BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS - Perpustakaan...
Transcript of BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS - Perpustakaan...
11
Gambar 2.1. : Faktor pemicu terbentuknya bisnis PLTM
Management Support
■ Company Experiences■ Reputable Expert
■ Financial Back-up
Potensi Alam■ Sungai/sumber air
■ Kondisi geologi
■ Kondisi Topografi
Government Support
■ Deregulasi Kelistrikan■ Penghematan BBM
■ Fasilitas Perijinan
New Potential
Business /
Feasibility
Planning
Global Incentive
■ Global warming issue■ Incentive from CER
Buyer Support■ Pembelian Listrik langsung
■ Peningkatan Rasio Elektrifikasi
■ Program 75/100
Precipitating
Event
Additionality Revenue
BAB II
EKSPLORASI ISU BISNIS
2.1. Conceptual Framework
Gagasan konsep terbentuknya bisnis PLTM dilandasi oleh adanya beberapa faktor pemicu
yang merupakan kerangka
pemikiran atas beberapa po-
tensi yang ada, seperti yang
telah dijelaskan pada Bab-I.
Faktor-faktor ini telah me-
macu terbentuknya precipi-
tating event yang akhirnya
menumbuhkan adanya new
potential business. Antara
satu faktor dengan faktor la-
innya sangat berkaitan erat didalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi di
bidang pembangkit listrik ini. Diagram potensi tersebut dapat di jelaskan seperti gambar
2.1. di atas..
Dari diagram diatas, terdapat lima faktor utama yang memicu pembentukan pengembangan
bisnis PLTM, terutama usulan pemberlakuan tarif yang attractive serta penjualan CER
yang dihasilkan dari pembangunan PLTM, yang dalam hal ini merupakan additionality
revenue bagi bisnis ini. Kelima faktor tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut :
1. Support Management
Adanya support dari management merupakan kunci utama dalam pengembangan suatu
bisnis PLTM ini, yang terdiri dari
� Pengalaman para pendiri perusahaan PT Girimukti Energi dalam menangani
bidang pekerjaan yang sejenis, dalam hal ini di bidang pembangkit listrik.
� Ketersediaan tenaga ahli, yakni tenaga ahli yang kompeten dalam bidang pem-
bangunan tenaga listrik terutama pembangkit listrik tenaga air.
� Dukungan finansial, dalam skala yang paling kecil adalah dalam bentuk du-
kungan untuk melakukan kajian awal hingga pelaksanaan pekerjaan detail
disain pembangunan pembangkit listrik
12
(MW) % (MW) % (MW) %
Sumatra 15,587 20.79 398 2.56 15,189 97.44
Jawa 4,200 5.60 2,391 56.94 1,809 43.06
Kalimantan 21,581 28.78 30 0.14 21,551 99.86
Sulawesi 10,183 13.58 190 1.87 9,993 98.13
Papua 22,371 29.84 3 0.01 22,368 99.99
Others 1,054 1.41 2 0.21 1,052 99.79
74,976 100.00 3,015 4.02 71,961 95.98
PeluangPotensi Total Telah TerpasangPulau
Tabel 2.1.:Potensi pembangkit hidro di Indonesia
Sumber: Data PT PLN tahun 2002 & Hasil Analisis
2. Potensi Alam
Kondisi alam yang ada di Indonesia memiliki potensi dan sangat mendukung untuk di
bangun pembangkit listrik tenaga air,
baik yang berskala besar, skala
menengah maupun berskala kecil.
Potensi-potensi pembangkit di tiap
propinsi dapat di lihat pada tabel 2.1.
berikut. Potensi alam tersebut teruta-
ma berupa banyaknya sungai-sungai
atau mata air yang memiliki debit
cukup besar serta tinggi jatuh (head) air yang maksimal, disamping kondisi geologi
yang mendukung terbangunnya potensi PLTM tersebut.
Kapasitas suatu pembangkit listrik tenaga air sangat dipengaruhi oleh besar debit air
yang ada serta tinggi jatuh air yang cukup tinggi. Semakin besar tinggi jatuh air dan
semakin besar debit air, maka kapasitas tenaga listrik yang dapat di bangkitkan akan
semakin besar. Energi listrik yang dapat dihasilkan oleh suatu PLTM dapat di hitung
dengan menggunakan data debit harian sungai (Q) dan tinggi hidrolik (h) yang ada,
dengan menggunakan rumus:
E = (Q x H x g x γγγγ x h)/1000
dimana : E = energi yang dihasilkan (MWh)
Q = debit air harian (m3/dtk)
H = net head (m)
g = percepatan gravitasi (9,8 m/dtk2)
γ = efisiensi
h = jumlah jam dalam 1 hari (24 jam)
Dari rumus tersebut, terlihat bahwa semakin besar debit (Q) dan semakin tinggi head
(h), maka Energi yang dihasilkan akan semakin besar. Hal lain yang berpengaruh pada
pembangunan PLTM, terutama dari sisi biaya investasi adalah kondisi geologi lokasi
proyek serta infrastruktur yang telah tersedia di sekitar lokasi proyek, di antaranya jalan
akses, jarak jalur transmisi terdekat dari lokasi rencana proyek, serta tersedianya tenaga
trampil (skill labour) yang ada di sekitar lokasi proyek.
13
Gambar 2.2. : Grafik kurva debit lokasi PLTM Girimukti
Sumber: Data analisi PT Girimukti Energi, tahun 2007
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP OKT NOV DEC
Bulan
Debit (m3/dt)
Giri Mukti - 1 Giri Mukti - 2 Kebutuhan
Potensi alam di lokasi PLTM Girimukti memiliki beberapa kelebihan, di antaranya di
samping infrastrukturnya sudah
tersedia, lokasi proyek ini berada
di Pulau Jawa (Jawa Barat), mate-
rial untuk bahan konstruksi mudah
di jumpai, banyak tersedia tenaga
ahli dan tenaga trampil di sekitar
lokasi proyek, serta yang lebih
penting lagi, debit air sungai yang
tersedia relatif cukup besar (lihat
grafik data debit bulanan di sungai
Cibuni pada gambar 2.2.).
Penggunaan air aliran sungai Cibuni bagi operasi PLTM Girimukti-1 adalah un-
tuk menggerakkan dua unit turbin yang direncanakan dengan mengambil debit
maksimum 6,00 m3/detik. Sedang pengembangan PLTM Girimukti-2 adalah un-
tuk menggerakkan dua unit turbin yang direncanakan degan memanfaatkan de-
bit maksimum = 7,50 m3/detik,
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kondisi musim keringpun
operasional PLTM Girimukti-1 maupun PLTM Girimukti-2 masih tetap dapat beropera-
si atau dengan kata lain, keperluan air untuk PLTM Girimukti-1 dan Girimukti-2 akan
selalu dapat tercukupi sepanjang tahun. Dari hasil analisis rata-rata debit aliran sungai
Cibuni sebesar 12,89 m3/dt, penggunaan air aliran sungai Cibuni diperkirakan tidak
akan menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat
yang telah berlangsung sebelumnya, karena penggunaan aliran sungai Cibuni hanya
memanfaatkan energi dari sebagian debit yang tersedia. Demikian juga dengan kualitas
air yang diperkirakan tidak akan mengalami perubahan, karena setelah airnya di pakai
untuk menggerakkan turbin, air tersebut akan dikembalikan lagi melalui tail-race ke
bagian hilir saluran sungai tersebut.
