BAB II HUBUNGAN DIPLOMATIK AMERIKA SERIKAT DENGAN …eprints.umm.ac.id/46591/3/BAB II.pdfdalam...
Transcript of BAB II HUBUNGAN DIPLOMATIK AMERIKA SERIKAT DENGAN …eprints.umm.ac.id/46591/3/BAB II.pdfdalam...
29
BAB II
HUBUNGAN DIPLOMATIK AMERIKA SERIKAT DENGAN KUBA
Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan hubungan diplomatik AS-Kuba
dengan menggunakan padangan sejarah. Dari awal mula munculnya konflik antara
AS-Kuba sampai pada normalisasi hubungan diplomatik kedua negara tersebut.
Pada sub bab pertama penulis akan menjelaskan perang dingin dan krisis missil
kuba. Karena, keteangan hubungan diplomatik AS dengan Kuba tidak lepas dari
kedua peristiwa tersebut. Kemudian pada sub-bab selanjut penulis akan membahas
tentang politik isolasionis AS terhadap Kuba. Mulai dari munculnya kebijakan
isolasi tersebut pada tahun 1962 sampai pada pencabutan kebijakan tersebut pada
tahun 2014. Politik isolasionis tersebut akan dibagi menjadi dua, pada masa perang
dingin dan pasca perang dingin. Kebijakan isolasi tersebut akan diambil dari
beberapa kepemimpinan Presiden AS. Dari kebijakan isolasi AS tersebut akan
menjadi rujukan sub-bab selanjutnya, yaitu bagaimana pandangan Vatikan terhadap
hubungan diplomatik AS-Kuba. Setelah membahas pandangan Vatikan, pada sub-
bab selanjutnya akan dibahas tentang upaya rekonsiliasi Vatikan dalam hubungan
diplomatik AS-Kuba.
2.1. Perang Dingin dan Krisis Misil Kuba
Peristiwa perang dingin merupakan kecurigaan dua negara besar antara Uni-
Soviet dengan AS atas ideologi yang dimiliki satu sama lain. Kecurigaan itu
30
mengakibatkan AS dengan Uni-Soviet merasa saling terancam satu sama lain. Rasa
terancam dipengaruhi oleh penyebaran ideologi antara AS-Uni Soviet. AS yang
menyebarkan ideologi liberalismenya sedangkan Uni Soviet menyebarkan ideologi
sosialisme-komunisme.
Pada masa perang dingin kondisi politik internasional terbagi kedalam dua
Blok, Blok Timur dengan Blok Barat. Perang dingin ini sebagai dampak dari perang
dunia II. Pada waktu perang dunia II AS dengan Uni-Soviet sebagai “kawan”
namun disisi lain keduany menyimpan kecurigaan satu sama lain. AS telah lama
mewaspadai komunisme Soviet dan perihatin terhadap kepemipinan Joseph Stalin
yang haus darah di negerinya sendiri. Sedangkan Soviet membenci penolakan AS
selama puluhan tahun untuk memperlakukan Dia sebagai bagaian dari komunitas
internasional serta keterlambatan memasukji perang dunia II. Sesuatu yang mereka
rasakan selama perang dunia II tersebut menjadi rasa terancam sata sama lain dan
permusuhan yang luar biasa. Ekspasi Soviet pasca perang di Eropa Timur
berdampak pada khawatiran AS yaitu rencana Soviet untuk menguasai dunia.
Sementara Soviet, sangat iri dengan semangat AS dalam penumpukan senjata dan
pendekatan dengan dunia internasional melalui intervensi24.
Situsi politik internasional yang didominasi Soviet dengan AS
mengakibatkan hampir seluruh negara-negara di dunia terseret ke dalam persaingan
kekuatan tersebut salah satunya adalah perang korea. Perang korea yang terjadi
pada tahun 1950 dan berakhir 1953 menjadi lahan subur bagi AS dengan Soviet
24 History, Cold War History, diakses dalam https://www.history.com/topics/cold-war/cold-war-
history (15/03/2019,9:36 WIB)
31
untuk mengadu kekuatan satu sama lain. Perang tersebut merupakan peristiwa yang
yang diperintahkan oleh sekutu masing masing negara. Korea selatan (korsel) yang
di dukung oleh Sovie berserta sekutunya yaitu China. Sedangkan, Korea Utara
(korut) di sokong oleh AS beserta aliansinya dibawah naungan PBB. Maka dari itu
dalam perang korea ini yang tokoh yang terkenal bukan lagi pemimpin kedua
negara nyang berkonflik tetapi Harry S. Truman, Dweight Eisenhower (AS), Mao
Zedong (China) dan Joseph Stalin (Soviet)25. Selain itu juga, Eropa menjadi arena
persaingan kekuatan antara AS dengan Soviet, meskipun konflik kedua negara
tersebut menjalar keseluruh penjuru dunia. AS denngan Uni-Soviet memusatkan
kekuatan kolektif militernya di Eropa. Uni-Soviet menggunakan kekuatan
nuklirnya untuk mengancam negara-negara di Eropa Barat untuk mengimbangi
kekuatan AS di kawasan tersebut. Akibat perimbangan kekuatan kedua negara,
menjadikan kawasan ini sebagai pusat ketegangan perang dingin. Perimbangan
kekuatan di Eropa barat ini manjadi cikal bakal terbentuknya NATO dimana AS
mengajak sekutu-sekutunya untuk beraliansi ke dalam organiasi tersebut guna
untuk mengimbangi kekuatan Soviet dikawasan tersebut.
