BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ...repository.fisip-untirta.ac.id/1177/4/BAB...
Transcript of BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ...repository.fisip-untirta.ac.id/1177/4/BAB...
11
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Administrasi Publik
Administrasi Negara sama dengan Public Administrasi, yang intinya
mempelajari organisasi dan manajemen.
Menurut Utrecht yang dikutip oleh Prajudi (1985:34)
“Administrasi Negara adalah gabungan jabatan (aparat/alat) administrasi dibawah pimpinan pemerintah, (Presiden dan para Menteri) melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah (tugas pemerintah) yang tidak diserahkan pada badan perundang-undangan dan kehakiman”.
Adapun Waldo,(2000: 65) mengemukakan dua definisi yaitu: “Publik
administrasi adalah suatu pengorganisasian dan manajemen dari manusia dan
alat perlengkapannya untuk mencapai tujuan dari pemerintah”. Publik
administrasi adalah suatu seni dan ilmu dari manajemen dalam
menyelenggarakan kepentingan Negara yang intinya mempelajari organisasi dan
manajemen. CST Kansil,(1996:24) mengemukakan tiga arti administrasi Negara
Sebagai berikut:
a) Sebagai aparatur Negara, aparatur pemerintah, atau instansi politik
(kenegaraan) meliputi organ yang berada dibawah pemerintah, mulai
dari Presiden, Menteri termasuk Sekjen, Dirjen, Irjen, Gubernur,
Bupati/Walikota dan sebagainya, pokoknya semua orang yang
menjalankan administrasi Negara.
11
12
b) Sebagai fungsi atau aktivitas yaitu sebagai kegiatan mengurus
kepentingan Negara.
c) Sebagai proses teknis penyelenggaraan Undang-undang atau
menjalankan Undang-undang.
Prajudi,(1985:79) mengemukakan bahwa yang dilakukan oleh
administrasi Negara adalah :
1) Perencanaan
2) Pengaturan tidak bersifat Undang-undang
3) Tata Pemerintahan yang bersifat melayani.
4) Kepolisian yang bersifat menjaga dan mengawasi tata tertib
5) Penyelesaian perselisihan secara administrative
6) Pembangunan dalam penertiban lingkungan hidup
7) Tata Usaha Negara yang dilakukan oelh kantor-kantor pemerintah.
8) Penyelenggraan usaha-usaha Negara, yang dilakukan oleh dinas-
dinas, dan perusahaan-perusahaan Negara (BUMN dan BUMD).
Dasar dan tujuan daripada administrasi adalah sesuai dengan dasar dan
tujuan administrasi Negara Indonesia adalah sesuai dengan dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan
keadilan social. Untuk itu dalam penyelenggaraan administrasi Negara yang baik
diperlukan adalah sebagai berikut:
1) Social participation ( ikut sertanya rakyat dalam administrasi.
2) Social responsibility ( pertanggungjawaban administrator)
3) Social support ( dukungan dari rakyat pada administrasi negara)
13
4) Social control ( pengawasan dari rakyat kepada kegiatan
administrasi negara)
Banyak cendikiawan kurang memahami terminologi, makna dan
kegunaan administrasi publik yang sebenarnya. Istilah tersebut sering dipahami
sebagai kegiatan ketik-mengetik, ketatausahaan. Hal yang demikian dapat
mengurangi kepercayaan terhadap disiplin tersebut. Kesalahan persepsi yang
berkembang di masyarakat ini harus diluruskan melalui upaya sosialisasi secara
luas.
Dalam kenyataan terdapat variasi persepsi tentang administrasi publik.
Curdy (1986) dalam mengemukakan bahwa administrasi publik dapat dilihat
sebagai suatu proses politik, yaitu sebagai salah satu metode memerintah suatu
negara dan dapat juga dianggap sebagai cara yang prinsip untuk melakukan
berbagai fungsi negara. Dengan kata lain administrasi publik bukan hanya
sekedar persoalan administratif tetapi juga persoalan politik.
