BAB II DASAR TEORI - · PDF fileDengan kenyataan-kenyataan tersebut maka kasus perebutan...
Transcript of BAB II DASAR TEORI - · PDF fileDengan kenyataan-kenyataan tersebut maka kasus perebutan...
6
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Arti Penting Penentuan Batas Landas Kontinen
Kenyataan yang menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya waktu,
jumlah penduduk di seluruh dunia akan semakin bertambah menimbulkan potensi
terjadinya kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh keadaan bumi yang
relatif tetap dan tidak mengalami pertambahan dalam aspek keruangan dan
kewilayahan. Ini berarti kedua aspek tersebut akan menjadi komoditi yang sangat langka
di kemudian hari. Dengan kenyataan-kenyataan tersebut maka kasus perebutan wilayah
sangat memungkinkan untuk terjadi kelak.
Berbagai macam kasus perebutan wilayah darat telah terjadi di beberapa tempat
baik dalam lingkup kecil maupun dalam lingkup yang besar. Beberapa cara
penyelesaian juga telah diambil antara pihak yang bersengketa, dari mulai jalan damai
sampai dengan jalan peperangan senjata yang mengakibatkan korban jiwa yang tidak
sedikit. Dengan melihat contoh yang terjadi pada wilayah darat tersebut, maka segala
sesuatu yang mendukung kepastian suatu wilayah atas wilayah laut harus dipersiapkan
dan ditentukan dengan jelas dan tegas sehingga memiliki kepastian hukum dan diakui
oleh semua pihak.
Landas Kontinen merupakan salah satu dari wilayah laut yang ketentuan
penetapannya telah diatur dalam Konvensi Hukum Laut International (UNCLOS) dan
telah banyak diratifikasi oleh beberapa negara yang memiliki wilayah laut. Pasal 76 ayat
4 (a) (i) dan ayat 7 dalam konvensi ini menjelaskan bahwa garis batas Landas Kontinen
merupakan suatu garis yang ditarik melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana
laut teritorial diukur dengan cara menarik garis-garis lurus (yang tidak melebihi 60 mil
laut panjangnya), dengan menghubungkan titik-titik tetap terluar dengan ketebalan
endapan adalah paling sedikit 1% dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan kaki
7
lereng kontinen. Dari definisi tersebut maka aspek geologi dalam menentukan ketebalan
endapan juga akan menjadi penting guna penentuan batas Landas Kontinen.
2.2 Landas Kontinen Dalam Perspektif Hukum Internasional
Dalam perspektif Hukum Internasional, pengertian Landas Kontinen tercantum
dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Landas Kontinen yang semula berasal
dari istilah geologi ini mengalami perubahan yang sangat mendasar setelah masuk ke
dalam perbendaharaan istilah hukum. Berikutnya akan diuraikan tentang Landas
Kontinen berdasarkan UNCLOS yang juga mengalami perkembangan sejalan dengan
perkembangan Hukum Laut Internasional. Pada kenyataannya telah diselenggarakan
tiga kali Konferensi PBB tentang Hukum Laut, yaitu pada tahun 1958, tahun 1960 dan
terakhir tahun 1982. Hanya saja, penyelenggaraan Konferensi PBB tentang Hukum Laut
pada tahun 1960 tidak menghasilkan kesepakatan baru. Dengan demikian, perubahan
hasil konferensi dalam bentuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS)
mengalami perkembangan langsung yang berarti pada tahun 1982 setelah dibahas
sebelumnya pada tahun 1958, termasuk di dalamnya perkembangan tentang
permasalahan Landas Kontinen.
2.2.1 Landas Kontinen Berdasarkan UNCLOS 1958
Banyaknya klaim yang dilakukan oleh berbagai negara terkait dengan sumber daya alam
laut untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi merupakan pemicu masuknya konsep
Landas Kontinen dalam UNCLOS 1958. Oleh karena itu setiap negara berkeinginan
untuk memiliki wilayah laut yang seluas-luasnya dengan mengeluarkan pengumuman
sepihak atas wilayah laut yang dianggap merupakan bagian dari negara tersebut. Hal ini
berpotensi menimbulkan konflik akibat tumpang tindihnya daerah klaim, sehingga
untuk mencari penyelesaiannya maka masalah tersebut dibawa ke Konferensi PBB
tentang Hukum Laut yang pertama yang diselenggarakan di Jenewa, Swiss dari tanggal
24 Februari sampai 27 April 1958.
Dalam UNCLOS 1958, klaim negara pantai atas Landas Kontinen diakui mencapai
kedalaman hingga 200 meter atau lebih sampai kedalaman air yang memungkinkan
8
eksploitasi sumber-sumber alam dari daerah tersebut (Pasal 1 dan 2). Namun pengertian
Landas Kontinen berdasarkan UNCLOS 1958 ini sebenarnya mengandung
ketidakpastian yang tinggi, hal ini disebabkan oleh:
1. Tidak adanya penjelasan mengenai acuan penarikan garis kedalaman 200 meter atau
lebih, sehingga Landas Kontinen negara yang satu dapat berbeda dengan negara
yang lain, walaupun penetapan mengacu pada nilai kedalaman yang sama.
2. Kemampuan setiap negara pantai dalam melakukan eksploitasi sangat beragam, dan
hal ini jelas sekali hanya menguntungkan negara-negara pantai yang maju, dalam
pengertian menguasai teknologi eksploitasi laut dalam.
