BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model...

29
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Menurut Kemp (dalam Rusman, 2010:132), model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Menurut Kemp, Dick and Carey (dalam Rusman, 2010:132), strategi pembelajaran itu adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar peserta didik atau siswa. Sedangkan menurut Joyce & Weil (dalam Rusman, 2010:133), model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Dari pendapat di atas dapat sisimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana yang digunakan untuk membentuk kurikulum berisi perangkat materi dan prosedur yang harus dilaksanakan oleh guru aagar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. 2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Hamruni (2012:162) menyatakan pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menerapkan sistem pengelompokan/ tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Kemp (dalam Rusman, 2010:132), model pembelajaran

adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa

agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Menurut

Kemp, Dick and Carey (dalam Rusman, 2010:132), strategi pembelajaran

itu adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang

digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar peserta

didik atau siswa. Sedangkan menurut Joyce & Weil (dalam Rusman,

2010:133), model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat

digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka

panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing

pembelajaran di kelas atau yang lain.

Dari pendapat di atas dapat sisimpulkan bahwa model pembelajaran

adalah suatu rencana yang digunakan untuk membentuk kurikulum berisi

perangkat materi dan prosedur yang harus dilaksanakan oleh guru aagar

tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Hamruni (2012:162) menyatakan pembelajaran kooperatif

merupakan strategi pembelajaran yang menerapkan sistem

pengelompokan/ tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang

mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau

suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap

kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika

kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan

demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan

positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

8

8

memunculkan tanggungjawab individu terhadap kelompok dan

ketrampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu

akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk

keberhasilan kelompok sehingga setiap individu akan memiliki

kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan

kelompok. Melalui pembelajaran kooperatif siswa dapat lebih menemukan

sendiri memahami konsep- konsep yang sulit dengan cara diskusi. Apabila

dibandingkan dengan pembelajaran individu, pembelajaran dengan model

kooperatif lebih dapat mencapai keberhasilan akademik, tanggungjawab

individu maupun kelompok dan sosial siswa.

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang

melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling

berinteraksi (Nurulhayati dalam Rusman, 2010:203). Dalam sistem belajar

yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya.

Dalam model ini siswa memiliki dua tanggungjawab, yaitu mereka belajar

untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk

belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka

dapat melakukannya seorang diri.

Tom V. Savage (dalam Rusman, 2010:203) mengemukakan bahwa

cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja

sama dalam kelompok.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan pada sistem kelompok

kecil untuk bekerjasama menyelesaikan tugas antara 4-6 orang yang

mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau

suku yang berbeda (heterogen) yang disertai dengan pemberian

penghargaan kelompok. Melalui model ini melibatkan partisipasi siwa

untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan dua tanggungjawab yaitu

tanggungjawab individu dan tanggungjawab kelompok.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

9

9

2.1.2.2 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional

yang menerapkan sistem kompetisi, dimana sistem keberhasilan individu

diorentasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan pembelajaran

kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu

ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya, Slavin

(Taniredja, Faridli,dkk. 2011:60).

Menurut Depdiknas (Taniredja, Faridli,dkk. 2011:60) tujuan pertama

pembelajaran kooperatif adalah untuk menigkatkan hasil belajar akademik,

dengan meningkatkan kenerja siswa. Sedangkan tujuan kedua untuk

memberi peluang kepada siswa untuk menerima teman-temannya yang

mempunyai berbagai perbedaan dan latar belajar. Tujuan yang ketiga

untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Berikut ada beberapa poin yang termasuk dalam Tujuan pembelajaran:

1. Hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm

tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam

membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.

2. Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-

temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.

3. Pengembangan keterampilan sosial, yaitu untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya,

mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.

2.1.2.3 Unsur – unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie, 2005:31) mengatakan

bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran

gotong royong harus diterapkan, antara lain: saling ketergantungan positif,

tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan

evaluasi proses kelompok.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

10

10

a. Saling Ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu tim kelompok sangat bergantung pada usaha setiap

anggotanya. Semua anggota kelompok bekerja sama demi tercapainya

satu tujuan yang sama yaitu menjadi tim super. Untuk menciptakan

kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian

rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya

sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Penilaian juga

dilakukan dengan cara yang unik yaitu masing-masing anggota

memperoleh nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai anggota

menentukka kelompok tersebut berada di tim yang mana. Sehingga,

anggota yang memperoleh nilai rendah dapat dibantu oleh anggota yang

lain agar nilainya meningkat dan dapat memperbaiki posisi tim mereka.

b. Tanggung Jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan dampak langsung dari unsur pertama. Jika tugas

dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran

Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab

untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan model kerja

kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya

sedemikian rupa, sehingga masing-masing anggota kelompok harus

melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam

kelompok dapat dilaksanakan. Dengan cara demikian, siswa yang tidak

melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah.

