BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Sesuai dengan masalah dan...

12
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori dalam penelitian ini berisi tinjauan pustaka yang merupakan variabel dari penelitian ini. Kajian teori dalam penelitian ini meliputi (1) hakikat matematika (2) model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) (3) belajar. 2.1.1. Hakekat Matematika Karso (2004 : 1.4) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya, sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah sistem matematika. Selain itu Karso (2004 : 1.39) mengutip pendapat beberapa ahli antara lain : 1. Nasution (1980) menyatakan bahwa istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau mathenein yang artinya mempelajari , namun kata itu diduga erat pula hubungannya dengan kata sansekerta medha atau widya yang artinya kepandaian, pengetahuan atau intelegensi. 2. Ruseffendi (1989 : 23) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Sementara itu dalam Ruseffendi (1988:2) mengungkapkan pendapat tentang matematika menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik, matematika adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol yang dan padat lebih pada bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi, matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan , aksioma, sifat atau teori yang

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Sesuai dengan masalah dan...

5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori

dalam penelitian ini berisi tinjauan pustaka yang merupakan variabel dari penelitian ini. Kajian teori dalam penelitian ini meliputi (1) hakikat matematika (2) model

pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) (3) belajar.

2.1.1. Hakekat Matematika Karso (2004 : 1.4) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu deduktif,

aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya, sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah sistem matematika. Selain itu Karso (2004 : 1.39) mengutip pendapat beberapa ahli antara

lain : 1. Nasution (1980) menyatakan bahwa istilah matematika berasal dari bahasa

Yunani mathein atau mathenein yang artinya mempelajari, namun kata itu diduga erat pula hubungannya dengan kata sansekerta medha atau widya yang artinya kepandaian, pengetahuan atau intelegensi.

2. Ruseffendi (1989 : 23) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Sementara itu dalam Ruseffendi (1988:2) mengungkapkan pendapat tentang matematika menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik, matematika adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol yang dan padat lebih pada bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi, matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan , aksioma, sifat atau teori yang

6

telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide dan matematika adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya

2.1.2. Pembelajaran Kooperatif 2.1.2.1. Pengertian

Widyantini (2006) menyatakan bahwa Model pembelajaran kooperatif

bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif

merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-

kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan

yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota

kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan

kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam

menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Nur (2000) dalam Widyantini (2006 : 4), semua model

pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur

penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model

pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta

struktur penghargaan model pembelajaran yang lain. Dalam proses pembelajaran

dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada

suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif

adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai

keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai

berikut.

1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

dikerjakan dalam kelompoknya.

7

2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota

kelompok mempunyai tujuan yang sama.

3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab

yang sama diantara anggota kelompoknya.

4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan

keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan

secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Masih menurut Nur (2000), ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai

berikut.

1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai

kompetensi dasar yang akan dicapai.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda,

baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota

kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan

kesetaraan jender.

3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing

individu.

Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi

dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis,

saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan

kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri

sendiri maupun teman lain. Terdapat 6 (enam) langkah dalam model pembelajaran

kooperatif yang disajikan pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif

Langkah Indikator Tingkah Laku Guru Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran dan

8

Langkah Indikator Tingkah Laku Guru mengkomunikasikan kompetensi

dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa.

Langkah 3 Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok

belajar

Guru menginformasikan pengelompokan siswa.