Dengan data debit disain seperti uraian tersebut di atas dan dengan perhitungan data
tinggi jatuh air (head) untuk masing-masing Girimukti-1 dan Girimukti-2 berturut-turut
sebesar 152,4 m dan 49,10 m, maka dengan menggunakan perhitungan rumus Energi
14
yang bisa dibangkitkan diatas akan didapat kapasitas terpasang pada masing-masing
Girimukti-1 dan Girimukti-2 berturut-turut adalah sebesar 2 x 4,2 MW dan 2 x 1,5 MW.
3. Dukungan Pemerintah
Adanya dukungan dari pemerintah ikut memacu para investor untuk menanamkan
investasinya di bidang PLTM. Dukungan tersebut di antaranya dengan di keluarkannya
beberapa peraturan pemerintah terkait dengan IPP yakni :
� PP19)
No. 10 Tahun 1989
� PP No. 3 Tahun 2005
� PP No. 26 Tahun 2006
� PerPres20
No. 42 Tahun 2005
� PerPres No. 67 Tahun 2005
� PerMen ESDM No. 10 tahun 2005
� PerMen ESDM No. 1 Tahun 2006
� PerMen ESDM No. 44 Tahun 2006
� PerMen ESDM No. 2 Tahun 2006
Berdasarkan PerMen ESDM No.1 tahun 2006, pengadaan IPP harus sesuai dengan
RUPTL yang disusun berdasarkan RUKN21)
. Sedangkan PerMen ESDM No. 2 tahun
2006 mengatur tentang prosedur pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik
yang menggunakan energi terbarukan seperti halnya PLTM Girimukti ini, yakni
Pengadaan IPP dapat dilakukan melalui proses penunjukan langsung tanpa melalui
tender dengan tata cara dan prosedur sesuai aturan yang berlaku.
Dalam kaitan pembangunan PLTM Girimukti ini, maka PT Girimukti Energi menjadi-
kan PerMen 002 tahun 2006 sebagai acuan untuk pengembangan bisnis ini, dimana
ketentuan tersebut mewajibkan PLN untuk membeli tenaga listrik yang dihasilkan oleh
PLTM tanpa melalui tender. Dengan berlandaskan pada PerMen tersebut PT Girimukti
Energi mengajukan proposal ke PLN untuk membangun PLTM Girimukti dan sekali-
gus menjual hasil energi listrik yang dihasilkannya ke PLN sesuai mekanisme yang dia-
tur pada PerMen tersebut. Dapat disimpulkan bahwa seluruh produksi listrik yang di
hasilkan dari Girimukti-1 dan Girimukti-2 setelah di kurangi keperluan listrik untuk
pemakaian sendiri yakni untuk keperluan penerangan kantor, akan dibeli oleh PLN.
19) PP = Peraturan Pemerintah 20) PerPres = Peraturan Presiden 21) RUKN = Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional
15
Gambar 2.3. : Sistimatika Regulasi Ketenagalistrikan untuk IPP
Sumber: Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi, tahun 2006
Sistimatika peraturan-peraturan dan perundangan tentang ketenagalistrikan sesuai
penjelasan di atas dapat di lihat pada gambar 2.3. dibawah ini.
4. Support dari Buyer
PT PLN selaku PSO22)
ataupun sebagai PKUK23)
sesuai Undang Undang, berkewajiban
untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di seluruh Indonesia dengan mutu dan kean-
dalan yang baik. Perkembangan kebutuhan tenaga listrik di Indonesia terus meningkat
dari tahun ke tahun dengan tingkat pertumbuhan antara 6-10 %. Pertumbuhan yang
cukup tinggi tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar untuk mengantisipasinya.
Sementara itu rasio elektrifikasi pada tahun 2006 masih sebesar 56% yang berarti
kewajiban penyediaan tenaga listrik di masa depan masih sangat besar (lihat gambar
2.4. dibawah ini). Dana Pemerintah maupun PLN sangat terbatas untuk dapat memenu-
hi peningkatan kebutuhan tenaga listrik tersebut kepada masyarakat.
Pada sisi yang lain, pada tahun 2007, PLN telah menetapkan visi perusahaan melalui
program 75/100, yang berarti bahwa, pada ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke
75 (tahun 2020), target PLN untuk rasio elektrifikasi menjadi sebesar 100%, dalam arti-
an pada tahun tersebut, masyarakat di seluruh Indonesia sudah dapat menikmati
22) PSO = Publik Service Obligation 23) PKUK = Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan
16
Gambar 2.4. Grafik Rasio Elektrifikasi Kelistrikan di Indonesia
Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2006.
sambungan listrik tanpa terkecuali. Untuk pencapaian target ini sudah barang tentu di
butuhkan dana yang sangat besar.
Sebagai jalan pintas untuk dapat mengejar target tersebut, PLN memberi kesempatan
kepada pihak swasta atau IPP24)
untuk bersama-sama dengan PLN melakukan pemba-
ngunan dan pengembangan fasilitas pembangkit dan jaringan transmisi di seluruh
Indonesia, terutama dengan mengutamakan pembangkit listrik non BBM serta pem-
bangkit listrik yang berwawasan lingkungan.
5. Global Support
Karena PLTM merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan yakni tidak me-
ngeluarkan CO2 dalam proses produksinya, maka PLTM dapat di kelompokkan sebagai
proyek CDM atau di Indonesia di kenal dengan MPB25)
.
MPB atau yang lebih dikenal dengan CDM merupakan salah satu mekanisme yang di
bentuk oleh badan PBB melalui UNFCCC yang menghasilkan suatu kesepakatan yang
terkenal dengan Protokol Kyoto. Mekanisme CDM merupakan satu-satunya mekanis-
me yang melibatkan negara berkembang, dimana negara maju dapat menurunkan emisi
gas rumah kacanya dengan mengembangkan proyek yang ramah lingkungan di negara
berkembang. Mekanisme ini pada dasarnya merupakan perdagangan karbon, dimana
negara berkembang dapat menjual kredit penurunan emisi kepada negara yang memili-
ki kewajiban untuk menurunkan emisi, yang disebut negara Annex I. Sesuai tujuannya,
24) IPP = Independent Power Producer 25) MPB = Mekanisme Pembangunan Bersih
17
Gambar 2.5. Diagram mekanisme kerja MPB
Sumber: Panduan Kegiatan MPB di Indonesia
CDM menghasilkan proyek yang ramah lingkungan, dan berhasil menurunkan emisi
gas rumah kaca. Sebagai bukti bahwa proyek tersebut telah menurunkan emisi gas
rumah kaca, maka proyek tersebut akan mendapatkan sertifikasi pengurangan emisi
(CER) yang di keluarkan oleh UNFCCC. Sertifikat CER inilah yang kemudian dapat di
perjual-belikan kepada Negara Annex-I. Adapun proyek-proyek yang bisa menjadi
proyek CDM adalah proyek-proyek yang terbukti mampu menurunkan jumlah emisi
karbon dari yang dihasilkan sebelumnya atau proyek baru yang tidak mengeluarkan
efek GRK. Disamping itu, proyek tersebut juga harus dapat mendukung pembangunan
berkelanjutan (sustainable), yang berarti mendukung pertumbuhan ekonomi, menjaga
kelestarian alam serta meningkatkan pengembangan sosial.