Menurut para sejarawan bahwa perang dingin sebenarnya tidak akan
menjadi ketegangan internasional, jika Presiden Roosevelt tidak meninggal dunia
pada April 1945 karena Ia dipandang mampu untuk menyelesaikan perang dan
dalam menciptakan perdamaian. Sementara, penggantinya dinilai tidak memiliki
kemampuan yang sama dengan Presiden Roosevelt mengatasi permasalahan yang
25 The Korea War, The Cold War and The Crisis in Korea, Australian Goverment Department of
Veterans Affairs, diakses dalam https://anzacportal.dva.gov.au/history/conflicts/korean-
war/korean-war/cold-war-and-crisis-korea (15/03/2019,10:41 WIB)
32
dihadapi AS dengan Uni-Soviet. Pasca kepemimpinan Roosevelt, AS mempunyai
keinginan untuk membatasi kekuatan Rusia dan memperluas pengaruh AS yang
sesuai dengan kepentingan tradisionalnya26.
Harry S Truman sebagai pengganti Roosevelt selama konferensi Postdam
1945 memperlihatkan sikap yang tegas terhadap Uni-Soviet. Disisi lain Truman
menginginkan dijatuhkannya bom atom terhadap Jepang untuk mengakhiri perang
yang mana tindakan tersebut untuk menunjukkan politik luar negeri AS yang selalu
terbuka. Sikap kecurigaan AS terhadap Uni-Soviet juga diperlihatkan oleh Mentri
Luar Negeri AS James Byrnes, Ia mengeluarkan pernyataan bahwa Jepang harus
dikalahkan oleh AS sebelum dikalahkan oleh Uni-Soviet tujuannya adalah Untuk
membatasi pengaruh Uni-Soviet dan Eropa Timur. Tindakan AS untu membatasi
pengaruh Uni-Soviet dengan Eropa Timur ditandai dengan dijatuhkannya bom
atom di Jepang oleh AS27.
Sebelum menjelaskan krisis misil kuba penulis akan menjelaskan mengenai
Proxy War. Proxy War merupakan perang kedua pihak yang menggunakan pihak
ketiga sebagai wilayah pertempuran28. Proxy yang digunakan dalam konflik perang
dingin diantaranya Afghanistan, Vietnam, Korea, Angola, Timur Tengah, dan
amerika Latin. Proxy yang digunakan di Amreka Latin terletak di wilayah Kuba.
26 Nana Supriatna, Kapita Selekta Sejarah Amerika Universitas Pendidikan Indonesia, diakses dalam
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196110141986011-
NANA_SUPRIATNA/Bangsa_Amerika/BAB_XI.Bangsa_Amerika.pdf (23/ 05/ 2018, 12:28 WIB)
hal. 133 27 Ibid 28 Amalia Mastur, 2017, International Relations Student, Perang Dingin dan Diplomasi. Diakses
dalam http://amaliamastur-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-117870-Sejarah%20Diplomasi-
Perang%20Dingin%20dan%20Diplomasi.html (28/ 09/ 2018), 12:54 WIB)
33
Pada masa perang dingin wilayah Kuba sebagai arena konflik antara AS dan Uni
Soviet yang dikenal dengan peristiwa krisis misil kuba.
Peran Fidel Castro dalam krisis missil kuba digantikan oleh Nikita
Khruschev castro hanya menjadi bayangan saja. Ketegangan hubungan diplomatik
AS dengan Kuba menjadi kesempakatan bagi Soviet untuk melanjutkan konfrontasi
perang dingin yang pernah terjadi berbagai negara. kegagalan AS dalam invasi
Teluk Babi 1961 sebagai upaya menggulinkan Fidel Castro membuka peluang bagi
Soviet untuk menawarkan pemasangan Rudal di Kuba. Tujuan pemasangan rudal
tersebut untuk mengantisipasi adanya invasi kedepannya. Kerjasama antara Fidel
Castro dengan khruschev dalam pembangunan rudal di Kuba mendapatkan respon
dari Jhon F Kennedy. Respon tersebut berbentuk peringatan publik tentang tindakan
Soviet memberikan bantuan senjata pertahanan ke Kuba. Selain itu juga, Kennedy
mengirim surat kepada Khruschev bahwa AS tidak mengijinkan senjata senjata
ofensif yang dikirimkan ke Kuba dari Soviet dan menunut agar membongkar
pangkalan-pangkalan rudal yang dibangun di Kuba, baik yang kondisinya masih
dalam proses penyelesaian maupun yang sudah selesai29.
Ketegangan AS dengan Soviet dalam fenomena krisis missil Kuba ada
faktor kesengajaan yang dilakukan oleh Kruschev, artinya Perdana Menteri Soviet
tersebut memang menghendaki/ menginginkan memanasnya hubungan kedua
negara di kawasan Amerika. Ada rumor yang muncul bahwa Khruschev akan
membuat langkah khusus yang dapat menyebabkan perang dingin menjadi lebih
29 Office of The Historian, The Cuban Missile Crisis October 1962, Department of State United
State America, diakses dalam https://history.state.gov/milestones/1961-1968/cuban-missile-crisis
(16/03/2019,08:14)
34
menegangkan. Disisi lain juga, kesepakatan Khruschev dengan Castro dalam
pembangunan rudal di Kuba sebagai respon terhadap pembangunan nuklir AS di
deket Soviet30.
Situasi krisis missil kuba berubah secara derastis ketika Kennedy menerima
laporan dari Jhon Scali Koresponden ABC News. Jhon Scali mengatakan bahwa Ia
didekati oleh agen Soviet dan menyarankan bahwa kesepakatan damai antara AS
dengan Soviet bisa dicapai dengan salah satu sarat AS harus berjani tidak akan lagi
menyerang Kuba dan sebagai imbalannya pangkalan-pangkalan rudal yang sudah
dan sedang dibangun di negara pulau tersebut akan dipindahkan. Khruschev sendiri
sudah mengirim pesan kepada Kennedy sebelum laporan yang dilakukan oleh Jhon
Scali kepada Gedung Putih. Khruschev mengajak kennedy melalui suratnya untuk
menyudahi ketegangan diantara AS dengan Kuba dengan cara mengendorkan
kekuatan masing-masing negara. AS dengan Soviet bersepakat untuk menarik rudal
mereka. AS akan membongkar rudal mereka yang berada di Turki. Sedangkan
Soviet akan membongkar rudalnya yang ada di Kuba31.
