BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorieprints.umm.ac.id/37188/3/jiptummpp-gdl-titihanday-47126...10...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teorieprints.umm.ac.id/37188/3/jiptummpp-gdl-titihanday-47126...10...
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori penelitian ini meliputi metode pembelajaran, pengertian
metode Discovery Learning, pelaksanaan pembelajaran metode Discovery
Learning, kelebihan dan kekurangan metode Discovery Learning, hasil belajar,
dan hasil penelitian yang relevan.
2.2 Matematika
2.2.1 Pengertian Matematika
Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika tersebut,
dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda-beda.
Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara para matematikawan,
apa yang dimaksud dengan matematika itu. Sasaran pembelajaran matematika
tidaklah kongkret, tetapi abstrak dengan cabang-cabangnya semakin lama semakin
berkembang dan bercampur (Karso, 2009:37).
lstilah matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau manthenein
yang artinya mempelajari, namun diduga kata itu ada hubungannya dengan kata
Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya kepandaian, ketahuan, atau
intelegensi (Karso, 2009:38). Jadi berdasarkan etimologis, perkataan matematika
berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.
Matematika dapat ditinjau dari segala sudut dan dapat memasuki seluruh
segi kehidupan manusia.Jelasnya, matematika mencakup bahasa, yaitu bahasa
11
matematika.Melalui matematika dapat dilatih berfikir secara logis, dan dengan
matematika ilmu pengetahuan lainnya bisa berkembang dengan cepat.Namun
demikian, untuk mengetahui apakah matematika itu, seorang harus mempelajari
sendiri ilmu matematika itu, yaitu dengan mengkaji dan mengerjakannya.
a. Matematika sebagai ilmu deduktif Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, yaitu
proses pengerjaan matematis harus bersifat deduktif. Ini berarti bahwa matematika
tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif) tetapi harus
berdasarkan pembuktian deduktif. Namun demikian untuk membantu pemikiran
serta untuk mencari kebenaran bisa dimulai dengan cara induktif dan selanjutnya
generalisasi yang benar harus bisa dibuktikan secara deduktif (Karso, 2009:39).
b. Matematika sebagai ilmu terstruktur Konsep-konsep matematika tersusun
secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling
sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Dalam matematika
terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk menemani topik atau
konsepkonsep selanjutnya (Astitirahayu, 2012:68).
c. Matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu Matematika sebagai ratunya ilmu
dimaksudkan bahwa matematika merupakan sumber ilmu yang lain. Banyak
ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika.
Oleh sebab itu, matematika berfungsi untuk melayani ilmu pengetahuan.
Dengan demikian matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri
juga melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan
operasionalnya (Astitirahayu, 2012:68).
d. Matematika sekolah Pada penelitian ini matematika yang dimaksud adalah
matematika sekolah. Dalam kurikulum pendidikan dasar, matematika sekolah
12
adalah matematika yang diajarkan pada pendidikan dasar dan menengah.
Matematika sekolah terdiri atas bagian matematika yang dipilih guna
menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi
siswa serta berpadu kepada perkembangan iptek yang berfungsi sebagai salah
satu unsur masukan instrumental yang memiliki obyek dasar abstrak dan
berlandaskan kebenaran konsistensi, dalam sistem proses belajar dan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.2.1.1 Pembelajaran Matematika
Menurut Cobb (dalam Suherman, 2003: 71) pembelajaran matematika sebagai
proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan
matematika. Menurut (Rahayu 2007:2) hakikat pembelajaran matematika adalah proses
yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang
memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan
pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan
mencari pengalaman tentang matematika.
Sedangkan menurut Para ahli psikologi dan ahli pendidikan memberikan
pengertian mengajar yang berbeda-beda rumusannya.Menurut (Gulo 2002:23)
mengajar adalah usaha untuk memberi ilmu pengetahuan dan usaha untuk melatih
kemampuan.