Di bawah ini disajikan gambar pembagian ruang negara pantai dalam UNCLOS 1958:
Gambar 2.1 Landas Kontinen Berdasarkan UNCLOS 1958 (Miranti, 2007)
Hal yang menarik dalam konvensi yang diratifikasi oleh Indonesia dengan
mengeluarkan UU No.1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia ini, adalah
pulau tanpa memandang besar atau kecilnya sepanjang memenuhi kriteria sebuah pulau
juga memiliki Landas Kontinen seperti halnya benua. Padahal sebenarnya dari segi
geologi pulau tidak memiliki Landas Kontinen, yang memiliki Landas Kontinen
hanyalah benua. Ini sesuai dengan namanya (ditinjau dari segi bahasa) yang sama
artinya dengan landas benua (continent = benua).
9
2.2.2 Landas Kontinen Berdasarkan UNCLOS 1982
Pengertian mengenai Landas Kontinen pada UNCLOS 1982 mengacu pada ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 76 ayat 1, yang menyatakan bahwa Landas Kontinen suatu
negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah
permukaan laut yang terletak di luar Laut Teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah
wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepian kontinen, atau hingga suatu jarak 200
mil laut dari garis pangkal dari mana lebar Laut Teritorial diukur, dalam hal pinggiran
luar tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
Sementara dalam Pasal 76 ayat 2, disebutkan bahwa Landas Kontinen suatu negara
pantai tidak boleh melebihi batas-batas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 76 ayat 4
hingga 6. Berdasarkan ketentuan ini, maka garis batas terluar Landas Kontinen
minimum adalah sejauh 200 mil laut dari garis pangkal, sementara garis batas terluar
Landas Kontinen maksimum mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 76
ayat 4 hingga 6, dalam hal pinggiran luar tepian kontinen melebihi jarak 200 mil laut
dari garis pangkal. Penentuan garis batas terluar Landas Kontinen apabila pinggiran luar
tepian kontinen melebihi jarak 200 mil laut dari garis pangkal, didasarkan pada :
1. Titik tetap terluar dengan ketebalan batu endapan (sedimentary rock) paling sedikit
sebesar 1% dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan FOS (Ilustrasi mengenai
titik tetap terluar tersebut disajikan pada Gambar 2.2), atau
2. Jarak 60 mil laut dari FOS.
Gambar 2.2 Satu Persen Ketebalan Batu Endapan (Djunarsjah, 2004)
10
Dalam tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai penarikan Landas Kontinen
berdasarkan ketebalan batuan sedimen 1%, oleh karena itu pembahasan mengenai
batuan sedimen akan dijelaskan juga nantinya.
Kedua pilihan dalam penarikan Landas Kontinen di luar 200 mil laut di atas juga
dibatasi lagi oleh ketentuan lain, yaitu:
1. Tidak diperbolehkan melebihi 350 mil laut dari garis pangkal tempat batas Laut
Teritorial diukur, atau
2. Tidak diperbolehkan melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 m.
Kombinasi kedua ketentuan tersebut dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 2.3 di bawah
ini:
Gambar 2.3 Kombinasi Faktor Pembatas Landas Kontinen
Lebih Dari 200 M (LPPM, 2004)
Dalam Konvensi Hukum Laut III faktor geologi sangat mendominasi dalam penentuan
substansi dan ruang lingkup dari Landas Kontinen tersebut. Hal ini terbukti dengan
digunakannya istilah-istilah geologi seperti, tepian kontinen (continental margin), lereng
kontinen (continental slope) dan lainnya yang secara khusus dibahas pada naskah
konvensi dalam pasal 76 sampai 85. Teknik-teknik pengukuran garis batas terluar
11
Landas Kontinen juga menggunakan bantuan dari disiplin ilmu geologi ini. Hal ini
memang dapat dimaklumi, oleh karena secara historis konsep Landas Kontinen adalah
konsep dalam disiplin ilmu geologi dan dikembangkan oleh para ahli geologi. Demikian
pula mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan yang telah
sedemikian pesatnya jika dibandingkan dengan keadaan pada tahun seribu sembilan
ratus lima puluhan (pada waktu disepakatinya Konvensi Hukum Laut 1958 termasuk
Konvensi tentang Landas Kontinen).
Dengan pendekatan geologi ini, dapatlah diketahui secara lengkap dan rinci mengenai
sifat fisik dari lautan pada umumnya, dasar laut, dan tanah dibawahnya pada khususnya.
Sementara peran dari aspek yuridis sendiri adalah perumusan dan upaya mempersatukan
kesepakatan yang telah dicapai oleh semua pihak serta pemberian kepastian hukum dan
rasa keadilan bersama.
Ilustrasi tentang berbagai kemungkinan batas terluar Landas Kontinen berdasarkan
UNCLOS 1982 dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini :
Gambar 2.4 Prinsip Penetapan Landas Kontinen Berdasarkan UNCLOS 1982
(IHO, 1993)
12
2.3 Landas Kontinen Dalam Perspektif Geologi
Konsep Landas Kontinen dalam pengertian hukum seperti dijelaskan
sebelumnya, dibentuk oleh suatu kumpulan peraturan yang sangat berbeda dari
pengertian Landas Kontinen berdasarkan konsep geologi. Dalam pengertian geologi
yang ditegaskan pada Encyclopedia Americana (International Edition, Volume 7),
Landas Kontinen merupakan sebagian dasar lautan atau samudera, yaitu bagian yang
dangkal yang ditutupi oleh perairan, yang kedalamannya kurang dari 145-180 meter.
Sedangkan bagian lainnya (yang di sebelah luarnya) adalah continental slope, yakni
bagian dari dasar laut (ocean floor) yang secara relatif merupakan lereng yang curam
sepanjang tepi luar dari bagian yang dangkal tersebut. Bagian yang lebih luar lagi dari
dasar laut atau dasar samudera, disebut abyssal floor atau oceanic plain, yakni dasar laut
yang terletak pada kedalaman air laut 1800 meter.
