BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2050/3/BAB II.pdf · A. Landasan Teori 1....
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2050/3/BAB II.pdf · A. Landasan Teori 1....
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Perilaku Konsumen
a. Pengertian Perilaku Konsumen
Konsumen memiliki keragaman yang menarik untuk dipelajari
karena ia meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang
budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh karena
itu, sangatlah penting untuk mempelajari bagaimana konsumen
berperilaku dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku
tersebut. Perilaku Konsumen mempelajari bagaimana individu,
kelompok, dan organisasi melakukan pemilihan, pembelian,
penggunaan, dan melepaskan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka (Cant, Strydom, Jooste,
2009).
Menurut Mangkunegara(2009) perilaku konsumen merupakan
suatu tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau
organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan
dalam mendapatkan, dan menggunakan barang-barang atau jasa
ekonomi yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan menurut
Kotler dan Keller(2008) Perilaku konsumen adalah studi tentang
11
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Kotler dan Keller (2009), perilaku pembelian konsumen
dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Berikut
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen :
1) Faktor Budaya
Budaya, subbudaya, dan kelas sosial sangat mempengaruhi
perilaku pembelian konsumen.
a) Budaya
Budaya adalah hal dasar keinginan dan perilaku seseorang.
b) Sub budaya
Sub budaya yang lebih kecil memberikan identifikasi dan
sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Di dalam
sub budaya terdapat kebangsaan, agama, kelompok ras, dan
daerah geografis.
c) Kelas Sosial
Kelas sosial adalah kelompok dalam masyarakat dimana setiap
kelompok cenderung memiliki nilai,minat, dan tingkah laku
yang sama.
12
2) Faktor sosial
Kelompok referensi, keluarga serta peran dan status adalah
kategori dalam faktor sosial yang mempengaruhi perilaku
konsumen.
a) Kelompok referensi
Perilaku seseorang akan dipengaruhi oleh berbagai kelompok.
Kelompok referensi seseorang adalah semua kelompok yang
mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak
langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut.
b) Keluarga
Keluarga memberikan peranan besar akan perilaku manusia,
sehingga perilaku pembelian konsumen dapat dipengaruhi oleh
keluarga.
c) Peran dan status
Seseorang memiliki beberapa kelompok seperti keluarga,
perkumpulan atau organisasi. Peran terdiri dari kegiatan yang
diharapkan dapat dilakukan seseorang sehingga memberikan
status. Seseorang memilih produk yang mencerminkan dan
mengkomunikasikan peran mereka dan setiap peranan akan
membawa status berupa penghargaan umum yang diberikan
oleh masyarakat.
13
3) Faktor Pribadi
Menurut Kotler (2009), keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi. Faktor pribadi meliputi :
a) Usia dan tahap siklus hidup
Orang akan membeli produk yang berbeda sepanjang
hidupnya. Seseorang akan membeli produk untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginannya. Kebutuhan seseorang akan
berbeda dalam hal jumlah maupun jenisnya sejalan dengan
usianya.
b) Pekerjaan
Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya.
Perusahaan dapat memproduksi produk sesuai dengan
kebutuhan kelompok pekerjaan tertentu.
c) Keadaan ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang akan sangat berpengaruh terhadap
pemilihan produk sesuai dengan tingkat pendapatannya.
d) Kepribadian
Setiap orang mempunyai kepribadian yang khas dan ini akan
mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian adalah
karakteristik psikologis yang unik yang menyebabkan
tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap
lingkungannya. Selain itu, konsumen juga cenderung memilih
14
dan menggunakan merek yang sesuai dengan bagaimana cara
mereka melihat dirinya sebagai individu dan didasarkan juga
pada bagaimana kita ingin melihat diri kita atau bagaimana
pandangan orang lain terhadap diri kita.
e) Gaya Hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya.
4) Faktor Psikologis
Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh motivasi, persepsi,
pembelajaran dan memori.
a) Motivasi
Motif (dorongan) suatu kebutuhan yang mendesak untuk
mengarahkan seseorang mencari kepuasan atas kebutuhannya.
b) Persepsi
Persepsi adalah proses kita dalam memilih, mengatur, dan
menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan suatu
arti gambaran yang diterima manusia.
c) Pembelajaran
Pembelajaran adalah perubahan dalam perilaku seseorang yang
timbul dari pengalaman.
15
d) Memori
Semua informasi dan pengalaman yang dialami manusia akan
tertanam dalam ingatan jangka panjang.
2. Impulse Buying
a. Pengertian Pembelian Impulsif (Impulsive Buying)
Solomon dan Rabolt (2009) menyatakan bahwa pembelian
impulsif (impulsive buying) adalah suatu kondisi yang terjadi ketika
individu mengalami perasaan terdesak secara tiba-tiba yang tidak
dapat dilawan. Kecenderungan untuk membeli secara spontan ini
umumnya dapat menghasilkan pembelian ketika konsumen percaya
bahwa tindakan tersebut adalah hal yang wajar.
Menurut Iyer(2009) dalam Kharis (2011), pembelian impulsif
(impulsive buying) adalah suatu fakta kehidupan dalam perilaku
konsumen yang dibuktikan sebagai suatu kegiatan pembelian yang
berhubungan dengan lingkungan dan keterbatasan waktu dalam
berbelanja, dimana rute pembelian yang mereka lakukan semestinya
berbeda. Rute tersebut dapat dibedakan melalui hirarki impulsive yang
memperlihatkan bahwa perilaku didasarkan pada respon afektif yang
dipengaruhi oleh perasaan yang kuat sehingga pembelian impulsif
(impulsive buying) menurut Hoch et al., terjadi ketika terdapat
16
perasaan positif yang sangat kuat yang kemudian diikuti oleh sikap
pembelian.
Perilaku membeli memiliki dua macam pola Loundon & Bitta
dalam Kharis(2011), yaitu pola pembelian yang berulang (brand
loyality) dan pembelian tidak direncanakan (impulsive purchasing).
Pada brand loyality, pembelian suatu produk oleh konsumen
seringkali didasarkan pada merek tertentu. Hal tersebut seringkali
berulang karena kesetiaan konsumen dengan merek tersebut.
Sedangkan pada pembelian impulsif, pembelian tidak direncanakan
secara khusus. Utami & Sumaryono(2008) menambahkan bahwa
strategi pemasaran ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar
melakukan pembelian. Proses pembelian itu sendiri ada yang bersifat
rasional dan emosional. Pada proses pembelian yang sifatnya rasional,
konsumen melakukan pertimbangan yang cermat dan mengevaluasi
sifat produk secara fungsional. Sedangkan pembelian yang muncul
karena didasari faktor emosi, dikatakan sebagai pembelian yang
bersifat emosional. Pembelian ini bersifat hedonik, obyek konsumsi
dipandang secara simbolis dan berhubungan dengan respon emosi.
Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse
bersinonim dengan unplanned ketika para psikolog dan ekonomi
memfokuskan pada aspek irasional atau pembelian impulsif murni.
Namun Solomon & Rabolt (2009) menyatakan bahwa tidak
17
sepenuhnya impulse buying disebut irasional karena justru seringnya
pembelian impulse justru didasarkan kebutuhan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelian impulsif (impulsive buying) atau pembelian tidak terencana
merupakan pembelian yang tidak rasional dan terjadi secara spontan
karena munculnya dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera
pada saat itu juga dan adanya perasaan positif yang kuat mengenai
suatu benda, sehingga pembelian berdasar impuls tersebut cenderung
terjadi dengan adanya perhatian dan mengabaikan konsekuensi
negatif.
b. Aspek-aspek Pembelian Impulsif (Impulsive Buying)
1) Menurut Rook dan Fisher (2011), pembelian impulsif (impulsive
buying) memiliki beberapa aspek, yaitu sebagai berikut :
a) Spontanitas
Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen
untuk membeli saat itu juga, serta sering menjadi respon
terhadap stimulasi visual langsung ditempat penjualan.
b) Kekuatan, kompulsi, dan intensitas
Adanya motivasi untuk mengesampingkan semua hal dan
bertindak dengan seketika.
18
c) Kegairahan dan stimulasi
Adanya desakan secara mendadak untuk membeli barang dan
disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai menggairahkan,
menggetarkan atau liar.
d) Ketidakpedulian akan akibat
Desakan untuk membeli barang menjadi sulit untuk ditolak
sehingga akibat negatif sering diabaikan.
2) Wathani(2009) mengemukakan lima elemen penting yang
membedakan tingkah laku konsumen yang impulsif dan yang tidak
impulsif, antara lain:
a) Konsumen merasakan adanya suatu dorongan yang tiba-tiba
dan spontan untuk melakukan suatu tindakan yang berbeda
dengan tingkah laku sebelumnya.
b) Dorongan tiba-tiba untuk melakukan suatu pembelian
menempatkan konsumen dalam keadaan ketidakseimbangan
secara psikologis, dimana untuk sementara waktu ia merasa
kehilangan kendali.
c) Konsumen akan mengalami konflik psikologis dan ia berusaha
untuk menimbang antara pemuasan kebutuhan langsung dan
konsekuensi jangka panjang dari pembelian.
d) Konsumen akan mengurangi evaluasi kognitif dari produk.
19
e) Konsumen seringkali membeli secara impulsif tanpa
memperhatikan konsekuensi yang akan datang.
Berdasarkan paparan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek dalam pembelian impulsif (impulsive buying) antara lain dua
aspek yaitu kognitif (cognitive) dan afektif (affective). Kognitif (cognitive)
adalah aspek yang terfokus pada konflik yang terjadi pada kognitif
individu sedangkan afektif (affective) adalah terfokus pada kondisi
emosional konsumen.
c. Tipe-tipe Pembelian Impulsif (Impulsive Buying)
Utami(2012) menyatakan bahwa ada empat tipe pembelian
impulsif, yaitu :
1) Pure Impulse (pembelian impuls murni)
Pembelian dilakukan murni tanpa rencana atau terkesan mendadak.
Biasanya terjadi setelah melihat barang yang dipajang di toko dan
muncul keinginan untuk memilikinya saat itu juga.
2) Reminder Impulse (impuls pengingat)
Pembelian dilakukan tanpa rencana setelah diingatkan ketika
melihat iklan yang ada di toko atau tempat perbelanjaan.
3) Suggestion Impulse (impuls saran)
Pembelian dilakukan tanpa terencana pada saat berbelanja di pusat
perbelanjaan. Pembeli terpengaruh karena diyakinkan oleh penjual
atau teman yang ditemuinya pada saat berbelanja.
20
4) Planned Impulse (Impuls terencana)
Pembeli melakukan pembelian karena sebenarnya sudah
direncanakan tetapi karena barang yang dimaksud habis atau tidak
sesuai dengan apa yang diinginkan, maka pembelian dilakukan
dengan membeli jenis barang yang sama tetapi dengan merek atau
ukuran yang berbeda.
Berdasarkan paparan di atas, terdapat empat tipe pembelian impulsif
(impulsive buying) yang seluruhnya merupakan pembelian yang dilakukan
secara tiba-tiba dan keputusan pembelian tersebut berada di dalam toko
karena berbagai faktor yang dapat menarik konsumen untuk melakukan
pembelian.
d. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembelian Impulsif (Impulsive
Buying)
Loudon dan Bitta(2010) dalam Anin(2012) mengungkapkan
faktor‐faktor yang memengaruhi pembelian impulsif (impulsive
buying), yaitu:
1) Produk dengan karakteristik harga murah, kebutuhan kecil atau
marginal, produk jangka pendek, ukuran kecil, dan toko yang
mudah dijangkau.
2) Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah
banyak outlet yang self service, iklan melalui media massa yang
21
sangat sugestibel dan terus menerus, iklan di titik penjualan, posisi
display dan lokasi toko yang menonjol.
3) Karakteristik konsumen seperti kepribadian, jenis kelamin, sosial
demografi atau karakteristik sosial ekonomi.
Faktor-faktor yang memengaruhi pembelian impulsif (impulsive
buying) yaitu faktor internal yang meliputi kecenderungan pembelian
impulsif, kondisi psikologis dan evaluasi normatif (Ilmalana,2012).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, faktor-faktor yang
menyebabkan pembelian impulsif (impulsive buying) yang paling
menonjol ialah berbagai strategi pemasaran yang dilakukan oleh para
produsen untuk menarik konsumen dengan menciptakan mood positif
kepada suatu produk. Salah satunya adalah iklan melalui media massa
yang sangat sugestibel dan terus menerus, iklan di titik penjualan, posisi
display dan lokasi toko yang menonjol sehingga memengaruhi konsumen
untuk melakukan pembelian impulsif (impulsive buying).
3. Pola Belanja
a. Definisi berbelanja
Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas
berbelanja sebagai aktifitas yang melibatkan pertimbangan pembelian
suatu produk maupun jasa, mencari toko yang menyediakan produk
ataupun jasa yang terbaik, pencarian produk ataupun jasa yang
22
diinginkan di dalam toko tersebut, serta menentukan keputusan untuk
membeli.
b. Pola berbelanja
Pola berbelanja adalah cara atau bentuk pendekatan yang
digunakan oleh individu dalam melakukan aktifitas mencari, membeli,
dan mengkonsumsi produk maupun jasa, serta dapat dilihat melalui
kebutuhannya (Huddleston dan Minahan, 2011). Pola berbelanja dapat
dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kebutuhan konsumen, yaitu
hedonic shopping dan utilitarian shopping.
