BAB II II.pdf · dalam model propagasi ini ikut memperhitungkan ... dalam permodelan dengan metode...

34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian yang membahas coverage area wireless sudah cukup banyak di lakukan. Berbagai tujuan dan latar belakang digunakan dalam penelitian tersebut, tetapi belum ada penelitian yang membahas tentang analisis jaringan Wireless Fidelity Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung. Berikut ini merupakan beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan coverage area jaringan wireless. 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh M.Faisol riza dengan judul “ Simulasi Cakupan Area Sinyal WLAN 2.4GHz pada ruangan” yang diterbitkan pada jurnal Fakultas Teknik_Universitas Diponegoro tahun 2012. Penelitian tersebut melakukan simulasi cakupan area sinyal Wi-Fi pada suatu ruangan. Sehingga diketahui area ruangan yang mendapat cakupan sinyal dengan daya sinyal rendah dan tinggi. Pada penelitian ini digunakan parameter IRL (Isotropic Receive Level) untuk mempresentasikan daya cakupan sinyal yang akan ditampilkan dalam simulasi. Simulasi dilakukan pada ruangan berbentuk persegi dan dalam keadaan kosong (tanpa perabotan). Selain itu simulasi juga tidak memperhitungkan efek refleksi, difraksi dan scattering. Dalam penelitian ini menampilkan pelemahan bahan material pada Tabel 2.4 Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa besar nilai Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) yang dimiliki tipe access point yang berbeda-beda berpengaruh pada cakupan sinyal pada suatu ruangan, yang diukur dengan nilai Isotropic Receive Level (IRL). Selisih EIRP antara access point tipe Trend net W-434APB dan TP Link- WA5110G dan TP Link-WA5110G, yaitu sebesar 14 dBm. Hal ini menunjukkan besar perubahan nilai IRL cakupan sinyal di suatu ruang yang sama sebanding dengan perubahan EIRP pada ruang tersebut. Dari simulasi pengaruh tipe bahan material pada cakupan sinyal, dapat disimpulkan bahwa bahan material dengan tipe berbeda akan menimbulkan besar pelemahan yang berbeda pula. Dari simulasi pengaruh luas ruangan pada cakupan sinyal, dapat disimpulkan bahwa semakin besar

Transcript of BAB II II.pdf · dalam model propagasi ini ikut memperhitungkan ... dalam permodelan dengan metode...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir

Penelitian yang membahas coverage area wireless sudah cukup banyak di

lakukan. Berbagai tujuan dan latar belakang digunakan dalam penelitian tersebut,

tetapi belum ada penelitian yang membahas tentang analisis jaringan Wireless

Fidelity Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung. Berikut ini merupakan beberapa

penelitian yang telah dilakukan terkait dengan coverage area jaringan wireless.

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh M.Faisol riza dengan judul “

Simulasi Cakupan Area Sinyal WLAN 2.4GHz pada ruangan” yang

diterbitkan pada jurnal Fakultas Teknik_Universitas Diponegoro tahun

2012. Penelitian tersebut melakukan simulasi cakupan area sinyal Wi-Fi

pada suatu ruangan. Sehingga diketahui area ruangan yang mendapat

cakupan sinyal dengan daya sinyal rendah dan tinggi. Pada penelitian ini

digunakan parameter IRL (Isotropic Receive Level) untuk

mempresentasikan daya cakupan sinyal yang akan ditampilkan dalam

simulasi. Simulasi dilakukan pada ruangan berbentuk persegi dan dalam

keadaan kosong (tanpa perabotan). Selain itu simulasi juga tidak

memperhitungkan efek refleksi, difraksi dan scattering. Dalam penelitian

ini menampilkan pelemahan bahan material pada Tabel 2.4

Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa besar nilai

Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) yang dimiliki tipe access point

yang berbeda-beda berpengaruh pada cakupan sinyal pada suatu ruangan,

yang diukur dengan nilai Isotropic Receive Level (IRL).

Selisih EIRP antara access point tipe Trend net W-434APB dan TP Link-

WA5110G dan TP Link-WA5110G, yaitu sebesar 14 dBm. Hal ini

menunjukkan besar perubahan nilai IRL cakupan sinyal di suatu ruang

yang sama sebanding dengan perubahan EIRP pada ruang tersebut. Dari

simulasi pengaruh tipe bahan material pada cakupan sinyal, dapat

disimpulkan bahwa bahan material dengan tipe berbeda akan

menimbulkan besar pelemahan yang berbeda pula. Dari simulasi pengaruh

luas ruangan pada cakupan sinyal, dapat disimpulkan bahwa semakin besar

luas ruangan, maka kekuatan cakupan sinyal yang dinilai melalui besarnya

nilai IRL, akan semakin rendah. (faisol,2012).

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diah Pangestu Maulita dengan

judul “Perancangan Coverage area Femtocell di Gedung B Institut

Teknologi Telkom” yang diterbitkan Fakultas Elektro dan komunikasi IT

Telkom Bandung tahun 2012. Penelitian tersebut menggunakan software

RPS (Radiowave Propagation Simulation) dengan propagasi indoor yang

digunakan adalah COST 231 Multiwall. Model propagasi COST 231

Multiwall sangat cocok digunakan dalam penyelesaian penelitian karena

dalam model propagasi ini ikut memperhitungkan pengaruh dari loss

dinding sehingga hasil perhitungan mendekati dengan keadaan nyata di

lapangan. Hasil dari keluaran software RPS berupa gambar dengan tiga

parameter yang ditinjau yaitu kuat sinyal, perbandingan penyebaran sinyal

terhadap interferensi nya, dan delay yang terjadi. Dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa jika penempatan femtocell tersebar ke seluruh daerah

cakupan, maka seluruh area mendapatkan kuat sinyal yang baik yakni

mendekati -70dBm namun pada kasus yang demikian menyebabkan adanya

interferensi yang menyebar keseluruhan area dengan nilai dari 40dB hingga

0dB serta tidak terjadi delay di semua lantai meskipun letak femtocell

diubah-ubah, ini disebabkan frekuensi yang dijadikan parameter dalam

penelitian ini sebesar 2100MHz sehingga dapat men cover area dengan baik

tanpa adanya delay. Lalu femtocell diletakkan saling berdekatan satu sama

lain, maka hanya daerah yang dekat dengan femtocell saja yang menerima

sinyal dengan baik mendekat -70dBm namun nilai SIR semakin menurun

hingga 0dB sehingga terjadi banyak interferensi. (Diah,2012)

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indah Permata Sari, Tribudi

Santoso, dan Nur Adi Siswandari dengan judul “ Optimasi Penataan Sistem

Wi-Fi di PENS-ITS dengan Menggunakan Metode Monte Carlo” yang

diterbitkan pada jurnal Politeknik Elektronika Negeri Surabaya tahun 2010.

Penelitian tersebut melakukan pengaturan tata letak sistem Wi-Fi

mempergunakan pendekatan metode Monte Carlo berdasarkan data-data

real yang diambil melalui pengukuran di lapangan antara lain: kontur

lingkungan, sistem propagasi dan jarak antar node (pemancar). Metode

Monte carlo adalah teknik pencarian solusi dengan membangkitkan atau

mendapatkan solusi secara acak yang dilakukan berkali-kali sehingga

mendapatkan hasil yang diinginkan. Melakukan pengukuran terlebih dahulu

access point yang aktif dengan menggunakan netstlumber. Netstlumber

berguna untuk melihat chanel dan SSID access point. Berdasarkan hasil

permodelan sistem Wi-Fi menggunakan metode Monte Carlo dengan

threshold level daya terbesar (-60) dBm berdasarkan hasil data pengukuran,

diperoleh hasil untuk pemodelan dengan jenis propagasi LOS untuk lab.

