BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38189/3/BAB...

17
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Orangbio et al. (2017) menganalisis perencanaan dan pertanggungjawaban APBDes menurut peraturan menteri dalam negeri nomor 113 tahun 2014 dalam upaya meningkatkan pembangunan desa. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan desa Inobonto II secara umum sudah baik, akan tetapi terjadi ketidaksesuaian pada tahap pertanggungjawaban. Dimana pertanggungjawaban belum bisa dipublikasikan kepada seluruh masyarakat Inobonto II. Hal tersebut dikarena tidak adanya media informasi yang dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat, seperti papan informasi desa yang dapat memuat informasi penting termasuk pengelolaan APBDes. Pelaksanaan sistem keuangan desa Inobonto II belum dilaksanakan sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa, antara lain sebagai berikut: (1) Perangkat desa belum bisa mengelola dokumen pendukung disebabkan terjadi kelalaian sehingga terdapat perbedaan mengenai register surat permintaan pembayaran (SPP) Tahun Anggaran 2016 dan register kwitansi pembayaran tahun anggaran 2016. (2) Kurangnya pemantapan sumber daya manusia yang dapat dilakukan melalui pelatihan keterampilan menggunakan sarana pendukung aktivitas pengelolaan keuangan desa seperti SIMDes. Dan perlu adanya peningkatan dalam hal pengendalian internal dalam mengelola keuangan desa.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/38189/3/BAB...

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Orangbio et al. (2017) menganalisis perencanaan dan pertanggungjawaban

APBDes menurut peraturan menteri dalam negeri nomor 113 tahun 2014 dalam

upaya meningkatkan pembangunan desa. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa

pengelolaan keuangan desa Inobonto II secara umum sudah baik, akan tetapi

terjadi ketidaksesuaian pada tahap pertanggungjawaban. Dimana

pertanggungjawaban belum bisa dipublikasikan kepada seluruh masyarakat

Inobonto II. Hal tersebut dikarena tidak adanya media informasi yang dapat

dengan mudah diakses oleh masyarakat, seperti papan informasi desa yang dapat

memuat informasi penting termasuk pengelolaan APBDes. Pelaksanaan sistem

keuangan desa Inobonto II belum dilaksanakan sesuai dengan Permendagri No.

113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa, antara lain sebagai berikut:

(1) Perangkat desa belum bisa mengelola dokumen pendukung disebabkan terjadi

kelalaian sehingga terdapat perbedaan mengenai register surat permintaan

pembayaran (SPP) Tahun Anggaran 2016 dan register kwitansi pembayaran tahun

anggaran 2016. (2) Kurangnya pemantapan sumber daya manusia yang dapat

dilakukan melalui pelatihan keterampilan menggunakan sarana pendukung

aktivitas pengelolaan keuangan desa seperti SIMDes. Dan perlu adanya

peningkatan dalam hal pengendalian internal dalam mengelola keuangan desa.

7

Junita (2016) meneliti tentang sistem penganggaran pendapatan dan belanja

desa (APBDes) Teratak Buluh Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar tahun

2014. Rumusan masalah pada penelitian ini mengacu pada siapa aktor yang

terlibat dalam penganggaran APBDes dan bagaimana penganggaran APBDes

Desa Teratak Buluh tahun 2014. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa; (1) dalam penyusunan APBDes Desa Teratak Buluh melibatkan semua

perangkat desa, badan permusyawaratan desa (BPD) baik ketua maupun anggota,

tokoh masyarakat, serta karang taruna yang menyaksikan penandatanganan

terhadap lembar pengesahan APBDes Desa Teratak Buluh tahun 2014. Hal ini,

dilibatkan supaya ada sikap terbuka terhadap sesama penduduk Desa Teratak

Buluh. Selain itu, ini bertujuan untuk membuat nantinya laporan

pertanggungjawaban atau akuntabilitas yang sejajar dengan PP 72 Tahun 2005.

