BAB II Efusi
-
Upload
pandu-mahesa -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of BAB II Efusi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam
jumlah berlebihan didalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi
penumpukan pus atau darah. Dalam keadaan normal jumlah cairan dalam rongga
pleura sekitar 10-20 cc, yang berfungsi sebagai lapisan tipis yang selalu bergerak
teratur dan berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura ( pleura viseralis dan
pleura parietalis ). Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan
suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa (John dan John,
M., 1993).
2.2 Anatomi Pleura
Pleura adalah suatu membran serosa yang tipis namun kuat, merupakan
lapisan avaskular yang terdiri dari serat elastik dan kolagen, pembuluh darah,
pembuluh limfatik dan saraf. Terdapat dua lapis pleura yaitu pleura parietalis yang
melapisi dinding dada, diafragma dan mediastinum dan pleura viseralis yang
melapisi paru-paru (Mansjoer, dkk, 2001).
Rongga antara pleura parietalis dan pleura viseralis, yang berdekatan satu
sama lainnya hanya dibatasi oleh lapisan cairan yang sangat tipis, 10-27µm
tebalnya sebagai pelumas. Aliran cairan melalui pleura mengikuti hukum starling
tentang pertukaran cairan transkapiler. Cairan masuk kedalam rongga pleura dari
3
kapiler-kapiler di pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan mengalir kembali
melalui aliran limfe yang bertekanan rendah (Mansjoer,dkk, 2001).
2.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi ( transudat ) kedalam rongga
pleura tetapi cairan ini segera direabsorbsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi
keseimbangan produksi dan reabsorbsi (Price dan Wilson., 1995).
Tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml ( pada orang dengan berat
badan 70 kg ). Kemampuan untuk reabsorbsinya dapat meningkat sampai 25 kali.
Apabila antara produksi dan reabsorbsinya tidak seimbang (produksinya
meningkat atau reabsorbsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. Cairan
yang masuk kedalam rongga pleura dapat berasal dari ruang interstitial paru,
kapiler pleura, saluran limfe toraks dan dari rongga peritonium (Price dan
Wilson., 1995).
Penyebab efusi pleura yang paling sering adalah meningkatnya cairan
interstisial paru. Keadaan ini merupakan mekanisme yang utama penimbunan
cairan pleura pada gagal jantung kongestif, efusi para pneumoni dan transplantasi
paru (Price dan Wilson., 1995).
Menurut Price dan Wilson (1995), akumulasi cairan pleura dapat terjadi
apabila :
Meningkatnya tekanan intravaskular dari pleura meningkatkan
pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum starling.
4
Keadaan ini dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan
sindroma vena cava superior.
Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk kedalam rongga pleura.
Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis,
baik karena obstruksi bronkhus atau penebalan pleura viseralis.
Adanya defek diafragma yang mengakibatkan hubungan rongga pleura
dengan peritonium, sehingga kalau ada penimbunan cairan dalam rongga
peritonium, cairan akan masuk kedalam rongga pleura.
Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe bermuara
pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan
menghambat pengosongan cairan limfe.
Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan perubahan pada rongga pleura
itu diantaranya adalah infeksi. Paling sering ditemukan adalah infeksi oleh
bakteri, sedangkan virus, jamur dan parasit relatif jarang ditemukan (Price dan
Wilson., 1995).
2.4 Gambaran Klinis
A. Gejala dan Tanda
Efusi pleura yang sedikit biasanya asimptomatik, sementara efusi pleura
yang banyak dapat menimbulkan dispnea, khususnya bila ada penyakit
kardiopulmoner yang banyak mendasari. Nyeri dada pleuritik dan batuk kering
5
dapat terjadi., cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya
eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200-300 ml. Tanda-
tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan
premitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara nafas. Pada efusi luas yang
menekan paru, aksentuasi suara napas dan egofoni ditemukan tepat diatas batas
efusi. Adanya friction rub pleural menandai pleuritis. Efusi pleura masif dengan
tekanan intrapleural yang meninggi dapat menyebabkan pergeseran trak hea
kearah kontralateral dan pendataran spatium interkostal (Lawrence, dkk, 2002).