Digital Signal Processing menghasilkan coverage area sebesar 91,67%.

Sedangkan permodelan untuk NLOS di luar lab. Digital Sinyal Prosessing

menghasilkan coverage area sebesar 57,61% dan untuk kondisi NLOS

diruang TA lab. Digital Signal Procecing menghasilkan coverage area

sebesar 91,67% (Permatasari,2010).

4. Penelitian berikutnya yang terkait dengan Optimasi jaringan Wi-Fi, adalah

Kurnia P, Kartika, Budi Santoso T, Adi Siswandari dengan judul “Optimasi

Sistem Wi-Fi di PENS-ITS dengan Menggunakan Algoritma Genetika”

yang diterbitkan pada jurnal Politeknik Negeri Surabaya tahun 2010.

Penelitian tersebut menjelaskan bahwa coverage area dari access point

dapat ditentukan melalui perhitungan, tanpa melakukan survey lapangan

yang actual. Hal ini akan sangat membantu dalam mengoptimalkan jaringan

Wi-Fi dan mengurangi biaya implementasi. Algoritma genetika digunakan

sebagai metode permodelan dengan sistem Wi-Fi. Dari hasil pengukuran

diperoleh nilai level daya terima yang digunakan untuk menentukan jarak

antara pemancar ke penerima. Jarak inilah nantinya akan menjadi masukan

dalam permodelan dengan metode Algoritma Genetika (Kartika,2010).

5. Penelitian selanjutnya yang terkait dengan Optimasi Jaringan Wi-Fi, adalah

Manurung Dontri dan Mubarakah dengan judul “Analisis Coverage area

wireless Local Area Network (WLAN) 802.11b dengan menggunakan

Simulator Radio Mobile”. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa dengan

pemanfaatan ruang bebas sebagai jalur transmisi maka sinyal yang

ditransmisikan sangat dipengaruhi oleh jarak, frekuensi, Tx power,

sensitivitas penerima, dan gain antena sesuai standar WLAN 802.11b.

Simulator Radio Mobile memperhitungkan rugi-rugi akibat kontur tanah

lokasi system WLAN, sedangkan analisis secara teoritis memperhitungkan

coverage area pada kondisi bebas pandang (line of sight) sehingga pengaruh

ketinggian tanah tidak dapat ditunjukkan seperti pada hasil simulasi. Dari

hasil perhitungan baik dengan menggunakan simulasi maupun secara

teoritis pada karakteristik Wireless Local Area Network (WLAN) 802.11b

dapat disimpulkan bahwa:

a. Semakin tinggi data rate yang digunakan maka semakin kecil coverage

area sebuah AP 802.11b.

b. Rugi-rugi yang dialami sinyal akan lebih besar jika jarak antara AP dan

client semakin jauh.

c. Dari hasil perhitungan EIRP jaringan WLAN yaitu -34,5 dBm

menunjukkan bahwa kualitas sinyal output yang dihasilkan adalah baik

dan dapat direalisasikan mengingat batas daya pancar sinyal yang di

izinkan adalah sampai -36 dBm (Manurung,2010).

6. Penelitian berikutnya yang terkait dengan optimasi jaringan Wi-fi dan

algoritma genetika adalah Yustaf Pramesistya dengan judul “Optimasi

Penempatan BTS dengan menggunakan Algoritma Genetika”. Penelitian

tersebut menjelaskan bahwa algoritma genetika yang digunakan bertujuan

untuk mengoptimasi coverage area dengan memperhatikan kemungkinan

persebaran MS (Mobile Station). Mobile station merupakan perangkat yang

dapat berkomunikasi dengan menggunakan jaringan GSM. Telepon Seluler

dan PCMCIA plug-in card. Meskipun MS bukan merupakan bagian dari

wire network, MS mempunyai peran yang penting dalam fungsionalitas

jaringan. Perancangan perangkat lunak sangat dibutuhkan karena akan

memudahkan pengguna untuk melihat seberapa optimalnya coverage area.

Dengan perangkat lunak tersebut dapat memperoleh lokasi-lokasi dan

jumlah BTS yang lebih optimal dari sebelumnya, berdasarkan kebutuhan

trafic dari masing-masing BSC. Sehingga dengan hasil yang optimal

tersebut dapat meminimalkan jumlah BTS yang dibutuhkan dalam satu

BBSC. Dari hasil uji coba yang telah dilakukan terhadap optimalisasi

penempatan lokasi BTS menggunakan algoritma genetika, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa:

a. Metode Algoritma Genetika bisa digunakan untuk mengoptimalisasikan

lokasi BTS.

b. Hasil optimasi menggunakan Algoritma Genetika bisa mengurangi 35

BTS dengan tetap menjangkau coverage area pelayanan dan total trafic

yang dilayani, dengan rincian sebagai berikut:

- BSC H_Gemblongan_01 yang semula berjumlah 48 BTS dapat dikurangi

menjadi sebanyak 35 BTS.

- BSC H_Kayoon_2 yang semula berjumlah 48 BTS menjadi 37 BTS.

- BSC H_Merisi yang semula 37 BTS menjadi 30 BTS,

- BSC H_Merisi_2 yang semula berjumlah 41 BTS menjadi 37 BTS

(Pramestya,2012).

7. Penelitian berikutnya yang terkait dengan optimasi jaringan Wi-Fi adalah

Bekti Widyaningsih, Heru Nurwarsito, dan Kasyful Amron dengan judul

“Optimasi area cakupan jaringan nirkabel dalam ruangan”. Penelitian

tersebut menjelaskan bahwa optimasi perencanaan peletakan sistem Wi-Fi

menghasilkan rata-rata RSSI mencapai -40 dBm sampai -55 dBm dengan

power 17-18 dBm dan kanal yang diterapkan adalah kanal 1 sampai 11

secara non Overlapping pada desain jaringan yang terdiri dari banyak AP

secara berdekatan. Menggunakan software NetSurveyor akan mempermudah

menampilkan informasi berupa SSID, MAC Address, Channel, kuat sinyal

dan lain sebagainya. Pada penelitian ini juga menghitung kuat sinyal

berdasarkan coverage area dan coverage kekuatan pemancar, kekuatan

sinyal juga ditinjau berdasarkan jumlah user dalam area tersebut. Dari

pengujian tersebut mendapat hasil sebagai berikut:

- Optimasi area cakupan jaringan nirkabel dalam ruangan dengan

perhitungan aspek propagasi teoritis dan empiris menghasilkan output

yakni perbaikan berupa topologi baru disertai dengan display contour

jaringan yang dapat mencakup seluruh area yang direncanakan. Optimasi

ditunjukkan dengan kenaikan nilai rata-rata RSSI yang awalnya -100 dBm

menjadi -55 dBm sampai -40 dBm pada seluruh area.