Kyoto Protocol di tandatangani pada tahun 1997 dan mulai berlaku sejak tanggal 16
Pebruari 2005. Indonesia telah meratifikasi Protocol Kyoto pada tanggal 28 Juni 2004,
dengan demikian Indonesia berpeluang untuk mendapatkan insentif berupa CER bila
melaksanakan proyek MPB. Di Indonesia, MPB di koordinir oleh Komite Nasional
MPB, yang di bentuk melalui keputusan Kementrian Lingkungan Hidup pada tanggal
21 Juli 2005, yang berhak melakukan verifikasi dan validasi terhadap proyek MPB di
Indonesia. Diagram mekanisme kerja MPB dapat dilihat pada gambar 2.5. berikut.
Mengingat sebagian besar emisi berasal dari penggunaan energi bahan bakar fosil, ma-
ka proyek CDM terutama dapat dikembangkan di sektor-sektor yang tergantung pada
bahan bakar fosil, diantaranya sektor Indus-tri dan ketenagalistrikan. Dalam hal ini con-
toh proyek CDM yang dapat dikembangkan diantaranya adalah dengan mengganti sum-
ber energi yang menggunakan bahan bakar fosil dengan sumber energi terbarukan se-
perti tenaga matahari, tenaga angin, tenaga panas bumi, tenaga air, dan bio-massa.
18
Gambar 2.7. Grafik CER market price
Sumber: Data Nord Pole
Gambar 2.6. Diagram siklus poses CDM
Sumber: UNFCCC Tahun 2006.
Dari penjelasan tersebut diatas dapat diarti-kan bahwa dengan membangun PLTM Giri-
mukti maka pihak developer bisa menjual CER langsung kepada negara-negara dalam
kelompok Annex-1 atau melaui jasa konsul-
tan ataupun melalui broker. Proses jual beli
CER di tuangkan dalam bentuk ERPA26 )
yakni suatu perjanjian yang mengatur ten-
tang jual-beli CER antara buyer dan seller.
Prosedur untuk mendapatkan insentif de-
ngan CDM dapat dilihat pada diagram
(gambar 2.6.) diatas.
Calon pembeli CER pada umumnya mengi-
nginkan volume CER dalam jumlah yang
cukup besar. Semakin besar CER yang di
hasilkan akan semakin besar pula minat
pembeli, hal ini dikarenakan biaya regristra-
si untuk mendaftarkan CER ke UNFCCC
relative cukup besar, yang umumnya di
tanggung oleh pembeli CER. Cara perhi-
tungan besar CER suatu proyek CDM di
lakukan dengan mekanisme PDD27)
dengan tatacara perhitungan mengikuti ketentuan
UNFCCC, yang pada dasarnya tergantung dari daya terpasang pembangkit, penyam-
bungan daya listrik ke jaringan transmisi (tegang-
an tinggi, menengah atau rendah) serta faktor-
faktor lainnya. Sementara itu, market price untuk
CER (lihat gambar 2.7.) semakin meningkat seca-
ra signifikan, data per tanggal 2 Juni 2008, harga
CER telah mencapai €19.4 per ton CO2. Sebagai
bahan informasi, 1,0 CER ekivalen dengan 1,0 ton
emisi CO2. Saat ini banyak sekali buyer dan konsultan atau broker yang berminat untuk
membeli CER, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Kontrak
pembelian CDM dengan buyer sesuai ketentuan umumnya berlaku untuk jangka waktu
26) ERPA = Emission Reduction Purchase Agreement 27) PDD = Project Design Document
19
Gambar 2.8. Skema Conceptual Framework
Industry Analysis■ Rivalry Among others
■ Threat of new entrants
■ Bargaining Power of Buyer
■ Bargaining Power of Supplier
■ Threat of Product Substitute
■ Relative Power of Stakeholders
Development Strategy■ Single PLTM
■ PLTM Cascade System
Business
Feasibility
Analysis
PLTM
Marketing Strategy■ Market Size
■ Market Segmentation
■ Marketing Mix
Pricing Strategy■ Flat Tarrif
■ Staging Tarrif
tiap 10 tahun. Hal yang perlu di perhatikan ada-lah bahwa mekanisme pembelian CER
akan dilakukan evaluasi kembali oleh UNFCCC pada tahun 2012, untuk itu di harapkan
CER dari PLTM Girimukti akan bisa terjual sebelum tahun 2012 tersebut.
Pada analisa PLTM Girimukti, dari hasil studi, diestimasikan jumlah penurunan emisi
carbon untuk kedua pembangkit Girimukti-1 dan Girimukti-2 sebesar 74.000 ton CO228)
.
Nilai CER ini akan dijual melalui pihak perantara (broker), dimana pihak broker akan
menanggung biaya registrasi di UNFCCC sekaligus menjualkan CER di global market
sesuai harga pasar yang berlaku saat itu. Konsekwensi dengan menggunakan jasa kon-
sultan/broker ini adalah pihak broker umumnya memberlakukan tarif (fee) sebesar 30%
dari nilai penjualan CER.
2.2. Analisis Situasi Bisnis
Strategi pendekatan studi yang di gunakan untuk melakukan analisis terhadap Situasi isu
bisnis PLTM Girimukti di dasarkan pada pemikiran konseptual (conceptual framework)
yang terdiri dari :
� Marketing Strategy
� Development Strategy
� Pricing Strategy
� Analisa industri dengan pendekatan Industry Analysis yang di kembangkan oleh
Michel Porter29)
.
28) Draft ERPA hasil perhitungan dari The Chugoku Electric Power Co, Inc. (CER buyer), tahun 2007 29) Wheelen Wheelen TL & Hunger JD (2004), Strategic Management and Business Policy, 9th ed., Pearson Prentice
Hall, New Jersey.
20
Gambar 2.9. Skema Industry Analysis bisnis PLTM
Analyzing of Electricity Business within Indonesia (Porter’s five forces Approach)
High bargaining power due to:• Price regulation• Single buyer• lots of competitors
Potential Entrants(Threat of New Entrants)
Buyers(Bargaining Power of
Buyers)
Industry
Competitors(Rivalry among
existing Firms)
Substitutes(Threat of substitute
product/service)
SuppliersBargaining Power of
Suppliers
Other Stakeholders(Relative Power of Unions,
Governments etc.)
No product substitute for electricity:� Gas Power Plant� Coal PP� Nuclear PP
Low due to :• Huge capital investment• Specific product and knowledge• Strong R&D• High technology product• Experiences in similar fields needed• Government policy to Renewable Energy
• Assets required
Potential Entrants(Threat of New Entrants)
Buyers(Bargaining Power of
Buyers)
Industry
Competitors(Rivalry among
existing Firms)
Substitutes(Threat of substitute
product/service)
SuppliersBargaining Power of
Suppliers
Other Stakeholders(Relative Power of Unions,
Governments etc.)
SuppliersBargaining Power of
Suppliers
Other Stakeholders(Relative Power of Unions,
Governments etc.)