Berdasarkan fakta geologi secara umum, topografi dasar laut mulai dari pantai
menurun ke dalam laut sampai akhirnya di suatu tempat, topografi tersebut jatuh curam
di kedalaman laut. Landas Kontinen biasanya tidak terlalu dalam, sehingga sumber-
sumber alam di lokasi tersebut dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang ada. Dasar
laut di banyak tempat dipisahkan dari tanah di pantai oleh lereng kontinen yang menurut
istilah geologi merupakan bagian dari kontinen itu sendiri. Lereng kontinen luasnya
berkisar beberapa ratus kilometer persegi dan mempunyai kedalaman sekitar 50 sampai
550 meter. Lereng kontinen di beberapa tempat menyimpan deposit minyak dan gas
bumi serta sebagai sumber daya alam hayati. Oleh karena itu, banyak negara pantai
yang menuntut eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam laut di Landas Kontinen
negaranya.
Permukaan bumi didominasi oleh dua bidang utama, yaitu kontinen dan dasar
laut dalam. Dua bidang ini dipisahkan oleh tepian kontinen yang terdiri dari landas
kontinen (continental shelf), lereng kontinen (continental slope) dan tanjakan kontinen
(continental rise). Bentuk tepian kontinen secara geologis dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu tipe Pasifik dan tipe Atlantik.
13
Tepian kontinen tipe Pasifik disebut juga tipe seismik atau tipe aktif. Hal ini
disebabkan karena sepanjang jalur yang membatasi tepian kontinen di Pasifik dicirikan
oleh tingkat kegiatan gempa bumi yang tinggi dan pergeseran lempeng tektonik yang
aktif. Ciri umum tipe Pasifik adalah adanya palung laut (trench) di depan lereng
kontinen sebagai jalur kontak antar lempeng kontinen dengan lempeng samudera dan
palung tersebut memisahkan tepian kontinen dengan dasar laut dalam (ocean basin).
Tepian kontinen tipe Pasifik ini hanya terdiri dari landas kontinen dan lereng kontinen
yang mempunyai kemiringan terjal. Tipe Pasifik ini dapat dilihat dapat dilihat pada
Gambar 2.5 berikut:
Gambar 2.5 Landas Kontinen Tipe Pasifik (AGI, 1999)
Tepian kontinen tipe Atlantik disebut juga tipe aseismik atau tipe pasif, dengan
sifat gempa bumi dan pergeseran lempeng merupakan kebalikan dari tipe Pasifik. Ciri
umum tepian kontinen tipe Atlantik adalah dijumpainya lereng kontinen yang landai dan
lebar serta berhubungan dengan dataran pantai (coastal plain) yang luas. Tepian
kontinen tipe Atlantik tersusun dari landas kontinen, lereng kontinen dan punggungan
kontinen. Tipe Atlantik ini dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut :
Gambar 2.6 Landas Kontinen Tipe Atlantik (AGI, 1999)
14
2.3.1 Teori Tektonik Lempeng
Landas Kontinen (Continental Shelf) merupakan bagian dari lempeng kontinen yang
dibentuk oleh material alamiah yang terdiri dari batuan dasar (basement rock) dan
endapan batuan sedimen (sedimentary rock) yang menumpang di atasnya. Pembentukan
Landas Kontinen ini berkaitan dengan gerakan kerak dan proses tektonik yang dialami
lempeng. Tektonik lempeng memberikan suatu latar belakang untuk memahami asal-
usul struktur geologi, terutama struktur regional. Analisis tektonik lempeng merupakan
dasar yang esensial untuk menafsirkan lingkungan dinamis yang menyebabkan
terjadinya pergerakan-pergerakan deformasional.
Menurut teori tektonik lempeng, bumi tidak merupakan kesatuan melainkan terpecah-
pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian disebut lempeng bumi. Lempeng
disusun oleh litosfir, yakni material kerak dan selubung yang cukup tegar untuk dapat
menahan perbedaan tekanan yang sangat rendah sedemikian rupa sehingga tidak akan
sampai mengalir di bawah pengaruh tekanan tersebut. Bagian atas dari individu-individu
lempeng adalah kerak bumi, yang berupa kerak benua maupun kerak samudera. Kerak
samudera relatif tipis dengan ketebalan sekitar 4-9 km. Kerak itu terutama disusun oleh
batuan berkomposisi basaltik dan berdensitas cukup tinggi (densitas rata-ratanya adalah
2,9 g/cm3). Contoh kerak samudera ini adalah kerak pasifik yang menopang samudera
Pasifik. Sedangkan, kerak benua relatif tebal, dengan ketebalan sekitar 25-70 km, dan
disusun oleh batuan berkomposisi granitik yang berdensitas relatif rendah (densitas rata-
ratanya adalah 2,7 g/cm3). Contoh kerak benua ini adalah kerak Eurasia yang menopang
benua Asia dan Eropa. Penggambaran bumi menurut tektonik lempeng dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.7 Pembagian Bumi Menurut Teori Tektonik Lempeng
15
Banyak peristiwa yang terjadi pada batas-batas lempeng dan pada tepi-tepi lempeng.
Batas-batas dan tepi-tepi lempeng biasanya merupakan tempat dimana deformasi
tektonik berlangsung dengan aktif. Deformasi tektonik lempeng yang ideal dapat
digambarkan sebagai kombinasi pergerakan lempeng secara translasi dan rotasi ini
dibagi menjadi 3 jenis pergerakan, yaitu:
1. Konvergensi
Pergerakan lempeng ini ditandai oleh pergerakan relatif yang menyebabkan
lempeng-lempeng yang berdampingan bergerak saling mendekat. Lempeng-
lempeng konvergen selalu berada dalam kompetensi untuk mendapatkan ruang.
