BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian...
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Untuk menghindari adanya persamaan terhadap penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya dengan objek yang sama, sekaligus ulasan terdapat penelitian
tersebut. Hal ini dipandang sebagai bahan kajian data tertulis, sebagai awal bagi
penelitian ini. Sehingga diharapkan keaslian penelitian ini akan terjaga. Berikut
adalah hasil penelitian yang menjadi bahan kajian terhadap data-data tertulis mngenai
penelitian tentang kesenian Sisingaan.
Skripsi Sarjana Jurusan Pendidikan Seni Tari Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Bandung dengan judul “ Sisingaan Wanita Lingkung Seni Setia
Wargi 6 di Desa Tambakan Kecamatan Jalan Cagak Kabupaten Subang”
(Perkembangan dan pola penyajian kesenian Sisingaan), yang ditulis oleh Rini
Suciawati, pada tahun 2007. Tulisan ini menguraikan tentang arti Sisingaan, latar
belakang, perkembangan Sisingaan hingga terbentuk grup Kesenian Sisingaan
wanita. Meskipun uraian skripsi mengupas tentang Sisingaan tetapi lebih mengarah
kepada bentuk penyajian Kesenian Sisingaan lingkung Seni Setia Wargi 6 yang
diusung oleh perempuan.
Skripsi Sarjana Jurusan Seni Tari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)
Surakarta tahun 2000 dengan judul “ Perkembangan Pertunjukan Kesenian Sisingaan
Grup Setia Wargi 1 di Desa Tambak Mekar Kecamatan Jalan Cagak Kabupaten
Subang” yang ditulis oleh Sri Pujiati. Pada penelitian ini Sri Pujiati mengupas tentang
bagaimana bentuk pertunjukan kesenian Sisingaan di Subang, peranan Robot dalam
perkembangan kesenian Sisingaan di Kabupaten Subang dan perkembangan bentuk
pertunjukan dari kesenian Sisingan grup Setia Wargi 1yang berada di desa Tambak
Mekar, kecamatan Jalan Cagak kabupaten Subang.
Skripsi Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sendratasik program
Pendidikan Seni Tari Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul “ Kesenian
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Singa Depok Puspa Kencana di Desa Sukamanah Kecamatan Majalaya Kabupaten
Bandung”, yang ditulis oleh Supartini Permata pada tahun 2004. Pada penelitian ini,
Supartini Permata mengupas tentang kesenian Singa Depok Puspa Kencana yang
awalnya dibentuk oleh seseorang yang pernah tinggal di Subang. Walaupun dalam
uraian dalam penulisan skripsi ini mengupas tentang Sisingaan, namun lebih
mengarah tentang analisis pada proses penciptaan dan struktur penyajian Singa
Depok Puspa Kencana yang berada di desa Sukamanah kecamatan Majalaya
kabupaten Subang.
Skripsi Sarjana Muda mahasiswa Jurusan Tari Akademi Seni Tari (ASTI)
Bandung dengan judul “Tinjauan Deskriptif Pertunjukan Kesenian Sisingaan di Desa
Tambak Mekar Kecamatan Jalan Cagak Kabupaten Subang (Pola penyajian kesenian
Sisingaan)” yang diteliti dan ditulis oleh Mas Nanu Munajar pada tahun 1986. Skripsi
ini mengupas dan menguraikan tentang arti Sisingaan, latar belakang dan
perkembangan Sisingaan, bagaimana penyajian dan pelaksanaan kesenian Sisingaan
lingkung seni Setiawargi. Walaupun mengupas tentang Sisingaan namun tulisan ini
lebih mengarah pada bentuk penyajian kesenian Sisingaan pada lingkung seni
Setiawargi 1 yang berada di desa Tambak Mekar.
Skripsi Sarjana mahasiswa Jurusan Etnomusikologi Universitas Sumatera
Utara dengan judul “ Analisis Tabeuhan Kendang pada Penyajian Kesenian Sisingaan
di Kabupaten Subang Jawa Barat “ yang diteliti oleh Endah Irawan pada tahun 1992.