- Perbedaan hasil yang terjadi antara pengukuran dan perhitungan

disebabkan oleh adanya path interference yaitu adanya pemantulan dan

perubahan arah sinyal saat melewati sesuatu yang berbeda massanya

seperti dinding, pintu, serta partisi lunak sehingga dapat menurunkan level

sinyal yang dipancarkan oleh Access point (Bekti,2013).

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Deskripsi Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung

Kabupaten Badung, merupakan satu dari sembilan kabupaten di Bali.

Gambar 2.1 menggambarkan secara fisik kabupaten badung yang mempunyai

bentuk sebilah "keris", yang merupakan senjata khas masyarakat Bali. Keunikan

ini kemudian diangkat menjadi lambang daerah yang merupakan simbol semangat

dan jiwa ksatria yang sangat erat hubungannya dengan perjalanan historis wilayah

ini, yaitu peristiwa "Puputan Badung".

Gambar 2. 1 Wilayah Kabupaten Badung.(http:///www.badungkab.go.id)

Pembangunan gedung Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupaten Badung

yang baru telah ditetapkan lokasinya di kelurahan sempidi, di sebelah utara Balai

Diklat dengan luas lahan 46, 677 hektar. Lokasi Puspem Kabupaten Badung ini

ditetapkan berdasarkan rekomendasi DPRD Badung No. 100/ 662/ DPRD,

Tanggal 19 Oktober 2001. Pada saat itu Bupati Badung A.A. Ngurah Oka

Ratmadi langsung menindak lanjuti dengan mengeluarkan Keputusan Bupati No.

1269, Tahun 20011. Setelah keluarnya Keputusan Bupati tersebut kemudian

mulailah dilakukan upaya pembebasan lahan sampai semua lahan bisa dibebaskan

(http:///www.badungkab.go.id).

Setelah dilakukan pembebasan lahan dilanjutkan dengan penyusunan Detail

Engineering Design (DED) kawasan Puspem. Tim penyusun DED di koordinasi

oleh Gomudha, yang melibatkan beberapa tenaga konsultan desain. Revisi DED

dilakukan beberapa kali agar dapat menghasilkan desain gedung Puspem yang

representatif. Pada Gambar 2.2 merupakan perspektif kawasan Puspem badung,

dengan konsep sistem pelayanan dalam satu kawasan yang di mana bagian dari

Detail Engineering Design (DED). Untuk proses pembangunannya, Bupati

Badung mengeluarkan Keputusan No. 2211/ 01/ HK/ 2006 tentang Pembentukan

Tim Koordinasi Pembangunan. Ketua timnya adalah I Wayan Suambara, yang

saat itu sebagai Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kabupaten Badung

(http:///www.badungkab.go.id).

Berdasarkan PP Nomor 41 , Tahun 2007 Organisasi dan Tata Kerja Perangkat

daerah Kabupaten Badung adalah :

(1) Sekretariat Daerah,

(2) Inspektorat,

(3) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Penelitian dan

Pengembangan,

(4) Dinas Daerah ,

(5) Lembaga Teknis Daerah.

Dinas – Dinas Daerah Kabupaten Badung berjumlah 15 terdiri dari:

(1) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga,

(2) Dinas Kesehatan,

(3) Dinas Sosial,

(4) Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika,

(5) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,

(6) Dinas Kebudayaan,

(7) Dinas Pariwisata,

(8) Dinas Bina Marga dan Pengairan,

(9) Dinas Cipta Karya,

(10) Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan,

(11) Dinas Pertanian, Perkebunan , dan Kehutanan,

(12) Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan,

(13) Dinas Pendapatan/ Pasedahan Agung,

(14) Dinas Pemadam Kebakaran,

(15) Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Perangkat Daerah menyangkut Lembaga Teknis Daerah Yaitu:

(1) Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat,

(2) Badan Lingkungan Hidup,

(3) Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Pemerintahan Desa,

(4) Badan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera,

(5) Badan Kepegawaian Daerah, Pendidikan, dan Pelatihan,

(6) Badan Penanggulangan Bencana,

(7) Satuan Polisi Pamong Praja,

(8) Kantor Arsip Daerah,

(9) Kantor Pemberdayaan Perempuan,

(10) Kantor Perpustakaan Daerah,

(11) Rumah Sakit Umum Daerah

(http:///www.badungkab.go.id).

Gambar 2. 2 Perspektif Kawasan Puspem Badung, dengan konsep sistem pelayanan dalam satukawasan.(http:///www.badungkab.go.id).

2.2.2 Wi-Fi

Wi-Fi (Wireless Fidelity) yaitu sekumpulan standar yang digunakan untuk

jaringan Lokal Nirkabel (Wireless Local Area Network – WLAN) yang didasari

pada spesifikasi IEEE 802.11. Standar terbaru tersebut menawarkan banyak

peningkatan mulai dari luas cakupan yang lebih jauh dan kecepatan transfer data.

Fungsinya menghubungkan jaringan dalam satu area lokal secara nirkabel.

Awalnya Wi-Fi digunakan untuk penggunaan perangkat nirkabel dan jaringan area

lokal (LAN), namun saat ini lebih banyak digunakan untuk mengakses Internet.

Hal ini memungkinkan seseorang dengan komputer, dengan kartu nirkabel

(wireless card) atau Personal Digital Assistant (PDA) untuk terhubung dengan

Internet dengan menggunakan titik akses (Hotspot) terdekat (Kurnia Kartika,

2010).

Gambar 2. 3 Arsitektur Dasar Jaringan Wi-Fi (Kurnia,2010).

Pada Gambar 2.3 merupakan arsitektur 802.11 LAN seperti arsitektur

seluler di mana sistem ini dibagi- bagi menjadi beberapa sel. Tiap sel (yang

disebut dengan Basic Service Set atau BSS) dikontrol oleh Base Station (yang

disebut dengan Access point atau biasa disingkat AP). Terdapat 2 jenis BSS, yaitu:

1. Independent BSS (IBSS), yaitu sistem BSS apabila Wireless Station (WS)

tidak dihubungkan menggunakan AP.

2. Infrastructure BSS, yaitu sistem BSS apabila terdapat AP yang

menghubungkan Wireless Station (WS).

Walaupun WLAN dapat berupa sel tunggal, dengan sebuah AP, kebanyakan

instalasi WLAN terdiri dari beberapa sel, di mana AP terhubung melalui suatu

backbone (disebut dengan Distribution System atau DS). Backbone ini biasanya

berupa Ethernet dan dalam beberapa kasus juga dapat berupa wireless. Jaringan

WLAN yang telah ter interkoneksi secara utuh, termasuk dengan sel-sel yang

berbeda, seluruh AP dan DS dipandang sebagai satu jaringan 802.11 bagi layer di

atasnya dan jaringan ini disebut dengan Extended Service Set (ESS).

Versi Wi-Fi yang paling luas dalam pasaran USA sekarang ini (berdasarkan

standar IEEE 802.11b/g ) beroperasi pada 2.400 MHz sampai 2.483,50 MHz.

Pembagian operasi dalam 11 channel (masing-masing 5 MHz), berpusat pada

frekuensi yang ditampilkan pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Channel Wi-Fi. (Kurnia Kartika. 2010).

Channel Frekuensi (MHz)

Channel 1 2,412

Channel 2 2,417

Channel 3 2,422

Channel 4 2,427

Channel 5 2,432

Channel 6 2,437

Channel 7 2,442

Channel 8 2,447

Channel 9 2,452

Channel 10 2,457

Channel 11 2,462

Wi-Fi dirancang berdasarkan spesifikasi IEEE 802.11. Sekarang ini ada

empat variasi dari 802.11,yaitu 802.11a, 802.11b, 802.11g, dan 802.11n

(Kurnia.2010).

