BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
8
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru.Pada dasarnya IPA di SD saat ini merupakan kelompok
keilmuan yang disajikan dalam materi terpadu dari Biologi, Fisika dan Kimia
yang disajikan dalam bentuk yang sederhana.
Dalam IPA hal-hal yang komplek dapat disederhanakan, sehingga mudah
dipahami hakekat dan saling keterkaitannya. Menurut Moh. Amin bahwa IPA
adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan model-
model yang berdasarkan observasi. IPA merupakan salah satu bidang studi yang
penting dan strategis dalam mengubah sikap serta perilaku siswa untuk
memperoleh nilai yang dapat mengembangkan kepribadian termasuk didalamnya
pengembangan aspek intelektual (1989). Ilmu pengetahuan alam (IPA)
merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari
bahasa Inggris „scince‟, Trianto (2010: 136). Kata ‘science’ sendiri berasal dari
kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti tahu, selanjutnya menurut
(Trianto 2010: 136) dalam perkembangannya science sering diterjemahkan
sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja. Walaupun
pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi.
Menurut (Samatowa 2009: 3) IPA merupakan ilmu yang berhubungan
dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur,
berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan
eksperimen/sistematis.
Puskur, Balitbang Depdiknas (2009) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan IPA
adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti
9
oberservasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu,
terbuka jujur. Dengan begitu, pendidikan IPA di SD diharapkan dapat menjadi
wahana bagi siswa untuk mempelajari dairi dan alam sekitar.
2.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA kelas V
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurna
dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Di dalam KTSP ini
terdapat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang merupakan
standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan
menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru.
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat pada KTSP kelas V SD
semester II sebagai berikut:
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami
perubahan yang
terjadi di alam dan
hubungannya dengan
penggunaan sumber
daya alam
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah
karena pelapukan
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi
7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan
manusia yang d apat mempengaruhinya
7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di
Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan
lingkungan
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang
dapat mengubah permukaan bumi (pertanian,
perkotaan, dsb)
Dalam penelitian ini peneliti mengambil SK dan KD sebagai berikut:
Standar Kompetensi: 7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan
10
hubungannya dengan penggunaan sumber daya
alam
Kompetensi Dasar: 7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena
pelapukan
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah
2.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Ruang Lingkup bahan kajian Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Berhubung penulis mengadakan penelitian di kelas V, maka ruang lingkup
pelajaran IPA yang dikaji adalah salah satu konsep dari konsep-konsep yang
dibahas di kelas tersebut, yang meliputi sebagai berikut:
1) Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan
2) Benda dan Sifatnya
3) Energi dan Perubahannya
4) Bumi dan Alam Semesta
2.1.4 Manfaat dan Tujuan Pengajaran IPA di SD
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) di Sekolah Dasar (SD) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
11
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Adapun manfaat mempelajari IPA dikemukakan oleh UNESCO yang
dikuti Asri Budiningsih (2002) sebagai berikut :
1. IPA menolong siswa untuk dapat berpikir secara logis terhadap kejadian-
kejadian sehari-hari dan memecahkan masalah sederhana yang dihadapinya.
2. Aplikasi IPA dalam teknologi dapat menolong dan meningkatkan kualitas
hidup manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Dunia semakin berorientasi pada kehidupan dan teknologi melalui IPA
siswa memperoleh bekal yang sangat penting.
4. Jika IPA diajarkan dengan baik akan menghasilkan pola pikir siswa yang
baik pula.
5. Melalui IPA secara positif membantu siswa untuk dapat mempelajari mata
pelajaran lain terutama bahasa dan matematika.
6. Karena sifat-sifat anak yang selalu tertarik dengan lingkungannya, melalui
IPA potensi anak akan dikembangkan.
Dalam Pusat Kurikulum (2006: 4), IPA berkaitan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
12
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Trianto (2011: 136-137) menyatakan pada hakikatnya IPA dibangun atas
dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Dalam sumber yang sama
dinyatakan juga bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis,
penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.