No product substitute for electricity:� Gas Power Plant� Coal PP� Nuclear PP
Low due to :• Huge capital investment• Specific product and knowledge• Strong R&D• High technology product• Experiences in similar fields needed• Government policy to Renewable Energy
• Assets required
� Low competitor, a lot of demands� Lots of similar fieldLow bargaining power of supplier due to :
• lots of supplier with attractive offers• low price equipment• Lots of new technology
• Regulation on electrification • Labor union • Government policies• Environmental issues• Shareholder decisions
Analisa situasi bisnis untuk pengembangan PLTM Girimukti tersebut dapat di gambarkan
secara diagram (gambar 2.8.) diatas.
2.2.1. Industry Analysis
Analisa lingkungan industri pada bisnis PLTM mengharuskan PT Girimukti Energi mem-
berikan perhatian pada persaingan di lingkungan industri bisnis kelistrikan. Pendekatan
yang dilakukan adalah dengan menggunakan analisa ”Five Forces” yang dikembangkan
Michel Porter, yakni terdapat 5 (lima) kekuatan utama (lihat gambar 2.9.) yang memacu
persaingan di industri kelistrikan. Lima kekuatan tersebut terdiri dari potential entrants,
persaingan (rivalry) diantara perusahaan yang telah ada, ancaman produk pengganti
(product substitute), daya tawar pemasok (supplier), dan kekuatan pembeli (buyer), yang
secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Threat of New Entrants (pendatang baru)
Produk jasa kelistrikan merupakan produk spesifik, sehingga potential entrants dari bisnis
ini dapat di katakan rendah, karena disamping dibutuhkan biaya investasi yang cukup besar,
juga diperlukan asset yang memadai, teknologi dan inovasi yang cukup tinggi. Disamping
itu, bisnis kelistrikan ini juga membutuhkan permodalan yang cukup kuat, pengetahuan
yang cukup tentang aspek kelistrikan serta pengalaman yang memadai. Oleh karena itu
faktor kompetensi dan profesionalisme SDM (Sumber Daya Manusia) sangat menentukan
keberhasilan bisnis ini. Di sisi lain bisnis PLTM ini memiliki advantages yakni adalah ada-
21
nya jaminan dari pembeli (buyer) dalam hal ini PLN, bahwa semua produksi tenaga listrik
yang berasal dari PLTM akan di beli oleh PLN karena pemintaan akan energi listrik
(demand) masih jauh lebih tinggi di banding energi yang dapat di sediakan oleh PLN.
Dari analysis tentang threat of new entrants tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa
ancaman pendatang baru dalam bisnis PLTM ini masih sangat rendah.
2. Revalry among existing firms (persaingan diantara perusahaan yang telah ada)
Ada beberapa industry competitor untuk bisnis kelistrikan, namun usaha kelistrikan yang
berasal dari energi terbarukan (renewable energy) belum cukup banyak. Disamping itu
potensi PLTM yang cukup banyak di Indonesia serta masing-masing PLTM memiliki
kekhususan telah menjadikan bisnis PLTM ini tidak ada persaingan antara satu dengan
lainnya. Di sisi yang lain, pemerintah memberikan kemudahan lepada investor yang berniat
menanamkan investasinya di bisnis PLTM, di antaranya dalam bentuk regulasi pemerintah
berupa Peraturan Pemerintah serta Keputusan Menteri yang mewajibkan PLN selaku PSO
di bidang penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat untuk membeli setiap energi listrik
yang dihasilkan dari pembangkit yang menggunakan renewable energy tanpa melalui pro-
ses tender. Sementara itu, ketentuan tentang harga pembelian listrik oleh PLN di lakukan
dengan konsep negosiasi dengan tetap mengacu pada pedoman harga maksimal sesuai
PerMen ESDM.
Dengan demikian, dapat di artikan bahwa Revalry among existing firms dalam industri
PLTM masih rendah.
3. Threath of Product Substitude (ancaman produk pengganti)
Energi listrik sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari baik untuk industri maupun
untuk kegiatan rumah tangga. Energi listrik hingga saat ini dipandang sebagai energi yang
paling murah yang dapat dijangkau oleh masyarakat, bahkan oleh masyarakat miskin
sekalipun. Hingga saat ini belum ada produk yang bisa menggantikan energi listrik untuk
kegiatan sehari-hari, kecuali produk pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar
lain sebagai pengganti tenaga air, diantaranya pembangkit listrik yang menggunakan BBM,
batubara, solar, angin, gas, panas bumi, bio-fuel, maupun energi listrik yang menggunakan
bahan bakar nuklir. Namun dari berbagai jenis pembangkit listrik tersebut, PLTM masih di
anggap sebagai pembangkit listrik yang paling ramah lingkungan.
22
Oleh karena itu produk substitusi PLTM masih dalam artian pembangkit listrik yang ramah
lingkungan masih belum ada.
4. Bargaining Power of Supplier (daya tawar pemasok)
Pemasok utama dalam bisnis PLTM adalah supply terhadap peralatan dan assesories
keperluan pembangkit listrik berupa turbine, generator, trafo, peralatan transmisi/distribusi,
olie, grease serta spareparts. Saat ini beragam produk peralatan pembangkit beserta
assesoriesnya telah dibuat dengan menggunakan teknologi terbaru oleh berbagai fabrican,
dengan harga yang cenderung murah. Bahkan beberapa produk teknologi dengan harga
murah yang berasal dari Cina telah banyak yang masuk di pasaran yang menjadikan harga-
harga peralatan pembangkit mengalami penurunan.
Dengan pertimbangan tersebut diatas dapat di katakan bahwa bargaining power of supplier
atau posisi daya tawar pemasok terhadap bisnis PLTU ini tergolong rendah.
5. Bargaining Power of Buyer (kekuatan pembeli)
Meskipun saat ini produksi listrik (power producer) tidak lagi di monopoli oleh PLN, na-
mun untuk menyalurkan dan menjual energi listrik kepada masyarakat masih tetap di ken-
dalikan oleh PLN. Sementara ketentuan harga listrik dalam bentuk TDL (Tarif Dasar Lis-
trik) masih di atur oleh pemerintah. Hal ini mengandung konskwensi bahwa harga pembeli-
an listrik oleh PLN dari pengembang pembangkitan swasta juga akan dipengaruhi oleh
harga TDL. PerMen 002 tahun 2006 secara jelas mengatur ketentuan pembelian listrik oleh
PLN terhadap pembangkit milik swasta, yakni maksimum sebesar 0,6–0,8 dari BPP30)
tenaga listrik di masing-masing propinsi.
Dengan kondisi ini, maka bargaining power of buyer untuk bisnis industri PLTM dapat di
katakan cukup kuat, dan pemilik pembangkit (IPP) pada posisi yang lemah. Untuk menca-
pai posisi bargaining yang kuat dari sisi seller diperlukan strategi negosiasi yang bisa
mempertemukan keuntungan dari sisi buyer maupun dari sisi seller. Potensi ini cukup ter-
buka mengingat target PLN untuk meningkatkan rasio eletrifikasi hingga mencapai 100%
pada tahun 2020, yang berarti membutuhkan penyediaan energi listrik yang cukup besar.
30) BPP = Biaya Pokok Penyediaan (tenaga listrik)
23
6. Relative Power of Stakeholders
Pemerintah, dalam hal ini Departemen ESDM telah memberikan kemudahan-kemudahan
kepada para investor untuk menanamkan modalnya di bisnis industri kelistrikan. Disisi lain
PLN sebagai pembeli energi listrik milik swasta juga membuka kesempatan yang seluas-
luasnya kepada pihak swasta untuk ikut mengembangkan baik pembangkit listrik maupun
jaringan transmisi melalui mekanisme-mekanisme yang di atur dalam undang-undang.