Skripsi ini merupakan tinjauan analisis musik terhadap bentuk-bentuk tabuhan
kendang Sisingaan, yang dalam permainannya terdiri dari dua garapan tabuhan
kendang, yakni tabuhan kendang I (kendang anak) dan tabuhan kendang II (kendang
indung). Tulisan ini lebih mengarah pada analisis musiknya.
Skripsi Sarjana mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Tari Universitas
Pendidikan Indonesia dengan judul: “ Studi Komparasi Pertunjukan Sisingaan
Lingkung Seni Tresna Wangi dan Lingkung Seni Pusaka Wangi di Kabupaten
Subang “ yang diteliti oleh Mela Sri Wahyuni pada tahun 2012. Skripsi ini
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menguraikan dan mengupas tentang perbandingan pertunjukan Sisingaan pada
Lingkung Seni Tresna Wangi dengan Lingkung Seni Pusaka Wangi.
Melihat penjelasan di atas memang banyak yang sudah melakukan penelitian
tentang Sisingaan, namun penelitian mengenai Kemasan Sisingaanpada grup Setia
Wargi Muda Subang ini belum diteliti, oleh karena itu penelitian ini masih terjaga
keasliannya.
B. Pelestarian Seni Tradisi
Pada zaman globalisasi sekarang ini, budaya luar menjadi tantangan bagi
budaya daerah. Dalam hal ini, masyarakat dituntut untuk memiliki dan mengambil
sikap yang tepat bagi eksistensi budaya daerah karena budaya daerah merupakan jati
diri bangsa. Salah satu budaya daerah yang harus dijaga eksistensinya adalah
kesenian, hal ini sejalan dengan pendapat Suwandono dalam Sedyawati (1984: 42),
bahwa:
Sikap selektif sangat diperlukan untuk:
1. Menjaga kelangsungan hidup seni tari kita memungkinkan terseretnya seni
tari kita ke dalam arus penetrasi budaya dari luar lingkungan kita.
2. Menciptakan keseimbangan antara nilai-nilai seni tari kita dengan nilai-nilai
seni tari dari luar lingkungan kita.
3. Memanfaatkan nilai-nilai seni dari luar lingkungan kita untuk memperkaya
dan menyempurnakan perkembangan seni kita.
Berdasarkan pendapat di atas merupakan cara untuk memerangi budaya global
yang makin lama semakin menggerogoti kecintaan masyarakat terhadap seni tradisi.
Sekarang ini banyak kesenian dari luar yang mampu menghipnotis masyarakat daerah
kita, sehingga minat untuk mempelajari seni tradisional berkurang. Dengan
terkikisnya kesadaran masyarakat akan seni tradisional ini akibatnyabanyak kesenian
tradisional yang pada saat ini kurang diminati masyarakat.Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Taralamsyah Saragih dalam Edy Sedyawati (1984: 77) mengemukakan
pendapat, bahwa:
Bila kelestarian kurang mendapat perhatian selama ini disebabkan oleh
tiadanya uraian dan sketsa dari pencipta yang bersangkutan, hal itu bukanlah
semata-mata kesalahan pencipta tari, karena instansi yang berwenang pun
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tidak/belum berusaha untuk memintanya dari para pencipta dengan tentunya
juga memberi bimbingan dan perbaikan pada bagian-bagian yang kurang tepat.
Yang dimaksud dengan instansi-instansi yang berwenang ialah Bidang-bidang
Kesenian Dep. P dan K dan dewan-dewan Kesenian lain.
Sejalan dengan proses perubahan di dalam kesenian, terdapat individu-
individu yang berusaha menciptakan dan mempertahankan kesenian tradisi sebagai
kekayaan budaya untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya sebagai nilai-nilai
budaya yang secara inplisit tersirat nilai-nilai luhur kepribadian suatu bangsa.