Langkah 4 Membimbing kelompok belajar

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompokkelompok

belajar. Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Langkah 6 Memberikan penghargaan Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

(Widyantini, 2006 : 6)

2.1.2.2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang

mengustamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan

diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-

kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan

masalah. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan

penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu

pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

9

Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai

berbagai latar belakang. 3. Pengembangan keterampilan sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang

lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

2.1.2.3. Langkah-langkah pembelajaran Kooperatif tipe NHT Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen

(1993) dengan tiga langkah yaitu : 1. Pembentukan kelompok 2. Diskusi masalah 3. Tukar jawaban antar kelompok.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Enam langkah tersebut adalah

sebagai berikut : 1. Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang

sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 2. Langkah 2. Pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok

yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk

merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok

10

digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

3. Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau

buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

4. Langkah 4. Diskusi masalah Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai

bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang

bersifat umum. 5. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada

siswa di kelas. 6. Langkah 6. Memberi kesimpulan

Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan .(http://pendidikan-

matematika.blogspot.com/2009/03/ diakses 25 Februari 2012) Selain daripada langkah-langkah di atas, model pembelajaran Kooperatif

dengan tipe NHT dapat dilakukan pula dengan cara : 1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa

sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor

dasar atau awal. 3. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–

5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama. 4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. 5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor(nama)

anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.

11

6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.

7. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual 8. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai

peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).(Widyantini, 2006: 7).

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Linda Lundgren

dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah : 1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 2. Memperbaiki kehadiran 3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar 4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil 5. Konflik antara pribadi berkurang 6. Pemahaman yang lebih mendalam 7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 8. Hasil belajar lebih tinggi. (http://pendidikan-

matematika.blogspot.com/2009/03/contoh-skripsi- Contoh Skripsi Model pembelajaran Kooperatif (12 Februari 2012)

2.1.3. Belajar 2.1.3.1. Pengertian

Winataputra dalam bukunya teori belajar dan pembelajaran (2008 : 1.5) menyatakan bahwa belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Dalam pandangan yang lebih komprehensif konsep belajar dapat digali dari berbagai sumber seperti filsafat, penelitian empiris, dan teori.

Para ahli filsafat telah mengembangkan konsep belajar secara sistematis atas dasar pertimbangan nalar dan logis tentang realita kebenaran, kebajikan dan keindahan. Karena itu filsafat merupakan pandangan yang koheren dalam melihat hubungan manusia dengan alam semesta. Plato, dalam Bell-Gredler (1986: 14-16) melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang ada dalam diri manusia dan dibawa lahir. Sementara itu Aristoteles melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang ada dalam dunia fisik bukan dalam pikiran. Kedua kutub pandangan filosofis tersebut berimplikasi pada pandangan tentang belajar. Bagi para penganut filsafat idealisme, realita terdapat dalam pikiran, sumber pengetahuan adalah ide dalam diri manusia, dan proses belajar

12

adalah pengembangan ide yang telah ada dalam pikiran. Sedang bagi penganut realisme, realita terdapat dalam dunia fisik, sumber pengetahuan adalah pengalaman sensorik, dan belajar merupakan kontak atau interaksi individu dengan lingkungan fisik.

Pandangan lain tentang belajar, selain dari pandangan para filosof idealisme dan realisme tersebut di atas, berasal dari pandangan para ahli psikologi, yang antara lain dirintis oleh William James, John Dewey, James Cattel, dan Edward Thorndike tahun 1890-1900 (Bell-Gredler, 1986:20-25). Pada dasarnya para ahli psikologi melihat belajar sebagai proses psikologis yang disimpulkan dari hasil penelitian tentang bagaimana anak berpikir (Hall:1883), atau disimpulkan dari bagaimana binatang belajar (Thorndike:1898) atau dari hasil pengamatan praktek pendidikan (Dewey:1899).

Sejalan dengan mulai berkembangnya disiplin psikologi pada awal abad ke-20 berkembang pula berbagai pemikiran tentang belajar yang digali dari berbagai penelitian empiris. Pada zaman itu mulai berkembang dua kutub teori belajar, yakni teori Behaviorisme dan teori gestalt. Kunci dari teori behaviorisme yang digali dari penelitian Ivan Pavlov pemenang hadiah Nobel tahun 1904, dan V.M. Becthtereve serta A.B. Watson adalah proses relasi antara stimulus dan respon (S-R), sedang teori gestalt adalah relasi antara bagian dengan totalitas pengalaman. Sejak saat itu maka berkembang berbagai teori belajar yang bertolak dari ontology penelitian yang berbeda-beda tetapi semua bertujuan untuk menjelaskan bagaimana belajar sesungguhnya terjadi.

Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional, konsep belajar harus diletakkan secara substantif-psikologis terkait pada seluruh esensi tujuan pendidikan nasional mulai dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dengan kata lain, konsep belajar yang secara konseptual menjadi konsep yang bersifat content-based atau bermuatan. Oleh karena itu, konsep belajar dalam konteks tujuan pendidikan nasional harus dimaknai sebagai belajar untuk menjadi orang yang beriman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Belajar juga sering diartikan sebagai penambahan, perluasan dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Secara konseptual, Fontana(1981) mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan yang relative tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Seperti Fontana, Gagne (1985) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. (Winataputra, 2008 : 1.5-1.18).

Menurut Suryabrata (1991:45) dalam Uno (2011:138) belajar adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan perilaku yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh pengetahuan, kecakapan dan pengalaman baru ke arah lebih baik. Dari berbagai pendapat

13

tersebut belajar menurut peneliti adalah upaya sadar dan berkelanjutan untuk memperoleh suatu pengetahuan maupun kecapakan melalui berbagai tahap belajar. 2.1.3.2. Hasil Belajar

Winataputra (2004 : 2.6) menyatakan bahwa hasil belajar berupa perubahan tingkah laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan motorik atau penguasaan nilai-nilai (sikap). Menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku dapat digolongkan ke dalam hasil belajar. Perubahan perilaku yang termasuk hasil belajar adalah perubahan yang dihasilkan dari pengalaman (interaksi dengan lingkungan) dimana proses mental dan emosional terjadi.

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dikelompokkan kedalam tiga ranah (kawasan) yaitu : pengetahuan (kognitif), keterampilan motorik (psikomotorik) dan penguasaan nilai-nilai atau sikap (Afektif). Didalam pembelajaran perubahan perilaku sebagai hasil belajar tersebut dirumuskan didalam rumusan tujuan pembelajaran. 2.1.3.3. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar matematika pada penelitian ini adalah adanya peningkatan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika terutama materi pokok membandingkan berat benda (ringan, berat). Peningkatan hasil belajar ini ditandai dengan peningkatan nilai hasil tes formatif dan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran. 2.2. Kajian hasil penelitian yang relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dian Kurniasih Wahyusari, tahun 2009 pada siswa kelas V SDN Luwuk Kecamatan Kejayaan Pasuruan dengan judul ”Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Prestasi Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Luwuk Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan”, menunjukan adanya peningkatan hasil belajar IPS siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil tes tulis pada setiap siklus. Hasil tes pada siklus I mencapai 69,12% dan meningkat menjadi 80,88% pada siklus II. Selain itu tidak hanya meningkatkan aspek kognitif saja, namun semua aspek yang menyangkut perkembangan siswa dalam pembelajaran seperti kemampuan bekerjasama serta partisipasi siswa dalam pembelajaran. Selain itu dapat meningkatkan kemampuan guru dalam merancang serta mengelola pembelajaran secara individual, klasikal maupun kelompok.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wibi Gilang Saputro, tahun 2011 pada kelas IV SDN Ketawanggede 2 Malang dengan judul penelitian ”Penerapan Pembelajaran Kontekstual Dengan Menggunakan Model Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Ketawanggede 2 Malang”, menunjukkan bahwa pada pembelajaran IPS siklus I dengan pembelajaran

14

kontekstual dengan menggunakan model Numbered Heads Together (NHT) kemampuan guru dalam membuat RPP mencapai skor 90 dan pada siklus II mencapai skor 93,33. Kemampuan guru dalam pembelajaran sesuai dengan RPP pada siklus I mencapai 87,5 dan pada siklus II mencapai 92,5. Aktivitas belajar siswa pada siklus I nilai rata-rata mencapai 55,97%, sedangkan siklus II rata-rata meningkat menjadi 72,27%. Kentuntasan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 43,47% dan pada siklus II ketuntasan belajar siswa mencapai 95,65%.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, maka menjadi bukti bahwa dengan menggunakan model Cooperatif Learning tipe NHT dapat diterapkan pada siswa sekolah dasar. Berdasarkan kajian hasil penelitian yang relevan di atas, penerapan model pembelajaran kooperatif learning tipe NHT berhasil diterapkan pada mata pelajaran IPS, pada penelitian ini peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran NHT pada mata pelajaran matematika.

