BAB II FIX
-
Upload
nimah-al-izza -
Category
Documents
-
view
455 -
download
9
Transcript of BAB II FIX
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan
fungsinya tidak pernah tergantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen
penting dalam bahan makanan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
serta cita rasa makanan (Winarno,1991).
Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet
bumi ini yang tidak membutuhkan air. Secara kimiawi, molekul air tersusun atas dua
atom hidrogen dan satu atom oksigen, dengan rumus kimia H2O. Dalam keadaan cair,
molekul-molekul air saling berikatan membentuk polimer melalui ikatan hidrogen.
Air merupakan pelarut kuat dan bersifat sangat polar (Suripin, 2001).
Air merupakan komponen terbesar dalam minuman ringan yaitu sekitar 86-92
%. Karena itu air yang digunakan harus mempunyai kualitas yang baik. Air PDAM
meskipun dapat diminum, tapi kadang-kadang mengandung mineral dan tumbuhan-
tumbuhan kecil yang dapat menyebabkan air tidak memenuhi syarat sebagai bahan
dasar minuman ringan. Air yang baik untuk pembotolan harus jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, bebas dari mikroorganisme, dan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Disamping itu, air yang diperlukan juga tidak memiliki alkalinitas 50-60 ppm CaCO3.
Air yang telah memenuhi persyaratan air minum belum cukup memenuhi standart
mutu yang dibutuhkan untuk industri minuman ringan. Air yang mengandung bahan-
bahan tersuspensi tidak mudah dikarbonasi dan minuman yang dibuat dari jenis air
tersebut menjadi flat (Winarno, 1986).
Teknologi pengolahan air yang berkembang sangat cepat, telah mengubah
paradigma hidup masyarakat di era moderen. Penggunaan air minum tanpa dimasak,
bukan merupakan hal baru lagi. Trend hidup instant disemua lini merangsang para
ilmuwan dari berbagai belahan dunia, untuk menciptakan teknologi yang serba
4
5
praktis, baik dalam proses maupun dalam kegunaan akhir dari produk, tentu
dengan jaminan standar mutu dan kesehatan yang prima (Idral, 2007).
Pengendalian mutu air sangat penting terutama untuk pembuatan minuman
berkarbonasi, karena kesadahan karbonat yang tinggi (alkalinitas) dapat
menyebabkan minuman asam menjadi tidak lezat dan rasanya menjadi tawar.
Karena minuman ini pada hakekatnya adalah air maka rasa atau bau apapun yang
kurang menyenangkan yang ada di dalam air akan mempengaruhi rasa produk
akhir. Kejernihan yang tinggi dari sebagian besar minuman ringan merupakan
faktor penting dari segi pemasaran ( Buckle et al., 1987),
Menurut Zeofil (2008) air minum kemasan atau dengan istilah AMDK (Air
Minum Dalam Kemasan), merupakan air minum yang siap di konsumsi secara
langsung tanpa harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Air minum
dalam kemasan merupakan air yang dikemas dalam berbagai bentuk wadah 19 ltr
atau 5 galon , 1500 ml / 600 ml ( bottle), 240 ml /220 ml (cup).
Menurut Idral (2007) dari definisi air sehat, yang terbebas dari segala
jangkitan kuman, baik yang terlihat maupun yang tidak kelihatan dengan mata
biasa karena ukurannya yang sangat kecil, dibuatlah standar air sehat yang
dikeluarkan oleh badan kesehatan dunia (WHO) yang disertifikasi oleh
International Water Association (IWA) yang berpusat di United Kingdom. Pada
tabel 2.1 merupakan standart air minum dalam kemasan menurut Standart
Nasional Indonesia.