B. Hasil Laboratoris
Thorakosentesis diagnostik sebaiknya dilakukan bila efusi pleura
terdeteksi dan tidak ada gambaran jelas mengenai penyebabnya. Foto proyeksi
dekubitus merupakan cara yang baik untuk mendeteksi cairan pleura bebas.
Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk memastikan lokasi thorakosentesis
pada efusi pleura yang sedikit atau terlokalisir (Lawrence, dkk, 2002).
Transudat terjadi pada keadaan integritas kapiler yang normal namun ada
perubahan tekanan onkotik dan hidrostatik. Transudat dengan demikian tidak
mempunyai protein dan LDH pembeda seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
dan mempunyai karakteristik lainnya (hitung sel darah putih < 1000/mL, dengan
dominasi sel mononuklear, kadar glukosa dicairan pleura sama dengan yang
diserum, dan pH yang normal. Transudat mengarah pada tidak adanya penyakit
pleura lokal, lebih dari 90% disebabkan gagal jantung kongestif. Jika ada
kecurigaan eksudat, thorakosentesis harus dilakukan. Adanya sel maligna atau
6
hasil kultur yang positif merupakan temuan definitive pada cairan pleura,
identifikasi penyebab lain tergantung pada kumpulan pemeriksaan fisik,
laboratorium atau biopsi. Pemeriksaan laboratorium pada cairan pleura harus
mencakup angka lekosit dan hitung jenis lekosit, protein, glukosa, dan LDH. pH
cairan pleura penting untuk memudahkan diagnosis banding pada efusi eksudat.
pH yang kurang dari 7,30 berindikasi kepada kanker, efusi parapneumonik
komplikasi, efusi rheumatoid atau lupus, tuberculosis, atau rupture esofageal.
Persentase yang tinggi dari limfosit dicairan pleura mengarah ke tuberculosis
(sebagaimana tidak adanya sel mesothelial) atau kanker. Kadar glukosa cairan
pleura yang rendah mengarah ke kanker, empiema, tuberculosis, rupture esofagus,
atau penyakit jaringan ikat (khususnya pleuritis rheumatoid). Peningkatan level
amylase cairan pleura mengarah ke satu dari diagnosis berikut : pankreatitis,
pseudokista pankreas, kanker pankreas atau rupture esofagus (Lawrence, dkk,
2002).
Biopsi pleura dengan jarum Abrams atau Cope mesti dipikirkan jika ada
kecurigaan keganasan atau tuberculosis dalam diagnosis banding efusi pleura
yang tidak dapat dijelaskan setelah pemeriksaan rutin dan thorakosentesis.
(Lawrence, dkk, 2002).
Kontraindikasi termasuk perdarahan diathesis, cadangan udara respirasi
sedikit, empiema dan kekurangan cairan pleura. Hasil yang diharapkan dari
prosedur kira-kira 55% pada keganasan pleura sedikit berkurang dengan
pemeriksaan sitologi cairan pleura, dan lebih 75% pada tuberculosis pleura jika
fragmen jaringan diserahkan untuk kultur sebaik pemeriksaan histology. Biopsi
7
pleura terbuka kadang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis keganasan pleura
dan khusus diindikasikan untuk diagnosis mesothelioma pleura maligna.
Thorakoskopi dengan alat yang lentur atau kaku adalah sebuah prosedur alternatif
dengan ketepatan diagnosis yang baik pada orang yang berpengalaman
(Lawrence, dkk, 2002).
C. Pencitraan
Sekitar 250 mL cairan pleura harus didapatkan sebelum efusi dapat
dideteksi pada radiograf dada konvensional dengan posisi tegak posterioanterior.
Gambaran decubitus lateral dapat mendeteksi jauh lebih kecil cairan pleura bebas.
CT scanning sensitive dalam pendeteksian sejumlah kecil cairan pleura. Cairan
pleura bebas mengumpul di area subpulmonar. Sebagian besar cairan meluap
masuk kedalam sulcus costophrenicus untuk membentuk suatu meniscus.