Salah satu bentuk pergerakan akibat masalah ruang itu adalah penekukan dan
penunjaman salah satu lempeng ke bawah lempeng yang lain. Sebagai akibatnya,
batuan yang ada pada lempeng yang menunjam itu akan “tertelan” dan masuk ke
dalam bumi melalui proses yang disebut subduksi (subduction). Bentuk
pergerakan akibat masalah ruang yang lain adalah tumbukan (collision).
Lempeng-lempeng yang bertumbukan dapat dipandang keduanya sama-sama
mengambang pada posisi yang sama. Namun, karena lempeng-lempeng itu tidak
dapat menempati ruang yang sama, maka akan terjadi pemendekan salah satu atau
kedua bagian tubuh lempeng itu, baik pada skala lokal maupun regional.
Penggambaran gerak konvergen ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.8 Konvergensi: (a) Benua-Samudera, (b) Samudera-Samudera, (c)
Benua-Benua (Press and Siever ,1998)
16
2. Divergensi
Pergerakan lempeng ini ditandai dengan pergerakan relatif yang menyebabkan
lempeng-lempeng yang berdampingan bergerak saling menjauh. Pergerakan
aktual dari lempeng-lempeng itu mungkin tepat tegak lurus, namun mungkin pula
miring. Apabila tidak ada kompensasi, maka pada tempat pemisahan lempeng itu
akan terbentuk sebuah retakan raksasa. Namun, kenyataannya, tempat yang
seharusnya menjadi retakan raksasa itu tidak ada karena setiap ruang yang kosong
akan diisi oleh intrusi batuan beku yang berasal dari dalam bumi. Ketika
mendingin, akumulasi batuan intrusi serta batuan vulkanik dan batuan sedimen
segar yang terakumulasi di tempat itu akan menjadi bagian dari litosfir.
Penggambaran gerak divergen ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.9 Divergensi: (a) Samudera, (b) Benua (Press and Siever ,1998)
3. Transformasi
Pergerakan lempeng ini terjadi pada batas transform yang adalah tempat satu
lempeng bersinggungan dengan lempeng lain yang berdampingan dengannya.
Zona-zona sesar yang curam dan shear zone mengabsorpsi efek-efek mekanis dari
tekanan yang dihasilkan selama terjadinya persinggungan. Material hasil
pergesekan itu dapat diakrasikan dari satu lempeng kepada lempeng yang lain,
sementara pergerakan lempeng-lempeng itu terus berlangsung, atau dapat pula
terkerat-kerat dan hancur. Penggambaran gerak transform ini dapat dilihat pada
gambar berikut ini:
17
Gambar 2.10 Transformasi (Press and Siever ,1998)
2.3.2 Terminologi Geologi Batas Landas Kontinen
Dalam menentukan batas Landas Kontinen, berikut ini diuraikan beberapa terminologi
geologi (khususnya tektonik) yang mengacu pada American Geological Insitute, 1999:
a. Kontinen (Continent)
Kontinen adalah suatu pengertian dalam teori tektonik lempeng yang mengacu
kepada suatu mandala geologi yang mencakup daratan (dry land) dan kelanjutan
alamiah daratan hingga ke dasar laut. Kerak/lempeng kontinen (continental
crust/plate) dibedakan dari kerak/lempeng lautan berdasarkan posisi dan
karakteristiknya. Terutama terlihat jelas di daerah saling berbatasan pada zona
subduksi (subduction zone). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut :
Gambar 2.11 Daerah Batas Antara Kerak/Lempeng Lautan Dengan Kontinen
(AGI, 1999)
18
Daerah kontinen ini dibagi oleh beberapa bagian, yaitu:
• Tepian Kontinen/Garis Batas Jalur Kontak (Continental Margin),
• Landas Kontinen (Continental Shelf),
• Daerah Perbatasan Kontinen (Continental Borderland),
• Lereng Kontinen (Continental Slope),
• Tanjakan Kontinen (Continental Rise).
Untuk lebih jelas beberapa bagian dari kontinen ini, dapat dilihat pada Gambar
2.12 di bawah ini:
Gambar 2.12 Beberapa Bagian Dari Mandala Tepian Kontinen (AGI, 1999)
b. Pulau (Insular)
Pengertian pulau dalam sebuah mandala geologi adalah daratan yang muncul
tersendiri dari dasar laut dan dapat dipakai sebagai titik acuan dalam admisnistrasi
kewilayahan. Beberapa bentuk dari pulau, yaitu :
• Insular Shelf (Landas Pulau)
• Insular Slope (Lereng Pulau)
Penggambaran bentuk pulau dapat dilihat pada Gambar 2.13 berikut ini:
19
Gambar 2.13 Bentuk Pulau (AGI, 1999)
c. Endapan (Deposit)
Pengertian endapan adalah material alamiah yang diendapkan dalam sebuah
cekungan (basin) geologi menurut kaidah ruang dan waktu. Tipe, bentuk dan waktu
pengendapan dapat dipakai sebagai acuan dalam penetapan kelanjutan alamiah
suatu daratan hingga ke dasar laut. Beberapa bentuk dari endapan tersebut, yaitu:
• Terrigenous Deposit,
Sedimen pada laut dangkal yang terdiri dari pengikisan/erosi material yang
berasal dari daratan.
• Hemipelagic Deposit,
Sedimen pada laut dalam yang lebih dari 25% bagiannya lebih kasar daripada
sedimen terrigenous, sedimen volcanogenic dan sedimen neritic-asal, yang
berdiameter tidak lebih dari 5 mm. Sedimen seperti ini biasanya terakumulasi
dekat tepian kontinen dan dataran abyssal yang bersebelahan dengannya.
• Pelagic Deposit.
Sedimen laut yang bagiannya diperoleh dari kontinen, yang menandakan
adanya deposisi suspensi mineral yang terdistribusi melewati air laut yang
dalam.
