Daftar Perbandingan Jenis Revisi Anggaran ( Tahun Anggaran 2013 vs. 2014)
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38189/3/BAB...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38189/3/BAB...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Orangbio et al. (2017) menganalisis perencanaan dan pertanggungjawaban
APBDes menurut peraturan menteri dalam negeri nomor 113 tahun 2014 dalam
upaya meningkatkan pembangunan desa. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa
pengelolaan keuangan desa Inobonto II secara umum sudah baik, akan tetapi
terjadi ketidaksesuaian pada tahap pertanggungjawaban. Dimana
pertanggungjawaban belum bisa dipublikasikan kepada seluruh masyarakat
Inobonto II. Hal tersebut dikarena tidak adanya media informasi yang dapat
dengan mudah diakses oleh masyarakat, seperti papan informasi desa yang dapat
memuat informasi penting termasuk pengelolaan APBDes. Pelaksanaan sistem
keuangan desa Inobonto II belum dilaksanakan sesuai dengan Permendagri No.
113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa, antara lain sebagai berikut:
(1) Perangkat desa belum bisa mengelola dokumen pendukung disebabkan terjadi
kelalaian sehingga terdapat perbedaan mengenai register surat permintaan
pembayaran (SPP) Tahun Anggaran 2016 dan register kwitansi pembayaran tahun
anggaran 2016. (2) Kurangnya pemantapan sumber daya manusia yang dapat
dilakukan melalui pelatihan keterampilan menggunakan sarana pendukung
aktivitas pengelolaan keuangan desa seperti SIMDes. Dan perlu adanya
peningkatan dalam hal pengendalian internal dalam mengelola keuangan desa.
7
Junita (2016) meneliti tentang sistem penganggaran pendapatan dan belanja
desa (APBDes) Teratak Buluh Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar tahun
2014. Rumusan masalah pada penelitian ini mengacu pada siapa aktor yang
terlibat dalam penganggaran APBDes dan bagaimana penganggaran APBDes
Desa Teratak Buluh tahun 2014. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa; (1) dalam penyusunan APBDes Desa Teratak Buluh melibatkan semua
perangkat desa, badan permusyawaratan desa (BPD) baik ketua maupun anggota,
tokoh masyarakat, serta karang taruna yang menyaksikan penandatanganan
terhadap lembar pengesahan APBDes Desa Teratak Buluh tahun 2014. Hal ini,
dilibatkan supaya ada sikap terbuka terhadap sesama penduduk Desa Teratak
Buluh. Selain itu, ini bertujuan untuk membuat nantinya laporan
pertanggungjawaban atau akuntabilitas yang sejajar dengan PP 72 Tahun 2005.
(2) Pada dasarnya rencana anggaran pendapatan dan belanja desa (RAPBDes)
tersebut merupakan hal penunjang menghadapi serta mengemban tugas dan
tanggung jawab bagi aparatur pemerintah desa khususnya Desa Teratak Buluh
Kecamatan Siak Hulu, demi terlaksananya pembangunan perekonomian dan
sumber daya manusia (SDM) serta pelayanan terhadap masyarakat itu sendiri pada
umumnya. RPJMDes menjadi salah satu acuan untuk menentukan rencana kerja
pemerintah desa (RKP Desa) dalam 1 tahun. Penyusunan rancangan APBDes
Desa Teratak Buluh Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar tahun 2014 juga
mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007.
Sari (2015) menganalisis akuntabilitas pengelolaan anggaran pendapatan dan
belanja desa (APBDes) di Desa Bendosari Kecamatan Ngantru Kabupaten
8
Tulungagung. Hasil dari analisisnya menyimpulkan bahwa perencanaan program
dana desa (DD) di Desa Bendosari secara bertahap telah melaksanakan prinsip-
prinsip akuntabilitas dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya musyawarah
desa (MusDes) yang merupakan wujud partisipasi masyarakat hingga tingkat
desa. Didukung dengan adanya komitmen yang kuat dari pemerintah Desa
Bendosari dalam pelaksanaannya. Selain itu Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun
2015 yang menjadi acuan dalam perencanaan DD sudah diterapkan dengan baik.