Penebalan fisura mayor dan minor merupakan hal yang biasa terjadi. Kumpulan
cairan pleura yang tidak normal seringkali terlihat. Pemindahan apeks diafragma
ke lateral dan kehilangan tanda pulmo pada tingkat diafragma secara mendadak
merupakan ciri-ciri efusi subpulmoner. Cairan pleura dapat menjadi penjerat
(lokulus) oleh adhesi pleura, pembentukan kumpulan yang tidak seperti biasanya
disekitar dinding dada atau difisura pulmo. Bayangan dengan sebuah dasar yang
lebar pada dinding dada dimana tempat keluar masuk hilum merupakan
karakteristik dari efusi terlokulasi. Kumpulan cairan terlokulasi yang bulat atau
oval pada fisura-fisura menyerupai tumor (“pseudotumor”). Ultrasound sangat
bermanfaat untuk menetapkan efusi terlokulasi atau efusi kecil. Efusi pleura
8
massif (opasifikasi dari seluruh hemitoraks) biasanya disebabkan oleh kanker
tetapi telah diamati pada tuberculosis dan penyakit lain (Lawrence, dkk, 2002).
2.5 Diagnosis
Kriteria Diagnosis :
- Sering asimptomatik, ada nyeri dada pleuritik bila terdapat pleuritis,
dispnea bila efusi luas.
- Fremitus menurun, perkusi redup, suara nafas menjauh, egofoni bila
efusi luas.
- Gambaran radiologik efusi pleura.
- Bukti diagnostik dengan thorakosentesis.
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Demam.
2. Sesak nafas.
3. Batuk, biasanya batuknya terdengar tajam.
4. Sikap terpaksa lebih enak berbaring pada posisi yang sakit kadang-
kadang dijumpai.
5. Gejala lain yang berhubungan dengan kausa, misalnya tuberkulosa.
6. Tanda pada paru tergantung dari cairan :
- Lebih cembung dan ketinggalan gerak pada paru yang sakit.
- Redup absolut pada cairan dengan batas atas cairan melengkung
dari medial kaudal ke lateral kranial (garis Ellis Damoiseau).
- Auskultasi vesikuler diperlemah diatas redup.
9
- Tanda pemadatan paru pada segitiga Garland : kadang-kadang juga
pada segitiga Grocco.
- Fremitus suara diperlemah pada bagian redup.
7. Radiologik tergantung jumlah cairan :
- Cairan banyak.
- Cairan sedikit : hanya mengisi sudut frenikokostal.
8. Darah tepi :
- Leukositosis bila infeksi bakterial, terutama bila ada pus
(empyema).
- LED meningkat pada infeksi khususnya bakterial.
9. Punksi pleura.
2.6 Penatalaksanaan
a. Umum
- O2 : bila timbul dispnea lakukan pengukuran gas darah arteri dan berikan
oksigen 5 Liter/menit dengan masker atau melalui hidung.
- Torakosentesis : bila pada pemeriksaan toraks atau sinar X toraks
menunjukkan adanya pengumpulan cairan yang massif (kebanyakan
pada satu sisi toraks), lakukan torakosentesis untuk mengeluarkan
cairan sebanyak 500-1.000 ml, sehingga dapat mengurangi gejala yang
timbul. Pengeluaran cairan dilakukan selama 30-90 menit untuk
mencegah terjadinya edema paru pada paru yang sedang mengembang
lagi. Pada cairan yang diambil dilakukan pemeriksaan jumlah sel, kadar
10
protein dan glukosa, pemeriksaan sitologik dan biakan. Bila pasien tidak
dalam keadaan terganggu, torakosentesis ditunda sampai pasien dirawat
di rumah sakit.
b. Punksi pleura dengan indikasi primer :
- Batas cairan sampai sela iga 2
- Ada pendesakan mediastinum
- Penekanan pada vena cava inferior
c. Punksi pleura dengan indikasi sekunder :
- Dalam 3 hari cairan banyak bertambah lagi.
- Water Sealed Drainase (WSD) bila perlu
- Antitusif, bila batuk banyak terutama bila menimbulkan rasa nyeri
waktu batuk.
d. Medikamentosa
- Terapi kausal : tergantung penyebabnya
- Tuberculosis sebaiknya terapi kombinasi untuk jangka pendek
- Non tuberculosis tergantung pada biakan dan tes sensitifitas.
e. Patokan
- Sefalosporin dengan atau tanpa kombinasi dangan Gentamicin
- Kotrimoksasol
- Bagi yang alergi terhadap Penicillin dapat dipakai eritromisin dan
klindamisin
- Antitusif : bila batuk mengganggu
11