20
2.3.3 Jenis Landas Kontinen
Berdasarkan tektonik dan iklim, Landas Kontinen dibagi menjadi enam kategori utama
[Shepard, 1977], yaitu:
a. Glaciated Shelves
Landas Kontinen yang dicirikan oleh endapan dan bentuk-bentuk lahan glacial
terutama sejak zaman es (kuarter).
b. Shelves with Elongate Sand Ridges
Landas Kontinen yang dicirikan oleh terdapatnya serangkaian perbukitan pasir
(sand ridges) dengan asosiasi endapan penciri berupa ripples sampai sand waves.
c. Shelves Off Large Deltas
Landas Kontinen yang dicirikan oleh berkembangnya delta-delta besar pada
paparan akibat pengaruh tektonik dan iklim yang tenang.
d. Shelves with Coral Reefs
Landas Kontinen yang dicirikan oleh endapan karbonat yang melimpah dan terjadi
pada laut tropis.
e. Shelves Bordered by Rocky Banks and Islands
Landas Kontinen yang dicirikan oleh kehadiran pulau-pulau atau perbukitan
bawah laut pada perbatasan landas dengan lereng kontinen.
f. Shelves Related to Plate Tectonics
Landas Kontinen yang dicirikan oleh lebaran yang sempit dan umumnya terbentuk
pada tepian kontinen aktif yang ditandai dengan kehadiran tumbukan antar
lempeng di sekitarnya.
Terdapat sedikitnya empat faktor yang mengendalikan karakteristik sedimen yang
berupa pola tekstur dan komposisinya pada Landas Kontinen [Bouma et al, 1998], yaitu:
a. Reworking sedimen terdahulu,
b. Fluktuasi musiman transportasi sedimen,
c. Topografi dasar laut,
d. Pola arus laut regional.
Pembahasan berikutnya akan menjelaskan mengenai sedimen ini dan proses
pembentukannya menjadi batuan sedimen dengan lebih rinci.
21
2.4 Batuan Sedimen (Sedimentary Rock)
Batuan sedimen adalah material padat yang terbentuk dari hasil akumulasi
material lain sebagai hasil proses pelapukan fisik, kimiawi dan biologis dari batuan
dasar, termasuk pemotongan kulit (shell) atau kerangka cangkang dari organisme laut.
Material hasil proses pelapukan secara tetap akan terkikis dari batuan induknya,
kemudian mengalami pengangkutan dan diendapkan. Karena proses pelapukan batuan,
transportasi dan pengendapan material hasil proses pelapukan terus berlangsung, maka
material sedimen dapat dijumpai dimana-mana. Adapun jenis endapan (sedimen)
berdasarkan proses terjadinya, yaitu [Hutabarat dan Evans, 1985] :
- Sedimen Lithogenous (Fisik)
Jenis sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di darat. Partikel batu-
batuan diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-sungai. Begitu sedimen mencapai
lautan, penyebarannya kemudian ditentukan terutama oleh sifat-sifat fisik dari
partikel-partikel itu sendiri, khususnya oleh lamanya partikel tersebut tinggal
melayang-layang di lapisan (kolom) air. Partikel-partikel yang berukuran besar
cenderung lebih cepat tenggelam dan menetap daripada yang berukuran lebih kecil.
Oleh sebab itu, pasir akan segera diendapkan begitu sampai di laut dan cenderung
mengumpul di daerah dekat daratan (pantai), sementara endapan lumpur dan tanah
liat diangkut lebih jauh ke tengah laut dan kebanyakan akan mengendap pada Landas
Kontinen (Continental Shelf) dan karena itu partikel-partikel yang berukuran paling
kecil cenderung diendapkan jauh pada dasar laut yang dalam.
- Sedimen Biogenous (Biologis)
Sisa-sisa rangka dari organisme hidup juga akan membentuk endapan partikel-
partikel halus yang dinamakan ooze, yang biasanya mengendap pada daerah-daerah
yang letaknya jauh dari pantai. Sedimen yang digolongkan berdasarkan asal dan
macam bahan yang telah bergabung dalam kulit/rangka organisme tersebut dibagi
menjadi dua tipe utama, yaitu:
4. Tipe Calcareous, terdiri dari:
o Globerigina Ooze, yaitu endapan yang menutupi 35% bagian permukaan
dasar laut, yang relatif banyak dijumpai di daerah-daerah panas dunia.
22
o Pteropod Ooze, yaitu endapan yang menutupi hanya 1% bagian permukaan
dasar laut, walaupun terkadang endapan ini telah bercampur dengan ooze dari
jenis yang lain.
5. Tipe Siliceous, terdiri dari:
o Diatom Ooze, yaitu endapan yang banyak dijumpai di daerah-daerah yang
lebih dingin yang bersalinitas rendah, seperti di daerah Lautan Hindia yang
terletak pada bagian paling selatan. Endapan ini menutupi 9% bagian
permukaan dasar laut.
o Radiolaria Ooze, yaitu endapan yang menutupi 1-2% permukaan dasar laut.
o Red Clay Ooze, yaitu endapan yang banyak dijumpai di bagian Timur Lautan
Hindia.
- Sedimen Hydrogenous (Kimiawi)
Jenis sedimen ini dibentuk dari hasil reaksi kimia dalam air laut. Reaksi kimia yang
terjadi di sini bersifat sangat lambat, sehingga untuk membuat bentuk sebuah
gumpalan (nodule) yang besar, diperlukan waktu selama berjuta-juta tahun dan
proses ini kemudian akan berhenti sama sekali jika nodule telah terkubur di dalam
sedimen. Sebagai akibatnya nodule-nodule ini menjadi begitu banyak dijumpai di
Lautan Pasifik daripada di Lautan Atlantik. Hal ini disebabkan karena tingkat
kecepatan proses sedimentasi untuk mengukur nodule-nodule yang terjadi di Lautan
Pasifik lebih lambat jika dibandingkan dengan di Lautan Atlantik.