Variasi makna administrasi publik dapat dilihat juga dari persepsi orang
tentang kata “administrasi publik” itu sendiri. Ada yang mempersepsikan
administrasi publik sebagai administrasi tentang publik, administrasi untuk
publik, administrasi dengan publik. Administrasi dengan publik menunjukkan
bagaimana pemerintah berperan sebagai agen tunggal yang berkuasa yang selalu
aktif dan berinisiatif untuk mengatur atau mengambil langkah dan prakarsa,
yang menurut meraka penting bagi masyarakat. Masyarakat diperlakukan
sebagai pihak yang pasif, kurang mampu, dan harus tunduk dan menerima apa
saja yang dilakukan pemerintah.
14
Administrasi untuk publik dipersepsikan lebih maju dari yang diatas,
yaitu pemerintah berperan dalam mengemban misi pemberian pelayanan
terhadap publik (service provider). Disini pemerintah sudah lebih responsive
atau lebih tanggap apa yang dibutuhkan masyarakat dan mencari cara pemberian
pelayanan terbaik untuk publik. Meskipun kebutuhan publik merupakan sasaran
utama kegiatan pemerintah, namun seringkali pemerintah tidak berupaya
menolong publik dan besar kemungkinan memperdaya publik.
Administrasi dengan publik membawa suatu makna yang sangat
perorientasi kepada pemberdayaan masyarakat, lebih megutamakan kemandirian
dan kemampuan masyarakat. Dalam hal ini, kegiatan lebih mengarah kepada
“empowerment” yaitu pemerintah berusaha menfasilitasi masyarakat agar
mampu mengatur hidupnya tanpa harus bergantung terus-menerus kepada
pemerintah.
Dari beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa
pelaksanaan administrasi publik meniscayakan akan adanya suatu tata kelola
yang demokratis dan amanah. Dari perspektif keberlangsungan sebuah negara,
administrasi publik memegang peranan yang sangat penting karena apabila
mampu dilaksanakan dengan baik akan mampu menghindarkan terjadinya apa
yang disebut oleh Diamond sebagai triple crisis of governance. Tiga krisis itu
adalah kemandekan penegakan hukum, ketidakmampuan pemerintah menjaga
perdamaian rakyat atau daerah. Namun seperti yang telah disinggung
sebelumnya, pelaksanaan administrasi publik di Indonesia masih belum beranjak
dari sistem peninggalan rezim ademokratis. Bukti paling sahihnya, korupsi
15
masih menjadi ancaman utama dalam ranah birokrasi dan kelembagaan
pemerintah
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Samsubar,(2003:78) pendapatan daerah merupakan suatu
komponen yang sangat menentukan berhasil tidaknya kemandirian pemerintah
Kabupaten/Kota dalam rangka otonomi daerah saat ini. Salah satu komponen
yang sangat diperhatikan dalam menentukan tingkat kemandirian daerah dalam
rangka otonomi daerah adalah sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut Mangkosubroto,(1997:56) menyatakan bahwa pada umumnya
penerimaan pemerintah diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Pada umumnya penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak
dan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan
pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman yang berasal
dari dalam negeri maupun pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri.
Administrasi penerimaan retribusi yang baik untuk meningkatkan PAD
menurut Devas,(1988:144) adalah sebagai berikut:
(1) Menentukan wajib retribusi, hal ini berkaitan dengan kejelasan objek retribusi sehingga mempersempit bagi wajib retribusi untuk menyembunyikan objek retribusinya (2) Menentukan nilai terutang, hal ini berkaitan antara wajib retribusi dengan petugas pemungut dan penentuan tarif. Semakin besar kewenangan petugas untuk menentukan retribusi terutang maka semakin besar peluang untuk berunding dengan wajib retribusi dan akan mengakibatkan semakin kurang cermat besar retribusi yang dihasilkan. (3) Memungut retribusi, hal ini meliputi ketepatan waktu memungut, sifat pembayaran (otomatis atau tidak) dan ancaman hukuman atas kelalaian membayar. (4) Pemeriksaan kelalaian retribusi, hal ini berhubungan dengan sistem catatan yang baik dan cermat agar kelalaian dapat segera diketahui.