2.2 Politik Isolasionis Amerika Serikat Terhadap Kuba Pada Masa Perang
Dingin
Keinginan AS untuk menguasai Kuba dibawah kepemimpina Dwight
Eissenhower nampaknya gagal dikarenakan terjadi revolusi besar-besaran yang
30 Emirald Junior, 2017, OKEZONE NEWS, HISTORIPEDIA: Krisis Rudal Kuba Panaskan Dingin
dan Nyaris Cetuskan Konflik Nuklir, diakses dalam
https://news.okezone.com/read/2017/10/13/18/1794814/historipedia-krisis-rudal-kuba-panaskan-
perang-dingin-dan-nyaris-cetuskan-konflik-nuklir (10/07/2018, 23:18 WIB) 31 Loc. Cit. Office of The Historian.
35
terjadi negara pulau tersebut pada tahun 1959. Dalam revolusi yang terjadi di Kuba,
dimana aset aset yang dimiliki AS di nasionalisasikan oleh pemimpin revolusioner
yaitu Fidel Castro. Melihat kondisi tersebut membuat Eissenhower mengeluarkan
sanksi ekonomi terhadap Kuba. AS menyampaikan secara terbuka akan mencegah
segala bentuk pinjaman dari Eropa maupun Kanada. Perserikatan bank-bank di
eropa membatalkan rencananya untuk meminjamkan uang kepada Kuba karena
tekanan AS32. Disisi lain juga , AS mengurangi pembelian gula dari Kuba, namun
kemudian hal tersebut menjadi kesempatan bagi Soviet. Saat AS mengurangi
pembelian gula dari Kuba Soviet datang untuk menawarkan kerjasama menegenai
pertukaran barang antara gula dengan minyak mentah33.
Adanya kerjasama antara Soviet dengan Kuba juga menjadi salah satu
penyebab kebijakan AS untuk mutuskan hubungan diplomatik dengan negara pulau
tersebut34. Hal tersebut juga berimbas pada kekhawatiran AS akan pengaruh Soviet
di kawasan amerika. Dalam tinjauan geopolitik, Kuba merupakan negara yang
strategis bagi Soviet maupun AS karena potensi yang dimiliki35. Sehingga
keberadaaan Soviet di Kawasan Amerika membawa dunia pada ambang
kehancuran karena fenomena krisis rudal yang terjadi kawasan tersebut.
Saat AS dibawah kepemimpinan Kennedy inilah embargo secara total
diberlakukan. AS mengancam siapa saja yang berhubungan dengan Kuba akan
diberikan sanksi. Negara yang tidak demokratis dan berhubungan dengan Kuba
32 Op. Cit., Rahmad Faizal Reza. Hlm. 34-35 33 Op. Cit., Sheila Paramitha. Hlm. 26 34 Ibid. 35 Op. Cit., Rahmad Faizal Reza. Hlm. 37
36
akan AS tidak akan segan-segan memberikan sanksi politik, ekonomi, militer. Pada
tahun 1962 AS menekan Kuba dengan cara mengajak negara-negera yang
tergabung dalam anggota OAS (Organization of American States) untuk sama-sama
memberikan sanksi terhadap Kuba dan mengeluarkannya dari OAS. Ajakan AS
tersebut direspon oleh negara-negara di Kawasan Amerika Tengah, Karibia, dan
Amerika Latin. Atas inisiasi Venezuela, pada tahun 1964 para menteri luar negeri
OAS mengadakan pertemuan di Washington yang menghasilkan negara-negara
Amerika Latin dalam pertemuan tersebut melakukan kesepakatan untuk memutus
hubungan politik dan kerjasama ekonomi dengan Kuba. Lima belas negara Amerika
Latin mengikuti keputusan ini kecuali Meksiko, Chili, Bolivia, dan Uruguay. Akan
tetapi Meksiko pun ikut melakukan pemutusan hubungan diplomatik, ekonomi, dan
perdangan dengan Kuba, karena atas desakan AS36.
Sebagai respon atas tindakan Fidel Castro yang manasionalisasi aset aset
yang dimiliki AS , kennedy memberikan sanksi ekonomi terhadap Kuba. Semua
barang yang di dalammnya terdapat kandungan material yang datang dari Kuba
dilarang untuk diperdagangkan. Selain itu juga, Kennedy melarang negara-negara
di dunia untuk memberikan bantuan terhadap Kuba, hal ini Ia sampaikan kepada
negara-negara Amerika Latin dan anggota NATO. Tidak hanya itu saja, Kennedy
juga melarang warga AS untuk mengunjungi Kuba37
Pada tahun 1963-1969 kebijakan sanksi ekonomi AS terhadap Kuba masih
sama walaupun berbeda presiden. Kebijakan AS dibawah kepemimpinan Lyndon
36 Op. Cit., Nidda Ilmiah. Hlm. 38 37 Op. Cit. Rahmad Faizal Reza. Hlm. 39
37
B. Jhonson mengenai sanksi embargo dengan Kuba cenderung sama dengan
pemerintahan Kennedy. Johnson tetap mengunakan OAS untuk mengisolasi Kuba
sebagai upaya untuk menggulingkan rezim Castro. Johnson melihat agar sanksi
ekonomi AS terhadap Kuba semakin menekan yaitu dengan cara melarang
pengiriman makanan ke Kuba. Johnson juga berupaya menghentikan penjualan
nikel dari Erop Barat dan Soviet38.