Dan pengawasan yang dilakukan oleh badan permusyawaratan desa dalam dana
desa di Desa Bendosari secara administratif sudah baik. Terbukti dari Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) yang dibuat dalam III tahap yang menjadi aturan
dalam Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2015. SPJ yang sudah baik dan lengkap
menjadi acuan dalam perolehan DD tahun berikutnya. Namun dalam hal
pertanggungjawaban secara teknis dalam pengelolaan dana pembangunan yang
sepenuhnya pengadaan barang dan jasa tidak dilakukan oleh TPK serta penentuan
alokasi yang masih belum merupakan keinginan sepenuhnya dari masyarakat.
Sehingga masih memerlukan perbaikan secara teknis dalam pengelolaan DD
untuk tahun berikutnya.
Faridah dan Suryono (2015) menganalisis transparansi dan akuntabilitas
pemerintah desa dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa
(APBDes). Hasil dari analisisnya menunjukkan bahwa perencanaan program
ADD (alokasi dana desa) di Desa Sidogedungbatu Kecamatan Sangkapura
Kabupaten Gresik telah melaksanakan konsep pembangunan partisipatif
masyarakat desa yang dibuktikan dengan penerapan prinsip partisipatif dan
9
responsif. Pelaksanaan program ADD (alokasi dana desa) di Desa
Sidogedungbatu Kecamatan Sangkapura Kabupaten Gresik telah menerapkan
prinsip-prinsip partisipatif, responsif, transparan dan akuntabel. Pelaporan ADD
tersebut telah dibuktikan dengan pertanggungjawaban pelaksanaan Program ADD
dan APBDes kepada pemerintah tingkat atasnya dilakukan secara periodik. Disini
aparat pemerintah desa sudah dapat melaporkan anggaran secara baik, karena dari
laporan ADD yang ada semuanya telah sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh
Kabupaten tetapi masih ada kekurangan. Pertanggungjawaban ADD baik secara
teknis maupun administrasi sudah baik, namun dalam hal pertanggungjawaban
administrasi keuangan kompetensi sumber daya manusia pengelola merupakan
kendala utama, sehingga masih memerlukan pendampingan dari aparat
pemerintah daerah guna penyesuaian perubahan aturan setiap tahun.
Hanifah dan Praptoyo (2015) meneliti tentang akuntabilitas dan transparansi
pertanggungjawaban anggaran pendapatan belanja desa (APBDes). Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa; (1) Proses pencatatan akuntansi di Desa
Kepatihan Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik telah dilaksanakan, tetapi
belum berjalan dengan baik dan belum sesuai Undang Undang No. 6 Tahun 2014
karena di Desa Kepatihan pada proses pencatatan akuntansi, setiap transaksi-
transaksi yang dilakukan hanya di catat ke dalam buku kas harian dan Desa
Kepatihan belum menyusun buku kas umum hal ini disebabkan terbatasnya
sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang akuntansi, sehingga
pencatatan akuntansi di Desa Kepatihan belum berjalan secara maksimal. (2)
Sistem pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas pada Desa Kepatihan
10
Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik belum melakukan pemisahan pencatatan
antara sistem penerimaan kas dan pengeluaran kas yang seharusnya dicatat ke
dalam buku kas pembantu perincian obyek penerimaan dan buku kas pembantu
perincian obyek pengeluaran. (3) Manajemen keuangan Desa Kepatihan
Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik sudah menunjukkan pelaksanaan yang
akuntabel dan transparan yang dilihat dari pelaporan pertangungjawaban
anggaran pendapatan belanja desa (APBDes), sehingga pengelolaan keuangan di
gunakan untuk meningkatkan pelayanan dan upaya pemberdayaan masyarakat
Desa Kepatihan Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
Yunianti (2015) menganalisis efisiensi dan efektivitas anggaran pendapatan
dan belanja desa (APBDesa). Penelitian ini menyimpulkan bahwa hasil analisa
efisiensi tahun 2010 – 2012 menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan APBDes
pemerintah desa Argodadi dengan perbandingan belanja dan pendapatan tidak
efisien, pada tahun 2010 sebesar 107,28%, pada tahun 2011 mengalami penurunan
menjadi 104,16%, pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 101,07%,
sedangkan untuk tahun anggaran 2013 turun menjadi 100% menunjukkan kinerja
yang kurang efisien. Kecenderungan yang tidak efisien pada dasarnya adalah
suatu pemborosan, dimana dalam memperhitungkan alokasi keuangan yang
digunakan untuk membiayai pembangunan dan aktivitas pemerintah desa tidak
cermat dalam mengkalkulasi kapasitas keuangan desa serta tingkat prioritas
pendanaan, sehingga pencapaian sasaran tidak optimal.
