BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka -...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah
diartikan sebagai tengah, atau pengantar. Media sebagai pengantar memiliki
makna penggabung antara dua pihak, yaitu antar sumber pesan dengan
penerima pesan atau informasi. Oleh karena itu, media pembelajaran berarti
sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada
penerima pesan.
Associated for Educational Communications and Technology (AECT,
1977) (dalam Sri Anitah 2008) mendefinisikan media sebagai segala bentuk
yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Arief S. Sadiman, Rahardjo,
Anung Haryono, Rahardjito (2002) menyatakan bahwa “segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”. Sejalan dengan itu Gagne &
Briggs : 1975 (dalam Arsyad, 2011) secara implisit mengatakan bahwa media
pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan
isi materi pengajaran, yang terjadi antara lain buku, tape recorder, kaset, video
camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai, foto, gambar, grafik,
televisi, dan komputer.
a. Konsep Gambar Seri (Media Visual)
Kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk
jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah
(antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat. Sri Anitah (2008)
menyatakan bahwa media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat,
6
atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan
pembelajar menerima pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
Media gambar seri adalah urutan gambar yang mengikuti suatu
percakapan dalam hal memperlakukan atau menyajikan arti yang terdapat
pada gambar. Alasan digunakannya media gambar seri adalah agar media
tersebut dapat menyajikan suatu kejadian peristiwa kronologis dengan
menghadirkan orang, benda, dan latar. (http://karya-ilmiah.um.ac.id/-
index.php/sastra-indonesia/articel/view/1448)
Dari penjelasan diatas jelaslah bahwa media gambar seri masuk
dalam bagian media visual yang memungkinkan seorang guru dapat
menggunakannya sebagai media didalam menyampaikan pesan pem-
belajaran agar pesan yang disampaikan lebih mudah dipahami. Salah satu
penyampaian pesan ini yaitu dengan menggunakan gambar seri didalam
pembelajaran tematik untuk mengefektifkan hasil belajar siswa.
Syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan media gambar
antara lain: 1) Harus autentik yaitu gambar haruslah secara jujur
melukiskan situasi seperti kalau orang melihat benda sebenarnya, 2)
Sederhana yaitu komposisinya hendaklah cukup jelas menunjukkan poin-
poin pokok dalam gambar, 3) Ukuran relative yaitu gambar dapat
membesarkan atau memberkecilkan objek/benda sebenarnya.
b. Manfaat, Kelebihan dan Keterbatasan Gambar Seri (Media Visual)
Gambar seri sebagai media visual memiliki beberapa manfaat
seperti yang dikemukakan oleh Sri Anitah (2008) sebagai berikut: 1)
Menimbulkan daya tarik bagi pelajar, 2) Mempermudah pengertian
pebelajar, 3) Memperjelas bagian-bagian yang penting, 4) Menyingkat
suatu uraian panjang.
Media gambar dalam penggunaannya memiliki kelebihan dan
kekurangan seperti yang dikemukakan oleh Arief, dkk (2002), kelebihan
media gambar sebagai berikut: 1) Sifatnya konkrit yaitu gambar lebih
7
realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal
semata, 2) Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, 3) Media
gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita, 4) Dapat
memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia
berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpaham-
an, 5) Murah harganya dan gampang didapat serta digunakan.
2.1.2 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang
mengkaji kehidupan sosial yang bahannya didasarkan pada kajian sejarah
geografis, ekonomi, sosiologi antropologi dan tata negara (Syafrudin
Nurdin, 2005). Somantri, 2001 (dalam Supriya, 2009) mengemukakan
bahwa “Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan
humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan pendagogis-psikologis untuk tujuan
pendidikan” Paradigma pembelajaran IPS tidak hanya berkutat pada
ranah kognitif melainkan afektif dan psikomotor, hal ini tidak terlepas
dari karakteristik pembelajaran IPS seperti dijelaskan oleh S. Nasution,
1989 dalam Soebijantoro (2011) bahwa:
Pendidikan IPS ialah suatu program pendidikan yang mengkaji manusia dalam lingkungan alam fisik maupun lingkungan sosialnya dimana materi kajiannya diperoleh dari berbagai ilmu sosial seperti geografi, penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, termasuk di dalamnya sosiologi, sejarah ekonomi, antropologi politik psikologi.
IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu
sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis
untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan
pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila.