Komponen utama jaringan Wi-Fi :

1. Access point

2. Wireless LAN Device

3. Mobile/ Desktop PC

4. Ethernet LAN

2.2.3 Standar IEEE 802.11

IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineering) merupakan

sebuah organisasi yang mengeluarkan standar untuk mengatur komunikasi data

melalui wireless. Standar wireless network IEEE 802.11b dan 802.11g sebagai

berikut:

1. 802.11b

Muncul di pasaran awal tahun 2000. Standar wireless network dengan

maksimum data transfer rate 5,5 Mbps dan/atau 11Mbps dan bekerja pada

frekuensi 2,4 GHz. Dikenal juga dengan IEEE 802.11 HR. Pada praktik nya,

kecepatan maksimum yang dapat diraih mencapai 5,9 Mbps pada protocol TCP,

dan 7,1 Mbps pada protocol UDP. Metode transmisi yang digunakannya adalah

DSSS (Direct Sequence Spread Spectrum). Memiliki range area yang lebih

panjang (-150 feet/45 meter di dalam indoor dan -300 feet/90 meter dalam

outdoor). Pada Gambar 2.4 adalah Perbandingan dari jarak dan kecepatan transfer

data (Titis,2011).

Gambar 2. 4 Perbandingan dari jarak dan kecepatan transfer data. (Titis,2011).

2. 802.11g

Dipublikasikan pada bulan Juni 2003 mampu mencapai kecepatan hingga 54

Mbps pada pita frekuensi 2,4 GHz, sama seperti halnya IEEE 802.11 biasa dan

IEEE 802.11b. Standar wireless network yang hampir sama dengan 802.11b tetapi

metode transmisi yang digunakan adalah OFDM ( sama dengan 802.11a). Range

area -150 feet/45 meter untuk indoor dan -300 feet/90 meter untuk outdoor. Pada

Tabel 2.2 merupakan Sensitivitas Kecepatan standar dari 802.11g (sarah,2003)

Tabel 2. 2 Sensitivitas Kecepatan Standar 802.11g. (sarah, 2003)

Range date Juni 2003

Op. Frekuensi 2,4 Ghz

Throughput (tjp) -22Mbit/sec

Net Bit rate (max) 54Mbit/s

Gross Bit Rate (max) 128Mbit/s

Max Indoor Range -150 feet/45meter

Max Outdoor Range -300 feet/90 meter

Tabel 2. 3 Sensitivitas Kecepatan Standar 802.11g. (sarah, 2003)

Hipotesis

kecepatan

Jangkauan

(dalam ruangan)

Jangkauan

(luar ruangan)

54 Mbit/s 27 m 75 m

48 Mbit/s 29 m 100 m

36 Mbit/s 30 m 120 m

24 Mbit/s 42 m 140 m

18 Mbit/s 55 m 180 m

12 Mbit/s 64 m 250 m

9 Mbit/s 75 m 350 m

6 Mbit/s 90 m 400 m

Standar 802.11g memiliki beberapa sensitivitas kecepatan yang sesuai

dengan Tabel 2.3. Kelebihan 802.11g memiliki kecepatan maksimum, jangkauan

sinyal yang baik dan tidak mudah terhambat. Sedangkan kekurangan dari 802.11g

adalah biaya yang lebih dari 802.11b. Perangkat yang tidak sesuai, dapat

mengganggu sinyal pada frekuensi yang tidak diatur.

Masalah yang mungkin muncul ketika perangkat-perangkat standar 802.11g

yang mencoba berpindah ke jaringan 802.11b atau bahkan sebaliknya adalah

masalah interferensi yang di akibatkan oleh pengguna frekuensi 2,4 GHz. Karena

seperti yang di jelaskan di awal bahwa frekuensi 2,4 GHz merupakan frekuensi

paling banyak di gunakan oleh perangkat-perangkat wireless lainnya (sarah,

2003).

2.2.4 Karakteristik jaringan Wireless

1. Receiver Sensitivity

Sensitivitas perangkat penerima (receiver sensitivity) merupakan kepekaan

suatu perangkat pada sisi penerima yang dijadikan ukuran threshold. Receiver

sensitivity menunjukkan besarnya sensitivitas penerima sebagai tolak ukur

penerimaan sinyal yang ditransmisikan merupakan sensitivitas standar

802.11d/g/n (Dontri,2013).

2. EIRP ( Effective Isotropic Radiated Power)

EIRP (effective isotropic radiated power) adalah total energi yang

dikeluarkan oleh sebuah access point dan antena. Saat sebuah access point

mengirim energinya ke antena untuk dipancarkan, sebuah kabel mungkin ada di

antaranya. Beberapa pengukuran besar energi tersebut akan terjadi di dalam kabel.

Untuk mengimbangi hal tersebut, sebuah antena menambahkan power/Gain,

dengan demikian power bertambah. Jumlah penambahan power tersebut

tergantung tipe antena yang digunakan. EIRP inilah yang digunakan untuk

memperkirakan area layanan sebuah wireless (Dontri,2013).

Rumus dari EIRP adalah:

EIRP = Tx power – Tx cable loss + Tx Antena Gain……………………………….………(2.1)

Di mana :

Txpower = daya pancar (dBm)

Tx cable loss = rugi – rugi kabel (dB)

Tx Antena Gain = gain antena pemancar (dBi)

Gambar 2. 5 Fenomena propagasi gelombang oleh lingkungan. (Titis, 2011).

3. Free Space Loss

Pada Gambar 2.5 Free Space Loss (dB) atau disebut juga sebagai redaman

ruang bebas merupakan formula yang dijadikan sebagai acuan untuk menghitung

kuat sinyal yang akan diterima mulai dari sumber sinyal sampai mencapai titik

penerima (Dontri,2013)

Lfs = 32,45 + 20Log d (Km) + 20Log F (MHz) ……………………………….…….…(2.2)

Di mana :

d = Jarak antara transmitter dan receiver (Km)

F = Frekuensi (MHz)

4. Absorption (Penyerapan/ Peredaman Sinyal)

Seperti yang diketahui, semakin besar Amplitudo gelombang (power)

semakin jauh sinyal dapat memancar. Ini dikatakan baik karena dapat menghemat

access point dan dapat menjangkau lebih luas. Dengan mengurangi besar

amplitudo (power) suatu sinyal, maka jarak jangkauan sinyal tersebut akan

berkurang. Faktor yang mempengaruhi transmisi wireless dengan mengurangi

amplitudo (power) disebut Absorption (penyerapan sinyal). Efek dari penyerapan

adalah panas. Masalah yang dihadapi ketika sinyal diserap seluruhnya adalah

sinyal berhenti. Namun efek ini tidak mempengaruhi/ mengubah panjang

gelombang dan frekuensi dari sinyal tersebut (Ridha,2010).

Benda yang dapat menyerap sinyal adalah tembok, tubuh manusia dan

karpet yang dapat menyerap/ meredam sinyal. Benda yang dapat menyerap /

meredam suara dapat menyerap sinyal. Peredaman sinyal ini perlu diperhitungkan

juga saat akan men deploy jaringan wireless dalam gedung, terutama bila kaca dan

karpet. Karena dalam hal ini peredaman sinyal akan terjadi (Ridha,2010).