1) Hedonic shopping atau recreational shopping adalah aktifitas
berbelanja yang mengutamakan pengalaman dan kesenangan
dalam berbelanja. Jadi, tujuan konsumen berbelanja adalah untuk
bersenang-senang, serta merasakan fantasi dan kenikmatan
emosional, dan biasanya tanpa disertai adanya perencanaan tentang
produk ataupun jasa yang ingin dibeli.
2) Utilitarian shopping adalah aktifitas berbelanja yang lebih
terstruktur, dengan kata lain konsumen membuat perencanaan
terlebih dahulu sebelum pergi ke toko. Individu yang melakukan
pola berbelanja seperti ini biasanya didasari karena adanya
kebutuhan fisiologis yang mendesak.
23
c. Pola Belanja Hedonis
Belanja hedonis adalah motivasi konsumen untuk berbelanja
karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga
tidak memperhatikan manfaat dari produk yang dibeli. Lestari (2014),
mengatakan bahwa aspek hedonis berkaitan dengan emosional
konsumen sehingga ketika berbelanja konsumen benar-benar
merasakan sesuatu seperti senang, benci, marah, ataupun merasa
bahwa berbelanja merupkan suatu petualangan.
Adapun dimensi yang mempengaruhi menurut Utami(2010)
motivasi hedonic shopping terdiri dari enam dimensi utama, adalah
1) Petualangan berbelanja (Adventure Shopping).
Yaitu kegiatan belanja merupakan sebuah petualangan, dapat
membangkitkan semangat, dan dengan berbelanja mereka
merasa memiliki dunianya sendiri.
2) Kepuasan berbelanja(Gratification Shopping)
Yaitu kegiatan belanja merupakan salah satu alternatif untuk
mengatasi stres, untuk mengobati suasana hati yang tidak enak,
serta sebagai sarana untuk melupakan masalah dan kepenatan.
3) Peran berbelanja(Role Shopping)
Kategori role shopping adalah dimana banyak konsumen lebih
suka berbelanja untuk orang lain daripada untuk dirinya sendiri,
seperti memberi hadiah pada orang lain.
24
4) Nilai berbelanja (Value Shopping)
Kategori value shopping adalah berbelanja yang dilakukan pada
saat konsumen mencari tempat perbelanjaan yang menawarkan
diskon ataupun obralan.
5) Sosial berbelanja (Social Shopping)
Dimana sebagian besar konsumen beranggapan bahwa
kenikmatan berbelanja akan tercipta ketika mereka
menghabiskan waktu bersama-sama dengan keluarga atau
teman, sebagai suatu kegiatan sosialisasi, berbelanja bersama-
sama dengan keluarga ataupun teman, mereka mendapat banyak
informasi mengenai produk yang akan dibeli.
6) Ide berbelanja (Idea Shopping)
Kategori idea shopping adalah dimana konsumen berbelanja
untuk mengikuti tren model fashion terbaru, dan untuk melihat
produk serta inovasi yang baru.
Emosi positif menurut Kim dan Young (2012), emosi merupakan
sebuah efek dari suasana hati yang merupakan faktor penting dalam
pengambilan keputusan konsumen. Biasanya, emosi diklasifikasikan
menjadi dua dimensi ortogonal, yaitu positif dan negatif. Beberapa
penelitian kualitatif melaporkan bahwa konsumen mengalami perasaan
yang bersemangat dan bergairah dalam hidup setelah berbelanja.
25
Adapun hal yang mempengaruhi emosi positif menurut Babin dan
Darden (2011) menyatakan bahwa respon afektif lingkungan atas perilaku
pembelian dapat diuraikan oleh 3 variabel, adalah:
1) Kesenangan (Pleasure)
Mengacu pada tingkat di mana individu merasakan baik, penuh
kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut.
2) Gairah (Arousal)
Mengacu pada tingkat di mana seseorang merasakan siaga,
digairahkan, atau situasi aktif.
3) Kekuasaan (Dominance)
Ditandai dengan laporan responden yang merasa dikendalikan
sebagai lawan mengendalikan, mempengaruhi sebagai lawan
dipengaruhi, terkendali sebagai lawan diawasi, penting sebagai
lawan dikagumi, dominan sebagai lawan bersikap tunduk dan
otonomi sebagai lawan dipandu.
4. Harga
a. Pengertian Harga
Harga ialah sejumlah uang yang dibebankan untuk sebuah produk
atau jasa atau sejumlah nilai yang konsumennya untuk mendapatkan
manfaat dari atau memiliki atau menggunakan jasa. Menurut Sabran
(2011), harga adalah suatu elemen bauran pemasaran yang
26
menghasilkan pendapatan, elemen lain menghasilkan biaya. Harga
merupakan elemen termudah dalam program pemasaran untuk
disesuaikan, fitur produk, saluran, dan bahkan komunikasi
membutuhkan banyak waktu.
Menurut Tjiptono (2011) menyebutkan bahwa harga meruakan
satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan
atau pendapatan bagi perusahaan. Sedangkan menurut Kotler dan
Amstrong (2011), harga adalah sejumlah uan yang ditagihkan atas
suatu produk dan jasa atau jumlah dari nilai yangditukarkan para
pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau
menggunakan suatu produk dan jasa.
b. Penetapan Harga
1) Pengertian Penetapan Harga
Pengertian dari penetapan harga menurut Alma (2011) adalah
keputusan mengenai harga-harga yang akan diikuti dalam jangka
waktu tertentu sedangkan menurut Molan (2011) menyatakan
bahwa suatu perusahaan harus menetapkan harga sesuai dengan
nilai yang diberikan dan dipahami pelanggan. Jika harganya
ternyata lebih tinggi daripada nilai yang diterima, perusahaan
tersebut akan kehilangan kemungkinan untuk memetik laba; jika
harganya ternyata terlalu rendah daripada nilai yang diterima,
27
perusahaan tersebut tidak akan berhasil menuai kemungkinan
memperoleh laba.
Menurut Indriyo (2011), penetapan harga merupakan harga
produk yang ditetapkan oleh perusahaan berdasarkan tida dasar
pandangan yang meliputi :
a) Biaya
Penetapan harga yang dilandaskan atas dasar biaya adalah
harga jual produk atas dasar biaya produksinya dan
kemudian ditambah dengan margin keuntungan yang
diinginkan.
b) Konsumen
Penetapan harga yang dilandaskan atas dasar konsumen
yaitu harga ditetapkan atas dasar seslera konsumen.
Apabila selera konsumen atau permintaan konsumen
menghendaki rendah sebaiknya harga.
c) Persaingan
Penetapan harga yang lain adalah atas dasar persaingan,
dalam hal ini kita menetapkan harga menurut kebutuhan
perusahaan yaitu berdasarkan persaingannya dengan
perusahaan lain yang sejenis dan merupakan pesaing-
pesaingnya.