16
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha
Pemerintah daerah. Untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang
bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang
terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil usaha milik daerah dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
a. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pungutan yang dilakukan pemerintah daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak daerah ini
dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu pajak daerah yang ditetapkan oleh
peraturan daerah dan pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya
diserahkan kepada daerah. Objek penerimaan pajak daerah antara lain dari :
1. Pajak pemotongan hewan
2. Pajak pembangunan
3. Pajak radio
4. Pajak bangsa asing
5. Pajak atas ijin menangkap ikan di perairan teritorial
6. Pajak atas pertunjukan dan keramaian umum
7. Pajak reklame
8. Pajak anjing
9. Pajak pembuatan penjualan petasan
10. Pajak penjualan minuman yang mengandung alkohol
11. Pajak kendaraan tidak bermotor
12. Pajak tanda kemewahan kuburan
17
13. Pajak atas milik (bangunan, halaman dan tanah kosong)
14. Pajak penerangan jalan
15. Pajak rumah bola
16. Pajak forensen
17. Pajak pendaftaran perusahaan
18. Pajak perusahaan
19. Pajak kendaraan di atas air
20. Pajak pengambilan sarang burung walet
21. Pajak lainnya.
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah yaitu pungutan daerah yang dilakukan sehubungan
dengan suatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah daerah
secara langsung dan nyata kepada pembayar. Retribusi daerah dibagi dalam
tiga bagian yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi
perijinan tertentu.
c. Retribusi Jasa Umum
1. Retribusi salar kesehatan
2. Retribusi salar persampahan / kebersihan
3. Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan Akte Catatan Sipil
4. Retribusi salar pemakaman dan pengabuan mayat
5. Retribusi parkir di tepi jalan umum
6. Retribusi pasar
7. Retribusi air bersih
18
8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
9. Retribusi penggantian biaya cetak peta
d. Retribusi Jasa Usaha
1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
2. Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan
3. Retribusi terminal
4. Retribusi tempat khusus parkir
5. Retribusi tempat penitipan anak
6. Retribusi penjualan produksi usaha daerah
7. Retribusi tempat penginapan / pesanggrahan / villa
8. Retribusi penyedotan kakus
9. Retribusi rumah potong hewan
10. Retribusi tempat pendaratan kapal
11. Retribusi tempat rekreasi dan tempat olahraga
12. Retribusi penyeberangan di atas air
13. Retribusi pengolahan limbah cair
e. Retribusi Perijinan Tertentu
1. Retribusi ijin peruntukan penggunaan tanah
2. Retribusi ijin mendirikan bangunan
3. Retribusi ijin trayek
4. Retribusi gangguan
5. Retribusi ijin tempat penjualan minuman beralkohol
6. Retribusi ijin pengambilan hasil hutan ikutan
19
f. Hasil Usaha Milik Daerah
Hasil usaha milik daerah adalah penerimaan yang berupa bagian laba
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang terdiri dari bagian laba Bank
Pembangunan Daerah (BPD), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM),
bagian laba dari BUMD lainnya dan penyertaan modal daerah kepada pihak
ketiga.
g. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah pendapatan asli
daerah selain dari pajak daerah, retribusi daerah dan bagian laba BUMD.
Misalnya hasil penjualan barang milik daerah, penjualan barang-barang
bekas, penerimaan cicilan kendaraan bermotor / rumah dinas, penerimaan
sewa rumah dinas / bangunan dan tanah milik daerah pemerintah daerah ,
dan lain-lain.
