BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Rasa Ingin Tahurepository.ump.ac.id/4401/3/YUSUF INSAN BAB...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Rasa Ingin Tahurepository.ump.ac.id/4401/3/YUSUF INSAN BAB...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu setiap manusia itu berbeda-beda. Begitupula rasa
ingin tahu peserta didik dalam proses pembelajaran pasti berbeda. Rasa
ingin tahu peserta didik bisa disebabkan karena baru pertama kali melihat
atau mendengar sesuatu yang terkait dengan pembelajaran, sehingga
mereka merasa penasaran. Berikut ini beberapa definisi tentang rasa ingin
tahu yang dijelaskan oleh beberapa ahli.
Rasa ingin tahu dimiliki oleh setiap orang. Aly dan Rahma
(2010:2) berpendapat bahwa rasa ingin tahu adalah kegiatan yang
bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul di
dalam pikirannya.
Rasa ingin tahu seseorang bisa berupa sikap dan tindakan.
Daryanto (2013: 147) menjelaskan bahwa rasa ingin tahu merupakan sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan
meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar. Rasa ingin tahu
berawal dari penglihatan dan pendengaran yang dilakukan oleh indra kita.
Aktivitas peserta didik dalam mengikuti pembelajaran dapat
dikatakan sebagai rasa ingin tahu terhadap materi pembelajaran. Suyadi
(2013: 122) berpendapat bahwa rasa ingin tahu adalah aktivitas peserta
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
10
didik sepanjang proses atau aktivitas mencari hingga menemukan jawaban.
Aktivitas ini terjadi dalam proses pembelajaran yang berlangsung.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap rasa
ingin tahu adalah sikap peserta didik yang bertujuan mencari hingga
menemukan jawaban di dalam pikiran yang mampu dipelajari, dapat
dilihat dan dapat didengar. Peserta didik yang awalnya belum tahu
menjadi tahu, belum paham menjadi paham. Dapat dikatakan tahu dan
paham apabila jawaban sudah ditemukan dengan benar dan tepat.
Rasa ingin tahu merupakan nilai karakter yang memiliki beberapa
indikator. Indikator rasa ingin tahu di sekolah menurut Daryanto dan
Darmiatun (2013: 147) sebagai berikut:
Tabel 2.1. Indikator Sikap Rasa Ingin Tahu
Rasa Ingin Tahu Indikator
Kelas 1-3 Kelas 4-6
Sikap yang selalu
berupaya untuk
mengetahui lebih
mendalam dan meluas
dari sesuatu yang
dipelajari, dilihat dan
didengar.
Bertanya kepada
pendidik dan teman
seputar materi
pelajaran.
Bertanya atau
membaca sumber di
luar buku teks tentang
materi yang terkait
dengan pelajaran.
Bertanya kepada
pendidik tentang
gejala alam yang baru
terjadi.
Membaca atau
mendiskusikan
tentang gejala alam
yang baru terjadi.
Bertanya kepada
pendidik tentang
sesuatu yang didengar
dari televisi atau radio.
Bertanya tentang
beberapa peristiwa
alam, sosial, budaya,
ekonomi, politik,
teknologi yang baru.
Bertanya kepada
pendidik tentang
beberapa peristiwa
yang dibaca dari
media cetak.
Bertanya tentang
sesuatu yang terkait
dengan materi
pelajaran tetapi di luar
dibahas di kelas.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
11
Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa indikator rasa
ingin tahu dibagi menjadi dua yaitu kelas 1-3 dan kelas 4-6. Indikator rasa
ingin tahu di kelas 1-3 meliputi: peserta didik bertanya kepada pendidik dan
teman seputar materi pelajaran yang telah disampaikan. Peserta didik bertanya
kepada pendidik tentang peristiwa alam yang baru terjadi. Peserta didik
bertanya kepada pendidik tentang sesuatu yang didengar dari televisi atau
radio. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang beberapa peristiwa yang
dibaca dari media cetak.