28
Dalam siatuasi tertentu, sering terjadi perusahaan harus
menetapkan harga jualnya jauh di bawah harga produksinya. Hal
ini dilakukan karena pertimbangan untuk memenangkan pesaing.
Suatu perusahaan berupaya agar harga berada pada tingkatan yang
umum ditetapkan dalam bidang industrinya.
Ada beberapa fator yang memhubungani dalam penetapan
harga, yakni:
a) faktor-faktor internal yang terdiri dari : pertimbangan
organisasi, sasaran pemasaran, biaya dan startegi bauran
emasaran.
b) faktor-faktor eksternal terdiri dari : situasi dan permintaan
pasar, persaingan, harapan perantara dan faktor-faktor
lingkungan seperti kondisi sosial ekonomi, budaya, dan
politik.
2) Tujuan Penetapkan Harga
Menurut Sabran (2011), ada lima tujuan utama dalam
menetapkan harga:
a) Kemampuan bertahan
Perusahaan mengejar kemampuan bertahan sebagai tujuan
utama mereka jika mereka mengalami kelebihan kapastitas,
persaingan ketat, atau keinginan konsumen yang berubah.
29
Selama harga menutup biaya variabel dan biaya tetap maka
perusahaan tetap berada dalam bisnis.
b) Laba saat ini maksimum
Banyak perusahaan berusaha menetapkan harga yang akan
memaksimalkan laba saat ini. Perusahaan memperkirakan
permintaan dan biaya yang berasosiasi dengan harga
alternatif dan memilih harga yang menghasilkan laba saat
ini, arus kas, atau tingkat pengambilan atas investasi
maksimum.
c) Pangsa pasar maksimum
Perusahaan percaya bahwa semakin tinggi volume
penjualan, biaya unit akan semakin rendah dan laba jangka
panjang semakin tinggi. Perusahaan menetapkan harga
terendah mengasumsikan pasar sensitif terhadap harga
Menurut Tjiptono (2008), ada empat jenis tujuan penetapan
harga, yaitu :
a) Tujuan berorientasi pada laba
Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap
perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan
laba paling tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilah
maksimalisasi laba.
30
b) Tujuan berorientasi pada volume
Selain tujuan berorientasi pada laba,ada pula perusahaan
yang menentapkan harganya berdasarkan tujuan yang
berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal
dengan istilah volume pricing objectives.
c) Tujuan berorientasi pada citra
Citra suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi
penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga
tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra
prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan
untuk membentuk nilai tertentu, misalnya dengan
memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga
yang terendah di suatu wilayah tertentu.
d) Tujuan stabilisasi harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap
harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka
para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka.
Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan
stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu yang
produknya terstandardisasi. Tujuan stabilisasi ini dilakukan
dengan jalan menetapkan harga untuk hubungan yang
31
stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin
industri.
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penetapan Harga
Mendapatkan produk atau jasa terendah haruslah
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan
mempertimbangkan faktor-faktor tersebut diharapkan apa yang
menjadi tujuan peruahaan khususnya penetapan harga yang sesuai
dengan daya beli konsumen dan memberikan keuntungan bagi
perusahaan akan tercapai. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi didalam pengambilan keputusan harga. Menurut
Basu Swatsha (2010), beberapa faktor yang biasanya
mempengaruhi keputusan penetapan harga, antara lain :
a) Kondisi perekonomian
Keadaan perekonomian sangat mempengaruhi tingkat harga
yang berlaku.
b) Penawaran dan permintaan
Permintaan adalah sejumlah barang yang diminta oleh pembeli
pada tingkat harga tertentu. Penawaran yaitu suatu jumlah yang
ditawarkan oleh penjual pada suatu tingkat harga tertentu.
c) Elastisitas permintaan
Faktor lain yang dapat mempengaruhi penentuan harga adalah
sifat permintaan pasar.
32
d) Persaingan
Harga jual beberapa macam barang sering dipengaruhi oleh
keadaan persaingan yang ada.
e) Biaya
Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu
tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan
mengakibatkan kerugian.
f) Tujuan manager
Tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan adalah :
i) Laba maksimum
ii) Volume penjualan tertentu
iii) Penguasaan pasar
iv) Kembalinya modal yang tertanam dalam jangka waktu
tertentu.
g) Pengawasan pemerintah
Pengawasan pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk:
penentuan harga maksimum dan minimum, diskriminasi harga,
serta praktek-praktek lain yang mendorong atau mencegah
usaha-usaha kearah monopoli.
4) Langkah-Langkah Penetapan Harga
Menurut Simamora (2011). Langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam penetapan harga adalah:
33
a) Analisis keadaan pasar, yakni memahami hubungan
permintaan dan harga, karena perubahan harga dapat
memberikan hubungan besar pada permintaan.
b) Identifikasi faktor-faktor pembatas adalah faktor yang
membatasi perusahaan dalam menetapkan harga.
c) Menetapkan sasaran yang menjadi umum adalah memperoleh
keuntungan untuk harga harus lebih tinggi dari biaya rata-rata
operasional.
d) Analisis potensi keuntungan, suatu usaha perlu mengetahui
beberapa keuntungan yang ingin mereka peroleh.
e) Penentuan harga awal harus disepakati bahwa harga awal bagi
produk baru yang pertama kali diluncurkan berdasarkan
kesepakatan bersama.
f) Penetapan harga disesuaikan dengan keadaan lingkungan yang
selalu berubah oleh karena itu harga harus disesuaikan.
c. Persepsi Harga
Pada saat konsumen melakukan evaluasi dan penelitian terhadap
harga dari suatu produk sangat dipengaruhi oleh perilaku dari
konsumen itu sendiri. Sementara perilaku konsumen menurut Kotler
and Keller (2008), dipengaruhi 4 aspek utama yaitu budaya, social,
personal (umur, pekerjaan, kondisi, ekonomi) serta psikologi
(motivasi, persepsi, percaya).