(2) Pada dasarnya rencana anggaran pendapatan dan belanja desa (RAPBDes)

tersebut merupakan hal penunjang menghadapi serta mengemban tugas dan

tanggung jawab bagi aparatur pemerintah desa khususnya Desa Teratak Buluh

Kecamatan Siak Hulu, demi terlaksananya pembangunan perekonomian dan

sumber daya manusia (SDM) serta pelayanan terhadap masyarakat itu sendiri pada

umumnya. RPJMDes menjadi salah satu acuan untuk menentukan rencana kerja

pemerintah desa (RKP Desa) dalam 1 tahun. Penyusunan rancangan APBDes

Desa Teratak Buluh Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar tahun 2014 juga

mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007.

Sari (2015) menganalisis akuntabilitas pengelolaan anggaran pendapatan dan

belanja desa (APBDes) di Desa Bendosari Kecamatan Ngantru Kabupaten

8

Tulungagung. Hasil dari analisisnya menyimpulkan bahwa perencanaan program

dana desa (DD) di Desa Bendosari secara bertahap telah melaksanakan prinsip-

prinsip akuntabilitas dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya musyawarah

desa (MusDes) yang merupakan wujud partisipasi masyarakat hingga tingkat

desa. Didukung dengan adanya komitmen yang kuat dari pemerintah Desa

Bendosari dalam pelaksanaannya. Selain itu Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun

2015 yang menjadi acuan dalam perencanaan DD sudah diterapkan dengan baik.

Dan pengawasan yang dilakukan oleh badan permusyawaratan desa dalam dana

desa di Desa Bendosari secara administratif sudah baik. Terbukti dari Surat

Pertanggungjawaban (SPJ) yang dibuat dalam III tahap yang menjadi aturan

dalam Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2015. SPJ yang sudah baik dan lengkap

menjadi acuan dalam perolehan DD tahun berikutnya. Namun dalam hal

pertanggungjawaban secara teknis dalam pengelolaan dana pembangunan yang

sepenuhnya pengadaan barang dan jasa tidak dilakukan oleh TPK serta penentuan

alokasi yang masih belum merupakan keinginan sepenuhnya dari masyarakat.

Sehingga masih memerlukan perbaikan secara teknis dalam pengelolaan DD

untuk tahun berikutnya.

Faridah dan Suryono (2015) menganalisis transparansi dan akuntabilitas

pemerintah desa dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa

(APBDes). Hasil dari analisisnya menunjukkan bahwa perencanaan program

ADD (alokasi dana desa) di Desa Sidogedungbatu Kecamatan Sangkapura

Kabupaten Gresik telah melaksanakan konsep pembangunan partisipatif

masyarakat desa yang dibuktikan dengan penerapan prinsip partisipatif dan

9

responsif. Pelaksanaan program ADD (alokasi dana desa) di Desa

Sidogedungbatu Kecamatan Sangkapura Kabupaten Gresik telah menerapkan

prinsip-prinsip partisipatif, responsif, transparan dan akuntabel. Pelaporan ADD

tersebut telah dibuktikan dengan pertanggungjawaban pelaksanaan Program ADD

dan APBDes kepada pemerintah tingkat atasnya dilakukan secara periodik. Disini

aparat pemerintah desa sudah dapat melaporkan anggaran secara baik, karena dari

laporan ADD yang ada semuanya telah sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh

Kabupaten tetapi masih ada kekurangan. Pertanggungjawaban ADD baik secara

teknis maupun administrasi sudah baik, namun dalam hal pertanggungjawaban

administrasi keuangan kompetensi sumber daya manusia pengelola merupakan

kendala utama, sehingga masih memerlukan pendampingan dari aparat

pemerintah daerah guna penyesuaian perubahan aturan setiap tahun.