Anggota-anggota dalam kelompoknya akan menuntutnya untuk

melaksanakan tugas supaya tidak menghambat yang lainnya.

c. Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan

berdiskusi.kegiatan interaksi ini akan memberikan para guru untuk

membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari

sinergi adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan

mengisi kekurangan masing-masing. setiap anggota kelompok

mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial ekonomi

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

11

11

yang berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal

utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok.

d. Komunikasi Antar Anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para guru dibekali dengan berbagai

keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan para siswa dalam

kelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak

setiap siswa memiliki keahlian mendengarkan dan berbicara.

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para

anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk

saling mengutarakan pendapat mereka.

e. Evaluasi Proses Kelompok

Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini

tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa

diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali guru terlibat

dalam kegiatan pembelajaran Cooperative Learning..

2.1.2.4 Prosedur Model Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2010:212-213), prosedur atau langkah-langkah pembelajaran

kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut.

a. Penjelasan Materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-

pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan

utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi

pelajaran.

b. Belajar Kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan

penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk

sebelumnya.

c. Penilaian. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan

melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok.

Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

12

12

sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan

kelompoknya.

d. Pengakuan Tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol

atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau

hadiah dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi

lebih baik lagi.

2.1.2.5 Keunggulan Dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Hamruni (2012:170) menyebutkan adanya keunggulan dan kelemahan

pembelajara kooperatif. Adapun keunggulan pembelajaran kooperatif

antara lain:

a. Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat

menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan

informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.

b. Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan

dengan kata-kata (verbal) dan membandingkannya dengan ide-ide

orang lain.

c. Menumbuhkan sikap respek pada orang lain, menyadari akan segala

keterbatasannya, dan bersedia menerima segala perbedaan.

d. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggungjawab

dalam belajar.

e. Meningkatkan prestasi akademik dan kemampuan sosial, termasuk

mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal, ketrampilan

mengelola waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

f. Mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahaman siswa

sendiri serta menerima umpan balik. Siswa dapat menerapkan teknik

pemecahan masalah tanpa takut membuat kesalahan karena keputusan

yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.

g. Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan

mengubah belajar abstrak menjadi nyata (riil).

h. Meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir dan

ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

13

13

Adapun kelemahan pembelajaran kooperatif antara lain:

a. Untuk memahami dan mengerti filosofis SPK memang butuh waktu.

Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa

dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk

siswa yang dianggap memilki kelebihan, mereka akan merasa

terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan.

Akibatnya, keadaan semacam ini dapat menggangu iklim kerja sama

kelompok.

b. Ciri utama dari SPK adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh

karena itu, tanpa adanya peer teaching yang efektif, maka dibandingkan

dengan pembelajaran langsung dari guru, bisa jadi cara belajar yang

demikian siswa tidak bisa memahami apa yang seharusnya dipahami.

c. Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kepada hasil kerja

kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya

hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu sama.

d. Keberhasilan SPK dalam mengembangkan kesadaran berkelompok

memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Hal ini tidak mungkin

dapat tercapai hanya dengan satu kali atau beberapa kali penerapannya.

e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan merupakan

kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak

aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan pada kemampuan

individual. Oleh karena itu, idealnya melalui SPK selain siswa belajar

bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun

kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam SPK memang

bukan pekerjaan mudah.

2.1.2.6 Jenis-jenis Model Pembelajaran Kooperatif

a. Model Student Team Achevement Division (STAD)

Dalam STAD siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat

orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru

memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok

memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

14

14

pelajaran tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling

membantu satu sama lain. Nialai-nilai dari kuis siswa diperbandingkan

dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan

nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi nilai itu

melampaui nilai mereka sbelelumnya. Nilai-nilai ini kemudian dijumlah

untuk mendapat nilai kelompok, dan kelompok yang dapat mencapai

kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah yang

lainnya (Rusman, 2010:213-214).