Air kemasan diproses dalam beberapa tahap baik menggunakan proses
pemurnian air (Reverse Osmosis / Tanpa Mineral) maupun proses biasa Water
treatment processing (Mineral), dimana sumber air yang digunakan untuk Air
kemasan mineral berasal dari mata air pengunungan, Untuk Air kemasan Non
mineral biasanya dapat juga digunakan dengan sumber mata air tanah / mata air
pengunungan. Proses Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) harus melalui proses
tahapan baik secara klinis maupun secara hukum, secara higines klinis biasanya
disahkan menurut peraturan pemerintah memalui Departemen Badan Balai
Pengawasan Obat Dan Makanan (Badan POM RI) baik dari segi kimia, fisika,
microbiologi, dll. Tahapan secara hukum biasanya melalui proses pengukuhan
merek dagang, hak paten, sertifikasi dan asosiasi yang mana keseluruhannya
6
mengacu pada peraturan pemerintah melalui DEPERINDAG, Untuk SNI (Standar
Nasional Indonesia), Merek Dagang dll ( Zeofil, 2008).
Tabel 2.1. Standart Air Minum Menurut Standart Nasional Indonesia
NO KRITERIA UJI SATUAN PERSYARATAN 1.1.11.21.3
KeadaanBauRasaWarna
--
Unit PtCo
Tidak berbauNormalMaks 5
2 PH - 6.5 – 8.53 Kekeruhan NTU Maks 54 Kesadahan, sebagai
CaCO3
Mg/I Maks 150
5 Zat yang larut Mg/I Maks 5006 Zat Organik (angka
KMnO4)Mg/I Maks 1.0
7 Nitrat dihitung sebagai (NO3)
Mg/I Maks 4.5
8 Nitrit dihitung sebagai (NO2)
Mg/I Maks 0.005
9 Amonium (NH4) Mg/I Maks 0.1510 Sulfat (SO4) Mg/I Maks 20011 Klorida (Cl) Mg/I Maks 25012 Fluorida (F) Mg/I Maks 113 Sianida (CN) Mg/I Maks 0.0514 Besi (Fe) Mg/I Maks 0.315 Mangan (Mn) Mg/I Maks 0.0516 Klor bebas Mg/I Maks 0.31717.117.217.317.4
Cemaran logam :Timbal (Pb)Tembaga (Cu)Kadmium (Cd) Raksa (Hg)
Mg/IMg/IMg/IMg/I
Maks 0.005Maks 0.5Maks 0.005Maks 0.001
18 Cemaran Arsen (As) Mg/I Maks 0.051919.119.219.3
19.419.5
Cemaran mikroba :Angka lempeng total awalAngka lempengan totalBakteri bentuk coli
C. perfringensSalmonella
Koloni/mlKoloni/ml
APM/100 mlKoloni/100 ml
--
Maks 1.0 x 102
Maks 1.0 x 105
< 2NolNegatif/100 mlNegatif/100 ml
Sumber : www.dprin.co.id (1994)
Adapun proses Pengolahan air untuk menjadikan air siap dikemas dan
dipasarkan secara umum, ada beberapa proses yang harus dilalui antara lain
( Zeofil, 2008) :
7
Proses Water Treatment System
Proses Water Sterlisasi
Proses Quality Control System
Proses Pengemasan ( Gallon, Bottle, Cup, dll)
Proses Pengepakan
Proses Distribusi
2.2. Gula
Gula merupakan sumber energi yang dapat segera diasimilasi. Tanaman
itu sendiri memberikan hasil energi yang sangat tinggi per luas areal penanaman.
Oleh karenanya gula mempunyai fungsi gizi yang penting sebagai sumber kalori
bagi tubuh manusia (Tranggono dan Widaryanto, 1986).
Bahan pemanis yang digunakan dalam industri minuman ringan
merupakan gula berkualitas tinggi. Pada umumnya digunakan gula dalam bentuk
sirup tidak berwarna. Gula dengan kualitas rendah akan berpengaruh terhadap
rasa, bau, penampakan, dan stabilitas minuman yang dihasilkan. Dalam
penggunaannya, bahan pemanis ini banyak disuplementasikan dengan cita rasa
asam, zat warna, pengawet, dan lain-lain yang dipadukan dalam perbandingan
yang tepat, tergantung flavour yang diinginkan. Cita rasa sangat mempengaruhi
keberhasilan suatu produk minuman ringan (Otmer dan Kirk, 1978).