Pembelajaran matematika, menurut Bruner (Herman Hudoyo, 1998:56) adalah
belajar tentang konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang
dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika di dalamnya.
Erman Suherman (1986:55) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran matematika
13
para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang
sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek.
Pembelajaran matematika hendaknya disesuaikan dengan konsep atau
pokok bahasan. Selain itu proses pembelajaran matematika harus memperhatikan
interaksi yang edukatif antara guru dan siswa untuk mendapatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang telah dirumuskan dalam tujuan pendidikan. Sebab
penyelenggaraan pembelajaran matematika tidaklah mudah karena fakta
menunjukkan bahwa para siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari
matematika.Untuk itu, agar pembelajaran matematika sesuai dengan harapan
maka perlu kiranya dibedakan antara matematika dan matematika sekolah.(dalam,
Ebbutt dan Straker Depdiknas, 2006).
Adapun pengertian dari matematika sekolah sebagai berikut :
1) Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan. Implikasi
pandangan ini terhadap pembelajaran matematika adalah guru perlu:
(a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan penemuan
dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan.
(b) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan
berbagai cara.
(c) Mendorong siswa untuk menemukan adanya uratan, perbedaan
perbandingan, pengelompokan, dan sebagainya.
(d) Mendorong siswa untuk menarik kesimpulan umum.
(e) Membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian
satu dengan yang lainnya
14
2) Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan
penemuan. Implikasi pandangan ini terhadap pembelajaran matematika adalah
guru perlu:
(a) Mendorong inisiatif siswa dan memberikan kesempatan berpikir berbeda
(b) Mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah
dan memperkirakan
(c) Menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat dari
pada menganggapnya sebagai kesalahan
(d) Mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika
(e) Mendorong siswa berpikir refleksif
(f) Tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.
3) Matematika sebagai pemecah masalah (problem solving). Implikasi pandangan
ini terhadap pembelajaran matematika adalah guru perlu:
(a) Menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya
persoalan matematika
(b) Membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan cara
sendiri
(c) Membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk
memecahkan persoalan matematika
(d) Mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan
mengembangkan sistem dokumentasi / catatan
(e) Membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai
alat peraga / media pendidikan matematika seperti : jangka, penggaris,
kalkulator, dan sebagainya.
15
4) Matematika sebagai alat komunikasi. Implikasi pandangan ini terhadap
pembelajaran matematika adalah guru perlu:
(a) Mendorong siswa mengenal sifat-sifat matematika
(b) Mendorong siswa membuat contoh sifat matematika
(c) Mendorong siswa menjelaskan sifat matematika
(d) Mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika,
(e) Menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika
(Phitopank, 2012).
Sampai saat ini matematika seringkali dihubungkan dengan sesuatu yang
membosankan dan sangat sulit dipahami.Matematika seringkali dihubungkan dengan
kebosanan, keengganan, kegagalan, dan ketakutan.Bagi sebagian anak yang duduk di
sekolah dasar, bahkan orang tua yang terlibat dalam pendidikan anaknya beranggapan
bahwa pelajaran matematika memang dapat memusingkan kepala karena banyak
aturan yang harus dipahami.Sikap negatif siswa SD pada matematika ini sangat tidak
kondusif demi tercapainya tujuan pembelajaran matematika.
Namun kondisi ini bukan untuk dihindari, karena kondisi ini tidak berarti
bahwa matematika tidak dapat diajarkan pada siswa SD, tetapi perlunya
penyelesaian yang tepat agar secara perlahan-lahan rasa ketakutan siswa SD dapat
hilang atau paling tidak dikurangi.
Untuk itu perlunya mempelajari karakteristik siswa SD, sehingga dapat
mengembangkan metode pembelajaran yang tepat bagi siswa SD. Untuk
mengurangi timbulnya ketakutan pada matematika perlu dilakukan pembelajaran,
terlalu cepat atau abstrak akan bisa mengakibatkan timbulnya sikap yang negatif
yang diakibatkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan dari
belajar matematika (Soedjono, 2000:47).