Sementara itu PLN sebagai PSO di bidang kelistrikan juga telah menetapkan visi 75/100,
yakni target pencapaian ratio elektrifikasi 100% pada ulang tahun kemerdekaan Indonesia
yang ke 75 (tahun 2020). Ini merupakan kesempatan yang di berikan PLN kepada swasta
untuk ikut bermain di bisnis kelistrikan. Hal-hal lain terkait dengan perijinan di tingkat dae-
rah juga sudah mulai memberikan support terhadap investor yang berminat untuk mana-
namkan modalnya di daerah-daerah.
Dengan adanya fakta tersebut di atas, maka stakeholders memberikan support terhadap
gagasan pengembangan bisnis di industri kelistrikan.
2.2.2. Marketing Strategy
Sesuai dengan ketentuan PerMen 002 tahun 2006 maka seluruh produksi listrik yang di
hasilkan oleh pembangkit yang berasal dari renewable energy seperti halnya energi listrik
yang di hasilkan oleh PLTM Girimukti, maka hasil listrik secara otomatis akan di beli oleh
PLN melalui mekanisme jual beli tenaga listrik atau PPA. Dengan posisi pembelian
langsung oleh PLN, bisa diartikan bahwa bisnis usaha penjualan listrik tergolong dalam
captive market.
Proses pembelian energi listrik oleh PLN dapat di gambarkan pada diagram berikut (lihat
gambar 2.8. dibawah ini):
24
Gambar 2.10. Skema Pembelian energi listrik oleh PLN secara penunjukan langsung PLTM
PENGEMBANG PLN ESDM RUPS DEKOM
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak Tidak
Ya Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
MULAI
Proposal Pengembang
(Unsolicited), dilengkapi
dengan:
- Pre Feasibility Study
- Company Profile
- Financial Statement
- Financial Scheme
- Penawaran Harga
- Lain-lain
- Pembentukan SPC
- Permohonan penerbitan IUKUS
ke MESDM c.q DJLPE disertai
identitas pemohon, akte pendirian
& profil perusahaan, NPWP,
Pre FS, dll sesuai Permen ESDM
No. 10/ 2005)
Permohonan IUKU ke DJLPE
disertai dokumen pelengkap:
- Feasibility Study
- AMDAL
- Kontrak (PPA)
- dll sesuai Permen ESDM
No. 10/2005
Proses Internal PLN :
- Kesesuaian dengan RUPTL
- KKO, KKF & Analisa Resiko
- Sesuai Permen ESDM No. 01/2006
- Sesuai SK DJLPE Tentang Daerah
Krisis
Lengkap ?
Layak ?
Persetujuan DIREKSI untuk
Pembelian Tenaga Listrik
Permohonan Ijin Penunjukan
Langsung ke DJLPE
Pembentukan Panitia
Penunjukan Langsung
Setuju ?
Ijin Penunjukan Langsung
Proses Panitia Penujukan Langsung
(Prakualifikasi, Negosiasi Teknis & Harga)
Sepakat ?
Persetujuan DIREKSI
Setuju ?
Finalisasi PPA
Sepakat ?
Head of Agreement (HoA)
Persetujuan DIREKSI
Setuju ?
Permohonan Persetujuan
Kontrak Jual Beli Tenaga
Listrik ke DEKOM
Permohonan Persetujuan
Kontrak Jngk Pj & Pembelian
Tenaga Listrik ke RUPS
Setuju ?
Ijin Penunjukan Langsung
Permohonan Persetujuan
Harga Jual Beli
Tenaga Listrik ke MESDM
Setuju ?
IUKUS
Finalisasi PPA
Setuju ?
Persetujuan Kontrak
Setuju ?
Persetujuan Harga
Setuju ?
IUKU
Financial Closing
EPC Period
Commercial Operation Date
GAGAL
S E L E S A I
25
2.2.3. Pricing Strategy
Struktur dan satuan harga pembelian listrik oleh PLN harus mengikuti ketentuan-ketentuan
yang umum berlaku di PLN, dimana satuan harga pembelian dalam kWh dengan struktur
harga terdiri dari empat komponen, yakni komponen A untuk biaya investasi, komponen B
berupa biaya O & M, komponen C biaya penggantian bahan bakar (dalam hal ini retribusi
air) dan komponen D merupakan biaya lain-lain. Dari hasil perhitungan terhadap investasi
untuk pembangunan PLTM Girimukti serta dengan mengacu pada ketentuan yang ada di
PLN, maka struktur tarif pembelian listrik yang diberlakukan oleh PLN untuk IPP Giri-
mukti ini terdiri dari 4 komponen pokok, yakni :
Komponen A : Rp 403,00 per kWh
Komponen B : Rp 35,00 per kWh
Komponen C : Rp 10,00 per kWh
Komponen D : Rp 6,00 per kWh
Komponen A + B + C + D : Rp 454,00 per kWh
Komponen struktur tarif tersebut diatas dapat dijeskan sebagai berikut :
� Komponen A (Capacity Charge): dimaksudkan untuk pengembalian biaya pem-
bangunan yang di kapitalisasikan yaitu biaya kapital dan biaya-biaya lain yang
terkait dengan pelaksanaan konstruksi pembangkit. Biaya pengembalian ini dinya-
takan sebagai Capital Cost Recovery Charge Rate (CCR).
� Komponen B (Fixed Overhead and Maintenance Charge): dimaksudkan untuk
memenuhi biaya tetap operasional dan pemeliharaan. Yang termasuk dalam kompo-
nen biaya ini diantaranya biaya untuk pegawai, pendukung teknis dan pemeliharaan,
biaya umum dan administrasi serta biaya asuransi.
� Komponen C (Fuel Charge): dimaksudkan sebagai biaya bahan bakar yang dalam
hal ini adalah retribusi air, yang dibayarkan ke Dinas Pengairan (Departemen
Pekerjaan Umum), yang dalam hal ini di wakili oleh Balai PSDA (Pengembangan
Sumber Daya Air) Jawa Barat, dan di bayar sesuai kilowatt yang di hasilkan oleh
PLTM tiap jangka waktu satu bulanan. Harga ini bersifat pass through yang berarti
bahwa tariff dari PLN mengikuti besaran retribusi air yang di bayarkan oleh PLTM
Girimukti.
� Komponen D (Variable Overhead and Maintenance Charge): dimaksudkan sebagai
pengembalian biaya variabel O & M seperti bahan habis pakai untuk operasional
dan suku cadang pemeliharaan dan biaya variabel O & M.
26
Dasar perhitungan harga pembelian energi listrik oleh PLN terhadap produksi listrik yang
di hasilkan oleh IPP seperti halnya PT Girimukti Energi, dilakukan dengan mengacu pada
PerMen 002 tahun 2006 yakni :
� Untuk tenaga listrik yang tersambung (ter-interkoneksi) pada tegangan menengah
tarif pembelian listrik adalah 0,8 x BPP tegangan menengah dari BPP propinsi
� Untuk tenaga listrik yang ter-interkoneksi pada tegangan rendah adalah 0,6 x BPP
tegangan rendah dari BPP propinsi
Karena produksi listrik PLTM Girimukti ini akan tersambung pada jaringan tegangan me-
nengah (T/M) milik PLN, maka harga pembelian listrik oleh PLN maksimal sebesar 80%
dari BPP tenaga lisrik untuk Jawa Barat, dimana BPP Jawa Barat telah ditetapkan sebesar
Rp 843/kWh31)
. Sehingga harga pembelian tenaga listrik oleh PLN maksimal sebesar 80%
dari Rp 843/kWh atau sebesar Rp 492 per kWh, maka patokan harga rata-rata (flat tariff)
sebesar Rp 454/kWh masih di bawah pagu maksimal tarif sesuai ketentuan dalam PerMen.