Indikator rasa ingin tahu di kelas 4-6 meliputi: peserta didik bertanya
kepada pendidik bahkan peserta didik membaca sumber di luar buku teks
tentang materi yang terkait dengan pelajaran. Peserta didik membaca dan
mendiskusikan hasil bacaan tentang gejala alam yang baru terjadi. Peserta
didik bertanya kepada pendidik tentang beberapa peristiwa yang meliputi:
alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi yang baru, peserta didik
bertanya kepada pendidik tentang sesuatu yang terkait dengan materi pelajaran
tetapi di luar yang dibahas di kelas.
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar erat kaitannya dengan proses pembelajaran.
Pembelajaran dilakukan untuk membuat peserta didik menjadi berprestasi.
Prestasi yang didapat oleh peserta didik dapat dikatakan sebagai
penghargaan selama mengikuti proses pembelajaran. Beberapa ahli
mengutarakan pendapatnya tentang prestasi belajar.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
12
Prestasi belajar erat kaitannya dengan pengetahuan peserta didik.
Arifin (2011: 12) menjelaskan bahwa pengertian prestasi belajar pada
umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar
meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Kata prestasi banyak
digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antaralain dalam kesenian,
oleh raga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran.
Prestasi belajar sebagai alat ukur yang bertujuan untuk mengetahui
pengetahuan peserta didik. Hamdani (2011:138) berpendapat bahwa
prestasi belajar merupakan hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar
yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf, maupun kalimat, yang
menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode
tertentu. Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari
suatu aktivitas.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah hasil belajar yang diperoleh dari keseluruhan pembelajaran
dalam kurun waktu tertentu dalam mempelajari materi yang disampaikan
oleh pendidik. Prestasi belajar dapat dinyatakan dalam bentuk simbol,
huruf maupun kalimat. Prestasi belajar yang diukur seputar aspek
pengetahuan yang dimiliki peserta didik.
b. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Aspek yang diukur dalam prestasi belajar meliputi pengetahuan yang
didapat peserta didik selama pembelajaran. Prestasi belajar peserta didik dapat
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
13
meningkat dan dapat menurut. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Syah
(2011: 145) berpendapat bahwa prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh:
1) Faktor internal siswa, yaitu faktor yang berasaldari dalam diri siswa
sendiri. Faktor internal siswa meliputi dua aspek, yaitu:
a) Aspek fisiologis. Kondisi umum jasmani dan tegangan otot
(tonus) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan identitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah
apalagi jika disertai pusing kepala berat misalnya, dapat
menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang
dipelajarinyapun kurang atau tidak berbekas. Untuk
mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat
dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi.
Selain itu, siswa dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga
ringan yang sedapat mungkin terjadi secara tetap dan
berkesinambungan. Hal ini penting, sebab kesalahan pola makan
minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif
dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.
b) Aspek psikologis
Aspek psikologis ini meliputi:
(1) Tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa. Tingkat kecerdasan
atau intelegensi (IQ) siswa sangat menentukan keberhasilan
belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa
maka semakin besar pula peluang untuk meraih sukses.
(2) Sikap siswa, yaitu gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecederungan untuk mereaksi atau merespon (response
tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang,
dan sebagainya baik secara positif maupun negatif.
(3) Bakat siswa, yaitu kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk keberhasilan pada masa yang akan datang.
Setiap orang memiliki bakat memiliki bakat dalam arti
berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu
sesuai dengan kapasitas masing-masing.
(4) Minat siswa, yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan besar terhadap sesuatu.
(5) Motivasi siswa, yaitu suatu dorongan yang dapat membuat
anak melakukan kegiatan belajar dengan lebih baik.
2) Faktor eksternal siswa
a) Faktor lingkungan sosial
(1) Sekolah, meliputi pendidik, para staf administrasi, dan teman-
teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang
siswa.
(2) Masyarakat, yaitu tetangga dan teman-teman yang
sepermainan.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
14
(3) Keluarga, meliputi sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaa
keluarga, dan ketegangan keluarga.
b) Faktor lingkungan non sosial, meliputi gedung sekolah, dan
letaknya, rumah tempat tinggal dan letaknya, alat-alat belajar,
keadaan cuaca, serta waktu belajar yang digunakan siswa.
c) Faktor pendekatan belajar, yaitu keefektifan segala cara atau
strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan
efisiensi proses belajar materi tertentu.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik adalah
faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup dua aspek yaitu aspek
fisiologis dan psikologis. Aspek fisiologis meliputi fisik atau jasmani peserta
didik. Kebugaran fisik peserta didik berpengaruh dalam proses pembelajaran.