Hanifah dan Praptoyo (2015) meneliti tentang akuntabilitas dan transparansi

pertanggungjawaban anggaran pendapatan belanja desa (APBDes). Hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa; (1) Proses pencatatan akuntansi di Desa

Kepatihan Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik telah dilaksanakan, tetapi

belum berjalan dengan baik dan belum sesuai Undang Undang No. 6 Tahun 2014

karena di Desa Kepatihan pada proses pencatatan akuntansi, setiap transaksi-

transaksi yang dilakukan hanya di catat ke dalam buku kas harian dan Desa

Kepatihan belum menyusun buku kas umum hal ini disebabkan terbatasnya

sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang akuntansi, sehingga

pencatatan akuntansi di Desa Kepatihan belum berjalan secara maksimal. (2)

Sistem pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas pada Desa Kepatihan

10

Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik belum melakukan pemisahan pencatatan

antara sistem penerimaan kas dan pengeluaran kas yang seharusnya dicatat ke

dalam buku kas pembantu perincian obyek penerimaan dan buku kas pembantu

perincian obyek pengeluaran. (3) Manajemen keuangan Desa Kepatihan

Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik sudah menunjukkan pelaksanaan yang

akuntabel dan transparan yang dilihat dari pelaporan pertangungjawaban

anggaran pendapatan belanja desa (APBDes), sehingga pengelolaan keuangan di

gunakan untuk meningkatkan pelayanan dan upaya pemberdayaan masyarakat

Desa Kepatihan Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.

Yunianti (2015) menganalisis efisiensi dan efektivitas anggaran pendapatan

dan belanja desa (APBDesa). Penelitian ini menyimpulkan bahwa hasil analisa

efisiensi tahun 2010 – 2012 menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan APBDes

pemerintah desa Argodadi dengan perbandingan belanja dan pendapatan tidak

efisien, pada tahun 2010 sebesar 107,28%, pada tahun 2011 mengalami penurunan

menjadi 104,16%, pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 101,07%,

sedangkan untuk tahun anggaran 2013 turun menjadi 100% menunjukkan kinerja

yang kurang efisien. Kecenderungan yang tidak efisien pada dasarnya adalah

suatu pemborosan, dimana dalam memperhitungkan alokasi keuangan yang

digunakan untuk membiayai pembangunan dan aktivitas pemerintah desa tidak

cermat dalam mengkalkulasi kapasitas keuangan desa serta tingkat prioritas

pendanaan, sehingga pencapaian sasaran tidak optimal.

Sucipto et al. (2014) meneliti tentang efisiensi pengelolaan anggaran belanja

pada dinas kependudukan dan pencatatan sipil Kabupaten Brebes. Hasil

11

analisisnya menunjukkan bahwa rasio efisiensi belanja dinilai sudah efisien,

karena berada <100%, dari nilai anggaran belanja. Pada pembahasan analisis

efisiensi pengelolaan anggaran belanja dinas kependudukan dan pencatatan sipil

Kabupaten Brebes pada tahun 2011-2013 komponen belanja tidak langsung yang

efisien bisa dilihat dari rasio tiap tahunnya tahun 2011 sebesar 90,38%, tahun 2012

sebesar 90,68% dan tahun 2013 sebesar 89,94% itu menunjukan nilai rasio yang

efisien karena <100%. Untuk komponen belanja langsung itu sendiri masih dalam

kategori efisien yang rasio nilainya untuk tahun 2011-2013 di bawah <100%, ini

bisa di lihat dari rasio tiap tahunnya. Tahun 2011 sebesar 81,00%, tahun 2012

sebesar 87,53% dan tahun 2013 sebesar 80,74% walaupun dalam kurun waktu 3

tahun mengalami naik turun tapi masih dalam batas wajar.

Sedangkan hasil reviu dari penelitian terdahulu dalam bentuk tabel adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.1

Reviu Penelitian Terdahulu

No. Nama

(Tahun)

Judul/

Jurnal

Objek/Variabel/

Analisis

Hasil

1 Orangbio

et al.