Ketika AS berada dibawah kepemimpinan Richard M., Nixon pada tahun
1969-1974 lebih fokus pada kerjasama antara Soviet dengan Kuba. Melihat
aktivitas Soviet dengan Kuba dalam kerjasama nikel yang mengalami kemajuan
membuat Richard M. Nixon mengeluarkan peraturan tentang ekspor impor nikel
yang dikirim langsung maupun tidak langsung dari Kuba ke Soviet di bawah
kendali Bea Cukai. Richard M, Nixon juga mnegeluarkan peraturan yaitu warga AS
dilarang aktif dalam perdagangan barang dan jasa keluar negeri, terkecuali
mendapatkan izin dari yang berwenang39.
2.3 Politik Isolasionis Amerika Serikat Terhadap Kuba Pasca Perang Dingin
Pada masa kepemimpinan George H. W. Bush Kebijakan isolasi AS
terhadap Kuba bisa dikatakan paling signifikan, karena mengisolasi Kuba dari
negara-negara lain yang berada dibawah komando AS. Bush mengeluarkan
kebijakan Cuban Democracy Act untuk menekan Kuba melalui negara-negara lain
dengan cara melarang berkerjasama dengan Kuba. Bush juga mengancam kepada
38 Ibid. Hlm. 42 39 Ibid. Hlm. 44
38
mereka yaitu akan diberikan sanksi kalau mengimpor barang yang mengandung
material dari Kuba. Selain kebijakan itu digunakan untuk menekan Kuba, juga
untuk menekan kuba agar supaya melakukan pemilihan yang demokratis,
menghormati hak asasi manusia, dan menjalankan ekonomi pasar bebas40.
Pada tahun 1982 Pemerintah Kuba telah mendorong investasi asing, akan
tetapi terhalang kebijakan AS tersebut, yang membuat peluang bisnis bagi asing di
Negara sosialis itu tidak begitu signifikan sampai pada tahun 1990. Tindakan
pemerintah Kuba mendorong investasi asing karena dampak dari mulai merosotnya
Uni-Soviet. Sedangkan, Uni-Soviet mengalami kemerosotan mulai pada tahun
1970an, kekuatan-kekutan produktif Uni-Soviet mulai tidak bisa lagi
berkembang41. Sejak Kuba konflik dengan AS, Uni-Soviet sebagai salah satunya
negara rekan kerjasama Kuba untuk menopang kondisi ekonomi domestiknya.
Akan tetapi Uni-Soviet tidak bisa menjadi harapan bagi Kuba, karena tidak
selamanya bisa menjadi rekan kerja akibat kemandegan ekonomi, disisi lain
kebijakan isolasi AS terus berjalan dan semakin menigkat, sehingga Kuba
mengalami keterpurukan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1990 mengadakan voting
tentang sanksi ekonomi AS terhadap Kuba agar supaya diakhiri sebagai dukungan
untuk mengakhiri oragnisasi internasional tersebut. hasil dari voting tersebut 59
negara yang mendukung, tiga negara yang menentang yaitu (Israel, AS, dan
40 Fitriyanto, Intervensi AS Ke Kuba: Studi Tentang Embargo Ekonomi dan Implikasi Politik
Terhadap Pemerintahan Fidel Castro, Surakarta: Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sebelas maret, 2011, Hlm. 50, Skripsi dalam
https://eprints.uns.ac.id/5811/1/188281011201112421.pdf (16/ 02/ 2019, 13: 35 41 Leon Trotsky, 2010, Revolusi Yang Dikhiniati: Sebab-Sebab Kebangkrutan Uni-Sovyet,
Magelang, Resist Book. Hlm.
39
Rumania), 79 negara tidak memberikan suara. Departemen luar negeri AS
mengatakan bahwa tindakan Fidel Castro dalam menasionalisasi aset aset yang
dimiliki AS di Kuba dan tidak mau mengganti rugi merupakan tindakan yang
melanggar hukum internasional. Hal tersebut sebagai dalih AS untuk membantah
dukungan PBB dalam mengakhiri sanksi ekonomi AS terhadap Kuba42.
Kebijakan isolasi AS terhadap Kuba di bawah kepemimpinan Bill Clinton
cenderung lebih memperketat kebijakan tersebut yang sudah diberlakukan
sebelumnya. Pada masa pemerintahan ini AS mengeluarkan kebijakan terkait
Undang-Undang kemerdekaan Kuba dan Solidaritas Demokrasi Helms-Burton Act
pada tahun 1996. Helm-Burton Act ini berisi penolakan terhadap adanya usaha Fidel
Castro untuk menaikkan investasi di negaranya. Selain itu juga, memungkinkan AS
untuk memperbolehkan warga asing atau poerusahaan untuk menggunakan
property yang pernah dimiliki dan melarang Kuba mengambil alih dan
menggunakan properti milik AS melalui perusahaan mereka43. Berbagai negara
dipengaruhi oleh Helms-Burton Act terkait kepentingan bisnis, perjanjian
perdagangan, dan perjanjian internasional. Tidak sedikit juga negara yang
menentang/mengecam kebijakan AS ini, dikarenakan hal tersebut melanggar
perjanjian perdagangan internasional. Beberapa negara yang mengecam Helm-
Burton Act termasuk Kawasan Uni Eropa serta Kanada dan Meksiko merespon
dengan memblokir kebijakan tersebut44.