Kondisi fisik yang lemah akan membuat proses pembelajaran peserta didik
tidak fokus atau terganggu, sehingga materi pelajaran yang disampaikan tidak
dapat dipahami dengan baik.
Aspek psikologis meliputi tingkat kecerdasan peserta didik, sikap
peserta didik, bakat peserta didik, minat peserta didik, dan motivasi peserta
didik. Semakin tinggi kecerdasan peserta didik, kesuksesan proses
pembelajaran akan semakin mudah tercapai. Reaksi atau respon peserta didik
terhadap pembelajaran harus tinggi. Potensi yang dimiliki peserta didik lebih
ditekankan dalam proses pembelajaran, agar materi pembelajaran yang
disampaikan dapat tersampaikan sesuai kemampuan masing-masing. Proses
pembelajaran harus membuat gairah yang tinggi terhadap peserta didik,
pendidik memberikan dorongan yang membuat proses pembelajaran lebih
baik.
Faktor eksternal mencakup lingkungan sosial, non sosial dan
pendekatan belajar. Lingkungan sosial meliputi sekolah yang di dalamnya ada
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
15
pendidik, karyawan, dan teman-teman peserta didik yang saling memberikan
pengaruh. Non sosial meliputi tempat atau letak, seperti gedung sekolah,
tempat tinggal, alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan
peserta didik. Gedung sekolah, tempat tinggal, dan alat belajar harus memadai
sesuai kebutuhan proses pembelajaran. Cuaca yang bagus mendukung
terlaksananya pembelajaran dengan baik, sebaliknya cuaca yang buruk akan
menghambat pembelajaran serta waktu belajar peserta didik harus diimbangi
dengan istirahat yang cukup.
3. Pembelajaran IPA
a. Hakekat IPA
IPA merupakan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Tidak
hanya pada jenjang sekolah dasar (SD) saja. IPA juga diajarkan pada
sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menegah atas (SMA)
bahkan perguruan tinggi. Para ahli berpendapat tentang pengertian IPA.
IPA sebagai suatu pengetahuan teoritis memiliki cara-cara khas.
Aly dan Rahma (2010: 18) berpendapat bahwa IPA adalah suatu
pengetahuan teoritis yang diperoleh/ disusun dengan cara yang khas/
khusus, yaitu melakukan observasi ekperimentasi, penyimpulan,
penyusunan teori, ekperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-
mengait cara yang satu dengan cara yang lain. Cara untuk memperoleh
ilmu secara demikian ini terkenal dengan nama metode ilmiah. Metode
ilmiah pada dasarnya menerapkan suatu cara yang logis untuk
memecahkan suatu masalah tertentu.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
16
IPA memiliki tiga konsep. Prihantoro, dkk dalam Trianto (2010:
137) menjelaskan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk,
proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan
pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu
proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari
objek studi, menentukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan
sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat
memberi kemudahan bagi kehidupan.
IPA dipahami melalui pengamatan. Susanto (2013: 167)
berpendapat bahwa sains atau IPA adalah usaha manusia dalam
memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran,
serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga
mendapatkan suatu kesimpulan. IPA didefinisikan sebagai ilmu tentang
alam, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: IPA sebagai
produk, proses dan sikap.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah
cara khusus manusia dalam memahami dan mencari suatu pengetahuan
alam semesta dengan metode ilmiah yang di dalamnya menyangkut
produk, proses, dan aplikasi sehingga dapat mempermudah kehidupan.
Metode ilmiah ini saling keterkaitan, karena menyangkut observasi
ekperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, ekperimentasi, observasi.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
17
b. Tujuan IPA
IPA sebagai mata pelajaran memiliki tujuan yang harus dicapai dalam
proses pendidikan. Berhasilnya proses pendidikan di sekolah juga didukung
dengan adanya tujuan IPA, sehingga arah pendidikan yang ditempuh melalui
mata pelajaran IPA jelas. Tujuan pembelajaran IPA dikemukakan oleh
beberapa ahli.