(2017)

Analisis

perencanaan dan

pertanggungjawa

ban APBDes

menurut peraturan

menteri dalam

negeri nomor 113

tahun 2014 dalam

upaya

meningkatkan

pembangunan

desa.

Objek:

pemerintah

tingkat desa di

Desa Inobonto II

terkait

pengelolaan

keuangan desa.

Teknik Analisis:

metode deskriftif

kualitatif.

Perencanaan

APBDes,

pelaksanaan

APBDes, dan

pertanggung-

jawaban APBDes

12

2 Junita

(2016)

Sistem

penganggaran

pendapatan dan

belanja desa

(APBDes) teratak

buluh kecamatan

siak hulu

kabupaten kampar

tahun 2014.

Objek:

pemerintah

tingkat desa di

Desa Teratak

Buluh Kecamatan

Siak Hulu

Kabupaten

Kampar terkait

sistem APBDes.

Teknik Analisis:

metode deskriftif

kualitatif.

Proses atau

tahapan

perencanaan

APBDes,

aktor yang terlibat

dalam

penyusunan

APBDes,

penyusunan

rancangan

APBDes Desa

Teratak Buluh

tahun 2014,

pembahasan dan

penetapan

peraturan desa

terkait APBDes.

3 Sari

(2015)

Akuntabilitas

pengelolaan

anggaran

pendapatan dan

belanja desa

(APBDes) di

Desa Bendosari

Kecamatan

Ngantru

Kabupaten

Tulungagung.

Objek:

pemerintah

tingkat desa pada

Desa Bendosari

Kecamatan

Ngantru

Kabupaten

Tulungagung

terkait

akuntabilitas

pengelolaan

APBDes.

Teknik Analisis:

metode deskriftif

kualitatif.

Perencanaan,

pelaksanaan, dan

pertanggung

jawaban

4 Faridah

dan

Suryono

(2015)

Transparansi dan

akuntabilitas

pemerintah desa

dalam

pengelolaan

anggaran

pendapatan dan

belanja desa

(APBDes).

Objek:

pemerintah

tingkat desa pada

Desa

Sidogedungbatu

Kecamatan

Sangkapura

Kabupaten Gresik

terkai transparansi

dan akuntabilitas

dalam mengelolah

APBDes.

Program ADD,

implementasi

ADD,

perencanaan

ADD, pelaporan

ADD, dan

pertanggung-

jawaban ADD

13

Teknik Analisis:

metode deskriftif

kualitatif.

5 Hanifah

dan

Praptoyo

(2015)

Akuntabilitas dan

transparansi

pertanggungjawa

ban anggaran

pendapatan

belanja desa

(APBDes).

Objek:

pemerintah

tingkat desa pada

Desa Kepatihan

Kecamatan

Menganti

Kabupaten Gresik

terkain

akuntabilitas dan

transparansi

pertanggungjawa

ban APBDes.

Teknik Analisis:

metode deskriftif

kualitatif

komparatif

Penerapan

akuntansi

keuangan desa,

manajemen

keuangan desa,

hambatan-

hambatan yang

dihadapi dalam

pencatatan

akuntansi dan

manajemen

keuangan desa,

upaya untuk

mengatasi

hambatan

hambatan dalam

pencatatan

akuntansi dan

pengelolaan

keuangan desa.

6 Yunianti

(2015)

Analisis efisiensi

dan efektivitas

anggaran

pendapatan dan

belanja desa

(APBDesa)

Objek: Desa

Argodadi

Kecamatan

Sedayu

Kabupaten Bantul

terkait analisis

efisiensi dan

efektivitas

APBDes.

Teknik Analisis:

metode deskriftif

kualitatif.

Efisiensi,

efektivitas, dan

perkembangan

kinerja keuangan

7 Sucipto et

al. (2014)

Analisis efisiensi

pengelolaan

anggaran belanja

pada dinas

kependudukan

dan pencatatan

sipil Kabupaten

Brebes

Objek:

Kabupaten Brebes

terkait analisis

efisiensi

pengelolaan

anggaran belanja

pada dinas

kependudukan

Efisiensi belanja

tidak langsung

dan efisiensi

belanja langsung

14

dan pencatatan

sipil.