2.1.3 Retribusi Salar Pasar
2.1.3.1 Pengertian Retribusi Salar Pasar
Salah satu usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
mengelola Retribusi Pasar ini adalah memberikan salar kepada masyarakat
sesuai dengan apa yang telah mereka bayarkan kepada pemerintah. Keberadaan
salar ini dirasakan cukup penting sebagai aspek yang harus dilakukan dalam
tatanan demokrasi di daerah itu sendiri. Salar publik sebagai indikator utama
bagi Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan harus
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dikelola dengan baik,
karena pengelolaan retribusi pasar tidak dapat dilepaskan dari salar yang
20
diberikan. Namun pada kenyataannya, di pengelolaan retribusi pasar selama ini
belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat pengguna jasa pasar.
Menurut Suparmoko,(1996 : 56) ”
“Pengertian retribusi secara umum adalah suatu pembayaran dari rakyat kepada negara di mana dapat terlihat adanya hubungan antara balas jasa yang langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut”.
Kemudian Miyasto, (1998:51) memberikan pengertian bahwa “Retribusi
itu adalah pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka
yang menggunakan jasa-jasa Negara.
Selanjutnya menurut Syamsi,(1994:87) “
“Retribusi adalah iuran dari masyarakat tertentu (orang-orang tertentu) berdasarkan peraturan pemerintah yang prestasinya ditujukan secara langsung, tetapi pelaksanaannya dapat dipaksakan meskipun tidak”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa retribusi
adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap orang yang
menggunakan jasa yang disediakan oleh pemerintah dengan adanya kontra
prestasi secara langsung yang diterima masyarakat pengguna jasa dimaksud.
Retribusi pasar atau retribusi salar pasar merupakan salah satu jenis
retribusi jasa umum yang keberadaannya cukup dimanfaatkan oleh masyarakat.
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001 yang dimaksud
salar pasar adalah fasilitas pasar tradisional atau sederhana berupa pelataran,
los yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang,
tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah, dan pihak
21
swasta. Fasilitas-fasilitas lain yang dikelola oleh pemerintah daerah
untuk pedagang yaitu keamanan, penerangan umum, penyediaan air, telepon,
kebersihan dan penyediaan alat-alat pemadam kebakaran.
Dalam pelaksanaannya retribusi jasa umum harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. Retribusi ini bersifat bukan pajak dan bersifat bukan rertribusi jasa
usaha atau retribusi perijinan tertentu.
2. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
3. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan
yang diharuskan untuk membayar retribusi di samping untuk
melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.
4. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi
5. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional tentang
pelaksanaannya.
6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan
salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial.
7. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut
dengan tingkat dan/atau kualitas layanan yang baik.
Selain mempunyai kriteria seperti yang dikemukakan di atas, retribusi
pasar juga mempunyai objek yang sama dengan retribusi jasa umum lain yaitu
salar yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
22
atau golongan. Sedangkan subjek retribusi ini adalah pengguna jasa salar
pasar.Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif didasarkan pada kebijakan
daerah yang memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan,
kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Agar prosedur-prosedur yang
telah ditetapkan berjalan dengan baik maka diperlikan administrasi pengelolaan
yang baik dalam pelaksanaannya.
Adapun pengertia pasar adalah suatu tempat yang ditetapkan oleh
kepala daerah sebagai tempat jual beli umum dan secara langsung
memperdagangkan barang dan jasa.
Dari beberapa pengertian tersebut yang dimaksud dengan retribusi
pasar adalah pungutan yang diambil secara langsung oleh petugas pemerintah
daerah di suatu tempat jual beli umum yang memperdagangkan barang dan
jasa.
2.1.3.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pungutan Retribusi Pasar
Faktor – faktor yang mempengaruhi pungutan retribusi pasar menurut
Soejamto, (1992 : 67) adalah sebagai berikut:
1) Subjek dan Objek Retribusi
Subjek dan objek retribusi akan menentukan besarnya “take base”
yang ditentukan untuk menentukan besar kecilnya beban retribusi yang
harus dibayar oleh subjek daerah. Subjek disini adalah oleh para
pedagang yang berjualan di dalam pasar dan berada di dalam pasar.