2.4.1 Karakteristik Sedimen
Material sedimen memiliki karakteristik tertentu, beberapa karakteristik yang penting
yaitu:
• Densitas (Massa Jenis)
adalah ukuran yang menyatakan besarnya massa sedimen dalam setiap satuan
volume. Komposisi sebagian besar sedimen yang tersebar di bumi kita adalah kuarsa
yang memiliki massa jenis sekitar 2.650kg/m3.
• Diameter (Ukuran Butir)
adalah suatu ukuran yang menggambarkan besar kecilnya material sedimen. Jika
kepingan sedimen dianggap sebagai bola, maka parameter penting yang mewakilinya
23
adalah diameter. Diameter dan densitas perlu diketahui supaya dapat memperkirakan
besarnya gaya yang diperlukan untuk mengangkat sedimen dari dasar perairan.
Berdasarkan ukuran diameter, sedimen dapat digolongkan menjadi :
Lumpur (Mud) yang berdiameter < 0,0625 mm
Pasir (Sand) yang berdiameter 0,0625-1 mm
Kerikil (Gravel) yang berdiameter > 1 mm
Klasifikasi di atas mengikuti kriteria Wenworth [Wenworth, 1922], yang dapat dilihat
pada Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Skala Wentworth
No Ukuran Jenis Sedimen Jenis Batuan 1. 256 mm Boulder Aediment gravel
Rock Rudites
(conglomerat,breccias)
2. 64 mm Cobbles 3. 4 mm Pebbles 4. 2 mm Granules 5. 1 mm Very Coarse Sand
Sediment Sand Rock Sandstones (arenites,wackes)
6. ½ mm Coarse Sand 7. ¼ mm Medium sand 8. 1/8 mm Fine Sand 9. 1/16 mm Very Fine Sand 10. 1/64 mm Silt Sediment Mud
Rock Lutites (mudrocks) 11. 1/256 mm Clay
Beberapa jenis sedimen dapat dilihat pada Gambar 2.14:
Gambar 2.14 Jenis Sedimen
24
• Kecepatan Jatuh Sedimen
Kesetimbangan antara kecepatan jatuh dan gaya penggerak sedimen menentukan
keberadaan sedimen dalam air. Besarnya gaya yang diperlukan untuk menggerakkan
sedimen berbanding lurus dengan besarnya partikel sedimen. Semakin besar diameter
sedimen, semakin besar pula gaya yang diperlukan untuk menggerakkannya. Contoh
kecepatan jatuhnya/tenggelamnya sedimen ini pada kedalaman 4.000 meter,
berdasarkan hasil perhitungan yaitu [Hutabarat dan Evans, 1985]:
Partikel pasir, dengan kecepatan jatuh sedimen sekitar 1,8 hari
Partikel lumpur, dengan kecepatan jatuh sedimen 185 hari
Partikel tanah liat, dengan kecepatan jatuh sedimen 51 tahun
Selain tiga karakteristik di atas, para ahli geologi dan sedimentologi mempunyai
beberapa parameter lain untuk menciri sedimen. Parameter-parameter tersebut misalnya:
bentuk, porositas, komposisi, dan pengurutan.
2.4.2 Sifat Sedimen
Setiap sedimen memiliki sifat tertentu karena adanya pengaruh suatu gaya pada partikel-
partikel sedimen. Adapun sifat tersebut, terbagi dalam dua jenis, yaitu:
• Sifat Kohesif
Sifat kohesif sedimen adalah sifat sedimen yang dipengaruhi oleh gaya yang terjadi
akibat interaksi antar-partikel (gaya elektrostatik). Sifat kohesif dimiliki oleh partikel
sedimen yang lebih kecil ukurannya dari 0,0625 mm (lumpur) serta dimiliki juga
oleh campuran antara partikel sedimen yang sangat halus dan kasar. Partikel sedimen
yang sangat halus (lumpur) memiliki berat yang sangat kecil. Ringannya partikel
sedimen mengakibatkan gaya yang terjadi karena interaksi antar-partikel menjadi
lebih dominan dibanding gaya gravitasi. Sedimen yang kohesif cenderung untuk
saling tarik menarik dan bergabung membentuk butiran yang lebih besar yang
disebut flok. Peristiwa pembentukan flok disebut sebagai flokulasi. Kecenderungan
pembentukan flok meningkat di air yang asin (muara atau laut) dan di perairan yang
aktivitas biologisnya tinggi. Flok dapat memiliki diameter yang jauh lebih besar dari
pasir namun cenderung memiliki densitas yang lebih rendah. Rendahnya densitas flok
25
disebabkan oleh ruang-ruang kosong yang terbentuk saat flokulasi dan adanya bahan-
bahan organik.
• Sifat Non-Kohesif
Sifat non-kohesif adalah sifat sedimen yang sangat dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
Semakin besar ukuran butir sedimen (pasir atau kerikil), semakin besar pula gaya
gravitasi yang bekerja. Pada umumnya, sifat non-kohesif dimiliki oleh partikel
sedimen yang ukurannya lebih besar dari 1 mm (pasir dan kerikil).