b. Model Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif model Jigsawa dalah sebuah model

belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa

dalam bentuk kelompok kecil (Rusman, 2010:218). Lie (dalam

Rusman, 2010:218) mengungkapkan bahwa “pembelajaran kooperatif

model Jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara

siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai

enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling

ketergantungan positif dan bertanggungjawab secara mandiri”.

c. Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Strategi belajar kooperatif DI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan

Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umumperencanaan

pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif GI

adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan

2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit

materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan dan kemudian membuat

atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok

mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas,

untuk untuk berbagi dan saling tukar informasitemuan mereka. (Burn et

al. dalam Rusman, 2010:220).

d. Model Make a Match (Membuat Pasangan)

Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh

mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

15

15

waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin

(Rusman, 2010:223).

e. Model TGT (Team Games Tournaments)

Menurut Rusman (2010:224-225), TGT adalah salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-

kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang siswa yang memiliki

kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru

menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-

masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap

kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan

anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak

mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang

lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau

menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

Model yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT.

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament)

2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Team Games Tournament, pada mulanya dikembangkan oleh David

Devries dan Keith Edwards, ini merupakan metode pembelajaran pertama

dari John Hopkins. Metode ini menggunakan pelajaran yang sama yang

disampaikan guru dan tim kerja yang sama seperti dalam STAD, tetapi

menggantikan kuis dengan turnamen mingguan, dimana siswa memainkan

game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi

skor timnya (Slavin, 2005:13).

Menurut Saco (dalam Rusman, 2010:224), dalam TGT siswa

memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk

memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat

disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang

berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

16

16

dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok

mereka).

Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang

ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya akan

mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab

pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus

memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian)

untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit

untuk anak pintar dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang

pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan

memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk

turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula

sebagai review materi pelajaran (Rusman, 2010:224).

Menurut Rusman (2010:224-225), TGT adalah salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-

kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang siswa yang memiliki

kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru

menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-

masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap

kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan

anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak

mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain

bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya,

sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif tipe

TGT adalah pembelajaran kooperatif yang membagi siswa dalam

kelompok kecil 5-6 orang orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis

kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda dalam sebuah permainan

turnamen dimana setiap siswa memberi skor bagi kelompoknya.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

17

17

2.1.3.2 Komponen Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Menurut Slavin (2005:163-167) komponen (langkah-langkah)

pembelajaran Kooperatif Tipe TGT antara lain:

a. Presentasi Kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam

penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau

dengan ceramah, dan diskusi yang dipimpin guru. Di samping itu, guru

juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan

siswa, dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini siswa

harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang

disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik

pada saat kerja kelompok dan pada saat game/turnamen karena skor

game/turnamen akan menentukan skor kelompok.

b. Tim

Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa

bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 4-5 orang yang anggotanya

heterogen dilihat dari kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras

atau etnik yang berbeda.

Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat

memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang

berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam

menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa

kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif model TGT

sangat menyenangkan. Pada saat pembelajaran, fungsi kelompok adalah

untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih

khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan

baik dan optimal pada saat game/turnamen.

Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran,

masing-masing kelompok berdiskusi dengan menggunakan modul.

Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama,

saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

18

18

yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur sedemikian

rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.

c. Game

Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang

dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari

presentasi di kelas, dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut

dimainkan di atas meja dengan tiga orang siswa yang masing-masing

mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan game hanya berupa nomor-

nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa

mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan

sesuai sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan

tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang

jawaban masing-masing.

d. Turnamen

Turnamen merupakan struktur game yang dimainkan. Biasanya

diselenggarakan pada akhir pekan atau unit, setelah guru memberikan

presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap

lembar kegiatan. Turnamen 1, guru menempatkan siswa ke meja

turnamen, tiga siswa terbaik pada hasil belajar yang lalu pada meja 1,

tiga siswa berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang

seimbang ini, seperti halnya sistem skor kemajuan individual dalam

STAD, memungkinkan para siswa dari semua tingkat kinerja

sebelumnya berkontribusi secara maksimal terhadap skor tim mereka

jika mereka melakukan yang terbaik.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

19

19

Tabel 2.1

Skor Kemajuan Individual

Skor Poin Kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

10-1 poin di bawah skor awal 10

Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20

Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30

Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30

Sumber (Slavin, 2005 : 159)