5. Pemantulan Sinyal

Sinyal radio bisa memantul bila menemui cermin/ kaca. Biasanya banyak

terjadi pada ruangan kantor yang disekat. Pemantulan pun tergantung dari

frekuensi sinyal nya. Ada beberapa frekuensi yang tidak terpengaruh sebanyak

frekuensi yang lainnya dan salah satu effect dari pemantulan sinyal ini adalah

terjadinya multipath (Ridha.2010).

Multipath adalah suatu bentuk gangguan atau interferensi yang muncul

ketika sinyal memiliki lebih dari satu jalur pada saat di transmisikan.

Karakteristiknya adalah penerima kemungkinan menerima sinyal yang sama

beberapa kali dari arah yang berbeda. Ini tergantung dari panjang gelombang dan

posisi penerima. Karakteristik lainnya adalah multipath dapat menyebabkan sinyal

= nol, artinya saling membatalkan, atau dikenal dengan istilah Out Of Phase

Signal (Ridha,2010).

6. Pemecahan Sinyal/ Scattering

Isu dari pemecahan sinyal terjadi saat sinyal dikirim dalam banyak arah. Hal

ini dapat disebabkan oleh beberapa objek yang dapat memantulkan sinyal, seperti

partikel debu di air dan udara. Ilustrasi nya adalah menyinari lampu ke pecahan

kaca. Cahaya akan dipantulkan ke berbagai arah dan menyebar. Dalam skala

besarnya adalah bayangan saat cuaca hujan. Hujan yang besar mempunyai

kemampuan memantulkan cahaya. Oleh karena itu saat hujan, sinyal wireless

dapat terganggu (Ridha,2010).

7. Pembelokan Sinyal / Reflection

Reflection adalah perubahan arah, atau pembelokan dari sinyal di saat sinyal

yang melewati suatu beda massanya. Sebagai contoh sinyal yang melewati segelas

air. Sinyal ada yang dipantulkan dan di belokan (Ridha,2010).

Gambar 2. 6 Reflection Signal. (wireless.navigator.2006).

Pada Gambar 2.6 menjelaskan bahwa pembelokan sinyal disebabkan oleh

beda massa dari suatu atap rumah kaca, sehingga frekuensi yang diterima oleh

receiver akan lebih buruk daripada sinyal yang dipancarkan oleh direct path (jalur

tanpa penghalang) (Ridha,2010).

8. LOS (Line Of Sight)

Line of Sight artinya suatu kondisi di mana pemancar dapat dilihat secara

jelas tanpa halangan sebuah penerima. Walaupun terjadi kondisi LOS, belum

tentu tidak ada gangguan pada jalur tersebut. Dalam hal ini yang harus

diperhitungkan adalah – Penyerapan sinyal, pemantulan sinyal, dan pemecahan

sinyal. Bahkan dalam jarak yang lebih jauh (Ridha,2010).

Gambar 2. 7 Line Of Sight. (Global connectivity.2014)

Pada Gambar 2.7 menjelaskan tentang tiga kategori utama Line of Sight.

Yang pertama adalah Line of Sight (LOS) di mana tidak ada hambatan berada di

antara dua antena, yang selanjutnya disebut Near Line of Sight (NLOS) yang

mencakup penghalang parsial seperti puncak pohon antara dua antena, dan Non

Line of Sight (NLOS) yang terakhir di mana penghalang penuh ada di antara dua

antena (Ridha,2010).

2.2.5 Antenna Omnidirectional

Antenna Omnidirectional memiliki sudut pancaran yang besar (wide

bandwidth) yaitu 360o dengan cakupan daya yang lebih luas dibanding antenna

directional, namun jarak yang bias dijangkau lebih pendek. Antenna

omnidirectional biasanya digunakan untuk koneksi multiple poin atau hotspot.

(A) (B) (C)

Gambar 2. 8 (A) pola radiasi 3D antenna Omnidirectional, (B) pola radiasi bidang horizontal

antenna Omnidirectional, (C) pola radiasi bidang vertical antenna Omnidirectional. (Faisol,2012).

2.2.6 Permodelan Propagasi indoor Multi-wall

Permodelan Multi-wall memperhitungkan rugi-rugi linear yang sebanding

dengan jumlah tembok yang dilewati oleh gelombang radio. Hal ini diilustrasikan

pada gambar 2.9 . (Faisol,2012).

Gambar 2. 9 Ilustrasi permodelan Multi-Wall (Faisol,2012).

Persamaan Gambar 2.9 menunjukkan persamaan matematis dari permodelan

Multi-Wall.

I

iwiwi LkLcLfsL

1

.............................................................................................(2.3)

I

iwiwiMW LKdLdL

1

0 )log(10)( .………………………………………….(2.4)

Di mana L0 adalah nilai referensi rugi-rugi pada jarak 1m yaitu sebesar

40.05 dB. ϒ adalah faktor eksponen Path loss yaitu 2, d adalah jarak dalam satuan

meter dan Li adalah faktor rugi-rugi dalam satuan dB, yang ditimbulkan oleh

dinding ke-i dan M adalah jumlah dinding di antara antenna dan penerima. Nilai

Li telah diperinci pada Tabel 2.5. (Faisol,2012).

2.2.7 Wireless Ubiquity Unifi

Unifi adalah sistem revolusioner Wi-Fi yang menggabungkan kinerja kelas

carrier, skalabilitas terbatas, harga yang murah, dan pengontrol manajemen

virtual yang mudah digunakan (unifi_ubiquiti.2011). Tabel 2.4 adalah spesifikasi

dari Wireless Ubiquity Unifi yang di mana UAP dan UAP-LR memiliki Power

Consumption dan TX power yang berbeda sesuai dengan perangkat yang

dipasangkan

Tabel 2. 4 Spesifikasi Wireless Ubiquity Unifi. (unifi_ubiquiti,2011)

UniFi AP (UAP) Specifications

Dimension 20x20x3.65 cm

Weight 290g (430 g with mounting kit)

Ports Ethernet (Auto MDX, autosensing 10/100Mbps)

Buttons Reset

Antennas 2 integrated (supports 2x2MIMO with spatial diversity)

Wi-FI Standards 802.11 b/g/n*

Power Method Passive Power over Ethernet (12-24V)

Power Supply 24v 0.5A PoE Adapter included

Maximum Power Consumption 4W

Max Tx Power 20 dBm

BSSID Up to four per radio

Power Save Supported

Wireless Security WEP, WPA-PSK, WPA –TKIP, WPA2 AES, 802.11i

Certification CE, FCC, IC

Mounting Wall/ Ceiling (Kits included)

Operating Temperature -10 to 70oC (14 to 158o F)

Tabel Lanjutan 2. 4 Spesifikasi Wireless Ubiquity Unifi. (unifi_ubiquiti,2011)

UniFi AP (UAP) Specifications

Operating Humidity 5-80% Condensing

Advanced Traffic Management

VLAN 802.1Q

Advance QoS WLAN prioritization

Guest Traffic Isolation Supported

WMM Voice, video, best effort, and background

Concurrent Client 100+

Supported Data Rate (Mbps)

Frequency (MHz)

802.11n MCS0-MCS15 (6,5 Mbps to 300Mbps), HT 20/40

802.11b 1.2, 5.5, 11

802.11g 6, 9, 12, 18, 24, 36, 48, 54

2.2.8 Software Ekahau Heatmapper

Ekahau Heatmapper adalah perangkat lunak untuk pemetaan cakupan dari

Wi-Fi (802.11) jaringan. Software ini mudah digunakan untuk menunjukkan

jangkauan jaringan nirkabel rumah atau kantor kecil dengan menambahkan peta

digital (Ekahau_inc.2000-2008).