Jangka waktu pembelian sesuai ketentuan dalam PerMen tersebut adalah selama 20 tahun,
dan sesudahnya dapat di perpanjang lagi bila masih beroperasi. Dengan ketentuan ini maka
kontrak PPA di buat dalam jangka 20 tahun.
Disamping flat tariff seperti uraian diatas, guna mendapatkan return maksimal, maka PT
Girimukti membuat suatu usulan untuk melakukan alternatif pricing strategy, yakni dengan
melakukan stagging tariff, yakni tarif bertahap dengan penjelasan sebagai berikut :
� Tarif tahun ke 1 – 12 = Rp 548,00/kWh
� Tarif tahun ke 13 – 20 = Rp 380,50/kWh
Analisis kelayakan proyek di lakukan berdasarkan dua alternatif harga pembelian tersebut
di atas yakni terhadap flat tariff dan terhadap stagging tariff.
2.2.4. Development Strategy
Guna mendapatkan return terbaik, maka pembangunan PLTM Girimukti akan dilakukan
dengan melakukan analisis terhadap dua skenario pembangunan, yakni :
� Skenario-1 : hanya membangun satu unit pembangkit, yakni Girimukti-1
� Skenario-2 : membangun dua pembangkit sekaligus dengan sistim seri (cascade)
yakni Girimukti-1 dan Girimukti-2
31 )
BPP propinsi Jawa Barat = Rp 843/kWh (RUPTL Propinsi Jawa Barat Tahun 2005)
27
Kedua skenario diatas masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian di dalam imple-
mentasinya, diantaranya adalah dengan membangun satu pembangkit Girimukti-1 maka
investasi yang di butuhkan tidak sebesar apabila di bangun dua pembangkit sekaligus,
namun dengan pembangunan dua pembangkit sekaligus pada satu sungai yang sama akan
dapat di lakukan penghematan baik dari sisi biaya administrasinya maupun penghematan
dan efisiensi di biaya konstruksinya.
2.3. Penjelasan Aspek Teknis
2.3.1. Proses produksi PLTM
Sistim kerja PLTM secara sederhana adalah dengan memanfaatkan tinggi jatuh (h) air
dengan debit (Q) yang mencukupi sehingga bisa memutar turbin yang dipasang pada tinggi
jatuh air dan akhirnya setelah di hubungkan dengan generator akan dapat menghasilkan
energi listrik dan disalurkan dengan menggunakan jaringan transmisi/distribusi. Peralatan
utama/sistem yang umum terdapat pada PLTM terdiri dari :
� Bangunan penyadap (intake)
� Saluran pembawa (waterway)
� Bak penenang (head pond)
� Pipa pesat (penstock)
� Saluran pelimpah (spillway)
� Rumah pembangkit (power house)
� Saluran pembuang (tail race)
� Turbine
� Generator dan kelengkapannya
� Seradang hubung (Switchyard) dan kelengkapannya.
Sistim dan proses kerja PLTM Girimukti dapat dilihat pada diagram gambar 2.9. dibawah
ini, dan dapat dijelaskan secara garis besar sebagai berikut:
a. Aliran air sungai yang ada di bagian hulu di pasang bendung sehingga tinggi air akan
meningkat, dan kemudian dibuat bangunan penyadap (intake) dan saluran pembawa
(waterway) untuk membawa air ke kolam penenang (head pond).
b. Saluran pembawa akan mangalirkan arus air tersebut ke kolam penenang.
c. Dari kolam penenang, aliran air tersebut diluncurkan ke bawah melalui pipa pesat (pen-
stock) dimana pada ujung pipa pesat tersebut di pasang turbine yang diletakkan di
rumah pembangkit (power house). Turbine digerakkan oleh arus air yang daya dorong-
nya telah di perkuat melalui tinggi jatuh (head) air di dalam pipa pesat, sehingga air
28
CB CB
CB CB
CB CB
CB CB
GARDU HUBUNG
WRK
300 M5 KM
GARDU INDUK
BDS
CB
CB
G1 G2G1 G2
GARDU HUBUNG
GIRIMUKTI
GIRIMUKTI 1 GIRIMUKTI 2
CB CB
CB CB
CB CB
CB CB
GARDU HUBUNG
WRK
300 M5 KM
GARDU INDUK
BDS
CB
CB
G1 G2G1 G2G1 G2G1 G2
GARDU HUBUNG
GIRIMUKTI
GIRIMUKTI 1 GIRIMUKTI 2
Gambar 2.11. : Diagram skema operasi PLTM
Gambar 2.12. : Skema titik hubung ke
jaringan tegangan menegah
tersebut memiliki kekuatan untuk memutar turbin dengan kecepatan yang sangat tinggi,
dan tubine tersebut selanjutnya di coupling dengan generator yang merubah energi
mekanik menjadi energi listrik.
d. Energi listrik yang di produksi selanjutnya di salurkan ke jaringan listrik tegangan ren-
dah/menengah/tinggi melalui sera-
dang hubung (switchyard), dan da-
ri jaringan listrik ini energi listrik
disalurkan ke konsumen.
e. Bila ketinggian air melebihi tinggi
bangunan kolam penenang atau-
pun bendung, maka aliran air ter-
sebut akan melimpah melalui
saluran pelimpah (spillway).
f. Aliran air setelah dipergunakan
untuk memutar turbine akan dike-
luarkan dari rumah pembangkit melalui saluran pembuang (tail race) untuk kemudian
di salurkan kembali ke sungai di bagian hilir.
g. Proses yang serupa akan berlangsung sama pada unit Girimukti-2 yakni melalui
bendung, kemudian dengan saluran penyadap air dialirkan ke kolam penenang lalu
masuk ke pipa pesat yang akan menggerakkan turbin generator pada rumah pembangkit
selanjutnya di buang kembali ke sungai.
2.3.2. Proses Pengiriman Produksi
Untuk memastikan bahwa produksi listrik dari
PLTM Girimukti bisa di beli oleh PLN, maka
energi listrik yang dibangkitkan PLTM Girimukti
harus memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh
PLN, diantaranya adalah tentang sistim pengi-
riman energi listrik yang dihasilkan oleh PLTM
Girimukti.