Tabel 2.2

Perhitungan Poin- Turnamen

Untuk Permainan Dengan Empat Pemain Pemain Tidak

ada

yang

seri

Seri

nilai

tertinggi

Seri

nilai

tengah

Seri

nilai

rendah

Seri

nilai

tertinggi

3macam

Seri

nilai

terenda

3macam

Seri 4

macam

Seri

nilai

tertinggi

dan

terendah

Peraih

skor

tertinggi

60 50 60 60 50 60 40 50

Peraih

skor

tengah

atas

40 50 40 40 50 30 40 50

Peraih

skor

tengah

bawah

30 30 20 30 50 30 40 30

Peraih

skor

rendah

20 20 20 30 20 30 40 30

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

20

20

Tabel 2.3

Perhitungan Poin- Turnamen

Untuk Permainan Dengan Tiga Pemain

Pemain Tidak ada

yang seri

Seri nilai

tertinggi

Seri nilai

terendah

Seri 3macam

Peraih skor

tertinggi

60 50 60 40

Peraih skor

tengah

40 50 30 40

Peraih skor

terendah

20 20 30 40

Tabel 2.4

Perhitungan Poin- Turnamen

Untuk Permainan Dengan Dua Pemain

Pemain Tidak seri Seri

Peraih skor tertinggi 60 40

Peraih Skor Terendah 20 40

(Slavin, 2005:175)

Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung

pada kinerja mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada tiap pada

tiap meja “naik tingkat” ke meja berikutnya yang lebih tinggi

(misalnya, dari meja 6 ke meja 5): skor tertinggi kedua tetap tinggal

pada meja yang sama, dan yang skornya paling rendah “diturunkan”.

Dengan cara ini, jika pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan ,

untuk seterusnya mereka akan terus dinaikkan satu diturunkan sampai

mereka mencapai tingkat kinerja mereka yang sesungguhnya.

Secara skematis model pembelajaran TGT untuk turnamen tampak

seperti gambar berikut:

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

21

21

Gambar 2.1 Penempatan Meja Turnamen TGT (Slavin, 2005:168).

e. Rekognisi Tim

Tim dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain

apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu.

Menurut Slavin (2005:175) penghargaan yang diberikan

kepada kelompok adalah dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2.5

Kriteria Penghargaan Kelompok

Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan

40 Tim Baik

45 Tim Sangat Baik

50 Tim Super

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) adalah model

pembelajaran yang menekankan pada pembelajaran kelompok dimana

siswa dibagi ke dalam kelompok – kelompok kecil untuk memperdalam

materi dan bekerjasama mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan

baik. Pada pembelajaran ini siswa akan menjadi lebih aktif karena dituntut

oleh tanggungjawab individu dalam kelompok untuk mencapai

keberhasilan pembelajaran yang optimal. Pada akhir pembelajaran

diadakan turnamen yang memberikan suasana kompetitif dalam

pembelajaran untuk memperoleh hasil terbaik.

Meja

Turnam

en

4

Meja

Turnam

en

3

Meja

Turnam

en

1

Meja

Turnam

en

2

C1 C2 C3 C4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

B1 B2 B3 B4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

A1 A2 A3 A4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

22

22

2.1.3.3 Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Menurut Slavin (2005:170) pelaksanaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) adalah sebagai berikut.

a. Pengajaran

Menyampaikan pelajaran.

b. Belajar Tim

Para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk

mnguasai materi.

c. Turnamen

Para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang

homogen, dengan meja turnamen tiga peserta.

d. Rekognisi Tim

Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim dan tim

tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria

yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.1.3.4 Aturan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Menurut Slavin (2005:172-173), untuk memulai permainan, para siswa

menarik kartu untuk menentukan pembaca yang pertama yaitu siswa yang

menarik nomor tertinggi. Permainan berlangsung sesuai waktu dimulai

dari pembaca pertama. Berikut aturan permainannya.

Gambar 2.2 aturan permaian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Keterangan:

Pembaca

1. Ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan

nomor tersebut pada lembar permainan.

Pembaca

Penantang I

Penantang II

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

23

23

2. Bacalah pertanyaannya dengan jelas.

3. Cobalah untuk menjawab.

Penantang I

Menantang jika memang dia mau (dan memberikan jawaban berbeda) atau

boleh melewatinya

Penantang II

Boleh menantang jika penantang I melewati dan jika dia memang mau.

Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati, penantang II

memeriksa lembar jawaban. Siapapun yang jawabannya benar berhak

menyimpan kartunya. Jika si pembaca salah, tidak ada sanksi, tetapi jika

kedua penantangnya yang salah, maka dia harus mengembalikan kartu

yang dimenangkan ke dalam kotak, jika ada.