Dengan demikian, IPA pada hakikatnya adalah ilmu untuk mencari tahu,
memahami alam semesta secara sistematik dan mengembangkan pemahaman ilmu
pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip,
dan hukum yang teruji kebenarannya. Namun, IPA bukan hanya merupakan
kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, melainkan suatu proses
penemuan dan pengembangan. Oleh karena itu untuk mendapatkan pengetahuan
harus melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah serta menuntut sikap
ilmiah. Dalam pengelolaan pembelajaran IPA di sekolah, guru harus dapat
memberikan pengetahuan peserta didik mengenai konsep yang terkandung dalam
materi IPA tersebut. Selain konsep, hendaknya guru dapat menanamkan sikap
ilmiah melalui model-model pembelajaran yang dilakukannya. Jadi pelajaran IPA
tidak hanya bermanfaat dari segi materinya namun bermanfaat juga terhadap
penanaman nilai-nilai yang terkandung ketika proses pembelajarannya.
Untuk belajar IPA diperlukan cara khusus yang disebut dengan metode
ilmiah. Metode ilmiah ini menekankan pada adanya masalah, adanya hipotesa,
adanya analisa data untuk menjawab masalah atau membuktikan hipotesa, dan
diakhiri dengan adanya kesimpulan atau generalisasi yang merupakan jawaban
resmi dari masalah yang diajukan.
Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengajaran IPA
untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa dan nilai positif melalui proses IPA
dalam memecahkan masalah. Siswa akan selalu tertarik dengan lingkungan dan
siswa akan mengenal serta dapat memanfaatkan teknologi sederhana dari aplikasi
IPA.
13
2.2 Hasil Belajar IPA
Proses pembelajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat
siswa belajar, yang berarti pembelajaran merupakan sebuah proses yang
direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa
hasil belajar merupakan porolehan dari dari proses belajar siswa sesuai dengan
tujuan pembelajaran. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil
belajar siswa. Bila hasil belajar tinggi pembelajaran tersebut dikatakan berhasil,
tetapi jika hasil belajar rendah pembelajaran tersebut dikatakan tidak berhasil.
Menurut (Purwanto 2008: 45), “hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya, perubahan itu
mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.” Sepaham Purwanto (2008:
46) mengungkapkan “hasil belajar adalah perubahan perilaku manusia akibat
belajar, dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.”
Winkel menekankan bahwa hasil belajar merupakan perubahan mengenai sekap
dan tingkah lakunya. Sedangkan Purwanto hanya menyebutkan perubahan
perilaku manusia setelah belajar. Meskipun demikian, mereka mempunyai
kesepahaman bahwa perubahan akibat belajar tersebut berupa 3 aspek, yaitu aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.
Perubahan perilaku tersebut disebabkan karena telah mencapai
penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar.
Perubahan akibat pengalaman belajar, tidak semata-mata hanya pada perubahan
secara kognitif (pengetahuan) saja, tetapi siswa juga dapat mengalami perubahan
secara afektif (sikap) serta mampu melaksanakan tugas – tugas yang berhubungan
dengan performanya (psikomotorik).
Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek kompetensi kemanusiaan saja. Hasil belajar yang diharapkan
dicapai siswa pada ranah kognitif yaitu siswa dapat mengetahui atau menyebutkan
konsep, misalnya dari menghitung luas dan menggunakannya dalam masalah yang
berkaitan dengan luas. Pada ranah afektif yaitu siswa dapat mengembangkan
karakter yang diharapkan (tekun, kerjasama, dan tanggung jawab), siswa juga
dapat berpikir kreatif dan berlatih berkomunikasi. Pada ranah psikomotor yaitu
14
siswa mampu menggunakan alat peraga dan memecahkan aktivitas pemecahan
masalah menggunakan alat peraga. Jadi ketiga ranah menurut taksonomi Bloom
tersebut, kesemuanya harus dapat dicapai oleh siswa setelah mendapatkan
pembelajaran. Jika ketiga ranah tersebut telah tercapai, dapat dikatakan bahwa
siswa telah berhasil dalam belajarnya.