Seperti halnya produk barang yang hasil produksi-
nya biasanya dikirim ke pembeli dengan berbagai
alat transportasi, maka pada produk hasil energi
29
Tabel 2.2. : Struktur Biaya Kontruksi PLTM Girimukti
ITEM ITEM
I.1. Civil Works 2.1. Electrical & Mecanical Equipments
1 Site Clearance 1 Turbine & Auxiliries
2 Weir 2 Generator & Exitation System
3 Intake 3 Transformer & Switcgear
4 Desand 4 Control & Protection Equipment
5 Waterways 5 Mandatory Spareparts
6 Head Pond 6 Other Items
7 Penstock Anchorage/Foundation 6.1. Packaging, Shipment & Insurance
8 Powerhouse & Tailrace 6.2. On-land Transportation
9 Access Road & Bridges 6.3. Engineering Design & Fabrication
10 Other Support Building 6.4. Erection, Commissioning & Training
I.2. Metal Works 2.2. Transmission System
1 Penstock Steel Works 1 Transmision Line
2 Pipeline Steel Works 1.1. Conductor AAAC 150 mm2
3 Bifurcation 1.2. Mini Tower (350; 11M)
4 Gates, Bulkheads & Screens 1.3. Cross Arm
4.1. Weir Sluice Gates 1.4. Horn Lighting Arrester & Accessories
4.2. River Intake Gates 1.5. Lighting Arrester & Accessories
4.3. Desand Sluice Gates 1.6. MOF
4.4. Head Pond Sluice Gates 1.7. Fuse
4.5. Penstock Intake Screen 1.8. Disconnecting Switch
4.6. River Intake Screen 2 Sub Station
4.7. Penstock Intake Gates 2.1. Incumming Cubicle for Transf. 20kV/8.8MV
4.8. Intake & Tailrace Stop Lock 2.2. Outgoing cubicle to Cijedil Grid
4.9. Accessories 2.3. Outgoing cubicle to Bandung Selatan Grid
2.4. Bus PT Cubicle
2.5. Lightening Arrester Cubicle
2.6. Incoming Control Cubicle
2.7. Outgoing Control Cubicle
2.8. Synchronous Generator Panel
2.9. On Land Transportation
2.10. Factory Inspection Supervision
2.11. Testing & Commissioning
Lot - I (Civil & Metal Works) Lot - II (Mechanical & Electrical Works)
listrik PLTM Girimukti di kirim ke pembeli yang dalam hal ini PLN, melalui jaringan
listrik tegangan menengah (T/M) kapasitas 20 kV milik PLN. Karena energi listrik
tersambung ke tegangan menengah, maka PT Girimukti Energi harus mengikuti ketentuan-
ketentuan sambungan jaringan listrik ke sistim interko-neksi tegangan menengah yang
ditentukan oleh PLN. Jarak jalur T/M dari pembangkit lis-trik ke titik terdekat jaringan 20
kV milik PLN untuk Girimukti-1 dan Girimukti-2 berturut-turut adalah 8 km dan 3 km.
Skema hubungan interkoneksi dari pembangkit Girimukti ke jaringan terdekat milik PT
PLN dapat di lihat pada gambar 2.10. diatas.
2.4. Penjelasan Aspek Finansial
2.4.1. Struktur Biaya Investasi
Struktur biaya investasi pembangunan PLTM Girimukti secara umum di golongkan dalam
dua kelompok utama yakni kelompok pekerjaan Civil Works (termasuk pekerjaan Metal)
dan kelompok pekerjaan Mechanical & Electrical (termasuk pekerjaan jaringan distribusi
20 kV). Rincian masing-masing item pekerjaan untuk dua kelompok pekerjaan tersebut
dapat di lihat pada tabel 2.2. berikut :
30
2.4.2. Struktur Biaya Operasi & Pemeliharaan
Struktur biaya produksi pada bisnis PLTM hampir sama dengan struktur biaya yang umum
berlaku pada bisnis yang lain, dimana sebagai bahan bakar dari PLTM adalah air, struktur
biaya produksi ini diantaranya meliputi :
� Biaya Retribusi Air
� Biaya Operation & Maintenance
� Biaya Personalia dan Administrasi
� Biaya Asuransi
� Biaya Overhaul umumnya pada periode 5 tahunan
2.4.3. Aspek Kelayakan Investasi (Business Feasibility Planning)
Kelayakan investasi terhadap strategi pengembangan bisnis PLTM dilakukan kajian
melalui proses Capital Budgeting terhadap 3 Strategi Pengembangan, yakni :
1. Strategi Pengembangan hanya pembangunan Girimukti-1 dengan pertimbangan
terbatasnya biaya investasi, dengan harga penjualan tetap (flat tariff)
2. Strategi Pengembangan pada pembangunan Girimukti-1 dan Girimukti-2 sekaligus,
dengan harga penjualan listrik secara tetap (flat tariff).
3. Strategi Pengembangan pada pembangunan Girimukti-1 dan Girimukti-2 sekaligus,
dengan harga penjualan listrik secara bertahap (stagging tariff).
Untuk melakukan analisis kelayakan investasi, akan dilakukan kajian finansial terhadap
beberapa aspek utama, diantaranya :
� Pay Back Period
� NPV (Net Present Value)
� IRR (Internal Rate of return)
� PI (Profitability Index)
� ROI (Return on Investment)
2.4.4. Pengertian PBP, NPV, IRR, dan ROI
Untuk melakukan analisa kelayakan suatu proyek atau investasi terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan, di antaranya Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Profitabiliti Index (PI) dan Return on Investment (ROI).
Analisa terhadap perhitungan parameter tersebut memerlukan faktor Weighted Average
Cost of Capital (WACC) yang merupakan hurdle rate atau discount rate. WACC dapat di
pergunakan untuk menggambarkan tingkat risiko suatu perusahaan berdasarkan investasi
31
(Cost of debt x debt) + (Cost of Equity x equity)
Total AssetsWACC =
Ke = KRF + (Km - KRF) β
yang di tanamkannya. Formula untuk menentukan discount rate atau WACC adalah
sebagai berikut :
Umumnya, cost of debt (Kd) yang di pakai di Indonesia adalah suku bunga kredit investasi
yang berlaku di perbankan Nasional (i loan), sedangkan cost of equity (Ke) dihitung dengan
menggunakan pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model), yakni dengan mengguna-
kan rumus :
dimana, Ke = Cost of Equity
KRF = Risk-free Rate (Suku Bunga Bebas Risiko)
Km – KRF = Equity Market Risk Premium
β = Reaksi nilai saham perusahaan terhadap volatilitas indeks
harga saham di pasar saham
Risk-free Rate (KRF) atau suku bunga bebas risiko, di Indonesia dapat di pakai rujukan dari
Suku Bunga Bank Indonesia (SBI-Rate) sebesar 8,25%, sedangkan Equity Market Risk
Return (Km) adalah return yang di refleksikan terhadap investasi di pasar saham, dengan
asumsi rata-rata return di bursa saham sebesar 16,0%, sehingga nilai Km= 7,75%. WACC
dapat di pakai untuk menghitung risiko yang dimiliki suatu investasi dan dapat di gunakan
pada perhitungan NPV sebagai discount rate. Selain itu, WACC juga dapat dijadikan
sebagai pembanding terhadap IRR, yakni apabila nilai IRR lebih besar dari WACC maka
NPV yang di hasilkan akan positif, dengan kata lain investasi tersebut layak secara
finansial, sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari WACC, maka nilai NPV suatu proyek
akan negatif yang berarti proyek tersebut berpotensi tidak dapat menghasilkan return yang
menarik atau dapat dikatakan tidak layak.