Sucipto et al. (2014) meneliti tentang efisiensi pengelolaan anggaran belanja
pada dinas kependudukan dan pencatatan sipil Kabupaten Brebes. Hasil
11
analisisnya menunjukkan bahwa rasio efisiensi belanja dinilai sudah efisien,
karena berada <100%, dari nilai anggaran belanja. Pada pembahasan analisis
efisiensi pengelolaan anggaran belanja dinas kependudukan dan pencatatan sipil
Kabupaten Brebes pada tahun 2011-2013 komponen belanja tidak langsung yang
efisien bisa dilihat dari rasio tiap tahunnya tahun 2011 sebesar 90,38%, tahun 2012
sebesar 90,68% dan tahun 2013 sebesar 89,94% itu menunjukan nilai rasio yang
efisien karena <100%. Untuk komponen belanja langsung itu sendiri masih dalam
kategori efisien yang rasio nilainya untuk tahun 2011-2013 di bawah <100%, ini
bisa di lihat dari rasio tiap tahunnya. Tahun 2011 sebesar 81,00%, tahun 2012
sebesar 87,53% dan tahun 2013 sebesar 80,74% walaupun dalam kurun waktu 3
tahun mengalami naik turun tapi masih dalam batas wajar.
Sedangkan hasil reviu dari penelitian terdahulu dalam bentuk tabel adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1
Reviu Penelitian Terdahulu
No. Nama
(Tahun)
Judul/
Jurnal
Objek/Variabel/
Analisis
Hasil
1 Orangbio
et al.
(2017)
Analisis
perencanaan dan
pertanggungjawa
ban APBDes
menurut peraturan
menteri dalam
negeri nomor 113
tahun 2014 dalam
upaya
meningkatkan
pembangunan
desa.
Objek:
pemerintah
tingkat desa di
Desa Inobonto II
terkait
pengelolaan
keuangan desa.
Teknik Analisis:
metode deskriftif
kualitatif.
Perencanaan
APBDes,
pelaksanaan
APBDes, dan
pertanggung-
jawaban APBDes
12
2 Junita
(2016)
Sistem
penganggaran
pendapatan dan
belanja desa
(APBDes) teratak
buluh kecamatan
siak hulu
kabupaten kampar
tahun 2014.
Objek:
pemerintah
tingkat desa di
Desa Teratak
Buluh Kecamatan
Siak Hulu
Kabupaten
Kampar terkait
sistem APBDes.
Teknik Analisis:
metode deskriftif
kualitatif.
Proses atau
tahapan
perencanaan
APBDes,
aktor yang terlibat
dalam
penyusunan
APBDes,
penyusunan
rancangan
APBDes Desa
Teratak Buluh
tahun 2014,
pembahasan dan
penetapan
peraturan desa
terkait APBDes.
3 Sari
(2015)
Akuntabilitas
pengelolaan
anggaran
pendapatan dan
belanja desa
(APBDes) di
Desa Bendosari
Kecamatan
Ngantru
Kabupaten
Tulungagung.
Objek:
pemerintah
tingkat desa pada
Desa Bendosari
Kecamatan
Ngantru
Kabupaten
Tulungagung
terkait
akuntabilitas
pengelolaan
APBDes.
Teknik Analisis:
metode deskriftif
kualitatif.
Perencanaan,
pelaksanaan, dan
pertanggung
jawaban
4 Faridah
dan
Suryono
(2015)
Transparansi dan
akuntabilitas
pemerintah desa
dalam
pengelolaan
anggaran
pendapatan dan
belanja desa
(APBDes).
Objek:
pemerintah
tingkat desa pada
Desa
Sidogedungbatu
Kecamatan
Sangkapura
Kabupaten Gresik
terkai transparansi
dan akuntabilitas
dalam mengelolah
APBDes.
Program ADD,
implementasi
ADD,
perencanaan
ADD, pelaporan
ADD, dan
pertanggung-
jawaban ADD
13
Teknik Analisis:
metode deskriftif
kualitatif.
5 Hanifah
dan
Praptoyo
(2015)
Akuntabilitas dan
transparansi
pertanggungjawa
ban anggaran
pendapatan
belanja desa
(APBDes).