2.1.3.5 Keunggulan Dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Menurut Taniredja, Faridli, dkk. (2011:72-73) pembelajaran Kooperatif

Tipe TGT memilki keunggulan dan kelemahan, sebagai berikut.

Keunggulan pembelajaran Kooperatif Tipe TGT adalah:

a. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi

dan menggunakan pendapatnya.

b. Rasa percaya diri siswa menjadi lebih tinggi.

c. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil.

d. Motivasi belajar siswa bertambah.

e. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap pokok bahasan pembelaan

negara.

f. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi antara siswa dengan

siswa dan siswa dengan guru.

g. Siswa dapat menelaah sebuah mata pelajaran atau pokok bahasan

bebas mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang ada dalam

diri siswa tersebut dapat keluar, selain itu kerjasama antarsiswa juga

siswa dengan guru akan membuat interaksi belajar dalam kelas

menjadi hidup dan tidak membosankan.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

24

24

Kelemahan pembelajaran Kooperatif Tipe TGT adalah:

a. Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran tidak semua siswa ikut

serta menyumbangkan pendapatnya.

b. Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran.

c. Kemungkinan terjadinya kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelola

kelas.

2.1.4 Matematika

2.1.4.1 Hakikat Pembelajaran Matematika

Hakikat pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan belajar

mengajar matematika yang melibatkan guru dengan siswa didalamnya.

Belajar matematika sangat penting untuk kehidupan sahari-hari, karena

setiap harinya kita tidak terlepas dari penggunaan matematika. Matematika

merupakan suatu mata pelajaran di sekolah yang diajarkan dari tingkat

sekolah dasar hingga menengah. Setiap siswa yang bersekolah harus

mempelajari matematika

2.1.4.2 Pengertian Matematika

Menurut Ruseffendi (dalam Heruman, 2007:1), matematika adalah

bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara

induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi,

mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan

akhirnya ke dalil. matematika merupakan ilmu pengetahuan yang

mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada

didalamnya, Subarinah (dalam Wahyudi, 2010:9). Menurut James (dalam

Ismunamto, 2011:6), Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai

bentuk, susunan, besaran, dan konsep yang saling berhubungan satu

dengan yang lainnya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika

merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari logika tentang konsep,

komponen dan hubungan antarkonsep yang saling berkaitan.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

25

25

2.1.4.3 Tujuan Matematika

Menurut Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi,

mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut ini.

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah

2.1.4.4 Pengertian Pembelajaran

Menurut Hamalik (2010:57), pembelajaran adalah suatu kombinasi

yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan

pembelajaran. Menurut Isjoni (2007:11), pembelajaran adalah sesuatu

yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada

dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

melakukan kegiatan belajar. Menurut Rusman (2010:134), pembelajaran

adalah suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi

secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak

langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah

suatu proses interaksi antara guru dengan siswa baik langsung maupun

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

26

26

tidak langsung dengan menggunakan berbagai media untuk mencapai

tujuan tertentu.

2.1.4.5 Pengertian Pembelajaran Matematika

Menurut Muhsetyo (2011:1.26), pembelajaran matematika adalah

proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian

kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang

bahan matematika yang dipelajari. Sedangkan menurut Wahyudi

(2010:13), pembelajaran matematika adalah proses yang dirancang dengan

tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang

(si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut

pada guru mengajar matematika.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

matematika adalah proses yang dirancang untuk memberikan pengalaman

belajar kepada siswa dengan melaksanakan kegiatan belajar matematika

dan pada guru matematika sehingga memperoleh kompetensi matematika

yang dipelajari.

2.1.5 Hakikat Minat Belajar

Dalam hakikat minat belajar ini akan diuraikan mengenai pengertian

minat menurut beberapa ahli, kemudian pengertian dari belajar dan faktor

yang mempengaruhinya, selain itu akan dijelaskan mengenai cara

membangkitkan minat, kemudian akan dijelaskan indikator yang

digunakan sebagai acuan penilaian untuk mengukur minat siswa.

2.1.5.1 Pengertian Minat

Menurut Slameto (2010:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan

rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh.

Selain itu Menurut Mursal (dalam Djamarah, 2011:94), minat adalah

kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang atau suatu soal atau

suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya. Selanjutnya

menurut Djamarah (2011:166), minat adalah kecenderungan yang menetap

untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

27

27

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu

ketertarikan dan keinginan siswa terhadap suatu aktivitas atau hal yang

disenangi tanpa ada yang menyuruh.