Software ini sudah banyak di pakai untuk melihat coverage area di suatu

tempat seperti rumah, kantor, sekolah dan lain-lain. Sehingga user dengan mudah

mengetahui di mana tempat yang tidak ter cover jaringan wireless Wi-Fi.

Software Ekahau Heatmapper ini tidak menyediakan peta digital, sehingga

user diharapkan memiliki peta digital berupa gambar (.JPEG,GIF). Pada Gambar

2.9 merupakan contoh denah digital yang dibuat untuk memudahkan user melihat

letak dari access point yang ter cover. Dan pada Gambar 2.8 merupakan hasil

survey dari software Ekahau Heatmapper, di mana terdapat beberapa warna yang

berbeda pada setiap perbedaan jarak dari pemancar dan penerima. Perbedaan

warna yang ditampilkan yaitu:

a. Biru Muda : Memiliki kuat sinyal -35 dBm sampai -40 dBm dan full

bar sinyal Wi-Fi (sangat bagus)

b. Hijau Tua : Memiliki kuat sinyal -40 dBm sampai -50 dBm dan full

bar sinyal Wi-Fi (bagus).

c. Hijau : Memiliki kuat sinyal -50 dBm sampai -60 dBm dan 2-3

bar sinyal Wi-Fi (sedang).

d. Kuning : Memiliki kuat sinyal -60 dBm sampai -80 dBm dan 2-1

bar sinyal Wi-Fi (kurang bagus).

e. Merah : Memiliki kuat sinyal -80 dBm sampai -100 dBm dan

sinyal Wi-Fi tidak terhubung (buruk).

Gambar 2. 10 Hasil percobaan menggunakan Software Ekahau Heatmapper. (Software Ekahau

Heatmapper).

Gambar 2. 11 Denah Digital

2.2.9 Ekahau Site Planing

Site Survey Ekahau (ESS) 2.1 adalah solusi lengkap untuk perencanaan,

penyebaran, analisis, dan verifikasi laporan dari setiap jaringan Wi-Fi. Ini adalah

vendor-netral software yang mendukung semua IP Access point 802,11 dan lebih

dari 25 jaringan Wi-Fi (http://www.ekahau.com/devices).

ESS (Ekahau Site Survey) ini sangat mudah digunakan dan menghemat

waktu dalam semua prosedur tahapan penyebaran Wi-Fi. Alat ini menggabungkan

hasil survei yang akurat dan kemampuan perencanaan dengan State of the art

visualisasi dan laporan kemampuan (http://www.ekahau.com/devices).

Memaksimalkan cakupan - meminimalkan gangguan

ESS mengumpulkan dan menyimpan jaringan radio Wi-Fi yang

memberikan informasi selama pengambilan data dari suatu tempat dapat dilihat

pada Gambar 2.12. Informasi ini dapat digunakan untuk mengisolasi bermasalah

daerah RF untuk penentuan saluran yang optimal Alokasi. Dengan data survey,

mencatat ESS bersifat dapat mengubah setup access point untuk mensimulasi data

yang berbeda, tanpa perlu memodifikasi pengaturan jaringan access point. ESS

memiliki fitur GPS opsional, Planner dan Modul perangkat lunak Reporter untuk

memastikan anda dapat mengonfigurasi fungsi ESS sesuai dengan kebutuhan

yang diperlukan (http://www.ekahau.com/devices).

Gambar 2.12 Ekahau Site Survey (http://www.ekahau.com/devices)

2.2.10 Axence NetTools

Menurut klopototolia (2012:01) NetTools adalah Merupakan salah satu

network monitoring tools yang mengukur performa jaringan, pemindaian jaringan,

keamanan, alat administrasi dan dapat mendiagnosa persoalan jaringan, NetTools

terdiri atas beberapa tool popular seperti trace, lookup, port scanner, network

scanner, dan SNMP browser. Yang membuat NetTools menjadi unik adalah

NetTools mempunyai user interface yang memudahkan untuk penggunanya.

a. Memonitor host

Untuk memonitor host, dapat menggunakan tools NetWatch. Tools ini akan

memonitor ketersediaan host dalam jaringan. Cara kerjanya yaitu dengan cara

mengirimkan paket ICMP (ping) ke semua host.

Gambar 2. 13 NetWatch untuk memonitor host

NetWatch adalah Untuk memonitor host dapat digunakan tool NetWatch.

NetWatch akan memeriksa host dengan menggunakan ICMP (ping) dan

menyimpan waktu respons serta persen paket yang hilang untuk analisis

selanjutnya. NetWatch tidak hanya memonitor host tetapi juga dapat memberi

peringatan tentang permasalahan yang terjadi melalui pesan tertentu. Untuk

memonitor host dapat dimulai dengan :

1. Memilih tool NetWatch pada baris navigasi.

2. Kemudian memasukkan DNS host atau IP address pada address bar.

3. Lalu klik tombol Add atau tekan Enter.

Informasi umum yang ditampilkan adalah nama DNS dan IP address, waktu

respons (min/max/avg) serta jumlah paket yang dikirimkan dan yang hilang. Jika

ada masalah terjadi pada koneksi atau host yang dimonitor, Net Watch akan

mengirim pemberitahuan kepada administrator. Peringatan akan diberikan ketika:

1. Host not responding, yang berarti host tidak merespons terhadap ping request.

2. Packet loss rate too high, yaitu ketika paket yang hilang terlalu tinggi dengan

mendefinisikan sendiri persentase paket yang hilang.

3. Response time too high, yaitu ketika waktu respons terlalu tinggi.

b. Kualitas jaringan dan bandwidth

Untuk mengecek bandwidth maka dapat menggunakan tool Bandwidth pada

navigasi bar.

Gambar 2. 14 jaringan dan bandwidth

c. Mengecek ketersediaan dari host

Untuk mengecek keberadaan dari host maka dapat digunakan Ping Tools.

Ping Tools akan mengirimkan packet ICMP menuju host dan akan menampilkan

waktu respons dalam bentuk grafik.

Gambar 2. 15 ketersediaan dari host

2.2.11 Wi-Fi analyzer

Wi-Fi Analyzer ini bisa Anda pakai untuk menganalisis jaringan Wi-Fi di

sekitar Anda. Anda bisa mendapatkan informasi kualitas sinyal dan saturasi

jaringan hanya dalam 5 detik.

Pada tab pertama Wi-Fi Analyzer, Anda bisa melihat grafik yang

menunjukkan kualitas sinyal jaringan Wi-Fi terdekat. Dengan cara ini Anda bisa

tahu dengan cepat ke jaringan mana Anda akan mendapatkan koneksi terbaik.

Pada tab kedua, ada pengukur yang menunjukkan saturasi setiap jaringan yang

ditunjukkan secara individual.

