BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Cooperative ...

19
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share Pendekatan pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share merupakan salah satu model pembelajaran sederhana yang sangat bermanfaat dikembangkan oleh Frank Lyman dari University of Maryland. Ketika guru menyampaikan pelajaran kepada kelas, para siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-masing. Guru memberikan pertanyan kepada seluruh siswa. Siswa diminta untuk memikirkan (thinking) sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu berpasangan (pairing) dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap jawaban. Akhirnya, guru meminta para siswa untuk berbagi ( sharing) jawaban yang telah mereka sepakati dengan seluruh siswa (Slavin, 2010:257). Think Pair Share (TPS) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Think Pair Share dikembangkan oleh Frank Lyman et.al, dari University of Maryland pada tahun 1985 (Pramawati, 2005:105). Lyman menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Pembelajaran kooperatif tipe TPS ini memberi peserta didik kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share terdiri dari lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas yaitu Think, Pair, dan Share. Kelima langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share dapat dilihat pada tabel berikut :

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Cooperative ...

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share

Pendekatan pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share

merupakan salah satu model pembelajaran sederhana yang sangat bermanfaat

dikembangkan oleh Frank Lyman dari University of Maryland. Ketika guru

menyampaikan pelajaran kepada kelas, para siswa duduk berpasangan dengan

timnya masing-masing. Guru memberikan pertanyan kepada seluruh siswa. Siswa

diminta untuk memikirkan (thinking) sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu

berpasangan (pairing) dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan

terhadap jawaban. Akhirnya, guru meminta para siswa untuk berbagi (sharing)

jawaban yang telah mereka sepakati dengan seluruh siswa (Slavin, 2010:257).

Think Pair Share (TPS) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Think Pair Share

dikembangkan oleh Frank Lyman et.al, dari University of Maryland pada tahun

1985 (Pramawati, 2005:105). Lyman menyatakan bahwa Think Pair Share

merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi

kelas. Pembelajaran kooperatif tipe TPS ini memberi peserta didik kesempatan

untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain

Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share

Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair

Share terdiri dari lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas yaitu

Think, Pair, dan Share. Kelima langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe

Think Pair Share dapat dilihat pada tabel berikut :

6

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran

Cooperative Learning tipe Think Pair Share

Langkah – langkah Kegiatan Pembelajaran

Tahap I

Pendahuluan

a. Guru menjelaskan aturan main dan batasan

waktu untuk tiap kegiatan, memotivasi

siswa terlibat pada aktivitas masalah

b. Guru menjelaskan kompetensi yang harus

dicapai oleh siswa

Tahap 2

Think

a. Guru menggali pengetahuan awal siswa

melalui kegiatan demonstrasi/kegiatan

(audio visual)

b. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa

(LKS) kepada seluruh siswa

c. Siswa mengerjakan LKS tersebut secara

individu

Tahap 3

Pair

a. Siswa dikelompokan dengan teman

sebangkunya

b. Siswa berdiskusi dengan pasangannya

mengenai jawaban tugas yang telah

dikerjakan

Tahap 4

Share

Tahap 5

Penghargaan

a. Satu pasang siswa dipanggil secara acak

untuk berbagi pendapat kepada seluruh

siswa dikelas dengan dibantu oleh guru

a. Siswa dinilai secara individu dan kelompok

Adapun penjelasan dari setiap langkah tersebut sebagai berikut:

a. Tahap pendahuluan

Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi

siswa agar terlibat pada aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga

menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap

tahap kegiatan.

7

b. Tahap think (berpikir secara individual)

Proses think dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali

konsepsi awal siswa. Pada tahap ini, siswa diberi batasan waktu (“think time”)

oleh guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap pertanyaan

yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan

pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.

c. Tahap pair (berpasangan dengan teman sebangku)

Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa secara berpasangan. Guru

menentukan bahwa pasangan setiap siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini

dimaksudkan agar siswa tidak pindah mendekati siswa lain yang pintar dan

meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan

pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang

telah diberikan oleh guru.Setiap siswa memiliki kesempatan untuk mendiskusikan

berbagai kemungkinan jawaban secara bersama.

d. Tahap share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh teman kelas)

Pada tahap ini, siswa dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau

secara kooperatif kepada kelas sebagai keseluruhan kelompok.Setiap anggota dari

kelompok dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka.

e. Tahap penghargaan

Siswa mendapat penghargaan berupa nilai baik secara individu maupun

kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap think, sedangkan

nilai kelompok berdasarkan jawaban pada tahap pair dan share, terutama pada saat

presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas.

