebagai

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sumber Pustaka - Portal...

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sumber Pustaka

1. Rujukan

Buaya merupakan binatang yang hidup di air. Keberadaan buaya sudah

tidak asing lagi oleh manusia, bahkan sudah banyak tempat penangkaran buaya.

Buaya juga banyak menghuni kebun binatang diberbagai wilayah. Sejauh ini

banyak pihak yang telah melakukan berbagai cara untuk memperkenalkan buaya

kepada masyarakat umum. Melalui karya seni, diharapkan pesan dari seniman

dapat tersampaikan kepada masyarakat luas yaitu untuk lebih mengenal keunikan

bentuk fisik buaya. Oleh karena itu, dalam proses implementasi tersebut

memerlukan peninjauan terkait visualisasi bentuk buaya dalam karya seni yang

pernah tercipta sebelumnya.

Gambar 2.1 “ Go To Hell Crocodile ”

Sumber : http://www.brikolase.com/2016/02/23/buaya-dan-keegoisan-manusia-dalam-seni-lukis/

Salah satu karya terdahulu yang memvisualisasikan bentuk buaya dibuat

oleh Djoko Pekik dalam karya berjudul Go To Hell Crocodile melalui media cat

minyak di atas kanvas. Pada karya Djoko pekik, buaya digunakan sebagai

5

metafora yang mengancam manusia dan lingkungannya. Hal ini dapat dilihat

melalui perwujudan buaya yang digambarkan seutuhnya. Bentuk buaya yang

digambarkan bermata garang, mulut berapi yang menyerang manusia yang

melawannya, dan ekor panjang bersisik yang berusaha menyentuh ujung lukisan.

Buaya dipilih sebagai metafora untuk mewakili ketamakan manusia dalam

menguasai alam dan seisinya.

Gambar 2.2 “ ABG ( Ayam Baru Gede ) ”

Sumber : http://www.brikolase.com/2016/02/23/buaya-dan-keegoisan-manusia-dalam-seni-lukis/

Konsep serupa mengenai visualisasi buaya ke dalam karya seni juga

diciptakan oleh Yuga Hermawan. Ia menciptakan karya berjudul ABG (Ayam

Baru Gede) dengan media cat minyak di atas kanvas. Penggunaan buaya sebagai

metafora juga dilakukan oleh Yuga Hermawan. Bentuk buaya yang dihadirkan

merupakan perwakilan dari peran laki-laki buaya darat atau laki-laki hidung

belang. Laki-laki hidung belang tidak ditampilkan dengan wujud “manusia seperti

buaya”, namun sudah benar-benar berbentuk buaya dengan tatapan nakal, gejak

jari, dan mulut terbuka yang sedang menanti mangsa untuk masuk dalam

jebakannya. Laki-laki hidung belang dinilai berbahaya dan patut dijauhi.

Pemilihan warna hijau yang lembut dengan nuansa ungu yang polos semakin

memperjelas ajakan seniman untuk berhati-hati dengan “buaya darat”. Meskipun

sama-sama menggunakan buaya sebagai metafor, gestur buaya milik Yuga ini

6

terlihat berbeda dengan bentuk buaya milik Djoko Pekik yang ditampilkan garang,

kuat, dan berusaha menyerang.

Kedua rujukan karya tersebut masing-masing mengunakan cat minyak di

atas kanvas sebagai medianya. Walaupun mempunyai tujuan yang sama, yaitu

menampilkan bentuk buaya, masing-masing mempunyai cara sendiri dalam

memvisualisasikan tema tersebut. Sedangkan bila dibandingkan dengan karya di

atas konsep tugas akhir yang disajikan jelas berbeda. Sumber rujukan

memvisualisasikan bentuk buaya dengan bentuk yang realis dan dengan media cat

minyak di atas kanvas. Sementara itu, konsep tugas akhir ini memvisualisasikan

bentuk buaya sesuai dengan imajinasi penulis dalam suatu karya seni grafis.

Perwujudan konsep buaya sebagai tema dalam karya seni grafis ini

merupakan hal yang baru baik secara visual maupun tulisan sebagai konsep

pengantarnya. Selain itu hasil yang disajikan bersifat baru dan berbeda dari karya

sebelumnya. Dapat dikatakan baru dan berbeda dikarenakan perwujudan karya

merupakan ide asli dari penulis. Sementara itu, karya serupa hanyalah bersifat

sebagai sumber inspirasi. Sumber yang telah dipaparkan di atas hanya bersifat

rujukan dan sebagai pembanding.