Kualitas gula juga dapat dipengaruhi oleh proses pemurniannya, terutama
berkaitan dengan bahan pemurni yang digunakan dalam proses pembuatan gula.
Dalam Soejardi (1975), dinyatakan bahwa ada 3 jenis proses pemurnian dalam
proses pembuatan gula, yaitu defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi. Defekasi
merupakan proses pengolahan gula yang paling sederhana, dimana hanya
digunakan kapur sebagai bahan pemurni. Sementara pada sulfitasi digunakan
bahan pemurni kapur dan CO2. Gula yang didapat dari proses ini berwarna putih.
Bahan pemurni yang digunakan dalam proses karbonatasi juga kapur dan CO2,
hanya saja jumlah kapur yang digunakan pada proses ini hampir 10 kali
banyaknya dibandingkan untuk proses sulfitasi.
8
2.3 Karbondioksida
Karbondioksida juga sangat penting sebagai bahan pengawet di minuman
ringan. Walaupun sebenarnya masa simpan yang dapat dicapai relatif rendah,
namun secara umum cukup memadai untuk diterapkan pada tujuan-tujuan praktis.
Dari hasil penelitian juga telah diketahui bahwa minuman yang mengandung CO2
memiliki ketahanan terhadap kerusakan microbial yang lebih baik daripada
minuman biasa (Jager, 1996).
Efek karbondioksida dalam suatu produk tergantung pada beberapa faktor.
Pertama, karbondioksida dapat menggantikan oksigen yang merupakan materi
potensial bagi beberapa mikroorganisme. Kedua, karbondioksida memiliki fungsi
sebagai antimicrobial yang dapat menghambat metabolisme beberapa
mikroorganisme. Pada akhirnya, jika ditambahkan dalam jumlah besar CO2 dapat
mengubah pH pada makanan dan hal tersebut dapat mengurangi faktor pendukung
kehidupan mikroorganisme (Jager, 1996).
Karbondioksida (CO2) dapat membunuh, menstimulasi, menghambat, atau
bahkan tidak memiliki efek tertentu dari pertumbuhan mikroorganisme. Hal itu
tergantung dari jenis organisme, konsentrasi CO2, suhu inkubasi, usia sel saat CO2
digunakan, dan Aw medium. Biasanya pada sebagian besar yeast, jamur, dan
bakteri dihambat oleh CO2 pada konsentrasi 5-5 % (v/v fase gas). Penghambatan
meningkat secara linier dengan penambahan konsentrasi, tetapi hal tersebut tidak
100% bisa mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Karbondioksida adalah
penghambat utama dari mikroorganisme pembusuk psikotropik yang tumbuh pada
produk daging seperti daging sapi, babi, unggas, dan ikan, serta telur, buah, dan
sayuran. Pada konsentrasi CO2 yang lebih rendah cenderung untuk tidak memiliki
efek yang nyata. Walaupun mekanisme penghambatan tersebut masih menjadi
bahan perdebatan, namun tetap saja pada hasil akhir memperlihatkan bahwa
memang terjadi perlambatan fase lag dan generation time yang secara keseluruhan
menghambat populasi mikroba (Robertson, 1993).
2.4 Karbonasi
Pada proses karbonasi produk harus didinginkan mencapai 1-3 °C sebelum
tiba di filter untuk meminimalkan kehilangan gas CO2. Tingkat karbonasi
9
minuman ringan ditekan secara khusus pada volume g/l CO2. Satu volume sama
dengan kira-kira 2 g/l pada suhu ruang. Setiap volume menghasilkan tekanan
dalam sekitar 1 atm (100 kPa). Suhu memiliki efek yang signifikan dengan
tekanan dalam. Untuk minuman yang bervolume, contohnya cola, mencapai
tekanan 7 atm pada suhu 38°C dan mencapai 10 atm pada kondisi penyimpanan
maksimum atau suhu pasteurisasi. Level karbonasi minuman ringan rata-rata dan
volume 1,5 untuk minuman ringan dari buah, mencapai volume 4 untuk minuman
cola dan 5 untuk club soda atau ginger ale (AWWA and ASCE, 1998).