16
Untuk menciptakan kecintaan terhadap matematika metode pengajaran
matematika perlu diubah, metode yang saat ini lebih banyak menghafal jalan
penyelesaian dan jauh dari pemahaman harus didekatkan pada kasus-kasus nyata
yang dapat melatih logika siswa.Untuk itu perlu dipikirkan sistem pembelajaran
yang menyenangkan dan sesuai untuk siswa.
Hal ini intinya perlu dipikirkan pembelajaran yang menyenangkan agar dapat
mencerdaskan siswa, yang tidak terlalu membebani siswa sehingga tidak membuat
siswa menjadi tertekan. Untuk membuat suasana belajar mengajar dalam matematika,
yaitu: (a) Perlu suasana pengajaran matematika yang lebih rileks; (b) Memberi stimulus
yang tidak menimbulkan rasa takut” (Soedjono, 2000:48).
2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Matematika
Menurut Sholeh, 2000, dalam bukunya yang berjudul “Pokok-Pokok
Pengajaran Matematika di Sekolah” yang mempengaruhi ketidakberhasilan siswa
dalam belajar matematika adalah sebagai berikut:
a. Siswa tidak menangkap konsep dengan baik Siswa belum sampai ke konsep
abstraksi, masih dalam dunia konkret. Siswa hanya sampai ke pemahaman
instrumen (instrumental understanding), yang hanya tahu contoh-contoh tetapi
tidak dapat mendeskripsikanya. Siswa belum sampai ke pemahaman relasi
(relation understanding), yang dapat menjelaskan hubungan antar konsep.
Akibatnya semakin kesulitan dalam memahami konsep-konsep lainnya yang
diturunkan dari konsep terdahulu yang belum dikuasi tadi. Jalan pintasnya
siswa memberi pengertian sendiri konsep itu, ini disebut miskonsepsi.
17
b. Siswa tidak menangkap arti dari lambang-lambang Siswa hanya dapat
menuliskan atau mengucapkan tanpa dapat menggunkannya. Akibatnya, semua
kalimat matematika menjadi tidak berarti baginya. Jalan pintasnya, siswa
memanipulasi sekehendakanya lambang-lambang itu.
c. Siswa tidak memahami asal-usul suatu prinsip Siswa tahu apa rumusnya dan
bagaimana menggunakannya tetapi tidak tahu mengapanya. Akibatnya, siswa
tidak tahu dimana atau dalam konteks apa prinsip itu digunakan.
d. Siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur Ketidaklancaran
menggunakan operasi dan prosedur terdahulu, berpengaruh lagi pada
pemahaman prosedur berikutnya.
e. Ketidaklengkapan pengetahuan Hal ini dapat menghambat kemampuan siswa
untuk memecahkan masalah matematika. Sementara itu, pelajaran terus
berjalan secara berjenjang (Sholeh, 2000:21).
2.3 Discovery Learning
2.3.1 Pengertian Discovery Learning
Metode penemuan adalah terjemahan dari Discovery. Menurut Sund
(dalam Suryosubroto, 2002:193), Discovery Learning adalah proses mental
dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Yang
dimaksudkan dengan proses mental tersebut adalah sebagai berikut: mengamati,
mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Suatu konsep misalnya: segi
tiga, panas, demograsi dan sebagainya, sedangkan yang dimaksud dengan prinsip
antara lain: logam apabila dipanaskan akan mengembang dalam teknik ini siswa
dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru
hanya membimbing dan memberikan instruksi kepada siswa.
18
Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learning siswa (belajar sendiri)
itu, sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher learning
menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery
learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan
mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan
mencoba sendiri. Agar siswa dapat belajar sendiri.