Kesenian tradisonal merupakan salah satu wujud budaya yang menjadi
kebanggaan bangsa. Betapa kesenian tradisional ini merupakan harta karun bangsa
Indonesia yang sarat dengan akar budaya sebagai pencerminan dari tata hidup
masyarakat, seperti yang diungkapkan Ben Soeharto (1999:1) bahwa, ”tari tradisional
sangat erat hubunganya dengan lingkungan dimana tarian itu lahir, ia tidak mandiri
tapi ia luluh lekat dengan adaptasi setempat, pandangan hidup, tata masyarakat,
agama/kepercayaan dan lain sebagainya”.
Dengan demikian, kesenian daerah atau yang biasa disebut dengan kesenian
tradisional harus dipelihara bahkan dikembangkan oleh masyarakat dengan didukung
berbagai instansi yang terkait agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan bahwa
seni budaya daerah yang dimiliki merupakan jati diri bangsa karena untuk menjaga,
mempertahankan eksistensi seni tari tradisional di daerah kita menjadi permasalahan
yang harus diatasi oleh kita semua. Ada hal penting untuk mengatasi permasalahan
tersebut dengan melaksanakan beberapa tahapan, seperti yang diuraikan oleh
Suwandono dalam Edy Sedyawati (1984: 43- 44) sebagai berikut:
1. Bahwa tari tradisi perlu mendapatkan pembinaan secara sungguh-
sungguh, mantap dan terarah untuk kemudian dikembangkan mutunya
selaras dengan alam pikiran dan pandangan hidup masyarakat bangsa
Indonesia.
2. Bahwa tari tradisi yang dibina dan dikembangkan mutunya, memegang
peran penting dalam perkembangan tari kita di masa yang akan datang,
karena tari tradisi merupakan dasar sumber penciptaan tari di masa
mendatang.
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3. Bahwa identitas tari tradisi daerah perlu dipelihara, karena mencerminkan
kekayaan harta warisan budaya bangsa Indonesia yang pada hakikatnya
tetap mewujudkan kesatuan identitas bangsa Indonesia seperti tercermin
dalam Bhineka Tunggal Ika.
4. Bahwa usaha untuk mengembangkan tari tradisi telah ada dilaksanakan,
walaupun masih dalam taraf eksperimen dan masih penggarapan yang
lebih mendalam.
5. Bahwa salah satu sarana untuk dapat melaksanakan pembinaan dan
pengembangan tari tradisi, diperlukan satu wadah kegiatan yang antara
lain berupa lokakarya yang berfungsi sebagai laboratorium tari.
6. Bahwa perkembangan atau kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
hendaknya dapat dimanfaatkan untuk menunjang usaha pembinaan dan
pengembangan tari tradisi.
Dengan melaksanakan pembinaan seperti yang telah diuraikan di atas, maka
diharapkan kesenian tradisional akan tetap hidup dan terjaga kelestariannya,
walaupun banyak kesenian modernyang menarik perhatian masyarakat. Hal ini
dipertegas oleh pendapat Suwandono dalam Edi Sedyawati (1984: 41) bahwa,
“pembinaan tari Tradisi merupakan usaha yang sangat penting untuk menjaga
kelangsungan kehidupan tari dari masa ke masa, dan meniadakan celah-celah
perkembangan kehidupan tari kita dari masa lampau, masa sekarang, dan masa yang
akan datang”.
C. Seni Pertunjukan di masyarakat
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan gaya dan bentuk seni
pertunjukan sebagai akibat dari negara kita yang terdiri dari sekitar 500 kelompok
etnis, yang memeluk lima agama besar di dunia, serta kontak dengan budaya luar
yang sangat beragam.
Istilah seni pertunjukan serta pertunjukan budaya dalam bahasaIndonesia dan
bahasa Melayu adalah sebagai padanan dari istilah ferfoming art atau cultural
performance.Sall Murdianto mengungkapkan, “pertunjukan adalah semua tingkah
laku yang dilakukan seseorang didepan orang lain dan mempunyai pengaruh terhadap
orang tersebut.”