IPA memiliki tujuan yang harus dicapai. Prihantoro dalam Trianto
(2010: 142) berpendapat, bahwa sebagai alat pendidikan yang berguna untuk
mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai
tujuan tertentu, yaitu:
1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup
dan bersikap.
2) Menanamkan sikap hidup ilmiah.
3) Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan.
4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta
menghargai para ilmuwan penemuannya.
5) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan.
Adapun tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar meurut BSNP
dalam Susanto (2013: 171), dimaksudkan untuk:
1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu,sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5) Meningktatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
18
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan IPA di
sekolah dasar adalah memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, menanamkan sikap ilmiah untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, memberikan keterampilan melalui rasa ingin tahu
peserta didik yang berhubungan dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat.
Menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan serta
menghargai para ilmuwan penemunya. Menerapkan metode ilmiah dalam
memecahkan permasalahan dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan
lingkungan alam.
c. Karakteristik IPA
IPA sebagai disiplin ilmu dan mata pelajaran memiliki ciri-ciri atau
karakteristiknya. Karakteristik IPA menurut Jacobson & Bergman dalam
Susanto (2013: 170) sebagai berikut:
1) IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori.
2) Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati
fenomena alam, termasuk juga penerapannya.
3) Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam
menyingkap rahasia alam.
4) IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau
beberapa saja.
5) Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat
objektif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik IPA
meliputi konsep, prinsip, hukum, dan teori yang bersifat ilmiah dalam
mencermati alam, tetapi hanya beberapa yang dapat dibuktikan karena IPA itu
subjektif dan kebenarannya tidak objektif. IPA mencermati alam bersifat
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
19
ilmiah yang di dalamnya menggunakan sikap keteguhan hati, keingintahuan
dan ketekunan.
4. Materi Pelajaran IPA
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang digunakan
oleh sekolah, materi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tindakan
kelas dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel tersebut berisi tentang Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sebagai berikut:
Tabel 2.2 SK dan KD Materi IPA Kelas V
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami perubahan yang terjadi
di alam dan hubungannya dengan
penggunaan sumber daya alam
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam
yang terjadi di Indonesia dan
dampaknya bagi makhluk hidup
dan lingkungan
7.7 Mengidentifikasi beberapa
kegiatan manusia yang dapat
mengubah permukaan bumi
Peneliti mengambil sampel di kelas V dan materi yang akan diajarkan
yaitu tentang bumi dan alam semesta dengan sub materi peristiwa alam dan
kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi. Sub materi peristiwa
alam untuk siklus 1 pertemuan I dan pertemuan II. Siklus 1 pertemuan I
tentang bencana alam yang terjadi di Indonesia, dan siklus 1 pertemuan II
tentang dampak yang ditimbulkan bencana alam bagi makhluk hidup dan
lingkungan. Sub materi kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan
bumi untuk siklus 2 pertemuan I dan pertemuan II. Siklus 2 pertemuan I
tentang kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi permukaan bumi, dan
siklus 2 pertemuan II tentang alasan manusia melakukan kegiatan yang dapat
mempengaruhi permukaan bumi.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
20
5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Definisi
Suatu pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran yang
berbeda-beda, tergantung pada kebutuhan pembelajaran yang dilakukan.
Salah satunya dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah. Berikut ini beberapa pendapat yang dijelaskan oleh
beberapa ahli tentang pengertian model pembelajaran berbasis masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah memberikan suatu
permasalahan yang nyata. Arends (2008: 41) berpendapat bahwa model
pembelajaran berbasis masalah berupa menyuguhkan berbagai situasi
bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa. Berfungsi sebagai
batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.