2. Referensi

Karya seni rupa dua dimensi akan menjadi sebuah karya yang baik jika

memenuhi kajian teoritis seni rupa, yang beberapa diantaranya sebagai berikut:

a. Garis

Garis merupakan unsur dasar di dalam suatu komunikasi visual dan

juga fundamental sebagai media untuk berekspresi. Garis hadir sebagai

hasil dari buatan atau penemuan manusia sebagai abstraksi,

pengembangan, penyimpulan dan simbol dari suatu pernyataan fakta

visual dan dari suatu ide. Garis dimulai dari sebuah titik, merupakan jejak

yang ditimbulkan oleh sederetan titik-titik yang berhimpit. Garis berupa

goresan atau sapuan yang sempit dan panjang sehingga membentuk seperti

benang atau pita (Arfial Arsad Hakim, 1987: 42).

Fisik suatu garis mempunyai karakter tertentu, misalnya panjang

7

atau pendeknya garis, tebal atau tipisnya garis, dan lainnya. Garis

aktual/formal terdiri dari garis geometris dan garis ekspresif. Sedangkan

garis semu terjadi karena pengulangan unsur atau merupakan batas warna,

bidang dan lainnya. Garis-garis tersebut dapat diolah sedemikian rupa

sehingga menghasilkan suatu “bentuk ciptaan” (Arfial Arsad Hakim, 1987:

53).

Gambar 2.3 “ Raut Garis ” Sumber : Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Nirmana”. 2010: 90

Dalam bidang seni dan desain garis merupakan unsur yang

memiliki peranan paling besar dan terpenting. Garis memiliki peranan

ganda, yaitu sebagai goresan nyata yang dapat menghasilkan nilai

tersendiri, dan sebagai garis semu yang dapat membantu membentuk

keindahan suatu karya seni. Garis nyata dapat mempunyai kemampuan

untuk membentuk tekstur kasar yang bersifat semu maupun nyata,

memberikan sugesti dalam menggaris batas atau membuat kontur, serta

mempunyai kemampuan untuk membuat gelap terang (value) untuk arsir

gambar (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010: 90-93).

8

b. Bidang

Bidang adalah sebuah area yang dibatasi oleh garis, baik oleh garis

formal maupun garis yang bersifat ilusif, ekspresif atau sugestif (Mikke

Susanto, 2011:55). Bidang merupakan unsur visual yang berdimensi

panjang dan lebar. Ditinjau dari bentuknya, bidang bisa dikelompokkan

menjadi dua, yaitu bidang geometri/beraturan dan bidang non-geometri

alias tidak beraturan.Bidang geometri adalah bidang yang relatif mudah

diukur keluasannya, sedangkan bidang non-geometri merupakan bidang

yang relatif sukar diukur keluasannya. Bidang bisa dihadirkan dengan

menyusun titik maupun garis dalam kepadatan tertentu, dan dapat pula

dihadirkan dengan mempertemukan potongan hasil goresan satu garis atau

lebih (Adi Kusrianto, 2009: 30).

Gambar 2.4 “ Macam-macam Raut Bidang ”

Sumber : Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Nirmana”. 2010: 105

9

c. Warna

Dalam buku “Kritik Seni: Wacana, Apresiasi dan Kreasi”, Nooryan

Bahari menjelaskan bahwa warna adalah sebagai berikut:

….gelombang cahaya dengan frekuensi yang dapat memengaruhi

penglihatan kita. Warna memiliki tiga dimensi dasar yaitu hue, nilai

(value), dan intensitas (intensity). Hue adalah gelombang khusus dalam

spektrum dan warna tertentu. Misalnya spektrum warna merah disebut hue

merah. Nilai (value) adalah nuansa yang terdapat pada warna, seperti

nuansa cerah atau gelap, sedangkan intensitas adalah kemurnian dari hue

warna… (Nooryan Bahari, 2008:100).