Teknik Analisis:

metode deskriftif

kualitatif.

Sumber: Data yang sudah diolah

2.2. Tinjauan Pustaka

1) Pengelolaan Keuangan Desa

Pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen secara

etimologi dan biasanya merujuk pada proses mengurus atau mengenai sesuatu

untuk mencapai tujuan tertentu. Ada berbagai macam pengertian pengelolaan

yang dikemukakan oleh para ahli, namun pada prinsipnya memiliki maksud dan

tujuan yang sama.

Pemendagri Nomor 113 Tahun 2014 menyebutkan bahwa pengelolaan

keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Pengelolaan keuangan desa merupakan rangkaian siklus yang terpadu dan

terintegrasi antara satu tahapan dengan tahapan lainnya. Keuangan desa dikelolah

berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan

tertib dan disiplin anggaran (Yuliansyah dan Rusmianto, 2016).

Menurut Halim dan Kusufi (2014), Pengelolah dan tanggungjawab keuangan

daerah ditinjau dari sisi keilmuan ekonomi dan manajemen disebut sebagai

manajemen keuangan publik (public finance or public financial management).

Berdasarkan literature tentang public financial management, masalah utama

dalam pengelolaan keuangan mencakup masalah, antara lain: akuntansi, anggaran,

15

pengendalian/pengadaan, dan audit/pemeriksaan. Keempat masalah utama

tersebut bila dikelola dengan baik maka akan dicapai suatu sistem pengelolaan

keuangan yang lebih popular dengan istilah sistem pengelolaan keuangan publik

atau pemerintah yang transparan dan akuntabel.

2) Anggaran

Menurut Freeman (2003), dalam (Nordiawan et al., 2007) anggaran adalah

sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan

sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas.

Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran dalam pengelolaan

kekayaan sebuah organisasi publik.

Anggaran daerah merupakan bagian dari manajemen keuangan daerah yang

secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu manajemen penerimaan daerah

dan manajemen pengeluaran daerah. Seperti yang dikemukakan oleh Mardiasmo

(2010) bahwa anggaran daerah (APBD) adalah rencana kerja pemerintah daerah

dalam bentuk uang (Rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun). Semua

bentuk organisasi, sektor swasta maupun sektor publik pasti akan melakukan

penganggaran yang pada dasarnya merupakan cara untuk mencapai visi dan

misinya (Mardiasmo, 2002). Untuk itu manajemen keuangan dilaksanakan

berdasarkan pada prinsip-prinsip yang harus dipatuhi sebagai cara untuk

mengontrol kebijakan keuangan daerah. Prinsip manajemen keuangan daerah

meliputi akuntabilitas, value for money, transparansi, pengendalian, dan

kejujuran.

16

3) Pendapatan dan Belanja

Menurut Afiah (2010), pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang

melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak

daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

Pendapatan daerah, meliputi: pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-

lain pendapatan daerah yang sah.

Belanja adalah semua pengeluaran oleh bendahara umum daerah yang

mengurangi saldo anggaran lebih (SAL) dalam periode tahun anggaran

bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

Sedangkan Beban ialah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang

nilai kekayaan bersih (Ulum dan Sofyani, 2016).

4) Administrasi Desa

Menurut Hoesada (2016), kemampuan setiap desa untuk beradministrasi

keuangan sangat berbeda-beda, dalam sebuah kontinum yang lebar. Peraturan

Mentri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 tentang pedoman administrasi desa

menyatakan bentuk administrasi keuangan desa yang mencakup buku anggaran

penerimaan, buku anggaran pengeluaran rutin, buku anggaran pengeluaran

pembangunan, buku kas umum, buku kas pembantu penerimaan, buku kas

pembantu pengeluaran rutin, dan buku kas pembantu pengeluaran pembangunan.