Penggunaan metode Discovery ini berusaha meningkatkan aktivitas
mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Maka metode ini memiliki keuntungan
sebagai berikut:
a. Metode ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak
kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif atau
pengenalan.
b. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual
sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa.
c. Metode ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang
dan maju sesuai dengan kernampuannya masing-masing.
d. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi
yang kuat untuk belajar lebih giat.
e. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Menurut Hudojo (2003:123) metode Discovery Learning (penemuan)
merupakan suatu cara penyampaian topik-topik, sedemikian hingga proses belajar
memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur melalui
serentetan pengalaman-pengalaman belajar lampau.Keterangan-keterangan yang
19
harus dipelajari itu tidak disajikan di dalam bentuk akhir, siswa diwajibkan
melakukan aktivitas mental sebelum keterangan yang dipelajari itu dapat dipahami.
Penyampaian materi pengajaran siswa tidak diberitahukan sebelumnya sehingga
sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa metode discovery sengaja dirancang untuk meningkatkan keaktifan siswa
yang lebih besar, berorientasi pada proses, untuk menemukan sendiri informasi yang
diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional. Metode discovery berorientasi pada
proses dan hasil secara bersama-sama. Kegiatan pembelajaran semacam ini
menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran, guru hanya berperan sebagai
fasilitator untuk mengatur jalannya pembelajaran. Proses pembelajaran yang
demikian membawa dampak positif pada pengembangan kreativitas berpikir siswa.
Menurut Joyce & Weil (2002:199) keuntungan metode penemuan adalah
akan membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan kebutuhan
keterampilan untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan mencari jawaban dari
keingintahuannya. Trowbridge & Bybee (2004:212) membagi metode penemuan
menjadi 2 jenis yaitu: (1) penemuan terbimbing (guided inquiry); (2) penemuan
bebas (free inquiry). Penemuan terbimbing, guru menyediakan data dan siswa
diberi pertanyaan atau masalah untuk membantu mereka mencari jawaban,
kesimpulan generalisasi dan solusi. Pada penemuan bebas murid merencanakan
solusi, mengumpulkan data dan selebihnya sama dengan penemuan terbimbing.
Metode pembelajaran penemuan dapat dipandang sebagai suatu belajar
yang terjadi apabila siswa tidak diberikan dengan konsep atau teori, melainkan
siswa sendiri yang harus mengelola dan melakukan penemuan sehingga dapat
menemukan konsep atau teori itu.
20
Metode discovery learning merupakan metode penemuan terbimbing atau
terpimpin yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh siswa berdasarkan
petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk diberikan pada umumnya dalam bentuk
pertanyaan terbimbing (Ali, 2004:84).
Peneliti berpendapat bahwa metode Discovery Learning adalah metode
pembelajaran yang cukup efektif untuk memancing imajinasi dan kreativitas
siswa. Metode Discovery Learning dalam kegiatan pembelajaran menuntun siswa
untuk menemukan suatau konsep dan pengalaman pembelajaran sendiri. Dengan
melakukan kegiatan pembelajaran sendiri, yang tetap dalam pengawasan guru
dengan sendirinya siswa akan melatih otak kanan dan kiri bekerja dengan baik.
Siswa melakukan praktek sesuatau hal yang pada akhirnya, tanpa disadari siswa
telah medapat banyak ilmu.
Metode Discovery Learning sangat mudah dipraktekkan dalam
pembelajaran terutama pada materi yang berkaitan langsung dengan kegiatan
sehari-hari. Pada penelitian ini, peneliti memanfaatkan metode Discovery
Learning sebagai metode pembelajaran dalam menyampaikan materi tentang
“Úang”. Siswa akan mempraktekkan langsung jual beli, dan menghitung uang
sendiri, dari kegiatan ini siswa akan menemukan pengalaman dan pengetahuan
yang baru. Setelah kegiatan selesai peneliti sebagai guru memberikan penguatan
materi.