42 Op. Cit. Rahmad Faizal Reza. Hlm. 56 43 Op. Cit., Nidda Ilmiah. Hlm. 40 44 Ibid. Hlm. 44
40
Helms-Burton Act berisi 4 pasal. Pertama, menegaskan keinginan AS
memperkuat embargo ekonominya terhadap Kuba pada era pemerintahan Fidel
Castro. Dalam kegiatan bertujuan antara lain memotong bantuan ekonomi dan
perdagangan terhadap Kuba, menentang Kuba di lembaga-lembaga keuangan
internasional dan menginstruksikan direktur eksekutif AS di masing-masing
lembaga untuk menentang pengakuan Kuba sebagai anggota lembaga.
Keanggotaan Kuba dilarang dalam lembaga Dana Moneter Internasional, Bank
Internasional untuk Rekonstruksi dan pembangunan, Asosiasi Pembangunan
Internasional, Korporasi Keuangan Internasional, Multilateral Investment
Guarantee Agenc, dan Bank pembangunan Inter-Amerika. Setiap peminjaman atau
bantuan yang diberikan oleh lembaga-lembaga tersebut kepada pemerintahan Kuba
akan mengakibatkan denda dan pemotongan jumlah dan yang sama oleh AS.
Permberlakukan denda juga diberikan kepada perusahaan asing yang melakukan
bisnis di Kuba.45
Kedua, menetapkan pemberian bantuan ke Kuba dengan Persyaratan
bersedia mengubah sistem pemerintahan. Hal ini telah menjadi tekad Presiden Bill
Clinton dengan persetujuan kongres untuk mengangkat atau menangguhkan
embargo ekonomi terhadap Kuba setelah diadakan pemilihan pemerintahan terpilih
secara demokratis di Kuba. Persyaratan pengangkatan embargo cukup jelas dengan
dilakukannya transisi pemerintahan Kuba secara demokratis. Selain itu juga,
pemerintah Kuba dituntut untuk mengembalikan asset kekayaan AS yang sudah
disita dan dinasionalisasikan oleh pemerintah Kuba. Berdasarkan persyaratan diatas
45 Ibid. Hlm. 45
41
apabila Kuba bersedia maka pemerintah AS akan memberikan bantuan secara
ekonomi seperti makanan, obat-obatan, peralatan medis, dan akses transisi
pemerintahan Kuba kea rah demokratis. Setelah proses transsisi pemerintahan
dilakukan maka AS akan memberikan kebebasan terhadap warga Kuba dan AS
akan melakukan perjalanan mengunjungi kerabat mereka tanpa batas.46
Ketiga, menjelaskan mengenai perlindungan atas hak milik nasional AS. AS
memberikan kompensasi dan memungkinkan warga negaranya maupun perusahaan
asing untuk menuntut adanya asset kekayaan AS yang sebelumnya telah
dinasionalisasikan oleh pemerintah Kuba. Dengan adanya ketetuan ini diduga untuk
mencegah adanya investasi asing di Kuba.47
Keempat, AS menegaskan menentang keanggotaan Kuba dilembaga-
lembaga keuangan internasional dan mengumumkan larangan dukungan keuangan
bagi negara Kuba. AS mengadakan pengecualian maupun pengusiran bagi warga
asing yang mengadakan kerjasama dengan Kuba yang berhubungan secara
langsung bagi AS entah itu warga AS maupun warga asing.48
Hubungan AS dengan Kuba dibawah kepemimpinan George W. Bush dan
Bill Clinton tidak ada perbedaan. Bush mulai menjabat sebagai Presiden AS pada
tahun 2000. Mengenai kebijakan isolasi ini, pemerintahan Bush lebih
memperkuatnya tujuannya sama dengan Pemerintahan Clinton yaitu untuk
menekan rezim Fidel Castro agar berubah pada sistem politik yang baru yang
bersifat demokratis. Setelah perayaan kemerdekaan Kuba (20 Mei) Presiden Bush
46 Ibid. Hlm. 46 47 Ibid. 48 Ibid. Hlm. 47
42
mengeluarkan pernyataan “pemerintahan saya akan menentang setiap upaya untuk
melemahkan sanksi ekonomi terhadap Kuba sampai rezimnya bersama AS
bersepakat untuk membebaskan tahanan politik memegang pemilu yang bebas dan
demokratis dan memungkinkan kebebasan untuk berbicara” Bush menegaskan
komitmennya terhadap penerapan kebijakan Helm’s Burton Act yang dicetuskan
oleh pemerintahan Clinton. Hal inilah yang mendasari kenapa Penulis mengatkan
bahwa kebijakan AS terhadap Kuba pada Pemerintahan Bill Clinton dengan George
W. Bush tidak ada perbedaan. Commision for Assistance to a Free Cuba (CAFC)
yang termasuk yang termasuk anggota kabinet presiden akan melakukan
pengetaatan embargo secara lebih tinggi untuk mendorong transisi pemerintahan
Kuba.49
Presiden Bush pertama kalinya mengabaikan pasal III yang tercantunm
dalam Helms Burton Act terkait kebutuhan untuk internasionalisasi dengan Kuba
atas tekanan dari Kanada dan negara-negara Eropan Lainnya dengan alasan bahwa
kebijakan kebijakan tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, tetapi
selang beberapa hari Presiden Bush memutuskan untuk menegakkan kembali
embargo terhadap Kuba dengan menegaskan OFAC (Office of Foreign Assets
Control) untuk mengaktifkan undang-undang pelanggaran isnpeksi bandara bagi
wisatawan Kuba-AS yang tiba dari Kuba. Pada tahun 2004 Presiden Bush
memerintahkan CAFC (Commision for Assistance to A Free Cuba) untuk
memperketat aturan akses perjalanan dan pengiriman uang terhadap pemerintahan
49 Ibid. Hlm. 49
43
Kuba. Bahkan relaksasi penjualan produk pertanian dari AS ke Kuba dalam kongres
tidak ada perubahan apapun50.