Objek yang dimaksud adalah lokasi pasar, lokasi kios, los dan dasaran.
23
2) Tariff Retribusi
Dalam penentuan tariff retribusi harus bersifat progresif, dalam
progresifitas berdasarkan pola lokasi atau tempat untuk berdagang,
pemakaian tempat berdagang, lokasi berdagang dalam kategori strategis
dan non strategis yang ditentukan oleh letak tempat yang berada di
bangunan utama, los terbuka serta luas tempat yang digunakan
pedagang.
3) Sistim Pemungutan Retribusi
Pemungutan retribusi yang baik tidak terlepas dari prinsip-prinsip
pemungutan.
Adam Smith dalam Soeparmoko, (1996:89) mengemukakan
Prinsip-prinsip pemungutan retribusi yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1) Prinsip Kelayakan
Yaitu pungutan yang dilakukan hendaknya pada waktu yang
tepat dan menyenangkan dan tariff yang dikenakan hendaknya
jangan terlalu menekan subjek penderita
2) Prinsip Ekonomi
Yaitu perlu diperhatikan tentang efisiensi dan efektifitas dalam
penarika retribusi
24
2.1.3.3 Persepsi Pedagang Tentang Pengelolaan Retribusi Pasar Untuk
Meningkatkan PAD Kabupaten Pandeglang
Persepsi merupakan suatu pendapat dari individu maupun kelompok
mengenai permasalahan tertentu yang berkaitan dengan individu atau
kelompok tersebut. Persepsi sangat besar pengaruhnya terhadap minat individu
atau kelompok atas suatu objek dan merupakan faktor penentu respon mereka
terhadap objek tersebut. Menurut Dimyati, (1990:132) persepsi adalah
interpretasi informasi yang datang dari indera, pemberian arti terhadap stimulus
inderawi. Stimulus inderawi ini merupakan bagian dari cara seseorang
memahami suatu objek berdasarkan informasi yang diterimanya. Dalam
pengertian persepsi ini terkandung makna bahwa persepsi didorong adanya
proses penerimaan stimulus melalui alat indera, adanya proses psikologis di
dalam otak, dan adanya kesadaran atas apa yang telah diinderakan, serta
memberikan makna pada stimulus tersebut. Adapun faktor-faktor yang
menentukan adanya persepsi adalah: (1) faktor fungsional yang berasal dari
kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal yang kita sebut faktor personal,
yaitu karakteristik orang yang memberikan respon pada stimulus, (2) faktor
struktural yang berasal dari sifat fisik stimulus, dan efek yang ditimbulkan pada
individu, dan (3) faktor perhatian yang terjadi apabila individu atau kelompok
berkonsentrasi pada salah satu alat indera dan mengesampingkan indera yang
lain.
Berdasarkan faktor-faktor di atas maka persepsi seseorang atau
kelompok itu timbul karena ada objek yang perlu perhatian dan mereka
25
merasakan sendiri objek tersebut. Hal ini terjadi pula dalam hal pengelolaan
retribusi pasar dimana individu atau kelompok yang dimaksud adalah para
pedagang. Persepsi pada pedagang ini timbul kaitannya antara pengelolaan
retribusi pasar yang mereka bayar kepada pemerintah dengan salar publik yang
diberikan dari retribusi pasar tersebut. Salah satu fungsi penyelenggaraan
pemerintahan oleh Aparatur Pemerintah adalah salar publik. Untuk dapat
memberikan salar public (public service) dengan baik maka Pemerintah Daerah
harus memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kondisi keuangan Pemerintah Daerah inilah yang akan menentukan
kemampuannya dalam menjalankan fungsi-fungsinya yang menyangkut salar
masyarakat dan pembangunan sarana prasarana serta perlindungan masyarakat.