2.1.5.2 Cara Membangkitkan Minat Belajar

Menurut Djamarah (2011:167) Ada beberapa macam cara yang dapat

guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik sebagai berikut ini.

1. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik,

sehingga dia rela belajar tanpa paksaan.

2. Menghubungkan bahan pelajaran yang deberikan dengan persoalan

pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah

menerima bahan pelajaran.

3. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil

belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang

kreatif dan kondusif.

4. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam

konteks perbedaan individual anak didik.

Menurut Sanjaya (2010:261), cara yang dapat dilakukan untuk

membangkitkan minat belajar siswa di antaranya.

1. Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan

siswa. Minat siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa

materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian,

guru perlu menjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan

kebutuhan siswa.

2. Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan

kemampuan siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit untuk dipelajari

atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak

diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan

dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal

mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan itu dapat membunuh

minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia

mendapat kesuksesan dalam belajar.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

28

28

3. Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi

misalnya diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi dan lain

sebagainya.

Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan minat siswa dalam belajar

adalah guru harus mampu menghubungkan bahan pelajaran dengan

kebutuhan siswa, menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan

kondusif, menyesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman

siswa, serta menggunakan berbagai macam model dan strategi

pembelajaran.

2.1.5.3 Indikator Minat Belajar

Dilihat dari strategi belajar mengajar, proses pembinaan nilai dalam

kawasan afektif (Kratwahl dalam Gulo, 2002:155-156) melalui lima

tahapan secara hierarkis, sebagai berikut.

Tabel 2.6

Indikator Minat

Tingkat Unsur

1. Menerima

(receiving)

1.1 Kesadaran (awareness)

1.2 Kemauan menerima (willingness to

receive)

1.3 Pemusatan perhatian

(controled/selected attention)

2. Menanggapi

(responding)

2.1 Kesediaan menanggapi

(acquiescence in responding)

2.2 Kemauan menanggapi (willingness

to respons)

2.3 Kepuasan dalam menanggapi

(satisfaction in response)

3. Penilaian

(valuing)

3.1 Penerimaan suatu nilai (acceptance

of value)

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

29

29

3.2 Pemilihan suatu nilai (preference

for value)

Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa minat belajar

siswa dapat dilihat dari 3 tingkatan yaitu menerima, menanggapi dan

penilaian. Dari ketiga tingkat tersebut memiliki unsur-unsur yang

mendasarinya. Untuk tingkat menerima memiliki unsur kesadaran,

kemauan menerima dan pemusatan perhatian. Pada tingkat menanggapi

memiliki unsur kesediaan memanggapi, kemauan menanggapi, dan

kepuasan dalam menanggapi. Sedangkan pada tingkat penilaian terdapat

unsur penerimaan suatu nilai dan pemilihan suatu nilai. Minat yang

diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar siswa terhadap mata

pelajaran Matematika.

2.1.5.4 Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya

Menurut Aunurrahman (2011:33), belajar merupakan aktivitas

yang kita lakukan sehari-hari baik yang kita lakukan sendiri maupun yang

kita lakukan secara kelompok tertentu, dan tidak ada ruang dan waktu

dimana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar sehingga

belajar tidak pernah dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena

perubahan yang membuat terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah

berhenti. Menurut teori behavioristik dalam Budiningsih (2005:20), belajar

adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara

stimulus dan respon. Selain itu menurut Rusman (2010:134), belajar

adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari

pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan

hanya sekedar menghafal, melainkan suatu proses mental yang terjadi

dalam diri seseorang.

Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku seseorang dalam melakukan aktivitas dalam

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

30

30

interaksi individu maupun kelompok untuk memperoleh pengalaman dan

pengetahuan baru guna mencapai tujuan tertentu.

Menurut Slameto (2003:54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar yaitu:

1. faktor intern

1) Faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.

2) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat,

motif, kematangan, dan kesiapan.

3) Faktor kelelahan yang meliputi kelelahan jasmani dan rohani.

2. faktor ekstern

1) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi

antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,

pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan

gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

3) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,

media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Apabila minat dikaitkan dengan belajar, minat sangat besar pengaruhnya

terhadap aktivitas belajar. Misalnya siswa yang berminat terhadap suatu

mata pelajaran matematika, maka siswa tersebut akan mempelajari

matematika dengan sungguh-sungguh, hal ini dikarenakan ada daya tarik

baginya. Sehingga proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat

(Djamarah, 2011:167).