8

Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Think

Paire Share (TPS)

Kelebihan model pembelajaran TPS sebagai berikut

1. memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling

membantu satu sama lain.

2. memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh

pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk

memikirkan materi yang diajarkan.

3. siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran

dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.

4. siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam

kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

5. siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan

seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

6. memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses

pembelajaran (Hartina, 2008: 12)

Kekurangan Model Pembelajaran Cooprative Think Pair Share sebagai berikut

1. menurut Hartina (2008:12) sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata

kemampuan siswanya rendah dengan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah

kelompok yang terbentuk banyak.

2. Menurut Lie (2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang

terdiri dari 2 orang siswa) adalah:

1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor,

2) lebih sedikit ide yang muncul, dan

3) tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.

3. Menurut Ibrahim (2000:18) sejumlah siswa akan menjadi bingung, sebagian

kehilangan rasa percaya diri, dan dapat saling mengganggu antar siswa.

9

2.1.2 Media Audio-Visual (Video) dalam Pembelajaran IPA di SD

Pengertian media Audio Visual (Video) Media video pembelajaran dapat

digolongkan ke dalam jenis media audio visual aids (AVA) atau media yang dapat

dilihat dan di dengar. Biasanya media ini di simpan dalam bentuk piringan atau

pita. Media video adalah media dengan sistem penyimpanan dan perekaman video

dimana signal audio visual direkam pada disk plastik bukan pada pita magnetik

(Arsyad.2004 : 36)

Video atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana

frame demi frame di proyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis

sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Video bergerak, bergantian dengan

cepat sehingga memberikan visual yang kontinyu dan dapat menggambarkan

suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang

sesuai. Kemampuan video melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya

tarik tersendiri. Media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan

hiburan,dokumentasi, dan pendidikan. Video dapat menyajikan informasi,

memaparkan proses, memperpanjang waktu dan mempengaruhi sikap. Video yang

dipergunakan dalam kelas adalah video pembelajaran bukan semata-mata sebagai

hiburan belaka. Video memang wajar digunakan di kelas, karena bukan saja

memberikan fakta-fakta, tetapi juga menjawab persoalan dan untuk mengerti

tentang dirinya sendiri dan lingkungannya. Selain dari itu melalui gambar ini para

siswa dapat memperoleh kecakapan sikap dan pemahaman yang akan membantu

mereka hidup dalam masyarakat. Dengan ini, video tidak lagi dianggap sebagai

alat suplementer belaka tetapi merupakan alat fundamentil yang dipelajari secara

ilmuah dan dinilai scara kritis. Oleh karena itu video dapat di gunakan di sekolah.

10

Kegunaan Video dalam Pembelajaran

Kegunaan Video pembelajaran sebagai berikut :

a. Video adalah media yang baik guna memperlengkapi pengalaman-

pengalaman dasar bagi kelas untuk membaca, diskusi,konstruksi dan kegiatan

belajar lainnya. Video adalah sebagai alat pengganti, tetapi anak-anak merasa

turut serta di dalamnya, karena mengidentifikasikan diriya kedalam karakter

video tersebut.

b. Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, video menanamkan sikap

dan segi afektif lainnya.

c. Video memberikan penyajian yang lebih baik, serta mengandung nilai-nilai

positif yang dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok

siswa.

d. Mengandung banyak keuntungan ditinjau dari segi pendidikan, antara lain

mengikat perhatian anak-anak dan terjadi berbagai asosiasi dalam jiwanya.

e. Mengatasi pembatasan-pembatasan dalam jarak dan waktu.

f. Video mendemonstrasikan berbagai hal yang tidak mungkin dialami secara

langsung.