Objek:
pemerintah
tingkat desa pada
Desa Kepatihan
Kecamatan
Menganti
Kabupaten Gresik
terkain
akuntabilitas dan
transparansi
pertanggungjawa
ban APBDes.
Teknik Analisis:
metode deskriftif
kualitatif
komparatif
Penerapan
akuntansi
keuangan desa,
manajemen
keuangan desa,
hambatan-
hambatan yang
dihadapi dalam
pencatatan
akuntansi dan
manajemen
keuangan desa,
upaya untuk
mengatasi
hambatan
hambatan dalam
pencatatan
akuntansi dan
pengelolaan
keuangan desa.
6 Yunianti
(2015)
Analisis efisiensi
dan efektivitas
anggaran
pendapatan dan
belanja desa
(APBDesa)
Objek: Desa
Argodadi
Kecamatan
Sedayu
Kabupaten Bantul
terkait analisis
efisiensi dan
efektivitas
APBDes.
Teknik Analisis:
metode deskriftif
kualitatif.
Efisiensi,
efektivitas, dan
perkembangan
kinerja keuangan
7 Sucipto et
al. (2014)
Analisis efisiensi
pengelolaan
anggaran belanja
pada dinas
kependudukan
dan pencatatan
sipil Kabupaten
Brebes
Objek:
Kabupaten Brebes
terkait analisis
efisiensi
pengelolaan
anggaran belanja
pada dinas
kependudukan
Efisiensi belanja
tidak langsung
dan efisiensi
belanja langsung
14
dan pencatatan
sipil.
Teknik Analisis:
metode deskriftif
kualitatif.
Sumber: Data yang sudah diolah
2.2. Tinjauan Pustaka
1) Pengelolaan Keuangan Desa
Pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen secara
etimologi dan biasanya merujuk pada proses mengurus atau mengenai sesuatu
untuk mencapai tujuan tertentu. Ada berbagai macam pengertian pengelolaan
yang dikemukakan oleh para ahli, namun pada prinsipnya memiliki maksud dan
tujuan yang sama.
Pemendagri Nomor 113 Tahun 2014 menyebutkan bahwa pengelolaan
keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Pengelolaan keuangan desa merupakan rangkaian siklus yang terpadu dan
terintegrasi antara satu tahapan dengan tahapan lainnya. Keuangan desa dikelolah
berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan
tertib dan disiplin anggaran (Yuliansyah dan Rusmianto, 2016).
Menurut Halim dan Kusufi (2014), Pengelolah dan tanggungjawab keuangan
daerah ditinjau dari sisi keilmuan ekonomi dan manajemen disebut sebagai
manajemen keuangan publik (public finance or public financial management).
Berdasarkan literature tentang public financial management, masalah utama
dalam pengelolaan keuangan mencakup masalah, antara lain: akuntansi, anggaran,
15
pengendalian/pengadaan, dan audit/pemeriksaan. Keempat masalah utama
tersebut bila dikelola dengan baik maka akan dicapai suatu sistem pengelolaan
keuangan yang lebih popular dengan istilah sistem pengelolaan keuangan publik
atau pemerintah yang transparan dan akuntabel.
2) Anggaran
Menurut Freeman (2003), dalam (Nordiawan et al., 2007) anggaran adalah
sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan
sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas.
Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran dalam pengelolaan
kekayaan sebuah organisasi publik.
Anggaran daerah merupakan bagian dari manajemen keuangan daerah yang
secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu manajemen penerimaan daerah
dan manajemen pengeluaran daerah. Seperti yang dikemukakan oleh Mardiasmo
(2010) bahwa anggaran daerah (APBD) adalah rencana kerja pemerintah daerah
dalam bentuk uang (Rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun). Semua
bentuk organisasi, sektor swasta maupun sektor publik pasti akan melakukan
penganggaran yang pada dasarnya merupakan cara untuk mencapai visi dan
misinya (Mardiasmo, 2002). Untuk itu manajemen keuangan dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip-prinsip yang harus dipatuhi sebagai cara untuk
mengontrol kebijakan keuangan daerah. Prinsip manajemen keuangan daerah
meliputi akuntabilitas, value for money, transparansi, pengendalian, dan
kejujuran.