Ketika AS berada dibawah kepemimpinan Barack Obama terjadi perubahan
arah politik luar negeri terhadap Kuba. Pada pemerintahan sebelumnya lebih
memperketat kebijakan isolasionis terhadap Kuba. Sedangkan pada masa Obama
lebih mengedepankan Engagement. Kebijakan isolasi yang diterapkan oleh
pemerintahan sebelumnya gagal untuk merubah situasi dan kondisi yang sesuai
dengan kepentingan nasional AS. Selain gagal untuk merubah situasi di Kuba,
kebijakan isolasi tersebut akan membuat citra AS jelek dimata internasionalyang
akan dipandang sebagai negara yang arogan dan mengancam keamanan nasional.
Hal inilah yang menjadi pertimbangan bagi Obama atas perubahan politik luar
negeri AS terhadap Kuba. Barack Obama sukse meyakinkan Eksekutif dan Kongres
walaupun tidak semuanya setuju bahwa untuk merubah ideologi Kuba yang tetap
bertahan kurang lebih setangah abad sangatlah tidak mudah dan negara sosialis ini
sudah tidak lagi menjadi ancaman keamanan nasional AS serta kebijakan
Isolasionis yang sudah tidak efektif. Oleh sebab itu, Barack Obama memutuskan
untuk merubah pendekatan AS terhadap Kuba dari Isolasionist menjadi
Engagement. Salah satu pendekatan kebijakan Engagement adalah membukan
negosiasi dengan Kuba.51
50 Ibid. Hlm. 50-51 51 Austra Radityakanigara Basuki, Perubahan kebijakan Luar Negeri AS di Balik Normalisasi
Hubungan Diplomatik Dengan Kuba, Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Airlangga. Diakses
dalam http://repository.unair.ac.id/69750/3/JURNAL_Fis.HI.16%2018%20Bas%20p.pdf
(03/10/2018, 13:48 WIB)
44
Engagement Policy sebagai landasan Kebijakan-kebijakan AS dan yang
diyakini menjadi salah satu faktor berhasilan dan menjadi salah satu pendorong
normalisasi dengan Kuba. Dibawah kepemimpinan Barack Obama pemerintah
ditekankan AS untuk memperluas dan mempromosikan hubungan AS dengan Kuba
yang bertujuan memajukan kepentingan bersama, dan meningkatkan perekonomian
melalui sektor kunjungan, perdagangan, dan arus informasi yang bersifat dua arah.
Ada dua tujuan dari arah politik luar negeri Barack Obama. Pertama, untuk
membantu masyarakat Kuba mencapai kehidupan yang lebih baik. Kedua, untuk
mendorng adanya kerjasama sebagai mitra dikawasan yang mampu untuk bekerja
dengan AS dalam menghadapi dan menangani permasalahan-permasalahan yang
ada di kawasan seperti perubahan iklim, penyakit, dan perdagangan gelap.
Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan kesempatan ekonomi bagi masyarakat
kuba, memperkuat keamanan dan pertahanan nasional membangun kembali
kerjasama dalam bidang kesehatan, penegakan hukum, dan migrasi,
mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia.52
2.4. Hubungan Amerika Serikat Dengan Kuba Dalam Pandangan Vatikan
Sebelum jauh membahas tentang bagaimana pandangan Vatikan terhadap
konflik AS-Kuba, perlu diketahui tujuan politik luar negeri Vatikan. Vatikan adalah
negara yang unik, Ia tidak memiliki kekuatan militer, ia tidak mencari kepentingan
perdagangan, seperti yang biasanya dilakukan oleh negara-negara lain. Tujuan
politik luar negeri Vatikan adalah untuk mempromosikan nilai-nilai perdamaian,
52 Ibid.
45
keadilan, dan kepentingan bersama bagi seluruh masyarakat di dunia yang
didasarkan pada prinsip moralitas dan dogma gereja katolik. Tujuan tersebut
menurut Vatikan merupakan prasysarat terjalinnya dan kerjasama di lingkungan
internasional. Prinsip moralitas menjadi nilai ideal untuk menyelesaikan
permasalah dengan cara cara damai apabila terjadi perselisihan antar negara.
Melalui politik luar negerinya, Vatikan membawa pesan-pesan perdamaian karena
hal tersebut merupakan kunci utama dari dogma Gereja Katolik itu sendiri.
Pandangan Vatikan yang tertuang dalam Ajaran Sosial Gereja (ASG) pasal
507 menjelaskan bahwa embargo ekonomi memerlukan batas waktu dan tidak
dibenarkan jika memberikan dampak yang tidak pandang bulu akibat dari sanksi-
sanksi yang diberikan53. Maka dari itu, Vatikan merasa perlu terlibat dalam konflik
AS dengan Kuba untuk mencetuskan upaya dialog sebagai upaya normalisasi
hubungan kedua negara tersebut. Vatikan dengan tegas menentang embargo yang
dilakukan oleh AS dan sikap egosentrisme pemerintah Kuba yang menolak
bantuan-bantuan dari negara lain yang memberikan dampak negatif terhadap rakyat
Kuba.
Kebijakan embargo merupakan sebuah pemaksaan terhadap kuba tujuannya
adalah agar negara sosialis tersebut membuka dirinya pada nilai-nilai demokrasi
tidak idealis dengan paham sosialisnya. Kebijakan tersebut dinilai akan mengubah
sistem pemerintahan Kuba, pada keyataanya berdampak pada kemiskinan sebagian
besar masyarakat Kuba. Vatikan mendesak AS dibawah kepemimpinan Bill Clinton
53 Konferensi Wali Gereja Indonesia. Kopendium Ajaran Sosial Gereja, Jakarta: Konferensi Wali
Gereja. Hlm. 346
46
agar berjanji untuk lebih berkomitmen pada penegakan nilai-nilai hak asasi manusia
dan keadilan sosial pasca perang dingin di seluruh penjuru dunia tanpa terkecuali.