Perlu diketahui, bahwa tidak ada ketentuan tentang cara menggunakan video

yang “terbaik” dan yang berlaku untuk semua situasi kelas. Penggunaan suatu

video, senantiasa berdasarkan kebutuhan-kebutuhan murid dan dalam hubungan

dengan unit yang dipelajari. Kegunaan lain dari video adalah dapat

memperlihatkan pada siswa contoh tingkah laku yang diinginkan, contoh interaksi

manusia dan dapat menyajikan masalah yang akan di pecahkan oleh siswa. Hal ini

biasanya disajikan dalam bentuk program pendek (Vignette), dimana dalam

penelitian ini pun berupa video pembelajaran yang berdurasi pendek. Selesai

pemutaran siswa dapat mendiskusikan pendapat mereka, mencari pemecahan

masalahnya, atau menjawab pertanyaan yang diberikan. Satu syarat untuk

memproduksi program seperti ini adalah : membuatnya singkat (lebih baik lagi

setiapprogram hanya membahas satu konsep), dan memberi kesempatan pada

siswa untuk menanggapinya. Dalam tahun-tahun terakhir ini, Video semakin

11

popular sebagai media untuk melaksanakan pembelajaran bersifat mandiri.

Kemajuan teknologi komputer dan video memungkinkan diciptakannya berbagai

bentuk pengembangan sistem pembelajaran ini. Inilah beberapa petunjuk praktis

yang perlu diperhatikan untuk dipertimbangkan dalam memproduksi video untuk

pembelajaran di kelas, diantaranya :

1. Media ini dirancang untuk memperlihatkan gambar bergerak, bukan

memperlihatkan benda bergerak.

2. Jika digarap dengan baik, gambar bergerak amat baik untuk tujuan efektif

(mempengaruhi siswa untuk mengubah sikap).

3. Untuk kepentingan pembelajaran, sebaiknya gambar bergerak digunakan

berdasarkan hubungan langsung dengan pribadi penonton.

4. Suara yang mengiri gambar harus sesuai dengan isi gambar.

5. Semua media gambar harus mengandung isi yang sudah dilakukan, serta harus

disunting dan diuji cobakan sebelum dipergunakan dalam kegiatan

pembelajaran. Sebelum dicetak,harus dikonsultasikan terlebih dahulu

materinya pada orang yang ahli dalam bidang ini. Dan juga perlu untuk di uji

cobakan pada sekelompok siswa.

6. Karena video sebetulnya adalah media gambar bergerak, narasinya hendaklah

dikembangkan berdasarkan naskah visual (berfikir dalam tata gambar dan

bukan dalam tata kalimat).

7. Dalam perencanaan media video ini harus dipertimbangkan juga sikap

penonton, latar belakang budaya, umur, jenis kelamin serta gagasan dan

harapan mereka.

Kelebihan Media Video dalam Proses Pembelajaran IPA di SD

Media video pembelajaran termasuk ke dalam kategori motion picture,

media jenis ini dapat digunakan untuk menyajikan bagian-bagian dari suatu proses

dan prosedur secara utuh sehingga memudahkan siswa dalam mengamati dan

menirukan langkah-langkah suatu prosdur yang harus dipelajari. Dengan

menggunakan media jenis ini siswa diharapkan dapat memperoleh persepsi dan

pemahaman yang benar. Sedangkan guru diharapkan dapat mengikat perhatian

12

siswa selama pembelajaran berlangsung dan membantunya mengingat

kembalidengan mudah berbagai pngetahuan dan keterampilan yang telah diajari.

Dalam pembelajran IPA di SD, peranan media Audio Visual banyak memberikan

keuntungan. Yaitu dapat menampilkan berbagai macam peristiwa alam yang sulit

untuk di amati secara langsung. Media jenis ini juga dapat digunakan untuk

menyajikan bagian-bagian dari suatu proses dan prosedur secara utuh sehingga

memudahkan siswa dalam mengamati dan menirukan langkah-langkah suatu

prosedur IPA yang harus dipelajari. Media audio visual dalam pembelajaran IPA

di SD biasanya berbentuk video bergerak yang dikemas secara menarik dan

menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak. Video pembelajaran

termasuk kedalam kategori motion picture, video pembelajaran dalam format disk

dioperasikan dengan menggunakan VCD player yang dijalankan dengan disk atau

lempengan serta ditampilkan melalui monitor televisi atau LCD atau dapat di

putar langsung melalui PC komputer. Dengan menggunakan media jenis ini siswa

diharapkan dapat memperoleh persepsi dan pemahaman yang benar. Sedangkan

guru diharapkan dapat mengikat perhatian siswa selama pembelajaran

berlangsung dan membantunya mengingat kembali dengan mudah berbagai

pengetahuan dan keterampilan pembelajaran IPA yang telah dipelajari.

2.1.3 Pengertian Hasil Belajar

Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan

lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam prilakunya. Belajar adalah

aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan

yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan

sikap (Winkel, 1999:53 dalam Purwanto, 2008:39). Perubahan itu diperoleh

melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif

lama dan merupakan hasil pengalaman.

Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah

dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada

taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan

Harrow mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Winkel, 1996:51-

13

244 dalam purwanto, 2008:45). Hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang

dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan

pendidikan yang ditetapkan (Soedijarto, 1993:49 dalam purwanto, 2008:46).

Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah

laku.Tingkah laku sebagai pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif

dan psikomotor. Perubahan sebagai hasil proses dapat ditunjukkan dalam

berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, serta

perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Menurut Gagne,

hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang diberikan pada

stimulus yang ada di lingkungan yang menyediakan skema yang terorganisasi

untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam

dan di antara kategori-kategori. Skema itu akan beradaptasi dan berubah selama

perkembangan kognitif seseorang (Dahar, 1998:95; Suparno, 2001:21 dalam

Purwanto, 2008:42). Oleh karena itu menurut Bruner, belajar menjadi bermakna

apabila dikembangkan melalui eksplorasi penemuan.

Klasifikasi hasil belajar

Benyamin Bloom dalam Sudjana (1990:22) mengklasifikasikan hasil

belajar yang secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu (1) Ranah kognitif:

Berkenaan dengan sikap hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek

yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, (2) Ranah

afektif : Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan,

jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi, (3) Ranah psikomotor :

Berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak.

Sudjana (1990:56) mengatakan hasil belajar yang dicapai siswa melalui

proses pembelajaran yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar

intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah

dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya

mempertahankan apa yang telah dicapai.

14

2. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan

dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang

lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.

3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama

diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain,

kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan

kreativitasnya.

4. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni

mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap)

dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku.

5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri

terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan

mengendalikan proses dan usaha belajarnya

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar

adalah perubahan prilaku seseorang ke arah yang lebih positif akibat belajar, atau

hasil belajar merupakan nilai yang dicapai seseorang dengan kemampuan

maksimal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dapat dibagi menjadi

dua bagian besar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Slameto, 2003:2).

Berikut adalah penjabarannya:

1. Faktor dalam (internal), yaitu faktor yang berasal dari dalam diri

individu yang belajar. Faktor dalam ini meliputi:

a. Kondisi Fisiologis, misalnya: keadaan jasmani, kondisi panca indera, tidak

cacat, dan lain-lain. Menurut Nasoetion (1999:43) kondisi fisiologis pada

umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang.

Orang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari

orang dalam keadaan kelelahan. Aspek fisiologis ini diakui mempengaruhi

pengelolaan kelas. Pengajaran dengan pola klasikal perlu memperhatikan

tinggi rendahnya postur tubuh anak didik. Postur tubuh anak didik yang

15

tinggi sebaiknya ditempatkan di belakang anak didik yang bertubuh

pendek. Hal ini dimaksudkan agar pandangan anak didik ke papan tulis

tidak terhalang oleh anak didik yang bertubuh tinggi. Tinjauan fisiologis

adalah kebijakan yang pasti tak bisa diabaikan dalam penentuan besar

kecilnya, tinggi rendahnya kursi dan meja sebagai perangkat tempat duduk

anak didik dalam menerima pelajaran dari guru di kelas.

Kondisi Psikologis, terdiri dari :

a. Minat : Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman

yang mendorong seseorang untuk memperoleh aktivitas, pemahaman, dan

keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian (Getzel, 1966:54).

b. Kecerdasan : Kemampuan untuk menemukan arah atau cara yang tepat ke

arah sasaran yang akan dicapai (Gardner, 2003:23).

c. Bakat : Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang

masih perlu dikembangkan atau latihan (Munandar, 1995:72).

d. Motivasi: Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang

untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu (Nasoetion,

1999:32)

e. Kemampuan kognitif : Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai

jembatan untuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu

persepsi, mengingat dan berpikir. (Djamarah, 2000:142)

2. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar individu yang belajar.

Faktor luar yang dimaksud adalah:

Faktor lingkungan,meliputi :

a. Lingkungan Sekolah

Lingkungan alam yang dimaksud di sini adalah lingkungan sekolah.

Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang di

dalamnya dihiasi dengan tanaman/pepohonan yang dipelihara dengan baik.