Peserta didik terlibat dalam penyelidikan untuk memecahkan suatu
permasalahan dalam pembelajaran. Kunandar (2007: 300) berpendapat
bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem base learning) merupakan
suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
Model pembelajaran berbasis masalah mengoptimalkan proses
kelompok. Tan dalam Rusman (2010: 229) berpendapat bahwa model
pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi dalam pembelajaran karena
dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalkan melalui
proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
21
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan. Perlu kiranya ada sebuah bahan
kajian yang mendalam tentang apa dan bagaimana pembelajaran berbasis
masalah ini untuk selanjutnya diterapkan dalam sebuah proses
pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata untuk memperoleh pengetahuan dengan cara
berpikir kritis yang saling berkesinambungan sehingga masalah tersebut
dapat terpecahkan oleh peserta didik. Peserta didik dituntut untuk
menginvestigasi dan menyelidiki masalah yang disajikan atau peserta didik
harus bernalar dalam memecahkan sebuah masalah.
b. Karakteristik
Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang
berbeda. Demikian halnya dengan model pembelajaran berbasis masalahh
memiliki karakteristik tersendiri. Kunandar (2007: 354) berpendapat bahwa
karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah adalah:
1) Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di
sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial
dan pribadi sangat bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan
situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban
sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi
untuk situasi itu.
2) Berfokus pada keterkaitan atar disiplin
Pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata
pelajaran tertentu, namun dalam pemecahannya melalui solusi,
siswa dapat meninjaunya dari berbagai mata pelajaran.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
22
3) Penyelidikan autentik
Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian secara nyata
terhadap masalah pembelajaran. Mereka harus menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat
prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan
eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan
kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada
masalah yang sedang dipelajari.
4) Menghasilkan produk/ karya dan memamerkannya
Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan
peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan. Produk dapat berupa transkip
debat, laporan, model fisik, video atau program komputer.
Berdasarkan uraian di atas terdapat empat karakteristik model
pembelajaran berbasis masalah, pertama pengajuan masalah, kedua berfokus
pada keterkaitan, ketiga penyelidikan autentik, dan keempat menghasilkan
produk atau karya. Diajukannya suatu masalah kepada peserta didik untuk
diidentifikasi dan dicari berbagai macam penyelesaiannya, berpusat pada mata
pelajaran tertentu seperti IPA. Masalah yang disajikan nyata begitu pula
dengan penyelesaian yang akan dilakukan oleh peserta didik, yang pada
akhirnya menghasilkan sebuah karya berupa laporan.
c. Langkah pembelajaran berbasis masalah
Model pembelajaran memiliki langkah-langkah tersendiri dalam
kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran berbasis masalah juga memiliki
langkah-langkah atau sintaksis dalam kegiatan pembelajaran. Arends (2008:
57) mengemukakan langkah-langkah atau sintaksis pembelajaran berbasis
masalah, sebagai berikut:
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
23
Tabel 2.3 Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah
Fase Perilaku Pendidik
Fase 1:
Memberikan orientasi tentang
permasalahannya kepada siswa
Pendidik membahas tujuan
pembelajaran, mendeskripsikan
berbagai kebutuhan logistik penting,
dan memotivasi siswa untuk terlibat
dalam kegiatan mengatasi masalah
Fase 2:
Mengorganisasikan siswa untuk
meneliti
Pendidik membantu siswa untuk
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas
belajar yang terkait dengan
permasalahannya
Fase 3:
Membantu investigasi mandiri dan
kelompok
Pendidik mendorong siswa untuk
mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan solusi
Fase 4:
Mengembangkan dan
mempresentasikan artefak dan exhibit
Pendidik membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan
artefak-artefak yang tepat, seperti
laporan, rekaman video, dan model-
model, dan membantu mereka untuk
menyampaikannya kepada orang lain
Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses
mengatasi masalah
Pendidik membantu siswa untuk
melakukan refleksi terhadap
invertigasinya dan proses-proses
yang mereka gunakan
Tabel 2.3 di atas menerangkan sintaksis atau langkah-langkah model
pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah memiliki lima
fase dalam pembelajaran. Fase pertama memberikan orientasi tentang
permasalahannya kepada peserta didik. Pendidik menyampaikan permasalahan
yang akan dibahas. Peserta didik menyimak penjelasan dari pendidik dan
melakukan penalaran untuk memecahkan masalah.