16
3) Pendapatan dan Belanja
Menurut Afiah (2010), pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang
melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak
daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Pendapatan daerah, meliputi: pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-
lain pendapatan daerah yang sah.
Belanja adalah semua pengeluaran oleh bendahara umum daerah yang
mengurangi saldo anggaran lebih (SAL) dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Sedangkan Beban ialah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih (Ulum dan Sofyani, 2016).
4) Administrasi Desa
Menurut Hoesada (2016), kemampuan setiap desa untuk beradministrasi
keuangan sangat berbeda-beda, dalam sebuah kontinum yang lebar. Peraturan
Mentri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 tentang pedoman administrasi desa
menyatakan bentuk administrasi keuangan desa yang mencakup buku anggaran
penerimaan, buku anggaran pengeluaran rutin, buku anggaran pengeluaran
pembangunan, buku kas umum, buku kas pembantu penerimaan, buku kas
pembantu pengeluaran rutin, dan buku kas pembantu pengeluaran pembangunan.
Desa memiliki peranan penting dalam menyediakan layanan infrastruktur
pedesaan dan terlibat dalam kegiatan penurunan kemiskinan, kesejahateraan
sosial, pendidikan dasar, dan kesehatan publik. Meskipun kebanyakan investasi
17
dan pelayanan publik tersebut di danai oleh struktur di atas desa, namun beberapa
sumber daya krusial masih disediakan oleh desa dan penyediaan ini didukung oleh
beberapa desa (Bastian, 2015).
5) Dana Desa (DD)
Dana desa adalah dana yang bersumber dari anggaran penadapatan dan
belanja negara yang diperuntukkan bagi desa dan desa adat yang ditransfer
melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, serta
pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Fokus penting dari penyaluran
dana ini lebih terkait pada implementasi pengalokasian dana desa agar bisa
sesempurna gagasan para inisiatornya. Skenario awal dana desa ini diberikan
dengan mengganti program pemerintah yang dulunya disebut PNPM, namun
dengan berlakunya dana desa ini, dapat menutup kesempatan beberapa pihak
asing untuk menyalurkan dana ke daerah di Indonesia dengan program-program
yang sebenarnya juga dapat menjadi pemicu pembangunan daerah.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
pemerintah mengalokasikan dana desa, melalui mekanisme transfer kepada
Kabupaten/Kota. Berdasarkan alokasi dana tersebut, maka tiap Kabupaten/Kota
mengalokasikannya ke pada setiap desa berdasarkan jumlah desa dengan
memperhatikan jumlah penduduk (30%), luas wilayah (20%), dan angka
kemiskinan (50%). Hasil perhitungan tersebut disesuaikan juga dengan tingkat
kesulitan geografis masing-masing desa. Alokasi anggaran sebagaimana
dimaksud di atas, bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program
18
yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Besaran alokasi anggaran yang
peruntukannya langsung ke desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di
luar dana transfer daerah (on top) secara bertahap.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yang bersumber dari APBN, dengan luasnya lingkup kewenangan desa dan dalam
rangka mengoptimalkan penggunaan dana desa, maka penggunaan dana desa
diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
desa. Penetapan prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan dengan
kewenangan yang menjadi tanggungjawab desa.
Menurut Rozaki dan Subhan (2005), sesungguhnya kebijakan dana desa yang
telah dijalankan memiliki tujuan besar yang kurang lebih sama yaitu merombak
ortodoksi pemerintah kabupaten/kota dalam memberikan kewenangan, pelayanan
dan bantuan keuangan kepada pemerintahan di level bawahnya (desa). Pola
kebijakan pemerintahan kabupaten/kota yang semula dominan dan sentralis,
melalui metode ini berubah menjadi partisipatif, responsif, dan dijalankan melalui
asas desentralisasi.
6) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)
Menurut Sumpeno (2015), APBDes merupakan suatu rencana keuangan
tahunan desa yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa yang mengandung
prakiraan sumber pendapatan dan belanja untuk mendukung kebutuhan program
pembangunan desa yang bersangkutan. Dengan adanya APBDes penyelenggaraan
pemerintahan desa akan memiliki sebuah rencana strategis yang terukur
berdasarkan anggaran yang tersedia dan yang dipergunakan. Anggaran desa
19
tersebut dipergunakan secara seimbang berdasarkan prinsip pengelolaan
keuangan daerah agar tercipta cita-cita Good Governance. Oleh karena itu
APBDes mendorong pemerintah desa agar mampu memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat melalui perencanaan pembangunan yang tertuang didalamnya.