34
Secara umum persepsi konsumen terhadap harga tergantung
perception of price differences (persepsi mengenai perbedaan harga)
dan references prices (referensi harga). Terdapat dua faktor yang
mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga. Pertama
perception of price differences, menurut hokum Weber-
Fechner(2008), pembeli cenderung untuk selalu melakukan evaluasi
terhadap perbedaan harga antara harga yang ditawarkan terhadap
harga dasar yang diketahui. Faktor lain yang mempengaruhi persepsi
terhadap kewajaran suatu harga adalah price references yang dimiliki
oleh pelanggan yang didapat dari pengalaman sendiri (internal price)
dan informasi luar yaitu iklan dan pengalaman orang lain (eksternal
references price). Informasi dari luar tersebut sangat dipengaruhi :
1) Harga kelompok produk (product line) yang dipasarkan oleh
perusahaan yang sama
2) Perbandingan dengan harga produk saingan
3) Urutan produk yang ditawarkan (top down selling)
4) Harga produk yang pernah ditawarkan konsumen (recalled price)
Sedangkan persepsi terhadap kewajaran harga dapat pula
dijelaskan denga teori acquisition transaction utility. Konsumen akan
melakukan pembelian (acquisition utility) apabila harga tersebut
dikaitkan dengan keuntungan atau kerugian dalam persfektif fungsi
produk. Sedangkan truncation utility, konsumen mempersepsikan
35
harga dengan kenikmatan dari perbedaan antara interval reference
prices dengan harga pembelian.
d. Harga Discount
1) Pengertian Discount
Discount adalah pengurangan dari harga tercatat yang diajukan
penjual kepada pembeli yang apakah tidak melakukan fungsi
pemasaran tertentu atau melakukan fungsi pemasaran atau
melakukan sendiri fungsi itu (McCarthy,2009). Kotler (2007),
discount adalah penyesuaian harga dasar untuk memberikan
penghargaan pada pelanggan atas reaksi-reaksi tertentu, seperti
pembayaran tagihan lebih awal, volume pembelian, dan pembelian
di luar musim.
Mariana (2009) mengatakan bahwa discount merupakan
potongan harga yang ada, dimana pengurangan tersebut dapat
berbentuk tunai atau berupa potongan yang lain. Sedangkan
menurut Tjiptono (2008) discount merupakan potongan harga yang
diberikan oleh penjual kepada pembeli sebagai penghargaan atas
aktivitas tertentu dari pembeli yang menyenangkan bagi penjual.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa discount merupakan potongan harga atau pengurangan
harga yang di berikan oleh penjual kepada pembeli pada suatu saat
tertentu.
36
2) Jenis- Jenis Discount
Dari beberapa pendapat ahli mengenai pengertian discount
diatas, selanjutnya McCarthy dan Pereault (2009) membagi
discount menjadi :
a) Quantity discounts (discount kuantitas) adalah penawaran
discount untuk mendorong para pelanggan membeli dalam
jumlah yang lebih besar. Hal ini memungkinkan penjual untuk
memperoleh bisnis lebih banyak dari pembeli, atau
mengalihkan sebagian fungsi penyimpanan sediaan kepada
pembeli, atau mengurangi biaya pengiriman dan penjualan.
Discount kuantitas dibagi menjadi dua, yakni discount
kuantitas kumulatif dan discount nirkumulatif.
b) Discount kuantitas kumulatif (cumulative quantity discount)
diterapkan dalam pembelian selama periode tertentu, seperti
satu tahun dan discount tersebut biasanya meningkat ketika
jumlah pembelian juga meningkat. Discount kumulatif
mendorong pembelian ulang dengan mengurangi biaya
pelanggan untuk pembelian tambahan.
c) Discount kuantitas nirkumulatif (noncumulative quantity)
hanya berlaku untuk pesanan individual. Discount seperti ini
mendorong pesanan yang lebih besar tetapi tidak mengikat
seseorang pembeli kepada penjual setelah satu pembelian.
37
d) Discount Musiman (seasonal discount) adalah discount yang
ditawarkan untuk mendorong para pembeli menyimpan sediaan
lebih awal ketimbang yang diperlukan saat ini. Discount ini
cenderung mengalihkan fungsi penyimpanan sediaan lebih jauh
di sepanjang saluran. Hal ini juga cenderung meratakan
penjualan di sepanjang tahun sehingga memungkinkan
pengoprasian sepanjang tahun.
e) Discount tunai (cash discount) adalah pengurangan harga
untuk mendorong pembeli membayar tagihan mereka dengan
cepat. Persyaratan bagi suatu discount cash biasanya mengubah
syarat “netto”.
f) 2/10, Neto 30 berarti bahwa penjual memberikan potongan dua
persen dari harga resmi yang tercantum dalam faktur apabila
pembeli melunasi tagihan dalam 10 hari. Jika tidak, nilai
penuhnya harus dibayar dalam 30 hari.
g) Discount dagang (discount fungsional) adalah pengurangan
harga tercatat yang diberikan kepada anggota saluran atas
pekerjaan yang akan mereka lakukan.
h) Harga Obral (sale price) adalah potongan harga temporer dari
harga tercatat atau resmi. Harga obral dimaksudkan agar
pelanggan segera membeli (McCharty, 2009).
38
Sedangkan Kotler (2007) membagi jenis – jenis discount
menjadi lima, yaitu :
a) Discount tunai : penurunan harga bagi pembeli yang segera
membayar tagihan
b) Discount kuantitas : penurunan harga bagi orang yang membeli
dalam jumlah besar
c) Discount fungsional : diskon ditawarkan produsen kepada
anggota – anggota saluran perdagangan jika mereka melakukan
fungsi tertentu, seperti menjual, menyimpan, atau melakukan
pencatatan
d) Discount musim ; penurunan harga untuk orang yang membeli
barang atau jasa diluar musim.
e) Potongan harga : pembayaran ekstra yang dirancang untuk
memperoleh partisipasi penjual ulang (reseller) dalam program
khusus.
Berdasarkan paparan diatas, jenis-jenis discount tersebut dibagi
sesuai dengan waktu pelaksanaan discount dan dikarenakan pembeli
melakukan fungsi tertentu.
3) Faktor – Faktor Pemberian Discount
Discount diberikan dengan tujuan tertentu baik hal tersebut
menguntungkan bagi perusahaan maupun konsumen. Ada
beberapa pendapat yang mengatakan mengapa discount diberikan
39
dan faktor-faktor yang menyebabkan supermarket dan departement
store memberikan discount kepada konsumen.
Kotler(2007) berpendapat bahwa discount diberikan karena
beberapa faktor, yaitu:
a) Barang akan segera digantikan oleh model yang lebih baru
b) Ada yang tidak beres dengan produk ini sehingga mengalami
kesulitan dalam penjualannya
c) Perusahaan mengalami masalah keuangan yang gawat
d) Harga akan turun lebih jauh lagi apabila harus menunggu lebih
lama
e) Mutu produk ini oleh perusahaan diturunkan
Sedangkan menurut Mariana(2009), faktor- faktor pemberian
discount adalah sebagai berikut:
a) untuk mengikat pembeli
b) menguntungkan beberapa langganan
c) memberikan nilai ekonomis pada masyarakat
d) merubah pola pemberian
e) memancing pembeli untuk membeli dalam kuantitas besar
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
pemberian discount berasal dari penjual dan merupakan strategi dari
penjual untuk mengikat pembeli yang memang sengaja diberikan
untuk suatu tujuan tertentu.