Jika suatu daerah mempunyai pengelolaan yang baik yang berasal dari pajak
dan retribusi daerah maka tidak mustahil jika salar terhadap masyarakat akan
meningkat. Namun rendahnya kemampuan pemerintah dalam mengelola pajak
dan retribusi daerah akan menimbulkan efek negatif yaitu rendahnya tingkat
salar terhadap masyarakat dalam pembangunan. Salar publik merupakan aspek
yang sangat signifikan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Salar Publik menjelaskan definisi salar
publik yaitu segala kegiatan salar yang dilaksanakan oleh penyelenggara salar
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima salar maupun
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
26
Hakekat salar publik menurut Saksi,( 2004 : 23) adalah Pemberian salar
yang prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban
aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Salar Publik
implementasi salar publik mendasarkan asas-asas berikut ini:
1. Transparansi, yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh
semua pihak yang yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional, yaitu sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi
dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi
dan efektifitas.
4. Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan salar publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak
membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status
ekonomi.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemberi dan penerima
salar publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing
pihak.
27
Menurut Wahab, (2002:15) bahwa penyelenggaraan salar publik
memperhatikan indikator pelaksanaan publik berikut ini:
1. Kesederhanaan, yaitu prosedur salar publik tidak berbelit-belit,
mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan persyaratan teknis dan administratif salar publik,unit
kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
pemberian salar dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam
pelaksanaan salar publik rincian biaya salar publik dan tata cara
pembayaran.
3. Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan salar publik dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi, yaitu produk salar publik diterima dengan benar, tepat, dan
sah.
5. Keamanan, yaitu proses dan produk salar publik memberikan rasa
aman dan kepastian hukum.
6. Tanggung jawab, yaitu pimpinan penyelenggara salar publik atau
pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan salar
dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan salar publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan
prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang
memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan
informatika (telematika).
28
8. Kemudahan akses, yaitu tempat dan lokasi serta sarana salar yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, yaitu pemberi salar harus
bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan salar
dengan ikhlas.
10. Kenyamanan, yaitu lingkungan salar harus tertib, teratur,
disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang
indah dan sehat serta dilengkapi fasilitas pendukung salar seperti
parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
Salar masyarakat adalah salar yang diberikan kepada masyarakat
sebagai tugas dan kewajiban pemerintah daerah dengan penuh tanggung jawab
berdasarkan peraturan yang berlaku.
Menurut Fernandez, (2002:2)
“Layanan publik adalah benda dan jasa yang diserahkan selalu bersifat milik umum (common goods) yang biaya produksinya sering kali tidak efisien secara finansial, bahkan benda dan jasa yang diteransaksikan sukar diukur (intangible)”. Salar publik yang bermutu sangat diperlukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat tercapai dengan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang tidak merugikan rakyat. Untuk itu Pemerintah Daerah harus
menegakkan prinsip keadilan porposional dalam bahwa disatu sisi sumber
daya yang menjadi esensi atau substansi salar masyarakat itu sejauh mungkin
dapat di distribusikan berdasarkan atas tingkat kemampuan dan kebutuhan
29
publik yang dilayani (user), bukan lagi sekedar kebutuhan birokrasi yang
memberikan salar (provider) Wahab, (1998: 54)
Dalam pelaksanaannya selama ini, peran pemerintah dirasakan lebih
menonjol dibandingkan peran sektor swasta sehingga paket-paket salar yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah pada umumnya dilakukan sendiri melalui
struktur dan mesin birokrasi. Dalam keadaan seperti ini maka penyediaan atau
alokasi salar publik dilakukan sepenuhnya dibawah kontrol instansi
pemerintah. Hal ini menyebabkan pemerintah menjadi a single agency yang
berperan sebagai pemberi salar sekaligus mengevaluasi efektivitas kinerjanya.