Desa memiliki peranan penting dalam menyediakan layanan infrastruktur

pedesaan dan terlibat dalam kegiatan penurunan kemiskinan, kesejahateraan

sosial, pendidikan dasar, dan kesehatan publik. Meskipun kebanyakan investasi

17

dan pelayanan publik tersebut di danai oleh struktur di atas desa, namun beberapa

sumber daya krusial masih disediakan oleh desa dan penyediaan ini didukung oleh

beberapa desa (Bastian, 2015).

5) Dana Desa (DD)

Dana desa adalah dana yang bersumber dari anggaran penadapatan dan

belanja negara yang diperuntukkan bagi desa dan desa adat yang ditransfer

melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, serta

pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Fokus penting dari penyaluran

dana ini lebih terkait pada implementasi pengalokasian dana desa agar bisa

sesempurna gagasan para inisiatornya. Skenario awal dana desa ini diberikan

dengan mengganti program pemerintah yang dulunya disebut PNPM, namun

dengan berlakunya dana desa ini, dapat menutup kesempatan beberapa pihak

asing untuk menyalurkan dana ke daerah di Indonesia dengan program-program

yang sebenarnya juga dapat menjadi pemicu pembangunan daerah.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,

pemerintah mengalokasikan dana desa, melalui mekanisme transfer kepada

Kabupaten/Kota. Berdasarkan alokasi dana tersebut, maka tiap Kabupaten/Kota

mengalokasikannya ke pada setiap desa berdasarkan jumlah desa dengan

memperhatikan jumlah penduduk (30%), luas wilayah (20%), dan angka

kemiskinan (50%). Hasil perhitungan tersebut disesuaikan juga dengan tingkat

kesulitan geografis masing-masing desa. Alokasi anggaran sebagaimana

dimaksud di atas, bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program

18

yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Besaran alokasi anggaran yang

peruntukannya langsung ke desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di

luar dana transfer daerah (on top) secara bertahap.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa

yang bersumber dari APBN, dengan luasnya lingkup kewenangan desa dan dalam

rangka mengoptimalkan penggunaan dana desa, maka penggunaan dana desa

diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat

desa. Penetapan prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan dengan

kewenangan yang menjadi tanggungjawab desa.

Menurut Rozaki dan Subhan (2005), sesungguhnya kebijakan dana desa yang

telah dijalankan memiliki tujuan besar yang kurang lebih sama yaitu merombak

ortodoksi pemerintah kabupaten/kota dalam memberikan kewenangan, pelayanan

dan bantuan keuangan kepada pemerintahan di level bawahnya (desa). Pola

kebijakan pemerintahan kabupaten/kota yang semula dominan dan sentralis,

melalui metode ini berubah menjadi partisipatif, responsif, dan dijalankan melalui

asas desentralisasi.

6) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)

Menurut Sumpeno (2015), APBDes merupakan suatu rencana keuangan

tahunan desa yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa yang mengandung

prakiraan sumber pendapatan dan belanja untuk mendukung kebutuhan program

pembangunan desa yang bersangkutan. Dengan adanya APBDes penyelenggaraan

pemerintahan desa akan memiliki sebuah rencana strategis yang terukur

berdasarkan anggaran yang tersedia dan yang dipergunakan. Anggaran desa

19

tersebut dipergunakan secara seimbang berdasarkan prinsip pengelolaan

keuangan daerah agar tercipta cita-cita Good Governance. Oleh karena itu

APBDes mendorong pemerintah desa agar mampu memberikan pelayanan terbaik

kepada masyarakat melalui perencanaan pembangunan yang tertuang didalamnya.

Anggaran pendapatan dan belanja desa atau yang kerap disebut APBDes

adalah peraturan desa yang memuat rencana keuangan tahunan Pemerintah Desa.

Sebelumnya, rencana APBDes dibahas oleh pemerintah desa bersama badan

permusyawaratan desa untuk kemudian ditetapkan oleh kepala desa. Dalam

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa APBDes

memuat tiga hal yakni pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan desa.