40
5. Kualitas Pelayanan
a. Pengertian Kualitas
Kualitas merupakan salah satu kunci dalam memenangkan
persaingan dengan pasar. Ketika perusahaan telah mampu
menyediakan produk berkualitas maka telah membangun salah satu
fondasi untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Menurut Goetsch dan
Davis (1994) yang dikutip oleh Tjiptono (2012), kualitas dapat
diartikan sebagai “kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi
atau melebihi harapan”. Berdasarkan definisi ini, kualitas adalah
hubungan antara produk dan pelayanan atau jasa yang diberikan
kepada konsumen dapat memenuhi harapan dan kepuasan konsumen.
Sunyoto (2012) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu
ukuran untuk menilai bahwa suatu barang atau jasa telah mempunyai
nilai guna seperti yang dikehendaki atau dengan kata lain suatu barang
atau jasa dianggap telah memiliki kualitas apabila berfungsi atau
mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas
adalah unsur yang saling berhubungan mengenai mutu yang dapat
mempengaruhi kinerja dalam memenuhi harapan pelanggan. Kualitas
tidak hanya menekankan pada hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi
menyangkut kualitas manusia, kualitas proses, dan kualitas
41
lingkungan. Dalam menghasilkan suatu produk dan jasa yang
berkualitas melalui manusia dan proses yang berkualitas.
b. Manfaat Kualitas
Menurut Tjiptono dan Chandra (2011), produktivitas biasanya
selalu dikaitkan dengan kualitas dan profitabilitas. Meskipun demikian
ketiga konsep tersebut memiliki penekanan yang berbeda-beda:
1) Produktivitas menekankan pemanfaatan (utilisasi) sumber daya,
yang seringkali diikuti dengan penekanan biaya dan rasionalisasi
modal. Fokus utamanya terletak pada produksi atau operasi.
2) Kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan
pendapatan. Fokus utamanya adalah customer utility.
3) Profitabilitas merupakan hasil dari hubungan antara penghasil
(uncome), biaya, dan modal yang digunakan.
c. Definisi Pelayanan
Aktivitas, manfaat maupun kepuasan merupakan bentuk pelayanan
yang pada dasarnya tidak berwujud. Tjiptono (2011) menyatakan
bahwa pelayanan merupakan proses yang terdiri atas serangkaian
aktivitas intangible (tidak berwujud) yang biasanya (namun tidak
harus selalu) terjadi pada interaksi antara konsumen dengan karyawan
jasa, sumber daya fisik, barang, atau sistem penyedia jasa yang
disediakan sebagai solusi atas masalah konsumen. Layanan merupakan
kegiatan yang ditawarkan oleh penyedia jasa kepada konsumen, bisa
42
berupa benda dan objek lainnya, hal ini ditulis oleh Lovelock dan
Wirtz (2011) yang menyatakan Layanan adalah kegiatan ekonomi
yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain. Seringkali
berbasis waktu, kinerja membawa hasil yang diingkan ke penerima,
benda atau asset lainnya adalah tanggung jawab pembeli.
Dari definisi ini, dapat dikatakan bahwa pelayanan merupakan
aktivitas yang diberikan kepada konsumen dan pada dasarnya tidak
berwujud, disediakan sebagai solusi atau masalah konsumen.
d. Karakteristik Pelayanan
Kotler (2013) mengemukakan bahwa jasa atau layanan memiliki
empat karakteristik utama yaitu:
1) Intangibility (tidak berwujud)
Jasa atau layanan berbeda secara signifikan dengan barang
fisik. Bila barang merupakan suatu objek, benda, material yang
bisa dilihat, disentuh dan dirasa dengan panca indra, maka jasa
atau layanan justru merupakan suatu perbuatan, tindakan,
pengalaman, proses, kinerja (performance) atau usaha yang
sifatnya abstrak. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa atau
layanan cenderung hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat
dimiliki (non-ownership). Jasa juga bersifat intangible, artinya jasa
tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau dirabasebelum
dibeli dan dikonsumsi. Seorang konsumen jasa tidak dapat menilai
43
hasil dari sebuah jasa sebelum ia mengalami atau
mengkonsumsinya sendiri.
2) Inseparability (tidak terpisahkan)
Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual,
baru dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu,
baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat
yang sama. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa layanan
bersangkutan. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa
atau layanan bersangkutan. Hubungan antara penyedia jasa dan
pelanggan ini, efektivitas staff layanan merupakan unsur kritis.
Implikasinya, sukses tidaknya jasa atau layanan bersangkutan
ditunjang oleh kemampuan organisasi dalam melakukan proses
rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, sistem kompensansi,
pelatihan, dan pengembangan karyawan secara efektif.
3) Variability
Layanan sangat bervariasi. Kualitas tergantung pada siapa yang
menyediakan mereka dan kapan dan dimana kualitas layanan
disediakan. Ada beberapa penyebab variabilitas layanan dimana
jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersama-sama sehingga
membatasi control kualitas. Permintaan yang tidak tetap membuat
sulit untuk memberikan produk yang konsisten dan tetap selama
44
permintaan tersebut berada dipuncak. Tingginya tingkat kontak
antara penyedia layanan dan tamu, berarti bahwa konsistensi
produk tergantung pada kemampuan penyedia layanan dan kinerja
pada saat yang sama. Seorang tamu dapat menerima pelayanan
yang sangat baik selama satu hari dan mendapat pelayanan dari
orang yang sama keesokan harinya.
4) Perishability (tidak tahan lama)
Perishability berarti bahwa jasa atau layanan adalah komoditas
yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian
ulang di waktu yang akan datang, dijual kembali, atau
dikembalikan. Permintaan jasa juga bersifat fluktuasi dan berubah,
dampaknya perusahaan jasa seringkali mengalami masalah sulit.
Oleh karena itu perusahaan jasa merancang strategi agar lebih baik
dalam menjalankan usahanya dengan menyesuaikan permintaan
dan penawaran.
e. Konsep Kualitas Pelayanan
Menurut Lewis dan Booms (1983) yang dikutip oleh Tjiptono
(2011) kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan
yang diberikan mampu sesuai dengan ekspetasi konsumen.
Berdasarkan definisi ini, kualitas layanan ditentukan oleh kemampuan
perusahaan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen sesuai
dengan ekspetasi konsumen. Tjiptono(2009) dalam Sunyoto (2012)
45
mengatakan bahwa kualitas atau mutu dalam industri jasa pelayanan
adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku di
tempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya
sama dengan yang diingkan dan diharapkan oleh konsumen. Menurut
Sunyoto (2012), “Mutu pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan konsumen, yaitu adanya kesesuaian
antara harapan dengan persepsi manajemen, adanya kesesuaian antara
persepsi atas harapan konsumen dengan standar kerja karyawan,
adanya kesesuaian antara standar kerja karyawan dengan pelayanan
yang diberikan dengan pelayanan yang dijanjikan dan adanya
kesesuaian antara pelayanan yang diterima dengan yang diharapkan
dengan konsumen”.