Model manajemen salar publik yang serba monopolitik, birokratik, dan
sentralistik ini menyebabkan tidak adanya kompetisi dan tidak sensitive
terhadap persoalan perbaikan kualitas secara menyeluruh (total quality). Dalam
model salar ini birokrasi yang ada cenderung arogan, tidak responsive, tidak
akuntabel dan seakan sengaja mengambil jarak social (social distance) yang
terlalu lebar dari publik. Salar publik seperti ini sering disebut pula dengan
model manajemen salar publik konvensional yang lebih berorientasi pada
kepentingan-kepentingan internal birokrasi. Kecenderungan global sekarang
mengarah pada manajemen salar publik yang berlangsung disektor bisnis atau
swasta Wahab, (1998:78)).
Dalam penyelenggaraan salar publik yang mengadaptasi model salar
disektor bisnis itu, maka pengguna jasa salar publik praktis akan menjadi pusat
orientasi dan menempati posisi sentral. Konsekuensi sentral dari model salar
publik ini ialah perlunya dilakukan transparansi dalam proses pembuatan
30
keputusan, reorientasi dan restrukturisasi terhadap model managemen salar
publik konvensional yang ada selama ini.
Bertumpu pada manajemen salar yang baik akan memungkinkan
masyarakat merasakan keberadaan yang memuaskan dari salar yang diberikan.
Salah satu salar yang sangat dirasakan keberadaannya adalah salar publik dari
hasil perpajakan dan retribusi di daerah masing-masing. Namun jika
diperhatikan ada perbedaan salar yang diberikan antara pajak dan retribusi.
Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban
hukum (berdasarkan pengesahan legislatif) tanpa pertimbangan apakah secara
pribadi mereka mendapatkan manfaat atau tidak dari salar yang mereka biayai.
Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu salar,
dan biayanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya
salarnya, Davey, (1988:30). Dengan dikeluarkannya UU No. 34 Tahun 2000
tentang Pajak dan Retribusi Daerah, telah terjadi pembatasan jumlah pajak dan
retribusi yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Retribusi daerah dapat
dilakukan apabila ada salar tertentu atau jasa nyata yang diterima oleh wajib
retribusi dari pemerintah. Tuntutan peningkatan salar ini sejalan dengan
peningkatan kebutuhan masyarakat dan semakin adanya kesadaran akan hak-
hak mereka dalam pembangunan.
Golongan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah ada tiga macam
yaitu: retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perijinan tertentu.
Namun dari ketiga golongan retribusi tersebut, retribusi yang paling
berhubungan langsung dengan penyediaan jasa yang diberikan oleh pemerintah
31
daerah untuk kepentingan umum adalah retribusi jasa umum. Retribusi jenis ini
diharapkan dapat dikelola sesuai dengan demokratisasi dan peraturan yang ada
dengan tetap berpegang pada sistem yang sederhana, adil, efektif, dan efisien
sehingga dapat menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan
kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah. Salah satu jenis retribusi jasa
umum ini adalah retribusi pasar.
Di kota Pandeglang retribusi pasar ini merupakan salah satu sumber
keuangan daerah yang cukup memberikan kontribusinya. Retribusi pasar atau
retribusi salar pasar ini diatur dalam Peraturan Daerah No. 9 Tahun 1998
tentang Retribusi Pasar. Dalam penjelasan umum Peraturan Daerah No. 9
Tahun 1998 disebutkan bahwa retribusi pasar adalah retribusi atau pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa salar yang diberikan kepada umum dalam
lingkungan pasar. Subjek retribusi pasar adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan atau menikmati jasa salar dalam lingkungan pasar. Sedangkan
objek retribusi ini adalah salar dan penggunaan fasilitas yang disediakan di
lingkungan pasar. Jasa salar dan penggunaan fasilitas pasar tersebut meliputi:
penyediaan fasilitas bangunan pasar; penyediaan fasilitas pengamanan;
penyediaan fasilitas penerangan; dan penyediaan fasilitas umum lainnya,
seperti penyediaan air, telepon, gudang, alat pemadam kebakaran dan sarana
kebersihan.