Penambahan CO2 dengan jumlah besar ke dalam larutan pada tekanan
atmosfer akan menyebabkan adsorbsi permukaan oleh koloid dan terjadi ikatan
kimia.. Ini menunjukkan bahwa komponen karbarnino dibentuk dalam beberapa
produk dengan sangat cepat karena reaksi reversibel antara CO2 dengan amino
bebas dari asam amino dan protein (Fennema, 1996).
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi karbonasi (Desrosier,
1988):
a. Tekanan dalam sistem
CO2 akan mudah larut pada kondisi tekanan yang tinggi.
b. Suhu cairan
Pengikatan CO2 pada air memerlukan kondisi pada suhu rendah. Oleh
karena itu, dalam tangki karbonator dilakukan proses pendinginan
(refrigerasi) dengan menggunakan amoniak (NH3) sebagai media
pendinginnya.
c. Waktu kontak antara cairan dengan CO2
Waktu kontak yang lebih lama akan mempermudah pelarutan CO2
dalam air.
d. Luas permukaan kontak antara cairan dan CO2
Semakin besar luas permukaan kontak antara cairan dan CO2, maka
CO2 akan semakin mudah larut.
e. Afinitas atau daya tarik-menarik antara cairan dengan CO2 (afinitas
menurun dengan meningkatnya kandungan gula)
Daya tarik-menarik antara air dengan gula lebih besar daripada daya
tarik-menarik antara air dengan CO2. Konsentrasi gula yang tinggi
10
akan mempersulit pelarutan CO2 dalam air, karena CO2 dalam air akan
didesak keluar oleh gula. Sehingga konsentrasi gula harus diatur
sedemikian rupa agar pelarutan CO2 dapat maksimal dan pelepasan
CO2 terjadi seperti yang diinginkan.
f. Adanya gas lain
Air mengandung berbagai macam gas terlarut, salah satu contohnya
adalah gas O2. Jika air mempunyai kandungan gas O2 yang tinggi,
maka air akan sulit untuk melarutkan gas CO2. Oleh sebab itu, perlu
adanya proses deaerasi, yaitu proses penghilangan sebagian gas terlarut
(O2) dalam air menggunakan pompa vakum.
2.5 Minuman Ringan Berkarbonasi
Akhir-akhir ini di pasaran banyak beredar beberapa minuman, baik dalam
kemasan botol, kaleng, maupun plastic. Industri minuman secara umum
dibedakan menjadi 3 jenis industri, yaitu industri minuman beralkohol, industri
minuman teh, kopi, dan coklat, serta industri minuman ringan / soft drink
(Norman, 1978).
Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alcohol, baik
yang berkarbonat maupun yang tidak berkarbonat. Dilihat dari kepekatan gulanya
minuman ringan dapat dibagi lagi menjadi minuman yang siap diminum (limun)
dan minuman yang harus diencerkan sebelum diminum (sirup). Komponen utama
penyusun minuman ringan adalah air dan gula sedangkan komponen lainnya
hanya sedikit (Norman, 1978).
Minuman ringan berkarbonasi adalah minuman yang dikarbonasi, diberi
perasa, non-alkoholik, dan biasa diminum dalam keadaan dingin. Minuman ringan
biasa dikemas dalam botol atau kaleng. Minuman ringan pada umumnya
mengandung air yang telah dimurnikan (hingga standar tertentu), high fructose
syrup, gula, karbondioksida (yang membentuk gelembung-gelembung dan
meningkatkan rasa), senyawa natrium, dan perasa (Cabbalero, 2005).