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(http://pardonsimbolon.blogspot.com/2010/02/seni-perunjukan-indonesia-seni.html).
Seni Pertunjukan meliputi kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukan, pertunjukan balet, tarian tradisional,
tarian kontemporer, drama, musik-tradisional, musik-teater, opera, termasuk tur
musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata
pencahayaan.
Seperti yang diungkapkan oleh Simbolon bahwa ,“Seni pertunjukan, yang
terbagi menjadi seni musik, tari,dan teater.Bidang disiplin ilmu tersebut meluas
sampai pada siklus, kabaret dan olahraga, ritual, upacara, proses pemakaman, dan
lain-lain.”
(http://pardonsimbolon.blogspot.com/2010/02/seni-perunjukan-indonesia-seni.html).
Seni pertunjukan di Indonesia selalu mengalami perkembangan dari masa
lampau hingga era globalisasi ini. Ada beberapa seni pertunjukan dari masa lampau
yang masih tetap bertahan hingga sekarang walaupun perkembangannya kembang
kempis, ibaratnya hidup tak mau mati pun tak hendak.Sebagai contoh, diungkapkan
oleh Soedarsono (2002: 1) sebagai berikut:
Ada beberapa bentuk seni pertunjukan Indonesia yang dari aspek
kesejarahannya jelas berasal dari Masa Prasejarah seperti misalnya Sanghyang
Jaran dari Bali dan Jaran Kepang (Kuda Kepang) dari Jawa, namun demikian
tontonan ini masih tetap hadir di tengah hiruk-pikuknya perkembangan
berbagai produk teknologi canggih yang ditayangkan lewat layar kaca televisi.
Penyebab dari hidup-matinya sebuah pertunjukan itu bermacam-macam. Ada
yang disebabkan karena terjadi perubahan selera masyarakat penikmat, ada pula
karena tidak mampu bersaing dengan pertunjukan lain, ada juga yang disebabkan
oleh perubahan yang terjadi di bidang politik, dan ada juga yang disebabkan oleh
masalah ekonomi. Penyandang dana produksi juga ikut berpengaruh pada
perkembangan seni pertunjukan itu. Penyandang dana itu sendiri ada yang berasal
dari masyarakatnya, ada yang dari negara, atau bahkan hasil dari jual karcis.
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Beberapa bentuk seni pertunjukan yang berfungsi ritual penyandang dananya
adalah masyarakat (communal support). Ada seni pertunjukan yang biaya
produksinya ditanggung oleh negara (government support). Sementara itu, di negara
maju sebagian dari seni pertunjukan penyandang dana produksinya adalah para
penonton yang membeli karcis (commercial support).(Soedarsono, 2002: 1)
Apabila seni pertunjukan ritual masih bisa bertahan hidup karena
dibutuhkan oleh masyarakat untuk kepentingan ritual, seni pertunjukan yang
tidak berfungsi ritual, perlu mencari prasarana untuk kelangsungan hidupnya,
yang di berbagai negara yang sudah maju berasal dari para pembeli (lowry
1978). Contoh seni pertunjukan yang berfungsi sebagai tontonan yang sama
sekali tidak ada kadar ritualnya bisa dijual kepada para penonton dengan
harga yang cukup mahal. (Soedarsono, 1999: 15)
Soedarsono mengungkapkan pula dalam bukunya dengan judul Seni
Pertunjukan dari Prespektif Politik, Sosial, dan Ekonomi, bahwa seni pertunjukan
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal dari segi seni, namun juga faktor
eksternal dari segi non seni. Bahkan hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja
tetapi terjadi dimana-mana di jagat ini.
Faktor-faktor eksternal dari segi non seni diantaranya dilihat dari segi
perspektif politik, sosial, dan ekonomi, dimana faktor politik yang paling kuat
berpengaruh pada perkembangan seni pertunjukan. “...,jelas sekali bahwa
perkembangan seni pertunjukan di dunia ini banyak sekali dipengaruhi oleh faktor
faktor non seni, dan yang paling kuat adalah faktor politik, perubahan sosial, dan
ekonomi.” (Soedarsono, 2003: 12).