Dari pendapat para ahli di atas, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa yang disebut dengan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku belajar
pada siswa, dimana untuk mengukur perubahan tingkah laku belajar tersebut
digunakan alat yang disebut tes. Nilai yang diperoleh dari hasil tes tersebut
kemudian yang diukur untuk melihat siswa tersebut telah berhasil mencapai
belajarnya atau masih belum. Agar lebih terukur, kriteria nilai sebagai bukti
keberhasilan bahwa siswa tersebut telah berhasil mengikuti proses pembelajaran.
2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor
dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari
pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan
kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21)
menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi
oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga
faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas
pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39). "Belajar adalah suatu perubahan perilaku,
akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali Muhammad, 2004 : 14). Perubahan
perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan.
Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan
berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi
perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki
oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual),
bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
15
Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan
faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar
adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran
yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak
pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak
pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif. Hasil belajar siswa.
2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
2.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division Model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division dikembangkan
oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkin. Slavin
(2010: 8) menyatakan bahwa Student Teams Achievement Division merupakan
“Pembelajaran dimana siswa di tempatkan dalam kelompok belajar
beranggotakan empat-lima siswa yang merupakan campuran dari kemampuan
akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang
berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras
dan etnis atau kelompok sosial lainnya”. Pelaksanaan strategi belajar ini, siswa
ditugaskan untuk bekerja dalam satu kumpulan yang terdiri dari 4-5 orang setelah
guru menyampaikan bahan pelajaran dan mengharuskan semua anggota
menguasai pelajaran itu. Setelah melakukan kegiatan diskusi setiap anggota
kelompok akan diberi ujian atau kuis secara individu. Nilai yang diperoleh setiap
anggota dikumpulkan untuk memperoleh nilai kelompok. Sehingga untuk
mendapatkan penghargaan, setiap siswa dalam kelompok harus membantu
kelompoknya.
Pada pembelajaran kooperatif teknik Student Teams Achievement Division
siswa belajar dan membentuk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman
dan kerjasama setiap siswa dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang
16
telah diberikan kepada mereka, pada pembelajaran ini siswa dilatih untuk
bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka sedangkan guru pada
model pembelajaran ini berfungsi sebagai fasilitator yang mengatur dan
mengawasi jalannya proses belajar. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
ini adalah model yang menekankan pada aktivitas dan interaksi siswa untuk
saling memotivasi dan membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk
mencapai hasil yang maksimal melalui kerja tim atau kelompok. Komponen
Student Teams Achievement Division menurut Slavin (2010: 143) adalah sebagai
berikut:
a. Presentasi kelas. Materi dalam Student Teams Achievement Division pertama-
tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Presentasi kelas ini
merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan dalam
pelajaran yang dipimpin oleh guru.
b. Belajar dalam tim. Murid dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok
terdiri dari 4-5 orang. Fungsi utama dar tim ini adalah memastikan bahwa
semua anggota tim benar-benar belajar dan dapat membahas permasalahan
bersama. Jika ada kesulitan, murid yang merasa mampu membantu yang
kesulitan.
c. Tes individu. Setelah pembelajaran selesai ada tes individu (kuis), para siswa
tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis.
d. Skor pengembangan individu. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin
yang maksimal kepada timnya. Setiap siswa diberikan skor awal, yang
diperoleh dari kinerja rata-rata siswa pada kuis serupa sebelumnya. Kemudian
siswa memperoleh poin untuk timnya berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis
mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
e. Penghargaan tim. Tim dapat memperoleh sertifikat atau penghargaan lain
apabila skor rata-rata mereka melampaui kriteria tertentu.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran Student Teams Achievement
Division adalah sebagai berikut:
17
a) Guru menerangkan mengenai topik pembahasan. Pada tahap ini di gunakan
untuk penyajian materi oleh guru. Sebelum menyajikan materi pelajaran guru
dapat menjelaskan tujuan pelajaran, memberi motivasi untuk berkooperatif,
menggali pengetahuan siswa. Pada tahap ini guru memulai materi dengan
menyampaikan indikator, dilanjutkan dengan apersepsi dan penyajian materi
energi.
b) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari empat sampai lima
orang.
c) Guru memberikan lembaran tugas siswa untuk masing-masing kelompok
untuk didiskusikan bersama dan saling membantu untuk menguasai materi.