Tahap penting dalam pembuatan minuman ringan berkarbonasi adalah
pada tahap proses karbonasi itu sendiri. Dalam proses karbonasi, mutlak
diperlukan tekanan tinggi supaya gas CO2 dapat mengisi rongga-rongga di dalam
11
struktur cairan. Tekanan tinggi tersebutlah yang menyebabkan timbulnya suara
berdesis, ketika minuman berkarbonasi dibuka dari kaleng ataupun botol. Suara
desis tersebut berasal dari tekanan pada permukaan air soda yang turun dengan
sangat cepat, sehingga gas karbondioksida dalam minuman berusaha lepas. Gas
karbondioksida tidak lepas sendiri-sendiri, namun membentuk molekul yang
disebut nukleus sehingga mereka mempunyai tenaga untuk melawan cairan,
melepaskan diri ke permukaan (Anonim, 2007).
Tabel 2.2 Komposisi Minuman Ringan Berkarbonasi
FLAVOR GULA( BRIKS) KARBONASI ASAM(%) PH
Cola flavors 10.5 3.4 0.09 2.6
Root beer 9.9 3.3 0.04 4.0
Lemon dan lime 12.6 2.4 0.1 3.0
Orange 13.4 2.3 0.19 3.4
Grape 13.2 2.2 0.10 3.0
Rasberry 12.3 3.0 0.13 3.0
Cherry 12.0 2.4 0.09 3.7
Ginger Ales 9.5 3.8 0.1 -
Sumber : Norman (1978).
Penambahan karbondioksida (karbonasi) ke produk cair seperti minuman
ringan berkarbonasi, bir, wine (anggur), dan beberapa jus buah akan menyebabkan
berbuih, memiliki rasa tajam dan sedikit asam. Kandungan CO2 dan metode
penambahannya dalam minuman sangat bervariasi, tergantung pada jenis produk.
Proses karbonasi seringkali dilakukan pada temperature rendah (4 C) dan tekanan
tinggi untuk meningkatkan kelarutan CO2 (Fennema, 1988).
2.6 Pengemasan
Pengemasan merupakan proses terakhir dari seluruh rentetan proses
produksi suatu bahan pangan dengan tujuan untuk menjamin keamanan produk
yang dihasilkan sampai kepada tangan konsumen. Bagi konsumen, kemasan tidak
lain hanyalah sebagai wadah atau tempat yang sekaligus berfungsi untuk
melindungi produk dari kemungkinan adanya pencemaran yang dapat merusak
produk, dan terlebih lagi untuk diketahui tujuan dari konsumen membeli suatu
12
produk adalah untuk mendapatkan isi atau produk yang ditawarkan dan bukan
kemasannya (Susanto, 1994).
Dalam industri makanan dan minuman, pengemasan merupakan proses
akhir yang sangat menentukan kelancaran proses distribusi atau pemasaran
produk. Karena pada bahan pengemas atau kemasan terdapat label berisi
informasi atau gambar-gambar, dimana hal ini merupakan daya tarik pertama bagi
konsumen untuk membeli produk tersebut. Kemasan dapat berupa botol, kaleng,
maupun kertas (Susanto, 1993).
Persyaratan bahan pengemas antara lain harus mampu menghindari
kerusakan mikrobiologis, fisik, mekanis, khemis, dan biologis. Serta tidak
menyebabkan perubahan warna, cita rasa, maupun perubahan lainnya terhadap
produk, dan juga tidak beracun (Susanto, 1993).
Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang
tepat bagi bahan makanan. Pengemasan juga bertujuan membatasi antara bahan
pangan dengan keadaan normal sekeliling dan untuk menunda proses kerusakan
dalam jangka waktu tertentu (Robertson, 1993).
Minuman berkarbonat umumnya dikemas dalam botol (gelas/plastik) atau
kaleng. Menurut Susanto dan Saneto (1994), masing-masing pengemas
mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain:
a. Botol gelas, dapat digunakan ulang (reuse) tanpa mengalami
pengolahan atau perubahan bentuk, akan tetapi harus melalui proses
pencucian dan sterilisasi dengan menggunakan detergen dan soda
kaustik.
b. Botol plastik, dapat didaur ulang (recycle) dengan pengolahan fisik atau
kimiawi untuk menghasilkan produk sama atau produk yang lain.
c. Kaleng, dapat melindungi produk dari cahaya, mencegah kandungan
produk yang mudah teroksidasi karena cahaya maupun udara dalam
kaleng, akan tetapi relatif lebih mini karena terbuat dari plat baja
dengan lapisan timah atau dari alumunium.