2.3.2 Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Bell, (2001:78) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari
pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
21
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak
siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola
dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan
(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
mneggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-
keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui
penemuan lebih bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam
beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di
sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan
karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang
dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak
mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan
22
pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam
situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai
salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar
berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri,
kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata Humairoh, (2015:42)
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Discovery Learning
2.3.3.1 Kelbihan Metode Discovery Learning
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh
Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan
kemampuan untuk menemukan hasil akhir
2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri
proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih
lama diingat;
3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong
ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan
lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks
5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
2.3.3.2 Kekurangan Metode Discovery Learning
Adapun kekurangan model pembelajaran discovery-inquiry ini
dikemukakan oleh Suryosubroto (2002:201) adalah:
23
1. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar
ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya
mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang
abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian
dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil
penemuan dalam bentuk tertulis.
2. Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya
sebagian besar waktu dapat hilang, karena membantu seorang siswa
menemukan teori-teori atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk
kata-kata tertentu.
3. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan
guru dan siswa yang sudah biasa dengan pembelajaran secara
tradisional.
4. Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk
mencoba ide-ide mungkin tidak ada.
2.3.4 Ciri-ciri Metode Pembelajaran Discovery Learning
Ciri utama belajar dengan metode Discovery Learning yaitu: (1)
mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan
dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk
menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Ada
sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori
konstruktivisme, yaitu :
24
1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
3. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.
5. Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.
6. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
8. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
9. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.
10. Banyak menggunakan terminilogi kognitif untuk menjelaskan proses
pembelajaran; seperti predeksi, inferensi, kreasi dan analisis.
11. Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
dengan siswa lain dan guru.
13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
15. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
16. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata (Humairoh:2015)
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran kontruktivisme tersebut diatas, maka
dalam penerapannya didalam kelas sebagai berikut :
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa
waktu kepada siswa untuk merespon.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
25
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru atau siswa
lainnya.
5. Siswa terlibat dalam pengetahuan yang mendorong dan menantang terjadinya
diskusi.
6. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama dan materi-materi
interaktif Humairoh, (2015:103).
2.3.5 Strategi dalam Pembelajaran Discovery Learning
Pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi,
strategi-strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Strategi Induktif
Strategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh
khusus dan bagian generalisasi (kesimpulan).Data atau contoh khusus tidak
dapat digunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan.
Mengambil kesimpulan dengan menggunakan strategi induktif ini selalu
mengandung resiko, apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak. Karenanya
kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya selalu
mengguankan perkataan “barangkali” atau “mungkin”.
b. Strategi deduktif
Metode deduktif memegang peranan penting dalam hal pembuktian. Karena
berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka metode deduktif memegang
peranan penting dalam pengajaran. Dari konsep yang bersifat umum yang sudah
diketahui siswa sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan konsep-
konsep lain yang belum diketahui sebelumnya Elvira, (2010:62).
26
2.3.6 Langkah- langkah metode Discovery Learning
Pengaplikasian model Discovery Learning dalam pembelajaran, terdapat
beberapa tahapan yang harus dilaksanakan. Kurniasih & Sani (2014:68-71)
mengemukakan langkah-langkah operasional model Discovery Learning yaitu
sebagai berikut:
a. Langkah persiapan model Discovery Learning
1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa.
3) Memilih materi pelajaran.
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif.
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
b. Prosedur aplikasi model discovery learning
1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang)
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi,
agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai
dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2) Problem statemen (pernyataan/identifikasi masalah)
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
27
3) Data collection (pengumpulan data)
Tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara,
melakukan uji coba sendiri untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis.
4) Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh siswa melalui wawancara, observasi dan
sebagainya. Tahap ini berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi, sehingga siswa akan mendapatkan pengetahuan baru dari
alternatif jawaban yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5) Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa melalakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi
dengan temuan alternatif dan dihubungkan dengan hasil pengolahan
data.
6) Generalization (menarik kesimpulan)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi.
Sani, (2014:99) mengemukakan tahapan pembelajaran dengan
menggunakan model discovery learning secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut:
28
1. Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan
memberikan penjelasan singkat.
2. Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik
yang dikaji.