2.1.6 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Sukmadinata (2009:102-103), hasil belajar (achievement)

merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial

atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Sedangkan menurut Suprijono

(2011:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Selain itu menurut

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

31

31

Aunurrahman (2011:37), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku

yang diperoleh dari aktivitas belajar. Walapun tidak semua perubahan

tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas umumnya

disertai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada kebanyakan

hal merupakan suatu perubahan yang dapat diamati (observable). Akan

tetapi juga tidak selalu perubahan tingkah laku yang dimaksudkan sebagai

hasil belajar tersebut dapat diamati. Perubahan-perubahan yang dapat

diamati kebanyakan berkenaan dengan perubahan aspek-aspek motorik.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

hasil kecakapan manusia yang berupa angka melalui proses pemahaman

materi pembelajaran sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang

baik.

2.2 Kajian Penelitian yang relevan

Yuliana (2012), dengan judul penelitian “Pengaruh Penerapan TGT

Terhadap Hasil Belajar Pada Pembelajaran Matematika Kelas IV SDN 11

Pontianak Kota”.

Hasil analisisnya: berdasarkan perhitungan statistik dari rata-rata hasil post-

test kelas kontrol sebesar 66,94 dan rata-rata hasil post-test kelas eksperimen

sebesar 83,42 diperoleh thitung sebesar 3,63 dan ttabel (α = 5% dan dk = 53)

sebesar 1,6755, yang berarti thitung (3,63) > ttabel (1,6755), dengan

demikian maka Ha diterima. Dan dari perhitungan effect size, diperoleh effect

size sebesar 0,86 (kriteria tinggi). Hal ini berarti pembelajaran dengan

penerapan model kooperatif tipe Team games tournament memberi pengaruh

yang besar terhadap tingginya hasil belajar siswa kelas IV SDN 11 Pontianak

Kota”.

Saryantono, Buang (2011), dengan judul penelitian “Pengaruh

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament )Dalam

Pembelajaran Matematika”.

Hasil analisisnya: dari perhitungan diperoleh ttes = 10,47. Pada tabel untuk

= 5% maupun untuk = 1% berturut-turut adalah ttabel = t(0,95) = 1,68 dan ttabel

= t (0,99) = 2,42. Hal ini menunjukkan bahwa thitung > ttabel baik pada taraf nyata

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

32

32

5% maupun 1%. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe TGT

(Team Games Tournament) berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.

Milati, Nuril (2009), dengan judul penelitian “ Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Berbantuan Kartu Domino Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV”.

Hasil analisisnya: penerapan model pembelajaran TGT berbantuan media

kartu domino ternyata dapat meningkatkan hasil belajar sebesar 9,7%.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus I hasil belajar siswa yaitu

70,5% yang berada pada kategori sedang, ternyata mengalami peningkatan

pada siklus II menjadi 80,20% yang berada pada kategori tinggi.

Nuha, Atik Liulin (2009), dengan judul penelitian “ Penerapan model

Penerapan Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) dalam Materi

Pokok Logaritma guna Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar

Peserta didik Kelas X A MAN Semarang 2 Semester Gasal Tahun Pelajaran

2009-2010”.

Hasil analisisnya: Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu tahap

prasiklus, siklus I dan siklus II. Pada tahap prasiklus, motivasi belajar peserta

didik mempunyai prosentase 47% dan rata-rata hasil belajar 59.23 dengan

ketuntasan klasikal 48,5%. Pada siklus I setelah dilaksanakan tindakan

motivasi belajar peserta didik meningkat menjadi 62.96% dan rata-rata hasil

belajar 74.29 dengan ketuntasan klasikal 71.1%. Sedangkan pada siklus II

motivasi belajar peserta didik mengalami peningkatan yaitu dapat

diprosentasekan menjadi 77, 77% dan rata-rata hasil belajar peserta didik

adalah 79.64 dengan ketuntasan klasikal 93.3%. Dari tiga tahap tersebut jelas

bahwa ada peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif

tipe TGT (Team Games Tournament) dengan sebelumnya.

Cahyaningrum, Mega (2013), dengan judul penelitian “Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Terhadap

Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Gabus 01 Kabupaten

Pati”.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

33

33

Hasil analisisnya: berdasarkan analisis data penelitian stelah mendapatkan

perlakuan, menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan. Data

instrumen tes dianalisis menggunakan analisis statistik yaitu uji-t.