2.6.1 Botol Gelas (Returnable Glass Bottle/RGB)
Botol gelas dibuat dengan mencampur pasir dengan soda abu, kapur atau
campuran alkali yang lain. Beberapa keuntungan pemakaian bahan pengemas dari
13
botol gelas adalah dapat dibentuk dengan berbagai macam desain, dapat diwarnai
dengan berbagai macam warna, bersifat transparan, tidak mempengaruhi produk
yang dikemas, kedap terhadap gas, uap air dan bau, memberi keawetan aroma,
rasa dan warna produk yang dikemas, dapat disterilisasi dan divakum, serta tahan
terhadap penambahan suhu yang tinggi dan rendah. Sedangkan kekurangan dan
bahan pengemas botol kaca adalah bersifat rapuh serta mudah pecah jika
permukaannnya tergores dan kena benturan (Susanto dan Sucipta, 1994).
Pengemas gelas / bahan kaca masih termasuk dalam golongan wadah yang
masih banyak digunakan sebagai pengemas untuk makanan dan minuman seperti
susu, selai, minuman ber CO2, sari buah, juga kemasan ukuran kecil bagi
komoditas pangan lain seperti daging, pasta ikan atau jamu, sekitar 80 %, susu
90%, jam 60% dan minuman ringan yang dikemas dengan wadah gelas atau kaca.
Kemasan gelas umunya terbuat dari gelas yang mengandung silikat antara 70-75
% dan sejumlah oksida-oksida organik.
Beberapa keuntungan pemakaian kemasan yang terbuat dari gelas
diantaranya
1. Gelas mempunyai sifat transparan sehingga produk yang dikemas dapat
dilihat dengan jelas oleh konsumen
2. Kemasan yang terbuat dari bahan gelas tidak akan mempengaruhi
produk yang dikemas
3. Gelas merupakan bahan pengemas yang kedap terhadap gas, uap air,
dan bau
4. Kemasan gelas dapat memberikan keawetan aroma, rasa, dan warna
produk yang dikemas
5. Kemasan gelas dapat diproduksi dan dibentuk dengan berbagai macam
design
6. Gelas dapat pula diwarnai dengan berbagai macam warna sesuai
dengan kebutuhan produk yang akan dikemas
7. Kemasan yang terbuat dari bahan gelas dapat disterilisasi dan
divakumkan
14
8. Kemasan yang terbuat dari gelas biasanya tahan terhadap perubahan
suhu rendah dan tinggi dengan catatan suhu tersebut tidak berubah
secara cepat.
Di samping kemasan yang terbuat dari gelas mempunyai keuntungan-
keuntungan tersebut di atas, kemasan ini juga memiliki beberapa kelemahan
diantaranya adalah :
1. Kemasan yang terbuat dari gelas mempunyai sifat yang rapuh
2. Gelas mudah sekali mengalami pecah apabila permukaannya tergores
atau bila terkena benturan (Susanto dan Sucipta, 1994).
Kemasan gelas dalam bentuk botol mempunyai bagian leher berbentuk
bulat dan jauh lebih sempit daripada bagian badannya. Ukuran leher yang sempit
ini akan mempermudah pengeluaran isinya juga dapat digunakan untuk
mengurangi ukuran tutup. Pada umumnya botol dipakai untuk mengemas produk
dalam bentuk cair atau bahan padat yang lembut misalnya juice, sirup, minuman,
kecap, dan akhir-akhir ini banyak juga dipakai sebagai pengemas bibit jamur
merang, bibit anggrek, dan sebagainya (Susanto dan Sucipta, 1994).
Kemasan gelas ditutup dengan menggunakan tutup yang terbuat dari
kaleng atau aluminium. Penutupan ialah mengeratkan suatu tutup dengan botol
baik di atas leher, sisi leher, maupun pada bahu leher botol (Desrosier, 1988).