8
b. Tujuan Pengajaran IPS
Hasan (dalam Syafruddin Nurdin, 2005) mengemukakan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir, sikap dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sebagai
sosial budaya. Gross, 1978 (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2007)
menyebutkan bahwa “tujuan pendidikan IPS adalah untuk mem-
persiapkan mahasiswa menjadi warga negara yang baik dalam ke-
hidupannya di masyarakat”. Depdikbud, 1995 (dalam Syafruddin Nurdin,
2005) menyebutkan tujuan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu:
….untuk mengembangkan sikap dan keterampilan, cara berpikir dan kreatif siswa dalam melihat hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, manusia dengan penciptanya dalam rangka mewujudkan manusia yang berkualitas yang mampu membangun dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas pengembangan bangsa dan negara serta ikut bertanggung jawab terhadap perdamaian dunia.
Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan
dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat minat
kemampuan dan lingkungannya serta berbagai bekal bagi siswa untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2.1.3 Keaktifan Siswa
a. Pengertian Keaktifan
Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Acep,
dkk, 2010) berarti giat (berusaha, kerja) sedangkan keaktifan sebagai hal
atau keadaan dimana siswa dapat aktif.
9
Nawani Elfatru (2010) berpendapat bahwa keaktifan adalah
kegiatan atau aktifitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-
kegiatan yang terjadi baik secara fisik maupun non fisik.
Belajar aktif adalah suatu system belajar mengajar yang
menekankan keaktifan peserta didik secara fisik, mental intelektual dan
emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan
aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan peserta didik,
dimana peserta didik adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan,
sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan.
Menurut Nawani Elfatru (2010) keaktifan peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan apabila :
1. Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada peserta didik.
2. Guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam
belajar.
3. Tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal peserta
didik (kompetensi dasar).
4. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas
peserta didik, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai
peserta didik yang kreatif dan mampu menguasai konsep- konsep.
5. Melakukan pengukuran secara kontinyu dalam berbagai aspek
pengetahuan, sikap dan keterampilan.
b. Faktor- faktor yang mempengaruhi keaktifan siswa
10
Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat
merangsang dan mengembangkan bakat yang di milikinya, peserta didik
juga dapat berlatih untuk berpikir kritis dan dapat memecahkan
permasalahan- permasalahan dalam kehidupan sehari- hari.
Gegne Briggs (dalam Nawawi Elfatru, 2010) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik
dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga
mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta
didik).
3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik.
4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan di
pelajari).
5. Memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya.
6. Memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran.
7. Member umpan balik (feed back)
8. Melakukan tagihan-tagihan terhadap peserta didik berupa tes, sehingga
kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur.
9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.
c. Indikator Keaktifan
Ada beberapa indikator keaktifan siswa, antara lain:
1. Keaktifan siswa dalam kerjasama kelompok.
2. Keberanian siswa dalam menyatakan pendapat.
3. Menjawab pertanyaan yang di ajukan guru dan teman kelompok lain.
4. Keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan.
11
5. Keberanian siswa dalam menanggapi gagasan.
2.1.4 Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Howard L. Kingsley (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi
Belajar; Rineka Cipta; 1999) mendefinisikan belajar adalah proses
dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau
latihan. Drs. Slameto (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka
Cipta; 1999) mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di
dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut James O. Whittaker
(Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar
adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman.
Robert M. Gagne dalam buku the conditioning of learning
mengemukakan bahwa Learning is change in human disposition or
capacity, wich persists over a period time, and which is not simply
ascribable to process a groeth. Menurut pengertian ini belajar adalah
perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara
terus menerus, bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja.
Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri
dan faktor dalm diri dan keduanya saling berinteraksi.
Selain itu menurut Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau
psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
ketrampilan, nilai dan sikap. Sedangkan menurut Cronchbach (Djamarah,
Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) belajar adalah suatu
12
aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.
b. Prinsip Belajar
Menurut Slameto (2002) calon guru atau pembimbing seharus-
nya sudah dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, yaitu prinsip
belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda,
dan oleh setiap siswa secara individual. Prinsip-prinsip belajar itu sebagai
berikut:
Berdasarkan prasyarat yang dilakukan untuk belajar yaitu 1)
Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkat-
kan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional; 2)
Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat
pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional; 3) Belajar perlu
lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan
kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif; 4) Belajar perlu
ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
Sesuai hakekat belajar yaitu 1) Belajar itu proses kontinyu, maka
harus tahap demi tahap menurut perkembangannya; 2) Belajar adalah
proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery; 3) Belajar adalah
proses kontinguitas (hubungan anatara pengertian yang satu dengan
pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan.
Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan.
Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari yaitu 1) Belajar
bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian
yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya; 2)
Harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan
instruksional yang harus dicapai.
Berdasarkan syarat keberhasilan belajar yaitu 1) Belajar
memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan
13
tenang; 2) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa.