2.4.3 Transportasi Sedimen (Sediment Transport)
Partikel sedimen yang diam di dasar perairan memiliki sifat bertahan untuk tidak
bergerak. Sifat tersebut disebabkan karena pengaruh gaya gravitasi dan gesekan dengan
dasar perairan. Namun, sedimen yang ada di daerah pantai hingga daerah laut dalam,
secara terus menerus juga mengalami proses transportasi (pengangkutan). Adalah
tekanan geser yang terbangkitkan oleh arus dapat menimbulkan gaya angkat dan gaya
geser untuk menggerakkan partikel sedimen yang diam, sehingga terangkut dari satu
tempat ke tempat yang lain. Pengangkutan sedimen ini terjadi jika tekanan geser dasar
lebih besar daripada gaya gravitasi dan gaya gesekan. Gambar 2.15 di bawah ini
memperlihatkan proses pengangkutan sedimen tersebut:
Gambar 2.15 Transportasi Sedimen
26
Setiap partikel sedimen memiliki tekanan geser kritis yang sebanding dengan densitas
dan diameternya. Tekanan geser kritis itu adalah tekanan geser maksimum yang terjadi
pada saat partikel sedimen akan mulai bergerak. Jika partikel sedimen itu bergerak maka
yang terjadi adalah erosi. Erosi pada suatu dasar perairan dapat tidak terjadi jika arus
yang melewatinya tidak lagi memiliki kapasitas angkut, meskipun tekanan geser
dasarnya lebih besar dari tekanan geser dasar kritisnya. Erosi dapat pula tidak terjadi
jika material sedimen di dasar perairan tidak lagi tersedia.
Partikel sedimen akan terus bergerak selama gaya angkatnya sama dengan atau lebih
besar dari gaya gravitasi yang bekerja. Atau, selama tekanan geser dasar yang bekerja
pada partikel sedimen yang bergerak sama dengan atau lebih besar dari tekanan geser
dasar kritisnya. Jika tekanan geser dasar yang bekerja pada partikel sedimen yang
bergerak lebih kecil dari tekanan geser kritisnya, maka sedimen akan mulai berhenti
bergerak. Proses partikel sedimen yang mulai berhenti bergerak, jatuh ke dasar dan
kemudian diam di dasar perairan disebut sebagai deposisi. Berkurangnya tekanan geser
dasar dapat terjadi karena melambatnya kecepatan arus.
Partikel sedimen bergerak dengan suatu kelajuan tertentu, banyaknya massa sedimen
yang terangkut melalui satu satuan luas dalam setiap satuan waktu inilah yang disebut
laju angkutan sedimen. Jika konsentrasi sedimen dan kecepatan arus diketahui, maka
laju angkutan sedimen dapat dihitung. Laju angkutan sedimen di satu titik pengamatan
ditentukan sebagai produk (perkalian) antara konsentrasi sedimen dengan kecepatan
arus di titik tersebut. Sedimen yang bergerak ini juga memiliki cara pergerakan yang
dibedakan menjadi dua, yaitu:
• Angkutan Dasar (Bed Load)
adalah cara pergerakan sedimen dengan kontak yang berkesinambungan dengan
dasar perairan. Bentuk kontak itu dapat berupa: menggelinding, meluncur atau
melompat-lompat. Tinggi angkutan dasar didefinisikan sebagai jarak dari dasar
perairan sampai tinggi rata-rata lompatan maksimum partikel sedimen. Partikel
sedimen yang kasar (pasir kasar dan kerikil) cenderung bergerak sebagai angkutan
dasar.
27
• Angkutan Tersuspensi (Suspended Load)
Angkutan tersuspensi adalah cara pergerakan sedimen tanpa kontak dengan dasar
perairan. Pada angkutan tersuspensi, partikel-partikel sedimen melayang-layang di
kolom air. Partikel sedimen yang halus (pasir halus dan lumpur) cenderung bergerak
sebagai angkutan tersuspensi. Penggambaran cara pergerakan sedimen ini
digambarkan pada Gambar 2.16 di bawah ini:
Gambar 2.16 Cara Pergerakan Sedimen
Total sedimen yang terangkut dalam kolom air merupakan penjumlahan dari
angkutan dasar dan angkutan tersuspensi ini yang terakumulasi dengan membentuk
lapisan di dasar laut dengan nilai ketebalan dan konsentrasi tertentu. Pengukuran
terhadap ketebalan dan konsentrasi ini dapat dilakukan dengan beberapa metode dan
salah satu metode tersebut adalah metode seismik. Penjelasan mengenai metode
seismik ini juga akan dibahas lebih rinci pada tulisan ini.
Material sedimen yang telah dibahas di atas, setelah diendapkan akan mengalami
kompaksi. Lama kelamaan endapan ini akan tersemenkan oleh mineral yang
mengkristal di pori-pori antar butiran sehingga membentuk batuan sedimen. Para ahli
geologi mengestimasikan bahwa jumlah batuan sedimen hanya sekitar 5% volume dari
batuan penyusun kerak bumi atau sekitar 16 km lapisan terluar dari kerak bumi. Tetapi
kepentingan dari batuan sedimen ini jauh lebih besar dari jumlahnya yang hanya 5%.
Apabila mengambil contoh batuan di permukaan bumi, maka mayoritas terbesar adalah
28
batuan sedimen, karena 75% permukaan bumi ini ditutupi oleh batuan sedimen. Jadi
batuan sedimen merupakan lapisan yang relatif tipis yang menyusun kerak bumi bagian
terluar, karena batuan sedimen terbentuk di permukaan bumi.
Karena batuan sedimen terakumulasi di permukaan bumi, maka batuan
sedimen umumnya menunjukkan proses-proses yang terjadi dimasa lalu pada
permukaan bumi. Jadi batuan sedimen dapat menunjukkan kondisi lingkungan dimasa
lalu dimana partikel-partikel sedimen tersebut diendapkan, juga mekanisme
transportasinya. Selanjutnya batuan sedimen juga dapat mengandung fosil yang
merupakan kunci dalam mempelajari keadaan geologi dimasa lalu, sehingga para ahli
geologi dapat menceritakan sejarah bumi ini dengan detail.