Gambar 2.5 “ Lingkaran Warna ”

Sumber : Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Nirmana”. 2010: 31

Pembahasan jenis-jenis warna mendasarkan pada teori tiga warna

primer, tiga warna sekunder, dan enam warna intermediate. Kedua belas

warna ini kemudian disusun dalam satu lingkaran. Lingkaran berisi 12

warna ini jika dibelah menjadi dua bagian akan memperlihatkan setengah

bagian yang tergolong daerah warna panas, dan setengah bagian daerah

warna dingin. Warna merah, jingga, dan kuning digolongkan sebagai

warna panas, kesannya panas dan efeknya pun panas. Warna panas

10

memberikan kesan semangat, kuat, dan aktif. Warna biru, ungu, dan hijau,

digolongkan sebagai warna dingin, kesannya dingin dan efeknya pun juga

dingin. Untuk menyusun warna dapat digunakan interval tangga warna.

Interval tangga warna adalah tingkatan atau gradasi warna yang digunakan

sebagai jembatan penghubung dua warna kontras. Melalui pedoman pada

interval tangga tersebut dapat dihasilkan susunan warna seperti susunan

warna-warna dengan satu interval tangga (satu warna), dua atau tiga

interval tangga berdekatan (warna-warna transisi), dan interval tangga

saling berjauhan (warna-warna beroposisi) yang disebut laras kontras.

Adapun jenis-jenis warna laras kontras seperti kontras komplementer (dua

warna), kontras split komplemen (kontras dua warna kmplemen bias),

kontras triad komplemen (kontras segitiga atau kontras tiga warna), serta

kontras tetrad komplemen (kontras dobel komplemen atau kontras empat

warna) (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010: 32-37).

d. Tekstur

Tekstur adalah kesan halus dan kasar atau perbedaan tinggi

rendahnya permukaan dari suatu gambar. Tekstur juga merupakan rona

visual yang menegaskan karakter suatu benda yang dilukis atau digambar.

Terdapat dua macam jenis tekstur, yakni tekstur nyata dan tekstur semu.

Tekstur nyata yaitu nilai permukaannya nyata atau dapat dikatakan antara

apa yang tampak akan sama dengan nilai rabanya. Sebaliknya, kesan kasar

yang ditimbulkan dari tekstur semu adalah karena penguasaan teknik gelap

terang pada gambar, jika diraba maka rasa kasarnya tidak kelihatan, atau

justru sangat halus (Nooryan Bahari, 2008:101-102).

e. Kesatuan (Unity)

Kesatuan atau unity merupakan salah satu prinsip yang

menekankan pada keselarasan dari unsur-unsur yang disusun, baik dalam

wujudnya maupun kaitannya dengan ide yang melandasinya. Kesatuan

diperlukan dalam suatu karya grafis yang mungkin terdiri dari beberapa

elemen di dalamnya. Melalui kesatuan itulah elemen-elemen yang ada

11

saling mendukung sehingga diperleh fokus yang dituju (Adi Kusrianto,

2009: 35).

Ruang sela atau white space merupakan salah satu prinsip tata seni

rupa yang pada dasarnya untuk membantu memperoleh kesatuan (unity).

Prinsip ruang kosong adalah salah satu cara untuk mendukung kesatuan

dengan pendekatan kerapatan. Susunan bentuk-bentuk dikelompokkan

pada suatu titik untuk memberikan efek lega/longgar. Tentunya dalam

merapatkan objek-objek tersebut harus mempertimbangkan prinsip

keseimbangan juga (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010:221).

f. Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan merupakan suatu kondisi atau kesan berat, tekanan,

tegangan, sehingga memberikan kesan stabil. Beberapa faktor yang

mendukung keseimbangan antara lain adalah posisi atau penempatan,

proporsi, kualitas, dan arah dari unsur-unsur pendukungnya. Berdasarkan

faktor tersebut terdapat berbagai macam keseimbangan atau balance antara

lain balance simetris dan asimetris; horizontal balance, vertikal balance,

dan radial balance; serta formal balans dan informal balans (Arfial Arsad

Hakim, 1997:6-9).

Keseimbangan simetris yaitu keseimbangan antara ruang sebelah

kiri dan ruang sebelah kanan sama persis, baik dalam bentuk, rautnya,

besaran ukurannya, arahnya, warnanya, maupun teksturnya. Dapat

dikatakan komposisi dengan keseimbangan simetris ini adalah setangkup.