Kemudian hasil diskusi tersebut dipresentasikan.
d) Guru memberikan evaluasi secara individu untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan belajar yang di capai.
e) Setiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaanya terhadap bahan
ajar, dan pada individu atau kelompok yang mendapat prestasi paling tinggi
diberi penghargaan.
2.3.2 Komponen Model Pembelajaran Tipe STAD
Sebagaimana dipaparkan Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106) setiap
model pembelajaran mengandung beberapa unsur yaitu, sintakmatik (tahap-tahap
kegiatan), sisem sosial (situasi atau suasana), prinsip reaksi (perilaku guru
terhadap siswa), sistem pendukung (sarana dan alat), dan dampak insruksional
dan pengiring. Unsur-unsur yang yang terkandung dalam model STAD adalah
sebagai berikut:
Suatu model pembelajaran memiliki sintaks yang berisi langkah – langkah
yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan pembelajaran.
Tabel berikut adalah sintaks pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends
(dalam Trianto 2009: 98)
18
Tabel 2.2
Sintak Pembelajaran Kooperatif Tipe (STAD) Slavin (2010: 134)
Fase Perilaku guru
Fase1.
Menyampaikan tujuan
dan mempersiapkan
peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap belajar.
Fase 2.
Mengondisikan kelas dan
membagi kelompok
secara heterogen
Membagi kelompok dengan perbedaan jenis,
kepandaian
Fase 3.
Memberikan penjelasan
secara garis besar
Memberikan penjelasan kepada siswa tentang
materi yang akan dipelajari.
Fase 4.
Memberikan Lembar
Kerja Siswa
Mengamati, memberikan motivasi dan
membantu siswa apabila kesulitan.
Fase 5.
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai
berbagai materi pembelajaran atau kelompok-
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
1. Prinsip Reaksi
Pada prinsip reaksi ini menggambarkan pola tingkah laku guru dalam
memperlakukan siswa ketika belajar. Peran guru dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah sebagai fasilitator yang terlibat langsung dalam
pembelajaran. Guru juga berperan sebagai pembimbing setiap kelompok
dengan menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan. Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa siap belajar
sehingga semua siswa dapat memahami dengan baik mengenai tugas yang
akan dilakukan. Guru mengkondidikan siswa dengan membagi kelompok
dengan perbedaan jenis kepandaian. Setelah terbentuk kelompok-kelompok,
guru memberikan arahan atau penjelasan kepada siswa tentang materi yang
akan dipelajarai. Guru mengamati proses diskusi, memberikan motivasi
kepada siswa dan membantu siswa apabila mengalami kesulitan. Setelah
selesai guru melakukan evaluasi atau menguji pengetahuan siswa mengenai
berbagai materi kemudian setiap kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.
19
2. Sistem Sosial
Sistem sosial/norma yang terdapat dalam model ini berlandaskan pada
proses demokrasi dan keputusan kelompok. Guru dan siswa memiliki status
yang sama, namun menduduki peran yang berbeda (Joyce, Weil dan Calhoun,
2009: 323). Guru tidak sepenuhnya menjadi pusat perhatian, namun ada
kalanya perhatian tersebut tertuju pada siswa. Sistem sosial dalam
pembelajaran ini berupa sikap saling membantu antarteman dalam kelompok.