Prinsip-prinsip belajar tersebut diatas dapat membantu siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan tujuan agar siswa mampu
mengatur waktu, membuat jadwal dan konsentrasi dalam mengikuti
pelajaran sehingga akan membuahkan hasil yang maksimal.
c. Ciri-ciri Belajar
Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku sehingga menurut
Djamarah (2002) belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Belajar
adalah perubahan yang terjadi secara sadar; 2) Perubahan dalam belajar
bersifat fungsional; 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif;
4) Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara; 5) Perubahan dalam
belajar bertujuan atau terarah; 6)Perubahan mencakup seluruh aspek
tingkah laku.
Menurut aliran Humanis bahwa setiap orang menentukan sendiri
tingkahlakunya. Orang bebas memilih sesuai dengan kebutuhannya.
Tidak terikat pada lingkungan. Hal ini sesuai dengan Wasty Sumanto
yang dikutip dari Darsono (2000) bahwa tujuan pendidikan adalah
membantu masing-masing individu untuk mengenal dirinya sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada pada diri masing-masing. Menurut pandangan
dan teori Konstruktivisme (Sardiman, 2006) belajar merupakan proses
aktif dari si subyek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah
tes, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan
prosesmengasimilasi dan menghubungkan dengan pengalaman atau
bagian yangdipelajarinya dari pengertian yang dimiliki sehingga
pengertiannya menjadi berkembang.
Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa ciri atau prinsip dalam
belajar menurut Paul Suparno seperti dikutip oleh Sardiman (2006) yang
14
dijelaskan sebagai berikut: 1) Belajar mencari makna. Makna diciptakan
siswa dari apa yang mereka lihat,dengar, rasakan, dan alami; 2)
Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus; 3) Belajar bukanlah
kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembang-
an pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah
hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri; 4) Hasil belajar
dipengaruhi oleh pengalaman subyek belajar dengan dunia fisik dengan
lingkungannya; 5) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah
diketahui si subyek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses
interaksi dengan bahan yangtelah dipelajari.
d. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), hasil belajar merupakan
hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.
Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental
yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat
perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupak-
an saat terselesikannya bahan pelajaran.
Definisi hasil belajar menurut Hamalik (2002); Hasil belajar
tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang
dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan sikap dan
keterampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan
pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan
dan sebagainya.
Menurut pemikiran Gagne (dalam Agus Suprijono, 2009), hasil
belajar berupa: 1) informasi verbal yaitu kapibilitas mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis; 2)
15
keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang; 3) strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri; 4) keterampilan motorik yaitu
kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan
koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; dan 5) sikap
adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian
terhadap obyek tersebut.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan,
baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom. Menurut Bloom (dalam
Agus Suprijono, 2009), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik)
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut
kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif
tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari
aspek penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Aspek psikomotorik terdiri dari
aspek gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan
perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif (Nana Sudjana, 2010).
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Di
antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai
oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa
dalam menguasai isi bahan pengajaran.
16
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan bukan
hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.
2.2 Kerangka Berfikir
Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Penggunaan media gambar seri
dapat dijadikan alternatif sebagai bentuk upaya guru dalam meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS tematik kelas IV
dengan tema lingkungan. Media gambar seri (media visual) adalah media yang
hanya mengandalkan indera penglihatan. Media visual ini ada yang
menampilkan gambar diam seperti film strip (Film rangkai), slide (film
bingkai), foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Adapun media visual yang
menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, film kartun.
Media Seri Bergambar merupakan media pembelajaran yang
berorientasi pada aktivitas siswa dalam memahami dan menggambarkan
kondisi apa yang akan dijelasan. Dalam aktivitasnya, siswa mencari informasi
mengemukakan informasi dalam gambar tersebut. Hal yang menjadi perhatian
peneliti dalam melaksanakan media ini adalah efektivitas keaktifan siswa dan
sebagai ujung pembelajaran berupa hasil belajar. Dari uraian tersebut dapat
dibuat suatu kerangka berpikir sebagai berikut:
17
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian
secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi kebenarannya.
Berdasarkan uraian kajian pustaka dan kerangka pemikiran dapat diambil
hipotesis sebagai berikut.
Dengan menerapkan media gambar seri pada pembelajaran IPS di
kelas IV SDN 1 Temuireng Kecamatan Jati Kabupaten Blora maka diduga
keaktifan dan hasil belajar siswa akan lebih meningkat.
Hasil Belajar Rendah
Keaktifan Belajar Rendah
Penerapan media gambar seri :
1. Siswa berpikir menemukan ide atau informasi dari gambar.
2. Siswa mengemukakan pendapat/ide dari gambar.
3. Siswa berbagi atas hasil ide yang diberikan
Peningkatan hasil belajar dan keaktifan belajar