Apotik hidup mengelompokkan dengan baik dan rapi sebagai laboratorium

alam bagi anak didik. Sejumlah kursi dan meja belajar teratur rapi yang

ditempatkan di bawah pohon-pohon tertentu agar anak didik dapat belajar

16

mandiri di luar kelas dan berinteraksi dengan lingkungan. Kesejukan

lingkungan membuat anak didik betah tinggal berlama-lama di dalamnya.

b. Lingkungan Sosial Budaya.

Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang

mendatangkan problem tersendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah.

Contohnya: Pergaulan yang dapat mempengaruhi sifat dan kelakuan siswa

di sekolah, Pembangunan gedung sekolah yang tak jauh dari hiruk pikuk

lalu lintas menimbulkan kegaduhan suasana kelas. Pabrik-pabrik yang

didirikan di sekitar sekolah dapat menimbulkan kebisingan di dalam kelas.

3. Faktor instrumental, yaitu faktor yang ada dan penggunaannya dirancang

sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental itu antara

lain:

a. Kurikulum : Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur

substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar

tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan

dalam suatu pertemuan kelas, belum guru programkan sebelumnya.

b. Program Pendidikan: Program pendidikan disusun untuk dijalankan demi

kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung baik

tidaknya program pendidikan yang dirancang. Program pendidikan disusun

berdasarkan potensi sekolah yang tersedia, baik tenaga, finansial dan saran

prasarana.

c. Sarana dan Fasilitas: Sarana dan fasilitas mempunyai arti penting dalam

pendidikan. Gedung sekolah misalnya sebagai tempat yang strategis bagi

berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah.

d. Fasilitas mengajar : Fasilitas merupakan kelengkapan mengajar guru yang

harus dimiliki oleh sekolah. Ini kebutuhan guru yang tak bisa dianggap

ringan. Guru harus memiliki buku pegangan dan buku penunjang agar

wawasan guru tidak sempit. Buku kependidikan/keguruan perlu dibaca

atau dimiliki oleh guru dalam rangka peningkatan kompetensi keguruan.

17

e. Guru : Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan, kehadiran

guru mutlak diperlukan di dalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tetapi

guru tidak ada, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar di

sekolah.

2.1.4 Hakikat Pembelajaran IPA SD

IPA Menurut Polo dan Marten dalam Srini M. Iskandar (1997: 15)

untukanak-anak didefinisikan mengamati apa yang terjadi, mencoba memahami

apa yang diamati, menggunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang

akan terjadi, dan menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk

melihat apakah ramalan tersebut benar. Jadi, IPA berguna untuk menuntun anak

berpikir secara ilmiah dari kejadian-kejadian alam yangterjadi di sekitarnya,IPA

adalah pelajaran yang penting karena ilmunya dapat diterapkan secara langsung

dalam masyarakat.

IPA Menurut Srini M. Iskandar (1997: 15) perlu diajarkan bagi anak-

anak sesuai dengan struktur kognitif anak. Pembelajaran IPA di SD diharapkan

dapat melatih keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa, maka hendaknya

dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitif SD. Selain itu, Srini

M. Iskandar (1997: 16) menyampaikan beberapa alasan pentingnya mata

pelajaran IPA yaitu, IPA berguna bagi kehidupan atau pekerjaan anak

dikemudian hari, bagian kebudayaan bangsa, melatih anak berpikir kritis, dan

mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi dapat membentuk

pribadi anak secara keseluruhan. Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E.

Kaligis (1992: 6) tujuan pengajaran IPA bagi Sekolah Dasar adalah memahami

alam sekitar, memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu (keterampilan

proses) dan metode ilmiah, memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam

sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, dan memiliki bekal

pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

18

Pembelajaran IPA yang dilaksanakan bagi siswa SD harus memenuhi

hakikat IPA. Hakikat IPA memiliki tiga komponen, yaitu sains sebagai produk,

sains sebagai proses, dan sains sebagai sikap ilmiah (Patta Bundu,2006: 11).

Jadi, pembelajaran IPA harus melingkupi hakikat IPA yangmemiliki tiga

komponen tersebut. Selain itu, pelajaran IPA dalam pengembangannya untuk

anak usia SD harus disesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan

kognitifnya. Pembelajaran IPA harus menerapkan proses ilmiah. Pembelajaran

harus berlangsung menggunakan proses-proses yang telah digunakan oleh

parailmuwan IPA. Proses-proses tersebut dinamakan keterampilan proses.