Menurut Soedarsono dalam bukunya Seni Pertunjukan dari Perspektif Politik,
Sosial, dan Ekonomi menjelaskan bahwa seni pertunjukan dari segi perspektif politik
dimulai sebelum abad ke-19, tepatnya sebelum tahun 1870 di jawa. Ada dua arah
perkembangan seni pertunjukan akibat hadirnya pemerintahan yang berbentuk
kerajaan, yaitu pertunjukan yang berkembang di istana dan lingkungan bangsawan,
serta pertunjukan yang berkembang di kalangan rakyat jelata. Dimana seni
pertunjukan di lingkungan istana mendapat pengaruh dari seni pertunjukan India yang
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
canggih, sementara yang berkembang di kalangan rakyat sangat sederhana. “ gaya tari
yang berkembang di istana yang sangat canggih sangat berbeda dengan gaya tari
kerakyatan yang berkembang di kalangan rakyat jelata.” (Soedarsono, 2003: 5)
Dari segi perspektif ekonomi, dimana pemilihan pada tahun 1986 dilandasi
dengan terjadinya goncangan ekonomi yang luar biasa sebagai akibat anjlognya
minyak bumi dan gas di pasaran dunia serta terjadinya devaluasi rupiah terhadap
dolar Amerika pada waktu bersamaan. Maka untuk mengantisipasi peristiwa buruk
tersebut, pemerintah dengan tegas mencanangkan perlunya digalakkan industri
pariwisata, yang berdampak merebaknya kemunculan seni pertunjukan wisata di
daerah-daerah Indonesia. “Sebagai dampak hadirnya industri pariwisata lahirlah seni
pertunjukan tradisional yang dikemas khusus bagi wistawan mancanegara.”
(Soedarsono, 1999: 89)
Contoh dari segi perspektif sosial yaitu dimana seni pertunjukan Indonesia
ditampilkan di negara Amerika Serikat khususnya kota New York yang dikenal
sebagai the mecca of performing arts. Hal ini dijelaskan oleh Soedarsono (2003: 9)
bahwa “ kehadiran masyarakat Amerika sebagai konsumen kebudayaan bukan saja
berakibat maraknya perkembangan seni pertunjukan, tetapi juga berdampak
merebaknya keinginan mereka untuk bisa menikmati kebudayaan bangsa lain”.
Soedarsono (2003: 23) pun memaparkan bahwa:
“ perubahan sosial di Indonesia dan seni pertunjukan membuktikan, bahwa hadirnya
sebuah golongan atau kelas disebuah negara akan menyebabkan lahirnya bentuk seni
pertunjukan yang cocok dengan selera golongan itu”. Selanjutnya Soedarsono (2003:
1) mengungkapkan pula bahwa:
Seni pertunjukan sebagai sebuah cabang seni yang selalu hadir dalam
kehidupan manusia, ternyata memiliki perkembangan yang sangat kompleks.
Sebagai seni yang hilang dalam waktu, yang hanya bisa kita nikmati apabila
seni tersebut sedang dipertunjukan.
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Di dalam seni pertunjukan pastilah ada struktur penyajiannya. Struktur itu
sendiri adalah kata lain dari bentuk yang di dalamnya terdapat unsur-unsur yang
saling terkait hingga membentuk suatu kesatuan. Seperti pendapat berikut ini :
Dengan demikian „bentuk‟ yang dalam pengertian abstraknya adalah struktur
menunjuk pada sistem atau pengucapan, yang di dalamnya terkandung faktor-
faktor yang kait-mengkait saling bergantung satu dengan yang lainnya dalam
mewujudkan satu kesatuan yang utuh.