Siswa saling bahu-membahu dalam mecari jawaban yang paling tepat atas
pertanyaan yang diterima. Ketika belangsungnya diskusi untuk mencari
jawaban yang tepat, setiap anggota kelompok pasti mempunyai jawaban atau
gagasan yang berbeda-beda. Dalam hal ini tentu saja harus ada pendapat yang
diterima dan ditolak. Disinilah siswa akan belajar saling menghargai pendapat
yang dikemukakan oleh teman. Selain itu, ketika jawaban dari semua
kelompok dibacakan dan dikoreksi, akan terlihat kelompok mana yang
mempunyai prestasi tertinggi dan terendah. Kelompok yang mempunyai
prestasi rendah, akan belajar menerima kekalahan kelompok sendiri dan
menghargai kemenangan kelompok lain.
3. Daya Dukung
Sistem pendukung yang diperlukan dalam pembelajaran kooperatif
tipe STAD salah satunya adalah kondisi lingkungan fisik sesuai kebutuhan
siswa dalam pembelajaran seperti kebersihan dan kenyamanan ruang kelas,
ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses
pembelajaran yang berupa meja, kursi, papan tilis, dll. Selain itu, guru harus
mempersiapkan bahan ajar yang digunakan yaitu berupa materi Tanah dan
Struktur Bumi untuk siswa lengkap dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) atau
berupa pertanyaan yang siap diajukan kepada siswa dan sumber belajar (buku
dan lingkungan sekitar siswa) yang berkaitan dengan materi Tanah dan
Struktur Bumi. Tidak lupa guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.
20
4. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional merupakan hasil belajar yang harus dikuasai siswa
berupa kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan
pengalaman belajarnya. Secara umum, dampak instruksional setelah siswa
mengikuti pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yaitu proses pembentukan dan pengelolaan kelompok
dapat dilakukan secara efisien sesuai minat siswa namun masih dalam kontrol
guru; sehingga proses pembelajaran secara berkelompok dapat berjalan
dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan. Melalui model
pembelajaran kooperatif tipe STAD ini, diharapkan dapat membiasakan siswa
untuk membangun pengetahuannya melalui diskusi kelompok, sehingga
siswa akan lebih termotivasi untuk belajar. Melalui proses kerjasama dalam
kelompok, siswa berlatih untuk disiplin dan tanggung jawab dari masing-
masing anggota kelompok. Sehingga semua anggota kelompok dapat
berpartisipasi aktif dalam diskusi.
21
Keterangan:
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Gambar 2.1
Dampak Pengiring dan Dampak Insruksional Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
Secara khusus, dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran
IPA dengan materi Tanah dan Struktur Bumi melalui model STAD yaitu siswa
mampu mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan. Dampak
pengiring adalah hasil belajar lain yang muncul dari suasana pembelajaran yang
dialami siswa diluar arahan dari guru. Secara umum, dampak pengiring yang
timbul dari pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah siswa mampu berdiskusi bersama kelompoknya yang
heterogen, sehingga timbul rasa saling menerima kemampuan yang berbeda-beda
Student
Teams
Achievemen
Division
Mendeskripsikan proses
pembentukan tanah
karena pelapukan.
Mengidentifikasi jenis-
jenis tanah.
Tekun
Sportif
toleransi
Demokratis
Kerjasama
Percaya Diri
Konsentrasi
Tanggung Jawab
22
dan tidak ada rasa saling meremehkan. Adanya rasa tanggungjawab atas tugas
yang diberikan kepada kelompoknya.
Secara khusus, dampak pengiring yang akan didapatkan siswa dalam
pembelajaran IPA materi Tanah dan Struktur bumi dengan menggunakan model
pembelajaran STAD adalah menumbuhkan rasa saling menghargai pendapat
teman/demokratis, tanggung jawab, berpikir kritis, menumbuhkan jiwa kerja
sama, tekun dalam mencari jawaban, melatih siswa untuk sportif, dan konsentrasi
ketika guru memanggil nomor. Menumbuhkan rasa percaya diri untuk
mengemukakan pendapat dan memaparkan jawaban keseluruh kelas. Dampak
instruksional dan dampak pengiring dalam model Student Teams Achievement
(STAD) digambarkan dalam bagan 2.1.