Anggaran pendapatan dan belanja desa atau yang kerap disebut APBDes
adalah peraturan desa yang memuat rencana keuangan tahunan Pemerintah Desa.
Sebelumnya, rencana APBDes dibahas oleh pemerintah desa bersama badan
permusyawaratan desa untuk kemudian ditetapkan oleh kepala desa. Dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa APBDes
memuat tiga hal yakni pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan desa.
1. Pendapatan Desa
Semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa
dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Ada tiga
jenis pendapatan desa yakni pendapatan asli desa, dana transfer dan pendapatan
lain-lain:
a) Pendapatan Asli Desa (PAD)
meliputi hasil usaha, hasil aset, swadaya, partisipasi, gotong royong, dan lain-
lain pendapatan asli desa. Hasil usaha desa dapat merujuk pada badan usaha milik
desa dan tanah kas desa. Sementara hasil aset antara lain tambatan perahu, pasar
desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi.
Sebelum merancang rencana anggaran pendapatan dan belanja desa
(RAPBDes), pemerintah desa bersama masyarakat mengidentifikasi aset dan
20
potensi desa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan data tentang
potensi penerimaan desa yang diperoleh dari pengelolaan aset dan potensi desa.
Sehingga, dalam penyusunan APBDes bisa didasarkan pada data yang disusun
bersama masyarakat.
b) Dana Transfer
✓ Dana Desa: bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program
berbasis desa secara merata dan berkeadilan
✓ Bagi hasil pajak dan retribusi dari Daerah Kabupaten/Kota (paling sedikit
10 persen dari pajak dan retribusi daerah)
✓ Alokasi dana desa (paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota dalam anggaran APBD setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus)
✓ Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi
✓ Bantuan Keuangan dari APBD Kabupaten/Kota
c) Pendapatan lain-lain
Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat dan pendapatan
lain-lain yang sah.
2. Belanja Desa
Meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban
desa dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh desa. Belanja Desa dipergunakan dalam rangka mendanai
penyelenggaraan kewenangan desa. Klasifikasi belanja desa terdiri atas
21
kelompok: (1) Penyelenggaraan pemerintahan Desa, (2) Pelaksanaan
pembangunan Desa, (3) Pembinaan kemasyarakatan Desa, (4) Pemberdayaan
masyarakat Desa, dan (5) Belanja tak terduga.
Kelompok belanja di atas dibagi dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan
desa yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RPKDes). Di
masing-masing kegiatan tersebut kemudian diperinci berdasarkan jenis belanja,
antara lain: (1) belanja pegawai, (2) belanja barang dan jasa, dan (3) belanja
modal.
3. Pembiayaan Desa
meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan desa terdiri atas
kelompok:
a) penerimaan pembiayaan: Sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa tahun
sebelumnya), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan desa yang
dipisahkan.
b) pengeluaran pembiayaan: pembentukan dana cadangan dan penyertaan modal
desa.
Pembentukan dana cadangan ditetapkan melalui peraturan desa. Dalam
penganggaran dana cadangan tidak boleh melebihi tahun akhir masa jabatan
Kepala Desa. Peraturan desa tentang dana cadangan sekurang-kurangnya memuat
sebagai berikut; (1) penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, (2) program
22
dan kegiatan yang akan didanai dari dana cadangan, (3) besaran dan rincian
tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan, (4) sumber dana cadangan, dan
(5) tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.
Anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) ialah instrument penting
dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam mengelolah
pemerintah desa. Tata kelolah pemerintahan yang baik dapat dilihat dari proses
penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBDes. Aparatur desa
wajib memahami tahapan atau siklus pengelolaan APBDes yang baik, karena
dengan ini akan memberikan arti terhadap model penyelenggaran pemerintahan
desa itu sendiri (Yuliansyah dan Rusmianto, 2016).
Menurut Hamzah (2015), fungsi APBDes di bedakan menjadi Enam bagian,
yaitu; (1) fungsi otorisasi, (2) fungsi perencanaan, (3) fungsi pengawasan, (4)
fungsi alokasi, (5) fungsi distribusi, dan (6) fungsi akuntabilitas.