Berdasarkan beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa
kualitas pelayanan merupakan suatu penyajian produk atau jasa yang
sesuai dengan standar perusahaan dan diupayakan dalam penyampaian
produk dan jasa tersebut sama dengan apa yang diharapkan tamu
restoran atau melebihi ekspetasi tamu.
f. Prinsip-prinsip Kualitas Pelayanan
Setiap perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama
kualitas pelayanan agar dapat menimbulkan image yang baik bagi
perusahaan serta dapat melaksanakan kualitas yang baik dihadapan
46
konsumen. Enam prinsip pokok kualitas pelayanan menurut Saleh
(2010) meliputi
1) Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan
komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus
memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya.
Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, maka usaha
untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap
perusahaan.
2) Pendidikan
Semua personil perusahaan dari manajer pucak sampai
karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai
kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam
pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi
bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan peranan
eksekutif salam implementasi strategi kualitas.
3) Perencanaan
Proses perencanaan strategi harus mencakup pengukuran dan
tujuan kualitas yang dipergunakaan dalam mengarahkan
purusahaan untuk mencapai visinya.
47
4) Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif
bagi manajemen untuk mengubah perilakku organisasional. Proses
ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian
yang konsisten dalam terus-menerus untuk mencapai tujuan
kualitas.
5) Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi
oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus
dilakukan dengan karyawan, pelanggan, dan stakeholder
perusahaan lainnya, seperti pemasok, pemegang saham,
pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain.
6) Penghargaan dan pengakuan
Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting
dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang
berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasinya tersebut
diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi, moral
kerja, rasa bangga, dan rasa kepemilikan setiap orang dalam
organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi
besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani
48
g. Faktor Utama Dalam Mempengaruhi Kualitas Pelayanan
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2008) terdapat 4 peranan atau
pengaruh dari aspek konsumen yang akan mempengaruhi konsumen
lain yaitu :
1) Contractors
Yaitu tamu berinteraksi langsung dengan konsumen dalam
frekuensi yang cukup sering dan sangat mempengaruhi keputusan
konsumen untuk membeli.
2) Modifier
Yaitu tamu tidak secara langsung mempengaruhi konsumen
tetapi cukup sering berhubungan dengan konsumen lain.
3) Influencer
Yaitu mempengaruhi konsumen tetapi cukup untuk membeli
tetapi secara tidak langsung kontak dengan pembeli.
4) Isolated
Yaitu tamu tidak secara langsung ikut serta dalam bauran
pemasaran dan juga tidak sering bertemu dengan konsumen.
h. Faktor-faktor Penyebab Kualitas Pelayanan Buruk
Menurut Tjiptono (2011) ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk, diantaranya adalah:
49
1) Produk dan konsumsi yang terjadi secara simultan
Salah satu karakteristik jasa yang paling penting adalah
inseparability, yang artinya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada
saat yang bersamaan sehingga dalam memberikan jasa dibutuhkan
kehadiran dan partisipasi pelanggan atau nasabah. Akibatnya
timbul masalah-masalah sehubungan dengan adanya interaksi
antara produsen dan konsumen jasa, yang disebabkan karena tidak
terampil dalam melayani pelanggan, penampilan yang tidak sopan,
kurang ramah, cemberut, dan lain-lain.
2) Intensitas tenaga kerja yang tinggi.
Keterlibatan karyawan secara intensif dalam penyampaian jasa
dapat pula menimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya
variabilitas jasa yang dihasilkan. Fakta yang dapat mempengaruhi
antara lain : upah rendah, pelatihan yang kurang memadai bahkan
tidak sesuai denga kebutuhan organisasi
3) Dukungan terhadap pelanggan internal yang kurang memadai
4) Kesenjangan komunikasi
a) Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak
dapat dipenuhi.
b) Perusahaan tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru
kepada pelanggan, misalnya berkaitan dengan prosedur atau
aturan.
50
5) Memperlakukan pelanggan dengan cara yang sama. Para
pelanggan adalah manusia yang bersifat unik karena mereka
memiliki perasaan dan emosi.
6) Perluasan dan pengembangan pelayanan secara berlebihan.
7) Visi bisnis jangka pendek.
i. Pengukuran Kualitas Pelayanan
Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk
hampir sama dengan pengukuran kepuasan konsuemn, yaitu
ditentukan oleh variabel harapan dan kinerja yang dirasakan. Untuk
dapat mengelola jasa atau produk dengan baik dan berkualitas, maka
perusahaan harus mengenal dan memperhatikan lima kesenjangan
yang berkaitan dengan sebab kegagalan perusahaan. Tjiptono (2011)
mengemukakan lima gap tersebut sebagai berikut :
1) Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Manajemen tidak selalu dapat merasakan apa yang diinginkan para
konsumen secara cepat. Terjadinya kesenjangan ini umumnya
disebabkan karean kurang efektifnya komunikasi antara bawahan
dengan atasan, kurangnya riset pemasaran dan tidak
dimanfaatkannya riset pemasaran, serta terlalu banyak tingkat
manajemen.
2) Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa atau
produk. Manajemen mampu merasakan secara tepat apa yang
51
diinginkan oleh para konsumen, tetapi pihak manajemen tersebut
tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu.
3) Gap antara spesifikasi kualitas jasa atau produk dan cara
penyampainnya. Karyawan perusahaan kurang dilatih atau bekerja
melampaui batas dan tidak dapat atau tidak mau memenuhi standar
atau mereka dihadapkan pada standar-standar yang bertentangan.
4) Gap antara penyapaian jasa atau produk dan komunikasi eksternal.
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang
dibuat oleh wakil dan iklan perusahaan.Kesenjangan ini sering
terjadi karena tidak memadainya komunikasi horizontal dan
adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang berlebihan.
5) Gap antara jasa atau produk yang dirasakan dan yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi bila konsumen mengukur kinerja atau
prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan dan salah dalam
mempersepsikan kualitas jasa atau produk tersebut.
j. Dimensi Pokok Kualitas Pelayanan
Menurut Tjiptono (2011) terdapat lima dimensi pokok dalam
kualitas pelayanan sebagai berikut:
1) Reliabilitas (reliability)
Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa melakukan
52
kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu
yang disepakati.
2) Daya Tanggap (Responsiveness)
Berhubungan dengan kesediaan dan kemampuan karyawan
untuk membantu para konsumen dan merespon permintaan
mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan
kemudian memberikan jasa secara cepat.
3) Jaminan (Assurance)
Perilaku karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan
konsumen terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan
rasa aman bagi para konsumennya. Jaminan juga berarti bahwa
para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap
pertanyaan atau masalah konsumen.