Keseimbangan memancar sesungguhnya sama dengan keseimbangan

simetri, tetapi kesamaan polanya bukan hanya di antara ruang sebelah kiri

dan ruang sebelah kanan saja, melainkan juga antara ruang sebelah kanan

dan ruang sebelah bawah. Keseimbangan sederajat yaitu keseimbangan

komposisi antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan tanpa

memedulikan bentuk yang ada di masing-masing ruang. Jadi meskipun

memiliki bentuk raut yang berbeda, tetapi besarannya sederajat.

Sedangkan keseimbangan tersembunyi yaitu keseimbangan antara ruang

sebelah kiri dan ruang sebelah kanan meskipun keduanya tidak memiliki

12

besaran sama maupun bentuk raut yang sama. Jika keseimbangan ini bisa

dicapai maka akan menghasilkan komposisi yang dinamis, hidup,

bergairah (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010:238-240).

g. Keselarasan (Ritme)

Ritme atau irama di dalam seni rupa menyangkut persoalan warna,

komposisi, garis, maupun lainnya (Mikke Susanto, 2011: 334). Ritme

berarti suatu susunan teratur yang ditimbulkan dari pengulangan sebuah

atau beberapa unsur sehingga memberikan kesan keterhubungan yang ajeg

dan bergerak Arfial Arsad Hakim, 1997:18).

Tangga rupa dapat digunakan sebagai alat untuk menata rupa/seni

(membuat komposisi) dari sisi irama untuk mencapai susunan/komposisi

yang memiliki nilai irama yang baik, dalam arti memiliki nilai seni yang tinggi.

Misalnya di dalam membuat keselarasan pada warna, interval tangga

warna dapat digunakan sebagai alat untuk menata warna. Menata irama

atas dasar tangga rupa kemudian dapat dilakukan dengan cara pengulangan

unsur-unsur seni rupa yang dapat membentuk atau melahirkan jenis-jenis

irama tertentu. (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010:162-175).

h. Dominasi

Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang harus

ada pada karya seni/desain, agar diperoleh karya seni/desain yang

atristik/memiliki nilai seni. Dominasi digunakan sebagai daya tarik.

Karena unggul, istimewa, unik, ganjil, maka akan menarik dan menjadi

pusat perhatian. Jadi dominasi bertugas sebagai pusat perhatian dan daya

tarik. Sesuai prinsip irama/ritme, bahwa untuk memperoleh keindahan,

suatu susunan harus memiliki irama, yang berarti harus ada keteraturan.

Namun susunan yang teratur dapat berakibat membosankan. Oleh karena

itu, diperlukan dominasi agar susunan dapat menarik, dan dapat

memecahkan rutinitas. Beberapa cara dapat digunakan untuk memperoleh

dominasi, salah satunya dengan keunggulan/keistimewaan/kekuatan.

(Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010:225-226).

13

Setiap bagian dari suatu bentuk karya seni hendaknya memiliki

tingkat kekuatan (dominan) yang layak. Bagian tertentu yang

mendominasi di dalam suatu bentuk karya seni, akan menjadi titik

perhatian yang menonjol. Kelayakan tingkat dominan dari unsur-unsur

pendukung akan menimbulkan harmoni yang akhirnya mencapai suatu

kesatuan (Arfial Arsad Hakim,1987:19).

i. Kesederhanaan

Kesederhanaan (simplicity), barangkali menjadi tuntutan pada

semua seni maupun desain. Definisi sederhana adalah tidak lebih dan tidak

kurang, jika ditambah terasa menjadi rumit dan jika dikurangi terasa ada

yang hilang. Sederhana bukan berarti harus sedikit, tetapi yang tepat

adalah “pas”, artinya tidak lebih dan tidak kurang (Sadjiman Ebdi

Sanyoto, 2010:263).

j. Komposisi

Pada dasarnya komposisi merupakan suatu realisasi dari suatu

aktivitas penciptaan dalam mewujudkan ide. Dalam buku “Diksi Rupa”,

Mikke Susanto menjelaskan bahwa komposisi adalah kombinasi dari

berbagai elemen seni rupa untuk mencapai integrasi antara warna, garis,

bidang, dan unsur-unsur karya seni yang lain untuk mencapai susunan

yang dinamis, termasuk tercapainya proporsi yang menarik serta artistik

(Mikke Susanto, 2011: 226).