2.3.3 Strategi Pelaksanaan Model Pembelajaran STAD
Tabel 2.3
Strategi Pelaksanaan
Aktivitas Guru Sintak/langkah-langkah Aktivitas siswa
Menjelaskan tujuan
pembelajaran dan
mempersiapkan peserta
didik siap belajar.
Menyampaikan tujuan
dan mempersiapkan
peserta didik
Siswa memperhatikan
dan menyimak penjelasan
guru.
Membagi kelompok
dengan perbedaan jenis,
kepandaian
Mengkondisikan kelas
dan membagi kelompok
secara heterogen
Siswa merespon dengan
menyesuaikan diri.
Memberikan penjelasan
kepada siswa tentang
materi yang akan
dipelajari.
Memberi penjelasan
secara garis besar
Siswa memperhatikan
dan menyimak penjelasan
guru.
Mengamati, memberikan
motivasi dan membantu
siswa apabila kesulitan.
Memberi lembar kerja
siswa
Siswa berdiskusi dan
mengerjakan tugas.
Menguji pengetahuan
peserta didik mengenai
berbagai materi
pembelajaran atau
kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil
kerjanya.
Mengevaluasi Siswa mempersentasikan
hasil kerjanya didepan
kelas.
23
2.3.4 Efektivitas STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran Student Teams Achievement Division menurut Slavin (2010:
8) yaitu “Pembelajaran dimana siswa di tempatkan dalam kelompok belajar
beranggotakan empat-enam siswa yang merupakan campuran dari kemampuan
akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang
berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras
dan etnis atau kelompok sosial lainnya”. Dalam pembelajaran dengan
menggunakan model Student Teams Achievement Division mengharuskan setiap
siswa mampu menguasai materi yang telah diberikan oleh guru, dimana
penguasaan materi tersebut berdasarkan kerjasama setiap siswa dalam
kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada mereka,
pada pembelajaran ini siswa dilatih untuk bekerjasama dan bertanggung jawab
terhadap tugas mereka. Jadi efektivitas dalam hal ini dapat dikaitkan dengan
pembelajaran Student Teams Achievement Division yaitu dimana dalam
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Student Teams
Achievement Division dapat menunjukkan tercapainya suatu hasil/tujuan yang
diperoleh siswa dari belajar kelompok atau kelompok belajar. Hasil tersebut
berupa keberhasilan setiap anggota kelompok untuk mampu menguasai materi
pelajaran dan menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kelompoknya dengan
baik, dalam hal ini hasil yang dicapai juga dapat berupa hasil belajar siswa dalam
aspek kognitif.
2.4 Penelitian yang Relevan
Dalam suatu penelitian yang akan dibuat, perlu memperhatikan penelitian
lain yang akan digunakan sebagai bahan yang relevan. Adapun penelitian-
penelitian yang berkaitan dengan variabel penelitian yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti Aria yang berjudul Peningkatan
Hasil Belajar IPA melalui Model STAD (Student Teams Achievement Division)
pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Tunggulsari Semester I Tahun Pelajaran
2013/2014. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya ketuntasan belajar
24
siswa dari 8 siswa yang tuntas dengan KKM : 60 pada siklus 1. Kemudian
diadakan siklus II ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 16 siswa (89%).
Penelitian Widyastuti Dheni Wahyu 2014 yang berjudul Peningkatan Hasil
Belajar IPA melalui Model Pembelajaran Tipe STAD Siswa Kelas V Sekolah
Dasar Negeri Keboromo Tayu Pati Semester I 2013/ 2014. Hal ini ditunjukan
pada rata-rata kelas pada kondisi awal 67,00 pada siklus I naik menjadi 75,75
sehingga terjadi peningkatan sebesar 13,06% dari kondisi awal siswa. Sedangkan
pada siklus II nilai rata-rata naik menjadi 84,75 yang artinya terjadi peningkatan
sebesar 11,88% dari kondisi siklus I. Demikian pula pada ketuntasan belajar
siswa, pada kondisi awal 45%, siklus I 65%, dan pada siklus II 90%. Keunggulan
dari penelitian ini yaitu meningkatkan hasil belajar pada matapelajaran IPA.