Kegagalan penutupan dapat disebabkan oleh kesalahan gelas kemas (retak
pada bibir botol), kesalahan penggunaan tutup, pemanasan yang tidak cukup,
reaksi-reaksi bahan pangan dengan tutup, menggunakan suatu senyawa penutup
yang kurang memadai, salah pakai gelas kemas dan tutup sebelum dan sesudah
proses pemanasan, kelemahan fisis, dan kimia tutup (Desrosier, 1988).
2.6.2 Botol Plastik (Polyethylene Terephthalate/PET)
PET (Polyethylene Terephthalate), nama IUPAC-nya adalah
polyoxyethilene-oxiterephthaloyl, dikenal sebagai serat film. PET dapat dibuat
dengan mereaksikan ethylene glycol dengan terephtalic acid, dimana dimethyl
ester dari terephtalic acid digunakan untuk mengontrol reaksi. PET mempunyai
15
suhu leleh kristal (Tm) sampai 267oC dan suhu transisi gelas (Tg) antara 67-80 oC
sehingga bersifat tahan panas (Robertson, 1993).
Pada akhir tahun 1970, dikembangkan PET dalam bentuk lembaran
menjadi botol (stretch-bowl molded). Pelemasan ditujukan untuk mendapatkan
daya renggang yang maksimal untuk membentuk barrier gas, hal ini akan
menyebabkan botol menjadi ringan sehingga lebih ekonomis. Botol PET ini
banyak digunakan untuk minuman berkarbonasi (Robertson, 1993).
Dibandingkan dengan botol gelas, kehilangan CO2 melalui dinding botol
lebih tinggi pada botol PET. Meningkatkan ketebalan dinding botol akan
menurunkan rata-rata kehilangan CO2, tetapi hal ini akan meningkatkan biaya.
PET (seperti kebanyakan termoplastik) akan menggembung dalam beberapa hari
setelah pengisian. Pengembangan ini akan hilang jika botol dibuka dan tekanan
dalam dibebaskan. Pengembangan akan meningkatkan 2,5% volume botol selama
3-4 hari pertama setelah pengisian pada kondisi penyimpanan normal (Robertson,
1993).
Perkembangan dunia kemasan saat ini juga telah menempatkan plastik
sebagai bagian yang sangat penting dalam industri pengemasan. Hal ini
dikarenakan plastik memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan-
bahan pengemas lainnya, diantaranya harganya relatif lebih murah, dapat dibentuk
berbagai rupa, warna, serta bentuknya lebih disukai oleh konsumen (Susanto dan
Sucipta, 1994).
2.7 Pengisian
Penggunaan jenis mesin pengisian tergantung dari kondisi produk dan
jumlah produk yang akan dikemas. Mesinnya bekerja berdasarkan gravitasi,
tekanan dan vacuum. Filler volumetri misalnya filler piston, pada umumnya
digunakan untuk makanan berbentuk cairan, pasta, bubuk dan partikel. Filling
head dari botol harus masuk range. Kontainer glass seharusnya memiliki head
space 6-10 % dari volume kontainer pada kondisi penutupan normal (Fellows,
1990).
16
2.8 Penutupan
Cara-cara penutupan botol ada tiga cara yaitu (Fellows, 1990):
Pressure seal, biasanya digunakan pada minuman beverage berkarbonasi.
Seal yang termasuk disini adalah cork, crown atau aluminium roll-on
sgrew caps. Hasilnya, tekanan di dalam botol biasanya lebih tinggi
daripada di dalam botol.
Normal seal, digunakan untuk minuman seperti susu pasteurisasi atau
wine. Seal yang termasuk disini adalah cork dan aluminium foil caps.
Vacuum seals, biasanya digunakan untuk pembotolan pasta. Botol dalam
keadaan vakum untuk mengurangi O2 dalam wadah agar tidak terjadi
reaksi yang tidak diinginkan).