Komposisi terbagi menjadi beberapa macam, antara lain komposisi

terbuka dan tertutup, serta komposisi piramida dan piramida terbalik.

Komposisi terbuka adalah suatu komposisi dalam suatu bidang atau ruang

komposisi dimana objek-objek pada gambar terkesan menerus, tersebar,

dan meluas dari pusat bidang tersebut. Selanjutnya jika objek-objek

tersebut seakan-akan terpusat di dalam suatu ikatan, mengumpul,

menyempit, sehingga terlihat adanya pengelompokan objek gambar ke

dalam pusat bidang atau ruang komposisi, maka komposisi yang demikian

itu dikatakan komposisi tertutup (Arfial Arsad Hakim, 1997: 36-37).

14

B. SUMBER IDE

1. Crocodile Holiday

Gambar 2.6 “ Crocodile Holiday ” Sumber : http://drud-studio.deviantart.com/art/crocodile-holidays-367665507

Karya ilustrasi ini saya dapatkan dari sebuah situs art gallery

international bernama deviantart.com yang diunggah oleh akun bernama drud-

studio. Akun tersebut dimiliki oleh orang bernama asli Wendra Kisdamawan.

Yang menarik dari karya tersebut ialah penggambaran seekor buaya yang sedang

liburan. Hal tersebut terlihat dari bentuk buaya yang sedang mengenakan topi

pantai, dan membawa segelas minuman. Latar belakang bertuliskan new orleans

juga mendukung kesan liburan dari penggambaran karya tersebut. Seperti yang

15

kita ketahui, bahwa manusia kerap bosan dengan rutinitasnya sehari-hari. Untuk

mengatasi kebosanan tersebut, liburan dijadikan salah satu cara untuk

menyegarkan pikiran dari kegiatan sehari-harinya. Hal tersebut diwujudkan

dengan menggunakan objek buaya yang pada akhirnya dijadikan referensi untuk

membuat karya-karya yang memvisualisasikan hewan menjadi layaknya manusia.

2. Crocodile

Gambar 2.7 “ Crocodile ” Sumber : http://drud-studio.deviantart.com/art/crocodile-373090164

Karya ilustrasi ini saya dapatkan dari sebuah situs art gallery

international bernama deviantart.com yang diunggah oleh akun bernama drud-

studio. Akun tersebut dimiliki oleh orang bernama asli Wendra Kisdamawan.

Yang menarik dari karya tersebut ialah penggambaran seekor buaya yang tengah

16

memakan manusia yang gemar bermain kamera. Hal tersebut bisa didapat dari

penggambaran tangan manusia yang tengah memegang kamera berada di mulut

buaya tersebut. Kesan manusia yang tengah dimakan buaya juga hadir dari bentuk

darah yang disajikan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai kritik sosial terhadap

manusia yang terlalu gemar bermain kamera sampai melupakan kepedulian dari

sekitarnya. Dari gagasan tersebut tercipta pemikiran untuk memvisualisasikan

bentuk buaya menjadi sebuah karya seni yang dapat menyampaikan kritik sosial.

3. a Crocodile, a Scooter, and Bromo

Gambar 2.8 “ a Crocodile, a Scooter, and Bromo ”

Sumber : http://www.papangkingdom.com/2011/05/crocodile-scooter-and-bromo-wip.html

Karya ilustrasi ini saya dapatkan dari sebuah situs website

17

www.papangkingdom.com yang tidak diketahui siapa pemilik website tersebut.

Akun tersebut tidak mendiskripsikan tentang dirinya dan tidak menyajikan

satupun identitas dari pemilik. Yang menarik dari karya tersebut ialah

penggambaran seekor buaya yang tengah mengendarai scooter dan juga memakai

helm. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa buaya bahkan tidak bisa berdiri

apalagi mengendarai sebuah motor. Karya tersebut menghadirkan tingkah laku

buaya yang seperti manusia, karena dengan mengendarai motor juga mematuhi

peraturan yang ada yaitu memakai helm. Melihat karya tersebut dapat

menghadirkan gelitik tawa yang pada akhirnya dijadikan referensi untuk membuat

karya yang bersifat humor dan menghibur.