Fase kedua mengorganisasikan siswa untuk meneliti. Pendidik
mengarahkan peserta didik untuk memahami masalah yang disajikan di lembar
kerja peserta didik dan menugaskan peserta didik untuk berdiskusi
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
24
mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan timbulnya suatu masalah. Peserta
didik berdiskusi untuk mengidentifikasi penyebab timbulnya masalah dan
merencanakan langkah penyelesaiannya.
Fase ketiga membantu investigasi mandiri dan kelompok. Pendidik
mengamati peserta didik dalam mengerjakan lembar kerja, memberikan
kesempatan untuk mencoba berbagai alternatif sehingga menemukan jawaban
terhadap masalah, memberikan bimbingan dengan mendatangi setiap peserta
didik atau kelompok untuk menanyakan kesulitan yang dihadapi. Peserta didik
berdiskusi dengan melaksanakan rencana dan strategi, mencoba berbagai
alternatif sehingga menemukan jawaban, menanyakan hal-hal yang dianggap
belum dimengerti seputar lembar kerja peserta didik.
Fase keempat mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan
exhibit. Pendidik menugaskan peserta didik untuk mempresentasikan hasil
pekerjaannya, melakukan tanya jawab terhadap hasil pekerjaan peserta didik.
Peserta didik mempresentasikan hasil pekerjaannya dan bertanya jawab dengan
memberikan saran dan perbaikan.
Fase kelima menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Pendidik mengarahkan peserta didik untuk melihat dan memeriksa kembali
hasil jawabannya, apakah sudah tepat, mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah disampaikan, membuat kesimpulan bersama peserta didik
terhadap pemecahan masalah. Peserta didik memeriksa kembali hasil jawaban
dan melakukan perbaikan yang dianggap belum tepat, dengan bimbingan dari
pendidik membuat kesimpulan berupa langkah-langkah pemecahan masalah.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
25
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukanَSeamus,َC.َdkkَ (2016)َ yangَberjudulَ “The
Implementation and Evaluation of a Project Oriented Problem-Based Learning
Module in a First Year Engineering Programme”َ menjelaskanَ bagaimanaَ
sebuah proyek sirkuit berdasarkan orientasi model pembelajaran berbasis
masalah oleh sarjana teknik dalam program teknik elektro di Maynooth
University, Irlandia. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa teknik
elektro, penelitian ini dilakukan selama 1 tahun pada semester 1 dan semesster
2. Pada semester 1 peneliti sebagai fasilitator dalam modul pembelajaran tidak
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dan pada semester 2
menggunakan modul pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis
masalah. Berdasarkan data hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat
berbedaan kerjasama tim, kepemimpinan, komunikasi, dan motivasi mahasiswa
teknik elektro dalam menyelesaikan proyek sirkuit yang meningkat pada
semester 2. Semester 1 proyek sirkuit berjalan lambat namun pada semester 2
peneliti sebagai fasilitator menggunakan modul pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis masalah dalam proyek sirkuit sehingga berjalan cepat.
Penelitian yang dilakukan oleh Demikhova, N. dkk (2016) yang
berjudulَ“Using PBL and Interactive Methods in Teaching Subjects in Medical
Education” menggunakan populasi semua mahasiswa Medical Institute of
Sumy State University di Ukraina. Sampel yang diambil adalah kelas A dan B
yang berjumlah 62 orang yang diacak salah satu kelas sebagai kelompok
eksperimen (32 mahasiswa) dan lainnya sebagai kelompok kontrol (30
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
26
mahassiswa). Berdasarkan data hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan hasil tes akhir yang menggunakan PBL lebih tinggi 16% dari pada
yang menggunakan model tradisional dan mahasiswa dapat menyelesaikan soal
tes dalam waktu 29 menit 45 detik lebih cepat 10 menit dari model tradisional.
Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Handika dan Wangid
(2013)َ yangَ berjudulَ “Pengaruh pembelajaran berbasis masalahterhadap
penguasaan konsep dan keterampilan proses sainssiswa kelas V”, penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian ini
menggunakan populasi siswa SD Negeri 1 Labuhan. Sampel yang diambil
adalah seluruh siswa kelas V sebanyak 74 siswa. Dibagi menjadi 2 kelas yaitu
38 siswa di kelas eksperimen dan 36 siswa di kelas kontrol. Siswa yang
mendapatkan pembelajaran berbasis masalah (kelas eksperimen) menunjukkan
bahwa secara keseluruhan kemampuan penguasaan konsep IPA tentang
cahaya lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang mendapatkan
pembelajaran konvensional. Kelas eksperimen memperoleh rata-rata nilai
posttestsebesar 68,78 sedangkan kelas kontrol hanya sebesar 54,50.
Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Minarni (2012) yang
berjudul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis”, penelitian ini menggunakan metode quasy
eksperimen. Populasi pada penelitian iniseluruh siswa kelas VIII SMP Negeri
yang ada di Kota Bandung dari sekolah level atas dan sekolah level tengah
masing-masing diambil satu sekolah. Masing-masing level sekolah yang
terpilih diambil satu kelas untuk kelas eksperimen dan satu kelas untuk kelas
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
27
kontrol. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah level
atas menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik 27,01% dari pada
pembelajaran konvensional, hal ini juga terjadi di sekolah level tengah. Skor
rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis menggunkan
pembelajaran berbasis masalah sebesar 13,66 dan pada pembelajaran
konvensional sebesar 9,97.
Dari hasil penelitian di atas dijadikan acuan dan sumber bagi peneliti
untuk melaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah yang akan
dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan dapat
meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
C. Kerangka Pikir
Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilaksanakan dengan judul
“Upayaَmeningkatkanَ rasaَ inginَ tahuَdanَprestasiَbelajarَ IPAَmenggunakanَ
model pembelajaran berbasis masalah di kelas V MI Muhammadiyah
Sidabowa”َiniَdilaksanakanَdenganَlangkah-langkah yang tersusun pada siklus
1 dan siklus 2. Kondisi awal proses pembelajaran yang dilakukan di MI
Muhammadiyah Sidabowa belum menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah. Rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik masih rendah. Rasa
ingin tahu masih rendah ditandai dengan peserta didik hanya memperhatikan
penjelasan pendidik dan ada juga yang bermalas-malasa, serta tidak ada
pertanyaan terkait materi yang dijelaskan oleh pendidik. Prestasi belajar masih
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
28
rendah ditandai dengan nilai UTS IPA yang belum tuntas lebih besar
persentasenya daripada yang sudah tuntas.
Perlu adanya tindakan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi
belajar peserta didik, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah pada setiap siklus, baik siklus 1 maupun siklus 2. Setiap siklus
memiliki 2 pertemuan yang setiap pertemuan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah, sehingga rasa ingin tahu dan prestasi belajar
dapat meningkat. Berikut ini adalah skema atau gambaran penelitian tersebut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian
Rasa ingin tahu dan
prestasi belajar
meningkat
Peserta didik melaksanakan
pembelajaran menggunakan
model pembelajaran berbasis
masalah
Siklus 2
Dalam pembelajaran
pendidik menggunakan
model pembelajaran
berbasis masalah
Siklus 1 Tindakan
Rendahnya rasa
ingin tahu dan
prestasi belajar
peserta didik
Sebelum menggunakan
model pembelajaran
berbasis masalah
Kondisi awal
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017
29
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis
tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan:
1. Rasa ingin tahu peserta didik kelas V MI Muhammadiyah Sidabowa
materi bumi dan alam semesta sub materi peristiwa alam dan kegiatan
manusia yang dapat mengubah permukaan bumi dapat meningkat melalui
model pembelajaran berbasis masalah.
2. Prestasi belajar IPA peserta didik kelas V MI Muhammadiyah Sidabowa
materi bumi dan alam semesta sub materi peristiwa alam dan kegiatan
manusia yang dapat mengubah permukaan bumi dapat meningkat melalui
model pembelajaran berbasis masalah.
Upaya Meningkatkan Rasa..., Yusuf Insan Robbani, FKIP UMP 2017