Untuksiswa SD, keterampilan proses dapat dikembangkan dengan

mengembangkanketerampilan mengamati, mengelompokkan, mengukur,

mengkomunikasikan,meramalkan, dan menyimpulkan. Selama siswa melakukan

kegiatan ilmiah, dalam pembelajaran IPA diharapkan dapat menemukan suatu

pengetahuan baru yang disebut denganproduk ilmiah. Melalui proses ilmiah,

siswa diharapkan dapat mempelajari pengetahuan-pengetahuan tentang IPA.

Produk ilmiah yang berupa konsep,hukum, dan teori untuk anak usia SD sudah

disusun dalam kurikulum. Didalam kurikulum sudah dijelaskan mengenai

Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator yang harus dicapai oleh

siswa. Pembelajaran yang menerapkan proses ilmiah akan membentuk suatu

sikap yang disebut sikap ilmiah. Agar pengetahuan IPA yang didapat adalah

pengetahuan yang benar, maka siswa-siswi harus menerapkan sikap ilmiah.

Sikap ilmiah tersebut meliputi ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur.

Hasil Belajar IPA

Hasil belajar IPA adalah segenap perubahan tingkah laku yang

terjadi pada siswa dalam bidang IPA sebagai hasil mengikuti proses

pembelajaran IPA(Patta Bundu, 2006: 19). Hasil belajar biasanya dinyatakan

dengan skor yang diperoleh dari satu tes hasil belajar yang diadakan setelah

selesai mengikuti suatu program pembelajaran. Hal ini sesuai dengan dimensi

hasil belajar yang terdiri atas dimensi tipe isi (produk), dimensi tipe kinerja

(proses), dan dimensi tipe sikap (sikap ilmiah). Penguasaan produk ilmiah

19

mengacu pada seberapa besar siswa mengalamiperubahan dalam pengetahuan

dan pemahamannya tentang IPA baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum,

maupun teori. Aspek produk IPA dalam pembelajaran di sekolah dikembangkan

dalam pokok-pokok bahasan yang menjadi target program pembelajaran yang

harus dikuasai. Aspek produk seperti fakta, konsep, dan prinsip, hukum,

maupun teori sering disajikan dalam bentuk pengetahuan yang sudah jadi.

Penguasaan proses ilmiah mengacu pada sejauh mana siswa mengalami

perubahan dalam kemampuan proses keilmuwan yang terdiri atas keterampilan

proses sains dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Untuk tingkat

pendidikan dasar di SD maka penguasaan proses sains difokuskan pada

keterampilan proses sains dasar (basic science process skills) yang meliputi

keterampilan mengamati (observasi), menggolongkan (klasifikasi), menghitung

(kuantifikasi), meramalkan (prediksi), menyimpulkan (inferensi),dan

mengkomunikasikan (komunikasi).

Penguasaan sikap ilmiah atau sikap sains merujuk pada sejauh mana

siswa mengalami perubahan dalam sikap dan sistem nilai dalam proses

keilmuwan. Sikap ilmiah sangat penting dimiliki pada semua tingkatan

pendidikan. Sains adalah hasrat ingin tahu, menghargai kenyataan (fakta dan

data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi kritis dan hati-hati, tekun, ulet,

tabah,kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap

lingkungan sekitar, bekerja sama dengan orang lain.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang menggunakan model pembelajaran TPS ini pernah dikaji

oleh Mastuti, Endah Neni (2009) “ Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Dengan

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS ) Pada Siswa Kelas

VIII D SMP Negeri 2 Gondang Sragen Tahun Pelajaran 2008 / 2009 ”. Hasil dari

penelitian Pengukuran kemampuan siswa dilakukan sesuai ranah pembelajaran

yaitu ranah kognitif (postes) dan ranah afektif (minat siswa) yang diperoleh dari

nilai rata-rata siswa dalam tiap siklus. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I (ranah kognitif = 6,3 atau meningkat

20

sebesar 0,4 dari nilai awal; ranah afektif = 25,486 (termasuk kategori kurang

berminat). Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II (ranah kognitif = 7,1 atau

meningkat sebesar 0,7 dari siklus I; ranah afektif = 35,546 (termasuk kategori

cukup berminat) atau meningkat sebesar 10,06 dari siklus I)). Rata-rata hasil

belajar pada siklus III (ranah kognitif pada siklus III = 7,9 atau meningkat sebesar

0,8 dari siklus II; ranah afektif = 45,459 (termasuk kategori berminat) atau

meningkat sebesar 9,91 dari siklus II. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan hasil belajar

biologi siswa kelas VIIID SMP Negeri 2 Gondang Sragen Tahun Pelajaran

2008/2009.