4) Empati (Empathy)
Menyatakan bahwa perusahaan memahami masalah para
konsumennya dan bertindak demi kepentingan konsumen, serta
memberikan perhatian personal kepada para konsumen dan
memiliki jam operasi yang nyaman.
53
5) Bukti Fisik (Tangible)
Berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, peralatan atau
perlengkapan yang lengkap, dan material yang digunakan
perusahaan bersih, serta penampilan dari karyawan rapi.
Menurut Kotler (2012) menyebutkan lima dimensi Kualitas
Pelayanan jasa yang harus dipenuhi yaitu : “Tangibles, Empathy,
Reliability, Responsiveness, Assurance”.
1) Bukti Fisik
Yaitu penampilan fisik layanan perusahaan, seperti penampilan
fasilitas fisik, peralatan, personel, kebersihan, kerapian dan media
komunikasi.
2) Empati
Yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli
memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan.
3) Kehandalan
Yaitu kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
4) Cepat tanggap
Yaitu daya tanggap perusahaan dalam memberi layanan bagi
pelanggan dan memberikan jasa dengan sigap dan cepat dalam
melayani menangani transaksi dan penanganan keluhan pelanggan.
54
5) Jaminan
Yaitu kemampuan perusahaan memberi jaminan pelayanan
yang merupakan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan
Berdasarkan kelima dimensi kualitas layanan tersebut, maka
kepuasan pelanggan dapat diukur, dipahami dan dijadikan sebagai
suatu hasil yang baik untuk kepentingan peningkatan kualitas
pelayanan jasa yang diberikan kepada pelanggan, baik pelanggan yang
baru pertama kali maupun pelanggan yang sudah berulang-ulang
menggunakan jasa tersebut.
B. Penelitian Sebelumnya
1. Kosyu; Hidayat, Abdillah (2014) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh
Hedonic Shopping Motives Terhadap Shopping Lifestyle dan Impulse
Buying menyimpulkan bahwa Hedonic Shopping Motives berpengaruh
signifikan terhadap Shopping Lifestyle, Hedonic Shopping Motives
berpengaruh signifikanterhadap Impulse Buying dan Shopping Lifestyle
berpengaruh signifikan terhadap Impulse Buying.
2. Warahma; Rizki (2017) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Price
Discount, Store Atmosphere Terhadap keputusan pembelian serta
shopping emotion dan Impulse Buying sebagai Variabel Intervening
55
menyimpulkan bahwa Price Discount memiliki pengaruh yang
sedangterhadap Impulse Buying serta berpengaruh signifikan dan positif
terhadap Impulse Buying. Store Atmosphere memiliki pengaruh tinggi
terhadap Impulse Buying serta berpengaruh signifikan dan positif terhadap
Impulse Buying.
3. Darma; Japarianto (2014) dalam penelitian yang berjudul Analisis
Pengaruh Hedonic Shopping Value Terhadap Impulse Buying dengan
Shopping Lifestyle dan Positive Emotion sebagai Variabel Intervening
pada Mall Ciputra World Surabaya menyimpulkan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan dari Hedonic Shopping Value terhadap Impulse
Buying, terdapat pengaruh yang signifikandari Hedonic Shopping Value
terhadap Positive Emotion, terdapat pengaruh yang signifikan dari
Hedonic Shopping Value terhadap Shopping Lifestyle, terdapatpengaruh
yang signifikan dari Positive Emotion terhadap Impulse Buying, tidak
terdapat pengaruh yang signifikan dari Shopping Lifestyle terhadap
Impulse Buying dan terdapat pengaruh signifikan dari Shopping Lifestyle
terhadap Positive Emotion.
4. Veronika (2009) dalam penelitian yang berjudul Hubungan antara
Hedonic Shopping Value, Positive Emotion, dan Perilaku Impulse Buying
pada Konsumen Ritel Matahari Dept. Store menyimpulkan bahwa variabel
Hedonic Shopping Value dan Positive Emotion mempunyai pengaruh
terhada variabel Impulse Buying terbukti kebenarannya. Variabel Positive
56
Emotion merupakan variabel mediasi antara variabel Hedonic Shopping
Value terhadap Impulse Buying menjadi terbukti kebenarannya.
5. Pradana; Suparna (2013) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Store
Enviroment dan Impulse Buying Tendency terhadap Urge to Buy
Impulsvely dan Impulse Buying Behaviour menyimpulkan bahwa store
environment berpengaruh positif dan signifikan terhadap urge to buy
impulsively. Impulse buying tendency berpengaruh positif dan signifikan
terhadap urge to buy impulsively. Store environment berpengaruh positif
dan signifikan terhadap impulse buying behaviour. Impulse buying
tendency berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying
behaviour.
6. Luthfiana; Revalia (2014) dalam penelitian yang berjudul Analisis
Kualitas Pelayanan, Promosi dan Hedonic Shopping Value yang
Mempengaruhi Impulse Buying dalam Pembelian Online pada studi kasus
mahasiswi Fakultas Bisnis Universitas Diponegoro menyimpulkan bahwa
kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse
Buying. Promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse
Buying. Hedonic Shopping Value berpengaruh positif dan signifikan
terhadap impulse buying.
7. Prihastama (2016) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Price
Discount dan Bonus Pack terhadap Impulse Buying pada Pelanggan
Minimarket Indomaret Jl. Demangan Baru, Depok, Sleman, Yogyakarta
57
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif price discount terhadap
impulse buying pada pelanggan minimarket Indomaret. Terdapat pengaruh
positif bonus pack terhadap impulse buying pada pelanggan minimarket
Indomaret.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka berfikir ini merupakan perwujudan secara garis besar pengaruh dan
hubungan antara variabel penelitian yang terdiri dari variabel - variabel. Adapun
kerangka pemikiran yang digunakan penulis dalam merumusukan masalah ini
adalah sebagai berikut:
1 (+)
2(+)
4(+)
3(+)
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran
Note:
berpengaruh secara parsial
Pola Belanja (X1)
(Diskon, dan
Atmospher Toko
terhadap Impulse
Buying (X1)
Impulse
Buying
(Y)
Harga(X2)
((xAtmospher Toko
terhadap Impulse
Buying (X2)
Kualitas Pelayanan (X3)
58
berpengaruh secara simultan
D. Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah dugaan sementara mengenai dua variabel atau
lebih mengenai hasil penelitian, selanjutnya hipotesis penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Ha: Pola belanja mempunyai pengaruh terhadap impulse buying di Toko
Jolie Wirobrajan
2. Ha: Harga mempunyai pengaruh terhadap impulse buying di Toko Jolie
Wirobrajan
3. Ha: Kualitas pelayanan mempunyai pengaruh terhadap impulse buying di
Toko Jolie Wirobrajan
4. Ha: Pola belanja, harga, kualitas pelayanan secara simultan mempunyai
pengaruh terhadap impulse buying di Toko Jolie Wirobrajan