(M. Jazuli, 2001: 5)
D. Seni Pertunjukan Kemasan
Menyimak pemaparan di atas tentang seni pertunjukan, banyak sekali seni
pertunjukan yang berkembang bukan hanya dari segi seni namun juga dari segi non
seni. Selain itu dampaknya pun melahirkan pertunjukan yang berbentuk kemasan.
Adapun dampaknya terhadap seni pertunjukan, dimana-mana lahir
pertunjukan kemasan seperti misalnya, Barong and Kris Dance di Bali, Kecak
atau Monkey Dance di Bali, Sendratari Ramayana atau Ramayana Ballet di
Yogyakarta, pertunjukan angklung di Saung Angklung Udjo di Bandung,
pertunjukan tari-tarian Minang di Medan Nan Balindung di Bukit Tinggi, dan
sebagainya. Sekarang ini para wisatawan mancanegara sangat mudah untuk
bisa menikmati pertunjukan kemasan, yang setiap harinya tersedia di berbagai
tempat (Soedarsono, 2003:11).
Pertunjukan kemasan yang diciptakan untuk pertunjukan wisata adalah
pertunjukan tradisional yang disingkat dalam pola penyajiannya, dari busana pun
semakin dibuat bagus agar penonton tertarik untuk melihatnya.“Pertunjukan-
pertunjukan wisata memang harus dicipta secara khusus dengan ciri-ciri khusus pula,
yaitu dihilangkan nilai sakralnya, disingkat atau dipadatkan, diberi wajah yang
menarik, dan tidak mahal.” (Soedarsono, 1999: 35)
Begitu banyak kesenian tradisional di Indonesia yang dikemas menjadi seni
pertunjukan, karena banyaknya dari para wisatawan mancanegara yang menyukai
kesenian Indonesia. Wisatawan yang dimaksud di sini adalah wisatawan biasa yaitu
mereka yang pada umumnya hanya orang yang mengadakan perjalanan luar dalam
jangka waktu tidak lama, seperti menikmati objek-objek wisata sebanyak-banyaknya,
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dalam artian mereka hanya berlibur. Selain kesenian tradisional kemasan pertunjukan
ini dijadikan aset oleh pemerintah daerah setempat, seperti yang diungkapkan oleh
Soedarsono ( 1999: 35) sebagai berikut:
Kehadiran wisatawan ini akhirnya mengakibatkan lahirnya industri pariwisata,
yang hari demi hari mampu menjadi industri yang paling maju pesat
dibanding dengan industri-industri lain.
Perkembangan yang terjadi dalam seni pertunjukan tidak luput dari peran
tokoh-tokoh seni atau yang memiliki perhatian besar terhadap seni. Selain itu
perkembangan seni pertunjukan di Indonesia juga mendapat pengaruh dari
luar.
Seni pertunjukan kemasan tidak terlepas dari penata gerak atau seniman yang
terlibat di dalamnya. Sebagaimana dikatakan oleh M. Jazuli, bahwa seniman terbagi
menjadi beberapa kategori yang dilihat dari beberapa indikator didalamnya.
1. Seniman berideologi konservatif, yaitu kelompok seniman yang cenderung
berorientasi pada masa lampau dengan tujuan preservasi untuk kepentingan
memperoleh prestise. Sajian dari karyanya masih sederhana atau tradisional
dengan memanfaatkan teknologi yang relevan. Posisi seniman dalam penonton
adalah sebagai akomodator yaitu mengkomunikasikan dan mengakomodasi
berbagai kepentingan serta menyesuaikan dalam kesatuan sosial (menghindari
konflik) .
2. Seniman berideologi progresif, yaitu kelompok seniman yang berorientasi
masa depan, dengan tujuan menawarkan alternatif, dengan kepentingan untuk
pengenalan dan reputasi. Format sajian dari karyanya bersifat inovatif,
spektakuler, subtansial, hibrid, bisa berupa vokabuler tradisional maupun baru.