3. Guru membimbing dalam perumusan hipotesis dan merencanakan percobaan.
Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan
4. Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis
5. Kelompok mengorganisasikan dan menganalisis data serta membuat laporan
hasil percobaan atau pengamatan
6. Kelompok memaparkan hasil percobaan dan mengemukakan konsep yang
ditemukan.
7. Guru membimbing siswa dalam mengkonstruksi konsep berdasarkan hasil
investigasi.
2.4 Uang
Menurut Mandala,dkk (2004:43) uang adalah asset yang paling likuid di
atara seluruh asset yang ada dalam perekonomian. Suatu asset dikatakan likuid
bila sangat mudah ditukarkan dengan barang dan jasa lain, biaya transaksinya
sangat kecil dan nilai nominalnya relatif stabil.
Menurut Boediono (1985:58) uang adalah uang kertas dan uang logam yang
ada di tangan masyarakat. Uang tunai ini disebut dengan uang kartal atau dalam
bahasa inggris disebut currency.
29
2.4.1 Uang Logam
Gambar 2.1 Uang Logam
30
2.4.2 Uang Kertas
Gambar 2.2 Uang Kertas
31
2.4.3 Menentukan Kesetaraan Nilai Mata Uang
Gambar 2.3 Kesetaraan Nilai Mata Uang
2.4.4 Menaksir Jumlah Harga
Contoh:
Ana membeli alat-alat tulis dengan rincian barang dan harga seperti
berikut:1 pensil sehargaRp1.200,001 buku sehargaRp1.800,001 bolpoin seharga
Rp1.700,00. Harga seluruhnya Rp4.700,00 Ana membayar dengan 1 lembar uang
lima ribuan, maka uang kembaliannya adalahRp5.000,00 – Rp4.700,00 =
Rp300,00
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang terkait dilakukan oleh Aprilia (2012) yang berjudul
“Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA
Tentang Kenampakan Matahari Dengan Pendekatan Discovery (penelitian
tindakan kelas pada siswa kelas II di SD Negeri 2 Cibogo Kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung Barat)”. Hasil penelitian menunjukkan setelah dilaksanakan
siklus I sampai siklus III diperoleh hasil bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA
32
melalui pendekatan discovery dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa. Hal ini dapat dilihat dari persentase kenaikan nilai IPA siswa kelas IIB
yaitu pada siklus I diperoleh 11 siswa atau 45,83 % siswa, pada siklus II
diperoleh 21 siswa atau 87,5 % siswa dan pada siklus III meningkat menjadi 23
siswa atau 95,8 % siswa telah mencapai KKM. Adapun tindakan yang telah
berhasil diberikan selama pelaksanaan pembelajaran yaitu melakukan pemodelan
sebelum siswa melakukan pengamatan dan percobaan, dan membimbing siswa
secara keseluruhan untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa selama
pelaksanaan pembelajaran.Kesimpulannnya adalah penerapan pendekatan
discovery dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas II SDN 2
Cibogo Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat pada mata pelajaran IPA.
Hasil penelitian lain dari Faridah (2010) adalah “Efektivitas Metode
Pembelajaran Inquiry Discovery Learning terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran
PAI pada Siswa Kelas VIII Semester ISMPNU 01 Muallimin Weleri Tahun
Pelajaran 2010-2011”, menunjukkan gambaran jelas bahwa bahwa model
pembelajaran Inquiry Discovery Learning terhadap hasil belajar peserta didik
efektif digunakan yaitu ditunjukkan dengan adanya perbedaan rata-rata hasil
belajar kognitif dan psikomotorik siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari
pada kelas kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan analisis keefektifan
pembelajaran Inquiry Discovery Learning didapatkan bahwa persentase rata-rata
hasil belajar siswa ranah kognitif dan ranah psikomotorik kelas eksperimen adalah
75,30%. Perolehan tersebut mempunyai kriteria efektif. Kemudian, dalam kelas
kontrol yaitu kelas yang tidak memakai pembelajaran Inquiry Discovery Learning
didapatkan 64,66% yang mempunyai kriteria cukup.