Sholikhah, Miftakhush (2009) dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Inovatif TTW (Think-Talk- Write)” Dengan Menyertakan Hand

Out Terhadap Hasil Belajar Struktur Dan Fungsi Jaringan Tumbuhan Pada Siswa

Kelas VIII A Semester Genap SMP Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun Ajaran

2008/2009.Hasil dari penelitian Sholikhah menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan hasil belajar siswa. Sebelum tindakan rata-rata hasil belajar kognitif

siswa sebesar 4,74, rata-rata pada siklus I meningkat menjadi 5,82, dengan nilai

afektif 27,10 (kurang berminat). Rata-rata pada siklus II meningkat menjadi 7,29

dengan nilai afektif 34,76 (cukup berminat). Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran TTW dengan menyertakan hand out dapat

memperbaiki aspek kognitif, hal ini didukung dengan peningkatan hasil belajar

biologi sebesar 0,5 point atau 5% pada siswa kelas VIII A SMP Muhammadiyah 2

Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009.

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran IPA dalam setiap satuan pendidikan selalu dianggap sebagai

suatu mata pelajaran yang Sulit oleh sebagian besar siswa, hal ini disebabkan oleh

berbagai faktor dalam proses pembelajaran, salah satu faktor yang paling dominan

yaitu penggunaan model pembelajaran seperti pendekatan, metode, dan teknik

yang tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik dan teknik penyampaian suatu

metode yang selalu monoton dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA

21

sehingga sangat sulit ditangkap oleh peseta didik. Oleh karena itu, dalam proses

pembelajaran guru hendaknya melakukan modifikasi pembelajaran, khususnya

pada mata pelajaran IPA dengan tujuan untuk memotivasi siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi internal peserta didik, sebab motivasi internal ini

merupakan faktor utama yang paling kuat yang mampu mendorong peserta didik

untuk belajar secara terus menerus hingga sampai kepada arah tujuan

pembelajaran yang lebih terarah dan lebih baik. Di samping itu, modifikasi suatu

proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran seperti

pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik

peserta didik dapat meningkatkan gairah belajar, dapat meningkatkan rasa ingin

tahu yang tinggi pada diri peserta didik sehingga peserta didik dengan sendirinya

akan melakukan usaha eksplorasi pengetahuan untuk memenuhi rasa keingin

tahuannya. Dengan modifikasi pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan

pembelajaran cooperative learning tipe think pair share disertai pemanfaatan

audio visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA

kelas 4 SD Sidorejo Lor 06 Tahun Pelajaran 2012/2013.

Dalam hal ini pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan

pembelajaran cooperative learning tipe think pair share disertai pemanfaatan

audio visual diharapkan dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan hasil belajar

siswa khususnya pada mata pelajaran IPA, karena pendekatan pembelajaran ini

memberikan suatu pengalaman nyata di lingkungan masyarakat yang dapat

dialami di dalam kelas, pembelajaran dapat diperoleh dari teman sebaya yaitu

dengan berkelompok, berpikir bersama, berpasangan, dan saling berbagi antar

teman kelompok, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain,

sehingga menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. Dengan

demikian penerapan pendekatan pembelajaran cooperative learning tipe think pair

share diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun gambaran

bagan dari perencanaan pembelajaran di atas dan dijelaskan sebagai berikut :

22

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis Penelitian Tindakan

Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk lebih terarahnya dan

jelasnya tujuan penelitian ini, maka perlu dirumuskan jawaban sementara dari

pokok permasalahan yang diajukan di atas. Rumusan hipotesis yang dapat

diajukan dalam penelitian ini adalah “Jika dalam proses pembelajaran diterapkan

model Cooperative Learning tipe Think Pair Share dengan media audio visual

maka hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Sidorejo Lor 06 Tahun Pelajaran

2012/2013 meningkat.

PEMBELAJARAN TPS DISERTAI PEMANFAATAN

MEDIA AUDIO VISUAL

Siswa Aktif

Berpikir bersama dalam berkelompok

Siswa Kreatif

Pembelajaran yang nyaman dan

menyenangkan

Siswa Fokus Rasa ingin tahu

Hasil Belajar Meningkat

23