Berdasarkan perhitungan menggunakan uji-t pada taraf signifikansi (α) = 0,05

didapatkan thitung > ttabel yaitu 2,..3 > 2,00, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak

dan hipotesis alternative diterima, maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh

Model pembelajaran Kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar Matematika.

Santoso, Malkan (2011), dengan judul penelitian “ Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Games-Tournament (TGT) Terhadap

Pemahaman Konsep Matematika Siswa”.

Hasil analisisnya: dari hasil analisis uji statistik thitung < ttabel (1,499 <1,66),

maka Ho ditolak dan Ha diterima pada taraf signifikan α 0,05 dengan derajat

kebebasan (db) 77. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan

model pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat pengaruh pembelajaran matematika dengan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap tingkat pemahaman matematika

siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament). Model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) adalah model pembelajaran

yang menekankan pada pembelajaran kelompok dimana siswa dibagi ke

dalam kelompok – kelompok kecil untuk memperdalam materi dan

bekerjasama mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik. Pada

pembelajaran ini siswa akan menjadi lebih aktif karena dituntut oleh

tanggungjawab individu dalam kelompok untuk mencapai keberhasilan

pembelajaran yang optimal. Pada akhir pembelajaran diadakan turnamen yang

memberikan suasana kompetitif dalam pembelajaran untuk memperoleh hasil

terbaik.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

34

34

Alur kerangka berpikir yang ditunjukkan untuk mengarahkan jalannya

penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan.alur

kerangka berpikir digambarkan dilukiskan dalam bentuk gambar skema agar

penelitian memiliki alur yang jelas dalam melaksanakan penelitian.

Berdasarkan hasil pengamatan di kelas IV SD Negeri 06 Sendangharjo

Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan, sebagian besar siswa masih

kurang berminat untuk belajar matematika. Hal ini dibuktikan saat

melaksanakan kegiatan belajar mengajar guru sudah melaksanakan kegiatan

belajar mengajar dengan menggunakan diskusi kelompok. Akan tetapi,

pelaksanaan diskusi kelompok didominasi oleh siswa yang pandai, sedangkan

siswa yang lain asik bermain sendiri, mengobrol dan mengganggu teman yang

lain bahkan siswa jarang memiliki keberanian untuk bertanya atau

mengungkapkan pendapatnya di kelas. Dengan kata lain, hanya siswa yang

pandai yang dapat menguasai materi pembelajaran. Dari hasil wawancara,

hasil belajar siswa rendah dikarenakan siswa enggan untuk mengerjakan soal

latihan, tugas atau PR, anggapan siswa terhadap sulitnya Matematika masih

mendominasi siswa sehingga minat belajar mereka masih sangat rendah.

Selain itu, siswa juga kurang mandiri dalam mengerjakan tugas ataupun

ulangan, hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara dengan siswa yang

menyatakan bahwa mereka terkadang menyontek tugas ataupun ulangan

Matematika siswa yang lain. Bahkan beberapa siswa mengatakan bahwa

mereka tidak menyukai pelajaran Matematika dan Matematika merupakan

mata pelajaran yang sulit.

Peneliti mengambil model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team

Games Tournament) untuk dijadikan bahan penelitian dan untuk mengetahui

apakah model pembelajaran kooperatif tipe TGT berpengaruh terhadap minat

dan hasil belajar siswa. Pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games

Tournament) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith

Edward. Model pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Model

pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu model pembelajaran

kooperatif dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaranrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7916/3/T1_292010145_BAB II.pdf · pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik

35

35

terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin,

ras ataupun etnis. Dalam model pembelajaran TGT digunakan turnamen

akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan

anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada akhir

pekan atau akhir unit.

Gambar 2.3 Alur Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap suatu permasalahan penelitian sampai terbukti data

yang terkumpul (Arikunto, 2010:110). Berdasarkan tinjauan teori dan

kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1) Ada pengaruh positif dan signifikan penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) terhadap minat belajar

Matematika siswa Kelas IV SD Negeri 06 Sendangharjo.

2) Ada pengaruh positif dan signifikan penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) terhadap hasil belajar

Matematika siswa Kelas IV SD Negeri 06 Sendangharjo.

Posttest

Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan pembelajaran kooperatif model TGT di mana minat hasil belajar kelas eksperimen lebih

tinggi dari kelas kontrol

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Posttest

Pembelajaran Diskusi Kelompok

Hasil pretest dan angket minat tidak ada perbedaan yang signifikan

Kelas Eksperimen Pretest

Kelas Kontrol Pretest Angket minat

Angket minat

Angket minat

Angket minat