Vatikan memanfaatkan komitmen AS dalam penegakan hak asasi manusia dan
keadilan sosial dengan menghendaki perubahan kebijakan terhada Kuba.
Ketika Vatikan melakukan kunjungan ke Kuba 1996, Paus Yohannes Paulus
II dalam homilinya menegaskan bahwa memberikan dampak yang buruk yang
sangan mendalam bagi masyarakat Kuba.
the cuban people cannot be deprivedof links to other peoples that
are necessary for their economic, sosial, and cultural
development, especially when the isolation provokes
indiscriminate repercussions in the population, exaggerating in
the difficulties of the most weaks in basic respect, as with food,
health, education.54
Vatikan tidak bisa memberikan toleransi terhadp kebijakan isolasi yang diberikan
AS terhadap Kuba. Vatikan menilai bahwa kebijakan tersebut berlangsung dua
arah, artinya karena hal itu Kuba menjadi negara yg menutup diri dari negara lain.
Dengan demikian, dampak negatifnya disebabkan oleh egosentrisme pemerintah.
Lembaga-lembaga masyarakat internasional yang kompeten dan objektif
mendapatkan tekanan dari Vatikan berdasarkan ASG tentang efektivitas sanksi
ekonomi dan dampaknya terhadap masyarakat sipil. Pembahasan pasal tentang
sanksi ekonomi ini terdapat dalam subbab ASG yang berjudul “langkah-langkah
untuk menghadapi orang-orang yang mengancam perdamaian. Sehingga, Vatikan
melihat bahwa sanksi tersebut mengancam perdamaian. Kuba bukan merupakan
sebuah ancaman bagi perdamaian melainkan penerapan sanksi itulah yang
54 Human Right Wacth, 1999, Cuban’s Repressive Mechinery, diakses dalam
https://www.hrw.org/reports/1999/cuba/ (15/08/2018, 02:11 WIB)
47
mengancam perdamaian. Oleh karena itu, tidak pernah ditemukan alasan Vatikan
mendukung AS unt.uk tetap menerapkan sanksi ekonomi tersebut. Penerapan
sanksi itu sebenarnya untuk membuka jalan dialog. Ketika sanksi tersebut tidak
membawa kejalan dialog maka harus dihentikan55.
Dalam surat ensiklik yang ditulis pada tahun 1987 oleh Paus Yoahanes
Paulus II yang berjudul Solicitudo Rei Socialis (keprihatinan sosial) menunjukkan
bahwa gap barat, timur, selatan, utara memiliki sifat konfliktual yang berdampak
buruk bagi pembangunan manusia. Sikap hirarki gereja katolik untuk menentang
embargo didasari oleh surat tersebut. Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa
kebijakan tersebut opresif, tidak adil, secara etis tidak dapat diterima, sama sekali
tidak membantu rakyat Kuba untuk mendapatka martabatnya dan kebebasannya.
Opresif berkaitan dengan tindakan ekonomi yang menekan. Menurut Paus, Kuba
tidak boleh terisolasi dari dunia luar yang berdampak pada semakin tidak
terjangkaunya sumber kehidupan yang layak seperti, makan, kesehatan dan
pendidikan. Maka dari itu, Vatikan memandang bahwa masyarakat Kuba sebagai
Korban dari sanksi yang berkepanjangan56.
Selain karena sanksi embargo tersebut, Vatikan Juga melihat bahwa
ketegangan AS-Kuba sebagai peluang untuk memperbaiki hubungan Gereja
Katolik dengan kedua negara. Gereja Katolik pernah mengalami ketegangan
hubungan diplomatik dengan AS tahun 1867, disebabkan karena diprotes oleh
55 Rendi Kurniawan Dwi Susanto, Diplomasi Vatikan Dalam Mendorong Pelonggaran Status Sanksi
AS Terhadap Kuba Pada Tahun 1997-2000, Hlm. 4. Diakses dalam
https://caridokumen.com/download/diplomasi-vatikan-dalam-mendorong-pelonggaran-status-
sanksi-amerika-serikat-terhadap-kuba-tahun-1997-2000-_5a44abc6b7d7bc7b7a7a5577_pdf
(16/08/2018, 23:55 WIB) 56 Ibid. Hlm. 4-5
48
kaum protestan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh arus imigran dari Vatikan
datang ke AS yang ditolak oleh kaum protestan khususnya bagi umat Katolik.
Seorang pendeta bernama Josiah Strong berpendapat tentang bahaya dari imigrasi
dan ajaran Katolik yang tidak sesuai dengan AS dan menyebabkan kedua hal
tersebut tidak bisa menerima satu sama lain. Menurut Strong, pertama, kedaulatan
tertinggi Paus bertentangan dengan kedaulatan rakyat. Kedua, perintah-perintah
Paus bukan merupakan undang-undang ataupun peraturan negara sehingga
diperlukan kesetian terhadap gereja katolik Roma bukan ke AS. Ketiga, imigran
yang datang dari vatikan dan ingin menjadi warga AS harus bersumpah bersumpah
untuk setia pada Paus. Keempat, romanisme mengajarkan intoleransi bukan
kebebasan beragama. Kelima, ajaran romanisme mengajarkan menentang
kekebasan pers. Keenam, ajaran romanisme menyetujui penyatuan antara gereja
dengan negara dan menentang pemisahan diantara keduanya. Ketujuh, ajaran
romanisme dan pemikiran Vatikanisme bertetangan dengan sistem imprialisme
yang tidak sejalan dengan dengan prinsip kebebasan AS57.