Gambar 2. 16Wi-Fi Analyzer

2.2.12 Parameter Jaringan Hotspot

Agar mendapatkan kinerja jaringan nirkabel yang optimal, perlu adanya

karakterisasi untuk mendapatkan informasi kanal nirkabel, sehingga optimasi

jaringan dapat ditentukan (Dali Purwanto,2006). Parameter dalam optimasi

jaringan adalah di bawah ini.

1. Free Space Loss

Sebagai parameter untuk menentukan kualitas sinyal yang diterima wireless

Client yang tidak memiliki penghalang seperti tembok tebal dan kaca. Dengan

jarak user ke AP sejauh 8 meter. (Dali Purwanto,2006).

Gambar 2. 17 Free Space Loss. (Dali Purwanto,2006)

2. Fresnel Zone

Sebagai parameter untuk menentukan kualitas sinyal diterima wireless

Client, yang memiliki penghalang seperti tembok yang tebal dan membran kaca

yang memasuki zona ini maksimal 60%. Dari luas volume zona mengingat

ruangan yang bersekat-sekat yang ada di setiap gedung Pusat Pemerintahan

Kabupaten Badung, dapat dilihat pada Gambar 2.21 (Dali Purwanto,2006).

Gambar 2. 18 Fresnel Zone. (Dali Purwanto,2006)

3. Interferensi Co-Channel

Jika suatu daerah mempunyai beberapa unit komunikasi pemancar-

penerima (transceiver) dan beberapa pemakai menggunakan kanal yang sama atau

kanal yang berdekatan, maka kinerja dipengaruhi oleh interferensi kanal sama.

Masing-masing pemancar dan penerima tidak hanya dipengaruhi oleh

karakteristik daerah sekitar. Pengaruh interferensi ini biasanya lebih besar dari

pengaruh noise. Visualisasi interferensi Co-Channel dengan kanal yang

berdekatan pada Gambar 2.22 (Dali Purwanto,2006).

Gambar 2. 19 Interferensi Co-Channel. (Dali Purwanto,2006)

2.2.13 Faktor yang mempengaruhi QOS

Dari hasil Pembahasan analisis terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi hasil pengukuran terhadap parameter QoS yang terdiri dari

Bandwidth, Throughput , Delay, Jitter dan Packet loss dalam jaringan Hotspot

Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung yang bisa menyebabkan turunnya nilai

QoS, yaitu Redaman, Distorsi, dan Noise.

1. Redaman

Yaitu turunnya kuat sinyal karena penambahan jarak dan ketebalan dinding

penghalang. Setiap median transmisi memiliki redaman yang berbeda-beda,

tergantung dari jenis dan bahan yang digunakan. Kekuatan sinyal yang di

transmisi kan bisa mengalami pelemahan karena jarak yang jauh dan medium

penghalang dalam bentuk apapun. Media transmisi yang digunakan adalah Access

point. Jarak antara Workstation pengirim dan penerima pada saat pengukuran

mempunyai jarak 8 meter dari Access point. Untuk mengatasi redaman pada

media transmisi yang digunakan pada jaringan hotspot, perlu digunakan amplifier

atau repeater sebagai penguat sinyal (Dali Purwanto,2006).

Tabel 2. 5 Spesifikasi Material dan nilai pelemahan yang ditimbulkan. (Faisol,2012).

Material K Lm

Acrylic 7,1 -0,356

Bata merah 102 -4,434

Keterangan:

K : Ketebalan (mm)

Lm : Nilai pelemahan yang di timbulkan (dB)

Pelemahan bahan material

Pada saat gelombang elektromagnetik menabrak suatu material, gelombang

tersebut akan menjadi lebih lemah atau teredam. Sebagai energi sinyal diserap dan

di rubah menjadi bentuk energy yang lain, dan sebagian lainnya diteruskan

berpropagasi. Besarnya pelemahan daya sinyal yang terjadi berbeda-beda

tergantung dari jenis bahan material tersebut. Pada Tabel 2.4 merupakan nilai

pelemahan yang ditimbulkan dari beberapa bahan material yang berbeda.

(Faisol,2012).

Radio Propagasi

Propagasi yang pakai yaitu propagasi outdoor dan propagasi indoor, dimana

menentukan pengaruh redaman terhadap kualitas jaringan dan luas coverage area.

a. Outdoor

Hal ini di asumsikan bahwa setiap node pemancar dapat mengatur daya

pancar berdasarkan umpan balik dari simpul yang berlawanan. Dengan asumsi

bahwa pemancar dan penerima antena gain, Gt dan Gr, adalah sama, dan bahwa

Fiberglas 890 -0,024

Kaca 2,5 -0,499

Particle Board 19 -1,651

Plywood/Triplek 18,45 -1,913

Batako 194 -14,582

Plester 25,75 -6,714

kayu 37,7 -2,788

kekuatan minimum Pr diterima melalui saluran nirkabel ditentukan, maka

minimal mengirimkan konsumsi daya Pt dibutuhkan adalah:

1010Pr

XdkPt a ……………………………………………………………….(2.6)

dengan k menunjukkan α multiplier yang konstan, α mewakili eksponen

path loss, dan Xφ shadowing loss (dB) yang biasanya didistribusikan dengan

standar deviasi φ. Dalam penelitian ini, kesatuan konstan multiplier dihargai dan

setiap link / hop memiliki nilai bayangan yang berbeda (Nyoman

Gunantara,2013).

b. Indoor

Untuk skenario dalam ruangan, node dalam ad hoc jaringan berada di dalam

sebuah ruangan. Ruangan dipisahkan oleh dinding yang mungkin melemahkan

sinyal. Ini menyebabkan koefisien transmisi. Kekuatan konsumsi node transmisi

ke node lain di ruangan yang berbeda dapat ditentukan melalui persamaan dengan

melampirkan pengaruh koefisien transmisi menjadi sebagai berikut:

2

1

10/2

104

Pr m

M

M

xdGrGtPt

…………………………………………...(2.7)

dengan Γ dan M menjadi koefisien transmisi dinding dan jumlah dinding,

masing-masing masing - masing ruangan (Nyoman Gunantara,2013).

Tabel 2. 6 Parameter Of Simulation (Nyoman Gunantara,2013)

Parameter : Value

Outdoor path loss exponent αo 4

Indoor pathloss exponent αi 2

Standard deviation of shadowing φ 8 dB

Wall transmission coefficient Γ 0,3

Threshold receive power Pthd -50 dBm

Bandwidth W 20 MHz

Noise No -101 dBm

Jumlah penghalang M 8 dB

Power transmit Pt 4W

Transmit antenna gain Gt 2dB

Receive antenna gain Gr 2dB

Jarak antara access point dan client D 8-16m

2. Distorsi

Distorsi yaitu fenomena atau kejadian yang disebabkan bervariasi nya

kecepatan propagasi karena perbedaan bandwidth. Hal ini bisa terjadi akibat

kecepatan sinyal yang berbeda dalam hal ini medium sinyal frekuensi yang dilalui

pada seluruh jaringan Hotspot, sehingga data atau packet tiba pada penerima

dalam waktu yang berbeda. Untuk mengurangi nilai distorsi, maka dibutuhkan

bandwidth yang seragam, sehingga distorsi dapat dikurangi. Ini bisa dilakukan

dengan manajemen bandwidth memalui teknik klasifikasi paket data HTB

(Hierarchical Token Bucket) yang telah ada dalam DD-WRT (Dali

Purwanto,2006).