1. Pendapatan Desa

Semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa

dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Ada tiga

jenis pendapatan desa yakni pendapatan asli desa, dana transfer dan pendapatan

lain-lain:

a) Pendapatan Asli Desa (PAD)

meliputi hasil usaha, hasil aset, swadaya, partisipasi, gotong royong, dan lain-

lain pendapatan asli desa. Hasil usaha desa dapat merujuk pada badan usaha milik

desa dan tanah kas desa. Sementara hasil aset antara lain tambatan perahu, pasar

desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi.

Sebelum merancang rencana anggaran pendapatan dan belanja desa

(RAPBDes), pemerintah desa bersama masyarakat mengidentifikasi aset dan

20

potensi desa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan data tentang

potensi penerimaan desa yang diperoleh dari pengelolaan aset dan potensi desa.

Sehingga, dalam penyusunan APBDes bisa didasarkan pada data yang disusun

bersama masyarakat.

b) Dana Transfer

✓ Dana Desa: bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program

berbasis desa secara merata dan berkeadilan

✓ Bagi hasil pajak dan retribusi dari Daerah Kabupaten/Kota (paling sedikit

10 persen dari pajak dan retribusi daerah)

✓ Alokasi dana desa (paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang

diterima kabupaten/kota dalam anggaran APBD setelah dikurangi Dana

Alokasi Khusus)

✓ Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi

✓ Bantuan Keuangan dari APBD Kabupaten/Kota

c) Pendapatan lain-lain

Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat dan pendapatan

lain-lain yang sah.

2. Belanja Desa

Meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban

desa dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya

kembali oleh desa. Belanja Desa dipergunakan dalam rangka mendanai

penyelenggaraan kewenangan desa. Klasifikasi belanja desa terdiri atas

21

kelompok: (1) Penyelenggaraan pemerintahan Desa, (2) Pelaksanaan

pembangunan Desa, (3) Pembinaan kemasyarakatan Desa, (4) Pemberdayaan

masyarakat Desa, dan (5) Belanja tak terduga.

Kelompok belanja di atas dibagi dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan

desa yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RPKDes). Di

masing-masing kegiatan tersebut kemudian diperinci berdasarkan jenis belanja,

antara lain: (1) belanja pegawai, (2) belanja barang dan jasa, dan (3) belanja

modal.

3. Pembiayaan Desa

meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran

yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan

maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan desa terdiri atas

kelompok:

a) penerimaan pembiayaan: Sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa tahun

sebelumnya), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan desa yang

dipisahkan.

b) pengeluaran pembiayaan: pembentukan dana cadangan dan penyertaan modal

desa.

Pembentukan dana cadangan ditetapkan melalui peraturan desa. Dalam

penganggaran dana cadangan tidak boleh melebihi tahun akhir masa jabatan

Kepala Desa. Peraturan desa tentang dana cadangan sekurang-kurangnya memuat

sebagai berikut; (1) penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, (2) program

22

dan kegiatan yang akan didanai dari dana cadangan, (3) besaran dan rincian

tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan, (4) sumber dana cadangan, dan

(5) tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.

Anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) ialah instrument penting

dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam mengelolah

pemerintah desa. Tata kelolah pemerintahan yang baik dapat dilihat dari proses

penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBDes. Aparatur desa

wajib memahami tahapan atau siklus pengelolaan APBDes yang baik, karena

dengan ini akan memberikan arti terhadap model penyelenggaran pemerintahan

desa itu sendiri (Yuliansyah dan Rusmianto, 2016).

Menurut Hamzah (2015), fungsi APBDes di bedakan menjadi Enam bagian,

yaitu; (1) fungsi otorisasi, (2) fungsi perencanaan, (3) fungsi pengawasan, (4)

fungsi alokasi, (5) fungsi distribusi, dan (6) fungsi akuntabilitas.