Namun pendapat Strong tersebut tidak terbukti, dimana pada tahun 1984
hubungan diplomatik AS dengan vatikan terjalin kembali. AS melihat pengaruh dan
peran yang dimiliki oleh Vatikan walaupun sebagai negara yang kecil, tetapi upaya-
upaya perdamaiannya sangat diakui oleh dunia. AS tidak menginginkan akibat dari
pemutusan hubungan diplomatiknya dengan Vatikan berdampak pada menurunya
pengaruh AS di dunia. Menurut seorang Sosiolog bernama Will Herberg
berpendapat tentang posisi yang dimiliki oleh kaum katolik dengan protestan adalah
57 Sheila Paramita, Op. Cit. Hlm. 36
49
sama, keduanya merupakan pembawa eksperimen-eksperimen AS. Hal ini bisa
dilihat ketika AS berada dibawah kekuasaan Presiden Dewight D. Eisenhower
agama dipandang sebagai sesuatu yang baik bagi individu dan masyarakat. Selain
itu juga Presiden Dwight mengatakan bahwa pemerintah AS tidak akan masuk akal
tanpa ada dasar keyakinan agama yang kuat dan agama apapun itu. AS juga
melibatkan agama dalam kebijakan luar negerinya terhadap Kuba setalah
mendapatkan intervensi Vatikan58.
Sementara hubungan Vatikan dengan kuba, konflik AS-Kuba sabagai
momentum untuk memperbaiki hubunga gereja katolik dengan Kuba. Tahun 1961
gereja dipandang anti komunis yang berasal dari warga yang ada di Kuba dinilai
sangat dekat dengan Batista. Oleh karena itu, Fidel Castro mengeluarkan kebijakan
yaitu melarang perayaan acara-acara keagamaan di Kuba. Para Imam-Imam katolik
kemudian diusir oleh Castro yang mana sebagian berasal dari Spanyol, menutup
sekolah katolik, dan melarang anggota partai komunis memeluk agama tertentu.
Sebaliknya, umat katolik juga berpegang teguh pada ajaran katolik yang sesuai
dengan Dekrit 1949, yang mana didalamnya terdapat bahwa penganut agama
katolik dilarang menyokong komunis.
Konflik tersebut membaut sikap gerja katolik anti-Marxist Kuba pun
merespon dengan tindakan menasionalisasi properti gereja, menutup sekolah-
sekolah katolik melalui reformasi agraria, dan menyebarkan propaganda anti
katolik dengan menangkap umat katolik atas tuduhan menentang revolusi. Ada
kekhawatiran dari Kuba terhadap keberadaan gereja katolik. Kekhawatiran Kuba
58 Ibid. Hlm. 37
50
adalah AS menggunakan pengaruhnya melalui kelompok-kelompok keagamaan.
AS pernah dianggap mendukung kelompok keagamaan yang kontrak dengan
pemerintah Kuba salah satunga adalah gereja katolik untuk mendirikan NGO yang
terlepas dari pemerintahan pada pertengahan 1990-an. Tahun 1991, partai komunis
memperbolehkan bagi individu agama untuk bergabung dengan partai mereka.
Pada tahun selanjutnya, jalan perdamaian dibuka oleh Fidel Castro kepada penganut
katolik dan memperbolehkan untuk bergabung dengan partai komunis. Tindakan
Fidel Castro tersebut mendapat respon baik dari Vatikan yang kemudian
merencanakan untuk melakukan kunjungan ke Kuba59.
Kebebasan beragama mulai diperlihatkan dengan mengijinkan rakyat Kuba
melakukan perayaan Natal dan menjadi hari libur nasional setelah Paus Yohannes
Paulus II mengunjungi Kuba pada tahun 1998. Paus Yohannes meminta kepada
Kuba untuk memberikan visa bagi para imam supaya bisa berkunjung ke Kuba,
akan tetapi hal tersebut tidak terlaksana. Disebabkan karena Kuba membatasi
penyedian visa bagi para imam dan gereja katolik pun tidak diizinkan untuk melatih
para imam. Gereja katolik merupakan lembaga independen terbesar di Kuba. Akan
tetapi, gereja katolik masih tidak diperbolehkan untuk mendirikan sarana publik,
perguruan tinggi, rumah sakit, klinik dan panti jompo60.
Kunjungan Paus Yohannes Paulus II dilanjutkan oleh Paus Benediktus XVI
pada tahun 2012, dimana hubungan gereja Katolik dengan Kuba semakin ada
kemajuan, ketika Kuba sudah berada dibawah kekuasaan Raul Castro. Paus
59 Ibid. Hlm. 38 60 Ibid. Hlm. 39
51
Benediktus disambut baik oleh Raul Castro yang kemudian mengungkapkan bahwa
pemerintah sosialis telah memberikan kebebasan beragama dan telah menjalin
hubungan baik dengan gereja katolik dan kuba terus berjuang melawan embargo
AS agar negara sosialis itu terbebas dari sanksi ekonomi tersebut yang menjadi
masalah utama di Kuba. Pada saat kunjungan ditemukan sebuah the Virgin of
Charity El Cobre yang memiliki makna simbolik bahwa perlunya perjuangan untuk
mengakkan perdamaian. Pada waktu yang sama, Paus Benediktus XVI mengajukan
permintaan khusus kepada Raul Castro untuk menetapkan hari Paskah menjadi hari
libur nasional yang akhirnya disepakati. Paus menginginkan agar Kuba
menghormati hak-hak rakyat khusunya dalam beribadah. Dalam pidatonya Raul
Castro mengatakan bahwa kebebasan agama telah diijinkan di Kuba dan mengakui
gereja katolik sebagai posisi yang berpengaruh di luar komunis. Diakhir
kunjungannya, Paus mengadakan misa bersama di lapang revolusi Santiago yang
dihadiri oleh Raul Castro61.
61 Ibid. Hlm. 49