Sedangkan kelemahannya yaitu harus saling bekerja sama, padahal anak sulit
untuk bekerja sama dengan anggota kelompok lain dan selalu ada salah satu dari
anggota kelompok yang mendominasi. Berdasrkan hasil penelitian tersebut maka
dipilih tindak lanjut untuk melakukan penelitian dengan memperhatikan hal-hal
yang berkaitan pelaksanaan tindakan terutama persiapan guru. Sebaiknya guru
mempelajari dengan baik tahapan-tahapan pelaksanaan Student Teams
Achievement Division.
2.5 Kerangka Berpikir
Salah satu tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD yang
tercantum dalam permen nomor 22 tahun 2006 adalah menuntut agar setiap siswa
dapat menggunakan konsep IPA yang didapatkannya dan menerapkannya dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari – hari. Hal ini merupakan tuntutan yang
sangat tinggi yang tidak mungkin dapat dicapai hanya dengan hafalan konsep,
latihan pengerjaan soal yang bersifat rutin, serta proses pembelajaran dengan
model ceramah. Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa secara aktif dalam
belajar, dapat menghambat kemampuan belajar IPA siswa dalam pemecahan
masalah, sehingga perlu dipilih dan diterapkan suatu model pembelajaran untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran
yang dapat diterapkan adalah pembelajaran berdasarkan masalah. Model yang
25
menkondisikan situasi belajar yang alamiah, yaitu siswa belajar dengan cara
mengalami dan menemukan sendiri pengalaman belajarnya. Ketika siswa belajar
IPA, maka yang dipelajari adalah penerapan IPA yang dekat dengan kehidupan
siswa.
Pembelajaran Student Teams Achievement Division dilaksanakan dengan
langkah – langkah: guru Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara
heterogen, Guru menyajikan pelajaran, Guru memberi tugas kepada kelompok
untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada
anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti, Guru
memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu, guru memberi evaluasi penutup sehingga seluruh siswa
menjadi lebih siap demikian juga dapat melatih kerjasama dengan baik. Dari tiap-
tiap kelompok, memberikan kesempatan untuk mereka memaparkan jawaban atas
pertanyaan yang telah diterima dari guru, mengembangkan dan menyajikan hasil
diskusi, serta menganalisis dan mengevaluasi proses Student Teams Achievement
Division.
Melalui pembelajaran Student Teams Achievement Division, siswa akan
lebih tertarik mengikuti pelajaran karena diberikan kesempatan untuk berdiskusi
dan diberikan kesempatan untuk memaparkan hasil diskusinya. Dengan model ini
siswa dituntut untuk bekerja sama dan menemukan jawaban dari pertanyaan,
sehingga siswa akan terlibat secara aktif dan nantinya daya serap akan lebih baik.
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa menjadi sentral dari proses
pembelajaran yang sedang berlangsung, sedangkan guru hanya sebagai mediator
ataupun fasilitator yang bertugas untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan
siswa saat proses pembelajaran. Sehingga diharapkan pembelajaran numbered
heads together dapat digunakan sebagai usaha meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Kerangka implementasi pembelajaran
metode kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada Bagan 2.1
26
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
2.6 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir maka hipotesis tindakan
penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut “ada peningkatan hasil belajar
IPA melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division bagi siswa kelas V SDN Tegalrejo 05 semester 2 tahun ajaran 2015-
2016.
Siswa:
Hasil Belajar IPA bawah
KKM.
Guru:
Belum
menggunakan
model STAD.
Kondisi
Awal
Pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
kooperatif tipe
STAD
Pembelajaran siklus I
menggunakan model STAD
Tindakan
Pembelajaran siklus II
menggunakan model STAD
dengan media dan alat
peraga.
Meningkat Hasil Belajar
siswa diatas KKM dengan
menggunakan model STAD
pada mata pelajaran IPA
Kondisi
Akhir