33
Penelitian-penelitian tersebut di atas sebagai bahan referensi bagi peneliti
untuk menyusun penelitian. Dari penelitian terdahulu tersebut dapat diketahui
deskripsi hasil penelitian yang mendukung penelitian ini, yaitu Peningkatan
aktivitas dan hasil belajar siswa melalui Discovery Learning pada pembelajaran
tematik siswa kelas 1 SDN Model Kota Malang.. Selain itu, penelitian terdahulu
juga menjadi acuan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan masing-
masing aspek dalam penelitian ini dengan penelitian lain yang terkait. Pada
referensi penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2012) meneliti tentang motivasi
belajar dengan menggunakan metode Discovery Learning sedangkan pada peneliti
ke 2 yang dilakukan oleh Farida (2010) meneliti tentnga model pembelajaran
Inquiry Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa. Pada penelitian yang
akan dilakukan peneliti kali ini akan meneliti peningkatan hasil belajar
matematika siswa kelas III SD Singojuruh 5 dengan menggunakan metode
Discovery Learning.
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah : penerapan metode discovery learning untuk meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika materi uang.
Berdasarkan uraian di atas, yang mempengaruhi proses belajar adalah
penggunaan metode discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
maka dari itu dengan penerapan metode discovery learning pada mata pelajaran
matematika materi uang dapat memotivasi siswa dalam belajar karena setiap
34
siswa melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis dalam menguasai materi yang ditugaskan dan dapat
merumuskan sendiri keterangan yang diperoleh. penerapan metode discovery
learning pada mata pelajaran matematika materi uang ini diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2.7 Kerangka Pikir
Metode mengajar merupakan salah satu kunci pokok keberhasilan suatu proses
pembelajaran, karena dengan menggunakan metode mengajar yang sesuai, tujuan yang
diharapkan dapat tercapai atau terlaksana dengan baik. Penerapan metode mengajar
harus memperhatikan partisipasi peserta didik untuk terlibat aktif di dalam proses
pembelajaran. Peserta didik dirangsang untuk menyelesaikan problem-problem baik
secara individu maupun kelompok yang pada akhirnya diharapkan dapat terlatih untuk
belajar mandiri dan tidak selalu tergantung pada guru.
Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran
merupakan tugas guru sebagai motivator, karena yang didapatkan sewaktu proses
pembelajaran untuk bekal hidup di masa mendatang. Melalui metode Discovery
Learning ini dapat mendorong peserta didik untuk memahami hakikat, makna dan
manfaat belajar sehingga akan memberikan stimulus dan senantiasa belajar. Hal
ini mendorong peserta didik untuk bersemangat atau mempunyai keinginan (wish)
yang kuat dalam belajar.Metode Discovery Learning merupakan bagian dari
pembelajaran aktif yang sekaligus pembelajaran yang menyenangkan.
Pembelajaran yang menyenangkan tersebut akan memotivasi peserta didik dalam
belajar dan mengurangi kejenuhan ketika setiap hari siswa berada di dalam kelas.
35
Hal ini membuat semangat siswa menjadi semakin besar hasrat mereka
untuk mencari ilmu. Pembelajaran dengan metode ini juga akan menjadi lebih
bermakna, menemukan situasi baru ketika belajar bersama teman-temannya dan
mampu menyelesaikan permasalahan baik individu maupun kelompok.
Gambar 2.4 Kerangka Pikir
Permasalahan :
Pembelajaran
matematika dirasa
sulit.
Faktor yang mempengaruhi :
Siswa kurang tertariknya pada mata pelajaran matematika.
Faktor yang mempengaruhi :
Siswa masih cenderung pasif dalam pembelajaran
Solusi atau mekanisme :
Metode Discovery
Learning
Permasalahan :
Hasil Belajar
Dibawah KKM
Hasil penelitian :
Meningkatkan hasil
belajar siswa dalam
pembelajaran
matematika