Bandwidth ini sangat berpengaruh terhadap QoS, dengan bertambahnya

jumlah pengguna yang dimiliki oleh jaringan Hotspot Pusat Pemerintahan

Kabupaten Badung maka akan mengakibatkan turunnya bandwidth setiap

pengguna dalam jaringan LAN. Hal ini dikarenakan adanya pembagian bandwidth

yang proporsional dalam jaringan tersebut. Turunnya bandwidth setiap pengguna

akibat bertambahnya jumlah pengguna akan sangat berpengaruh pada turunnya

service rate setiap pengguna yang mengakibatkan delay pengiriman paket akan

bertambah. Kenaikan waktu delay juga dipengaruhi oleh jenis paket yang

dikirimkan. Semakin besar nilai suatu paket akan semakin bertambah waktu delay

pengiriman paket tersebut (Dali Purwanto,2006).

3. Noise

Noise adalah tambahan sinyal yang tidak dikehendaki dan berdekatan

(interferensi Co-Channel) yang masuk dimanapun di antara transmisi pengirim

dan penerima pada saat pengukuran parameter QoS. Noise ini akan menurunkan

nilai QoS pada jaringan WLAN dan sangat berbahaya, karena jika terlalu besar

akan dapat mengubah data asli yang dikirimkan. Untuk mengatasi noise ini bisa

dilakukan beberapa cara seperti berikut:

- Menjauhkan media transmisi dari Sumber noise seperti medan listrik dan

magnet

- Gunakan antena sektoral atau antena pengarah/narrow beam dengan

kekuatan tinggi.

- Mengatur frekuensi yang tidak banyak digunakan oleh stasiun lain.

- Ubah/ganti polarisasi antena.

- Atur azimuth antena, dan ubah lokasi peralatan/ antena.

2.2.14 Membangun jaringan Nirkabel berbasis 802.11

Untuk membangun jaringan nirkabel berbasis 802.11, dibutuhkan

pemahaman terhadap faktor–faktor berikut (Widianingsih,2006).

1. Pemilihan Kanal

Untuk menghindari interferensi, jaringan memerlukan minimal jarak

frekuensi tengah pada kanal.

Gambar 2. 20 Pembagian frekuensi kanal Wi-Fi. (Widianingsih,2006)

2. Perhitungan Jumlah Access point

Untuk menghitung jumlah AP dilakukan dengan meninjau coverage area

yang direncanakan:

APC

Ctotal AP ................................................................................................................(2.8)

Dengan:

NAP : Jumlah Access point

Ctotal : Total area yang akan di cover

CAP : Coverage untuk satu AP dengan power maksimum

Jumlah AP dapat juga ditinjau dari kapasitas user yaitu:

RatenAssociatioXEfficiency

ActivityXNXBWN

USERUSERAP

% ............................................................(2.9)

Dengan :

BW user : Bandwidth yang diperlukan per user

N user : Jumlaha user di area tersebut

%Aktivity : Jumlah user yang aktif

%Eficiency : Efisiensi channel

3. Perhitungan Luas Coverage yang dapat dilayani

Untuk dapat mengetahui luas coverage AP maka harus diukur panjang

diameter AP melalui perhitungan MAPL (Maximum Allowed Path Loss). MAPL

adalah nilai redaman propagasi maksimum yang diperbolehkan agar hubungan

antara user dengan AP dapat berjalan dengan baik.

MAPL = EIRP – Margin - SRX (2.10)

EIRP = PTransmit – LSaluran + GAntena ………………………………...……......(2.11)

RSL = EIRP – L + Gr ......................................................................................(2.12)

Dengan :

PTransmit : Power Transmit

GAntena : Gain Antena

Fading margin : 10 dB Typical WLAN

SRX : Sensitifitas Penerima

2.2.15 Quality of Service

Qos adalah kemampuan suatu jaringan untuk menyediakan layanan yang

baik dengan menyediakan bandwidth, mengatasi jitter dan delay. Parameter QoS

adalah Jitter, packet loss, Throughput , MOS, echo cancellation, dan PDD. QoS

sangat ditentukan oleh kualitas jaringan yang digunakan. Terdapat beberapa faktor

yang dapat menurunkan nilai QoS seperti: redaman, distorsi, dan noise. (Wahyu

patrya,2011) Parameter QoS antara lain Packet Loss, Delay, Jitter, dan

Throughput.

a. Packet Loss

Packet Loss Merupakan suatu parameter yang menggambarkan suatu

kondisi yang menunjukkan jumlah total paket yang hilang, dapat terjadi karena

collision pada jaringan dan hal ini berpengaruh pada semua aplikasi karena re-

transmisi akan mengurangi efisiensi jaringan secara keseluruhan meskipun jumlah

bandwidth cukup tersedia untuk aplikasi aplikasi tersebut (Wahyu patrya,2011).

Di dalam implementasi jaringan IP, nilai packet loss ini diharapkan

mempunyai nilai yang minimum. Secara umum terdapat empat kategori performa

jaringan sesuai packet loss dengan versi The ITU Telecommunication

Standardization Sector (ITU-T) (Dali Purwanto,2006) yaitu seperti tampak pada

Tabel 2.8 berikut:

Tabel 2. 7 Parameter Of Simulation (Nyoman Gunantara,2013).

Kategori degradasi Packet loss Indeks

Sangat bagus 0 % 4

Bagus 3 % 3

Sedang 15 % 2

Buruk 25 % 1

b. Delay

Delay adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal

ke tujuan. Delay dapat dipengaruhi oleh jarak, media fisik, dan juga pada waktu

proses yang lama.

Tabel 2. 8 Kategori Delay. (Wahyu patrya,2011)

Kategori

Latensi

Besar Delay Indeks

Sangat Bagus < 150 ms 4

Bagus 150 s/d 300 ms 3

Sedang 300 s/d 450 ms 2

Buruk >450 ms 1

c. Jitter

Jitter biasanya disebut variasi delay, berhubungan erat dengan latency, yang

menunjukkan banyaknya variasi delay pada transmisi data di jaringan. Delay

antrean pada switch dan router dapat menyebabkan jitter. Untuk mendapatkan

nilai QoS jaringan yang baik, nilai jitter harus dijaga se minimum mungkin.

Tabel 2. 9 Kategori Jitter. (Wahyu patrya,2011)

Kategori degradasi Peak Jitter Indeks

Sangat bagus 0 ms 4

Bagus 0 s/d 75 ms 3

Sedang 75 s/d 125 ms 2

Buruk 125 s/d 225 ms 1

Pada Tabel 2.10 merupakan empat kategori penurunan performa jaringan

berdasarkan nilai peak jitter sesuai dengan The ITU Telecommunication

Standardization Sector (ITU-T).

d. Throughput

Throughput merupakan kecepatan (rate) transfer data efektif, yang diukur

dalam bit per second (bps). Throughput merupakan jumlah total kedatangan paket

yang sukses, yang diamati pada tujuan selama interval waktu tertentu dibagi oleh

durasi interval waktu tersebut.

Tabel 2. 10 Kategori Throughput. (Wahyu patrya,2011)

Kategori Throughput Throughput Indeks

Sangat bagus 100 % 4

Bagus 75 % 3

Sedang 50 % 2

Buruk < 25% 1