2.3. Kerangka Berfikir

Pembelajaran pada kondisi awal yang dilaksanakan oleh guru pada pelajaran matematika kelas 1 masih dilaksanakan secara konvensiona,l sehingga hasil belajar siswa pada pelajaran matematika rendah. Kemudian guru melakukan refleksi dengan teman sejawat terhadap hasil pembelajaran matematika tersebut. Melalui hasil refleksi tersebut maka ditemukan akar penyebab masalah rendahnya hasil belajar siswa dan menentukan alternatif tindakan yang dipilih untuk memecahkan masalah tersebut.

Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika, maka guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model maupun media pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan suatu pokok bahasan adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan, karena melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang disajikan guru di kelas, ada siswa yang mempunyai daya serap cepat dan ada pula siswa yang mempunyai daya tangkap yang lama.

Menyikapi kenyataan ini, maka alternatif tindakan yang diambil adalah penulis perlu menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT untuk meningkatkan

15

hasil belajar siswa. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran tipe NHT lebih

memungkinkan siswa untuk dapat berinteraksi lebih banyak, baik siswa dalam kelompok, kelompok antar kelompok maupun siswa dengan guru. Setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama dalam interaksi dengan guru maupun dalam kelompoknya.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa dan setiap kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang beragam, ada yang pintar, sedang, dan ada pula yang tingkat kemampuannya kurang. Kemudian setiap anggota kelompok diberikan tanggung jawab untuk memecahkan masalah atau soal dalam kelompoknya dan diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat tanpa merasa takut salah. Oleh karena itu tidak tampak lagi mana siswa yang unggul karena semuanya berbaur dalam satu kelompok dan sama-sama bertanggung jawab terhadap kelompoknya masing-masing.

Berikut ini adalah kerangka berfikir meningkatkan haasil belajar matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT :

Kondisi Awal

Belum menggunakan pembelajaran kooperatif tipe

NHT

Hasil belajar siswa masih rendah

Tindakan Menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe NHT

Siklus 1 Menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi

pengukuran berat benda

Siklus 2 Mengoptimalkan

penggunaan pembelajaran kooperatif tipe NHT

Kondisi Akhir

Diduga melalui penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat

meningkatkan hasil belajar tentang

pengukuran berat benda

16

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir Berdasarkan gambar 2.1 diatas, pada kondisi awal pembelajaran belum

menggunakan Model Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), hasil belajar siswa rendah. Kemudian pada siklus 1 dan siklus 2 menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT, diduga hasil melajar siswa dapat meningkat. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan pendekatan yang tepat untuk mendorong siswa dalam upaya membentuk kebiasaan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan memperhatikan karakteristik pendekatan NHT, siswa akan lebih siap untuk menampilkan

diri di depan kelas dan dengan adanya pembiasaan seperti ini, siswa akan terbiasa untuk berbicara di depan orang banyak.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2008:18) bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memungkinkan siswa untuk memiliki rasa harga diri lebih tinggi, memperbaiki kehadiran siswa, penerimaan terhadap individu lebih besar, perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, konflik antara pribadi berkurang, pemahaman lebih mendalam, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi, sehingga apabila diterapkan dalam pembelajaran matematika, hasil belajar siswa dapat meningkat. 2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berfikir di atas hipotesis penelitian ini adalah : ”Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT diduga dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa Kelas I Semester 2 SD Negeri 4 Boloh Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011 / 2012 ”