3. Seniman berideologi pragmatis, yaitu kelompok seniman yang berorientasi
pada masa kini. Seniman berideologi ini terdiri dari sub kelompok seniman yang
bermazhab pragmatis moderat yaitu keseimbangan, , dan sub kelompok seniman
yang bermazhab pragmatis-ambivalen yaitu selalu melayani kepentingan dan
selera massa. Kelompok seniman ini haruslah selalu mempertahankan vitalitas
dan intensitas sesuai tuntutan jaman, harus produktif dan menarik penggemar
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
agar laku, piawai mencari dan mengantisipasi peluang pasar, menjalin relasi, dan
memanfaatkan berbagai sumber kekuatan produksi.
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam pertunjukan kesenian Sisingaan pada
grup setia wargi muda yang sedang diteliti ini pun, mendapat pengaruh eksternal dari
segi non seni. Dimana Sisingaan pada awalnya adalah merupakan kesenianheleran,
kini menjadi sebuah kesenian yang dikemas untuk pertunjukan. Semua itu tidak lepas
dari para tokoh seniman di dalamnya, dimana H. Edih. A.S adalah salah satu yang
menggagas kesenian Sisingaan dalam bentuk pertunjukan kemasan.
E. Kesenian Sisingaan
Kesenian Sisingaan adalah satu kesenian asli dari kota Subang dan merupakan
salah satu identitas budaya masyarakatnya. Dalam tulisan Kiki Sukanta pada Jurnal
Seni dan Pengajaran, bahwa istilah Sisingaan berasal dari kata dasar “ singa” yang
mendapat imbuhan awalan “si” dan akhiran “an” sehingga membentuk istilah Si-
singa-an. Bila dalam bahasa Sunda bermakna bukan sebenarnya dan dalam bahasa
Indonesia bermakna Singa-singaan.
Pengertian Sisingaan dengan demikian adalah jenis pertunjukan kesenian
tradisional yang berbentuk arak-arakandengan menggunakan properti Sisingaan.
Dalam kesenian Sisingaan terdapat beberapa unsur seni yaitu seni tari, seni musik,
dan seni rupa. Dimana karawitan mandiri sebagai unsur musiknya, busana, dan
patung singa sebagai unsur seni rupa dan gerak pengusung singa sebagai unsur seni
tari.
Hal ini sama dengan pernyataan Idit Supardi dalam skripsi Sri Pujiati
(2000:23) adalah seperti berikut:
Kesenian Sisingaan adalah sebuah karya yang didukung setidak-tidaknya tiga
unsur seni yang menyatu secara utuh yaitu seni rupa, seni musik/karawitan
dan seni tari. Dari ketiga unsur tersebut satu sama lain saling mengisi dan
melengkapi dan merupakan kerja bersama (kolektif) yang menjadi satu
kesatuan karya seni.
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Menurut Ganjar Kurnia dan Arthur S. Nalan, kesenian Sisingaan mempunyai
beberapa makna, yaitu :
a. Makna sosial, yaitu dimana masyarakat Subang percaya bahwa jiwa kesenian
rakyat sangat berperan dalam diri mereka, seperti egaliter, spontan, dan rasa
memiliki terhadap setiap jenis seni rakyat yang muncul.
b. Makna teatrikal, yaitu dilihat dari penampilan Sisingaan pada dewasa ini sangat
teatrikal, ditambah dengan berbagai variasi yang ditambahkan, seperti
jajangkungan dan lain-lain.
c. Makna komersial, yaitu Sisingaan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka
yang menjadi anggota grup kesenian Sisingaan, maka munculah puluhan bahkan
ratusan kelompok Sisingaan dari berbagai desa untuk ikut serta dalam festival.
Karena bagi mereka yang memenangkan festival ini akan mendapatkan peluang
bisnis yang menggiurkan.