Agar penyelenggaraan salar dari fasilitas-fasilitas yang telah ada di
pasar dapat berjalan dengan lancar maka Pemerintah Kota menetapkan
32
besarnya tarif sesuai dengan perbedaan golongan pasar atau perbedaan antara
kios, los dan dasaran terbuka (pelataran) yaitu sebagai berikut:
Tabel 2 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasar pandeglang
Golongan Tarif Retribusi
Kios/m2/hari Los/m2/hari Terbuka/m2/hari
Pasar Kota Pandeglang 2000 2000 1000
Sumber: Peraturan daerah No.10. tahun 2001
Berdasarkan tarif yang telah ditentukan dalam tabel dua di atas maka
menjadi kewajiban bagi setiap wajib retribusi untuk membayar secara berkala
sesuai dengan jenis bangunan yang ditempati dan dari pemerintah juga harus
memberikan jasa salar sesuai dengan retribusi yang telah dibayar oleh para
pedagang.
Berdasarkan tabel di atas Pasar Pandeglang termasuk dalam golongan
Pasar Kota. Menurut Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2001 Pasar Kota adalah
pasar yang ruang lingkup salarnya meliputi wilayah kota yaitu Kota
Pandeglang. Selain dari pungutan retribusi pasar secara fisik tersebut
pemerintah juga memberikan salar khusus bagi pedagang yang disebut salar
minimal. Salar minimal ini merupakan salar yang diberikan pemerintah bagi
para pedagang yang akan memperpanjang ijin penggunaan bangunan pasar.
33
2.2 Kerangka Berfikir
Retribusi daerah mempunyai peranan yang sangat berarti dalam
Peningkatan PAD kabupaten pandeglang, sebagai suatu realisasi pendapatan
asli daerah. Salah satu jenis retribusi yang diselenggarakan di Kota
Pandeglang adalah retribusi salar pasar. Retribusi ini pada dasarnya
dikelompokkan dalam jenis retribusi jasa umum. Sasaran dari pelaksanaan
retribusi salar pasar adalah pedagang baik individu atau perusahaan yang
menggelar dagangan di pasar.
Para pedagang tersebut berkewajiban untuk membayar retribusi sesuai
dengan jenis dan ukuran tempat yang mereka gunakan. Selain bersumber dari
pedagang, retribusi salar pasar juga mencakup jenis pungutan untuk
penggunaan kamar mandi umum dan jenis uang kebersihan pasar. Kedua jenis
pungutan itu diperuntukkan bagi siapa saja pengunjug pasar yang menggunakan
fasilitas tersebut. Idealnya, dengan pengaturan lokasi pedagang maka akan
diketahui potensi pendapatan dari sektor retribusi pasar secara tepat. Namun
dalam kenyataannya, pendapatan yang diterima dari pemungutan retribusi
sering tidak sesuai dengan potensi yang ada. Hal ini memunculkan
adanya permasalahan tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi
pendapatan retribusi tersebut sehingga dari penelitian ini diharapkan akan
Peningkatan PAD Kabupaten Pandeglang
(Variabel Y)
Pelaksanaan Retribusi
Salar Pasar
(Variabel X)
34
membawa perubahan yang positif dalam meningkatkan kesadaran para pedagang
untuk membayar pungutan retribusi salar pasar sebagai upaya untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pandeglang.
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan asumsi yang telah diuraikan, maka penulis
mengajukan hipotesis sebagai berikut: “semakin baik pelaksanaan retribusi salar
pasar maka akan semakin baik pula peningkatan PAD kabupaten Pandeglang”.
Dengan demikian diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan
retribusi salar pasar terhadap peningkatan PAD kabupaten Pandeglang tahun
anggaran 2006-2010. Secara lebih rinci hipotesis tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut: “Terdapat pengaruh pelaksanaan retribusi salar pasar terhadap
peningkatan PAD Kabupaten Pandeglang”.