Net Present Value (NPV) dari suatu proyek atau investasi merupakan performa investasi
yang sudah memperhitungkan time value of money. NPV merupakan penjumlahan nilai
sekarang (Present Value) dari discounted free cash inflow di kurangi dengan initial
investment. Sedangkan Present Value (PV) merupakan nilai sekarang atas nilai uang yang
32
(1 + r)t
CFtΣt = 1
n
CF0NPV =
NPV = Net Present Value
CFt = Cash Inflow pada tahun ke-t
r = Rate of Return pada WACC
CF0 = Cash Outflow (Initial Investment)
PV =FVt
(1 + r)t
(1 + IRR)t
CFtΣt = 1
n
CF00 =
(1 + IRR)t
CFtΣt = 1
n
CF0=
di investasikan pada tahun ke-t (FVt) dengan rate of return (r), atau dapat dijelaskan
dengan persamaan berikut :
Konsep Net Present Value merupakan instrument keuangan yang memperhitungkan pola
cash flow keseluruhan dari suatu investasi, dalam kaitannya dengan waktu berdasarkan
discount rate tertentu. Konsep ini tidak di perhitungkan di metode Payback Period. Dengan
demikian Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang bersih dari akumulasi nilai
uang yang akan datang (dalam hal ini Free Cash Inflow), atau dapat dijelaskan dengan
persamaan berikut :
dimana,
Dari rumus NPV di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu investasi dapat dikatakan layak
apabila nilai NPV lebih besar dari nol. Dengan pengembangan rumus tersebut dapat di ten-
tukan nilai Internal Rate of Return (IRR) suatu proyek, yakni rate of return (r) yang
menyebabkan nilai NPV = 0, karena Present Value dari Cash Inflow sama dengan Initial
Investment. Oleh karena itu IRR dari suatu investasi harus memiliki nilai yang lebih besar
dari Rate of Return (r) pada WACC, atau dapat disimpulkan bahwa nilai IRR > WACC.
Atau,
Performa investasi lainnya yang akan dikaji untuk melengkapi performa pada basis time
value of money, adalah :
� Pay Back Period (PBP)
33
Payback
Period=
Net Investment
Net Cash flow(year)
� Profitability Index (PI)
� Return on Investment (ROI)
Pay Back Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang di dasarkan pada waktu
pelunasan biaya investasi oleh akumulasi Free Cash Flow (FCF). Menurut kriteria dari
metode ini adalah, suatu proyek dengan pengembalian makin pendek akan semakin baik.
Kelemahan dari metode ini adalah PBP tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang (time
value of money), serta tidak mempertimbangkan pemasukan pada periode setelah PBP ter-
capai. Payback period dihitung dengan memperbandingkan benefit tiap tahun dari suatu
investasi dengan jumlah initial investment, yakni dengan menggunakan rumus :
Profitability Index (PI) merupakan instrument keuangan yang digunakan untuk mengeta-
hui perbandingan antara nilai sekarang dari penerimaan kas bersih di masa datang dengan
nilai investasi sekarang (initial investment). Suatu proyek dikatakan menguntungkan jika PI
> 1, sebaliknya tidak menguntungkan bila PI < 1. Rumus yang di pakai untuk menghitung
PI adalah :
atau
Return on Investment (ROI) merupakan instrument keuangan yang mudah untuk mengukur
tingkat pengembalian ekonomis dari suatu proyek. ROI juga dikenal dengan Return on
Total Assets (ROA), yaitu mengukur efektivitas suatu investasi dengan membandingkan
net benefit dengan investasi awal (initial investment). ROI menjadi salah satu metode yang
paling popular digunakan untuk memahami, mengevaluasi dan membandingkan nilai dari
pilihan investasi yang berbeda.
Dalam hal untuk menilai tingkat pengembalian ekonomis dari suatu investasi baru, maka
ROA atau ROI yang telah memperhitungkan time value of money dihitung dari efektivitas
rata-rata Present Value EBIT (Earnings Before Interest and Taxes) berdasarkan discount
rate yang sudah ditentukan, terhadap aset yang diinvestasikan atau Initial Investment atau
dengan persamaan berikut :
34
x 100%ROI =average PV Ebit
Initial Investment
Nilai ROI ini sangat bermanfaat sebagai informasi para stakeholders, yakni kreditur (untuk
melihat potensi terbayarnya bunga pinjaman), Pemerintah (untuk potensi terbayarnya pajak
pajak), dan owner equity (untuk melihat potensi keuntungan).
2.5. Akar Masalah
Kenaikan harga BBM yang sudah berada di luar batas psikologis dan posisi Indonesia saat
ini yang tidak lagi menjadi negara pengekspor minyak, bahkan sebaliknya, Indonesia kini
menjadi negara pengimpor minyak, telah mengakibatkan membengkaknya biaya operasio-
nal beberapa industri tidak terkecuali biaya operasional pembangkit listrik terutama yang
menggunakan BBM sebagai bahan bakarnya. Kondisi ini telah memaksa beberapa pemilik
pembangkit listrik yang menggunakan BBM mulai memikirkan perlunya pembangkit
dengan bahan bakar non BBM, salah satu pilihan diantaranya adalah menghidupkan kem-
bali pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air (PLTA).
Sementara itu, potensi tenaga air di Indonesia cukup melimpah, namun yang termanfaatkan
baru sekitar 14% dari seluruh potensi yang ada, seharusnya hal ini menjadi daya taik bagi
investor untuk menanamkan modalnya di bisnis pembangkitan, namun kenyataannya,
investor tidak begitu tertarik terhadap bisnis ini. Masalahnya untuk membangun skala daya
yang sama, maka biaya investasi PLTM lebih besar jika dibandingkan dengan investasi
pembangkit jenis lainnya, sementara tarif pembelian litrik oleh PLN hampir sama
Untuk mengetahui tingkat kelayakan dari bisnis pembangkit tenaga air, maka di perlukan
suatu analisis yang komprehensif, sehingga investasi di bidang pembangkitan yang semula
dianggap kurang menarik, akan dapat menjadi layak dan bahkan menjadi bisnis yang
menarik serta profitable bila di implementasikan. Sebagai gambaran, dapat di perbanding-
kan bahwa dengan PLTD yang menggunakan HSD sebagai bahan bakarnya, data menu-
njukkan untuk setiap 1 liter HSD (sejenis solar) hanya dapat membangkitkan listrik sebesar
3 kWh, sehingga bila PLTM Girimukti dibangun, yang direncanakan dapat memproduksi
energi listrik sebesar 91.874.880 kWh per tahun, berarti akan dapat di hemat pemakaian
BBM sedikitnya 30,6 juta liter dalam setahun. Ini merupakan keuntungan tidak langsung
yang terjadi bila dilakukan pembangunan PLTM.
35
Gambar 2.13. : Struktur Biaya Kontruksi PLTM Girimukti
Business
Feasibility
Planning
(PLTM)
Development
Plan
Kelayakan
Investasi
Alternatif Terpilih
No
Yes
No
Yes
Implementation
Plan
Kelayakan
Investasi
Girimukti-1,
Girimukti-2 &
CDM
Kelayakan
Investasi
Analisa
Sensitivitas
No
Yes
Girimukti-1&
Girimukti-2
Girimukti-1
Akar masalah yang telah diuaraikan di atas selanjutnya dijadikan sebagai alat dalam
menyusun alternatif-alternatif solusi bisnis, dengan tahapan analisis sebagaimana di
jelaskan pada diagram Gambar 2.11.. berikut.
36