Dalam skripsi Pujiati juga dijelaskan bahwa kesenian Sisingaan mempunyai
beberapa makna yang terkandung di dalamnya. Makna yang terkandung di dalam
kesenian Sisingaan adalah suatu cita-cita atau rencana untuk membebaskan diri dari
tekanan-tekanan pihak penjajah dengan melakukan perlawanan tertutup melalui
perlambangan. Pemaknaan dari kesenian Sisingaan ini merupakan perwujudan dari
rencana pemberontakan kepada pemerintah Belanda dan Inggris yang bertindak
kejam dan sewenang-wenang kepada masyarakat Subang, yaitu kesenian Sisingaan
dijadikan alat untuk mempengaruhi masyarakat Subang guna membangkitkan
semangat persatuan dan kesatuan untuk melakukan perlawanan secara bersama-sama.
Adapun makna simbolis yang terkandung dalam unsur-unsur kesenian
Sisingaan adalah sebagai berikut:
1. Wujud patung Singa, yaitu dilambangkan sebagai dua kekuasaan yang
menguasai rakyat subang, yaitu bangsa Belanda dan Inggris.
2. Pengusung Sisingaan yang melakukan tarian, melambangkan keadaan
masyarakat Subang yang tertindas dan mendapat tekanan di dalam
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kehidupannya, namun mereka percaya dengan tetap bersatu akan terbebas dari
keadaantersebut.
3. Bunyi musikal melambangkan sebagai upaya untuk membebaskan diri dari
tekanan penjajah menuju kehidupan masyarakat Subang yang lebih baik
4. Anak Sunat yang duduk di atas patung Sisingaan melambangkan generasi
penerus yang dibangga-banggakan untuk membebaskan diri dari tekanan
penjajah sekaligus melanjutkan kehidupan masyarakat Subang.
Dalam penyajian kesenian Sisingaan terdiri dari delapan orang pengusung
yang menggunakan properti Sisingaan, yang disajikan dalam bentuk arak-arakan
yaitu mengarak anak sunat berkeliling desa. Susunan pada bagian depan arak-arakan
adalah kelompok pengusung Sisingaan, sementara itu anak sunat dinaikkan di atas
Sisingaan, kemudian di ikuti kelompok pangrawit dan barisan akhir adalah kelompok
yang ikut berpartisipasi (pengibing) dalam arak-arakankesenian Sisingaan. Bentuk
gerakan dalam kesenian Sisingaan yaitu terdiri dari gerakan pencak silat dan ketuk
tilu.Kombinasi dari semuanya itu merupakan ciri khas kesenian Sisingaan yang
terdapat di wilayah kabupaten Subang.
Kesenian Sisingaan selain sebagai jenis kesenian tradisional yang
dipetunjukan dalam bentuk arak-arakan, juga ditampilkan dalam bentuk pertunjukan
panggung. Berikut adalah fungsi kesenian Sisingaan dalam kehidupan masyarakat
Subang yang dijelaskan dalam Skripsi Pujiati.
1. Kesenian Sisingaan untuk Khitanan, yaitu digunakan untuk hiburan masyarakat
dalam upacara khitanan bagi yang mampu untuk mengundang salah satu grup
kesenian Sisingaan yang ada di kabupaten Subang. Dalam acara ini dimulai dari
jam 02.00 atau setelah waktu asharhingga menjelang magrib. Biasanya di
tampilkan di depan rumah yang punya hajat kemudian berkeliling desa dengan
mengarak anak yang sudah di sunat yaitu dinaikkan di atas Sisingaan.
2. Kesenian sebagai sajian tontonan atau pertunjukan, yaitu kesenian Sisingaan
yang ditampilkan pada acara-acara seperti peringatan kemerdekaan Republik
Indonesia, peresmian sebuah bangunan, penyambutan tamu dan pada saat
Rindianti Puspitasary,2013
Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kesenian Sisingaan tersebut di lombakan (festival kesenian Sisingaan) dengan
mengambil lokasi di tempat-tempat pariwisata, alun-alun kota Subang atau di
depan gedung kabupaten. Pada sajian ini, kesenian Sisingaan lebih menekankan
pada segi hiburannya. Selain itu susunan pertunjukan kesenian Sisingaan ditata
atau digarap kembali disesuaikan dengan waktu yang disediakan.