Batuan sedimen juga banyak yang mempunyai arti ekonomis. Batubara sebagai
contoh dikelompokkan dalam batuan sedimen. Juga sumber energi yang penting,
minyak bumi dan gas alam dijumpai berasosiasi dengan batuan sedimen. Demikian juga
beberapa mineral ekonomis seperti besi, aluminium, mangan dapat dijumpai berasosiasi
dengan batuan sedimen.
2.5 Survey Seismik Laut
Survey seismik adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan konfigurasi
batuan bawah permukaan dalam bentuk rekaman, dengan menggunakan gelombang
akustik yang merambat pada medium kerak bumi (gelombang seismik). Hasil rekaman
yang diperoleh dari survei ini disebut dengan penampang seismik yang dapat dilihat
pada Gambar 2.17 berikut:
Gambar 2.17 Penampang Seismik
29
Karakteristik rambatan gelombang seismik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
- Medium Perambatan
Sifat-sifat fisika medium sangat mempengaruhi penjalaran gelombang seismik.
Sesuai dengan keadaan medium, energi gelombang seismik dapat dibiaskan,
dipantulkan, ditransmisikan dan diserap.
- Pelemahan (Atenuasi)
Gelombang seismik yang menjalar melalui suatu medium akan mengalami
pelemahan berupa pengurangan energi. Terjadinya pengurangan energi ini
disebabkan oleh tiga hal, yaitu:
1. Pengembangan geometris,
2. Penyerapan (Absorpsi),
3. Pemecahan energi pada bidang antar lapisan.
2.5.1 Metode Survey Seismik
Dalam survey seismik dikenal dua metode, yaitu:
• Metode Seismik Pantul (Refleksi)
Dengan metode ini struktur dari formasi bawah permukaan dipetakan lewat
perhitungan waktu yang dibutuhkan oleh gelombang seismik. Seismik refleksi
meliputi pengukuran dua kali waktu perjalanan gelombang seismik, dari sumber dan
dipantulkan kembali ke penerima dengan batas kontras antar lapisan di bawah
permukaan sebagai bidang pantulnya. Variasi dalam waktu pemantulan dari tempat
satu dengan tempat lainnya dipermukaan biasanya mengindikasikan ciri-ciri struktur
lapisan dibawahnya. Berikut merupakan penggambaran dari metode ini:
Gambar 2.18 Metode Seismik Pantul
30
Kekuatan dari batas kontras antara dua lapisan dapat dideterminasi dengan amplitudo
dari sinyal pantul. Sinyal pantul dapat dideteksi dipermukaan dengan menggunakan
susunan hidrophone dengan frekuensi tinggi. Setiap formasi lapisan yang berbeda
karakteristik fisikanya menghasilkan sesuatu yang berbeda pula gelombang yang
dihasilkannya.
Selain itu metode ini juga memungkinkan untuk menghasilkan peta struktur dari
beberapa horizon geologi, tetapi horizon tersebut biasanya tidak dapat diidentifikasi
tanpa informasi geologi seperti yang dihasilkan pada sumur pemboran. Data refleksi
yang dihasilkan dari metode ini juga dapat digunakan untuk mendeterminasi
kecepatan rata-rata dari gelombang seismik antara sumber gelombang dengan
reflektor (bidang pantulan). Dengan metode ini juga, dapat dipetakan beberapa
bentuk atau kenampakan seperti antiklin, sesar, salt dome, dan reefs. Beberapa
kenampakan tersebut biasanya berasosiasi dengan akumulasi gas dan minyak.
.
• Metode Seismik Bias (Refraksi)
Metode seismik refraksi didasarkan kepada pengukuran waktu perjalanan dari
gelombang seismik yang dibiaskan di batas antara lapisan bawah permukaan, dengan
kecepatan yang berbeda. Energi seismik yang ada dihasilkan atau didapatkan dari
sumber gelombang seismik yang dibawa oleh kapal survey. Gambar metode refraksi
ini digambarkan di bawah ini:
Gambar 2.19 Metode Seismik Bias
31
Dalam metode refraksi, instrumen yang mendeteksi rekaman sinyal seismik, berada
pada posisi yang jaraknya dari titik penembakan lebih besar dibandingkan dengan
kedalaman horizon yang akan dipetakan, atau dapat dikatakan, semakin jauh jarak
antar dua titik dipermukaan dalam metode refraksi, akan menghasilkan kedalaman
horizon yang lebih besar dibawah permukaan. Gelombang seismik harus mengalami
perjalanan horizontal yang besar di sepanjang bumi, dan waktu yang dibutuhkan
untuk perjalanan sejauh jarak dari sumber ke penerima, memberi informasi tentang
kecepatan dan kedalaman dari formasi bawah permukaan, sepanjang penyebarannya.
Metode refraksi cocok untuk digunakan pada struktur yang cepat rambatnya pada
lapisan tersebut sangat cepat, seperti dibagian atas atau bagian bawah dari batu
gamping. Metode refraksi juga berguna dalam memetakan atau melihat kenampakan
diapirik seperti kubah garam. Selain itu aplikasi dari seismik refraksi yang utama
adalah untuk mendeterminasi kedalaman dari batuan dasar dan juga struktur batuan
dasar. Didasarkan pada ketergantungan dari kecepatan seismik dalam elastisitas dan
kerapatan dari material yang dilalui energi, survey seismik refraksi menampilkan
atau meliputi pengukuran dari kekuatan material dan selain itu dapat membantu
menaksir kematangan batuan dan kualitasnya.
Walaupun metode refraksi tidak memberikan banyak informasi atau data sebanyak
metode refleksi, dan tidak memberikan kenampakan struktur yang sejelas dan
seseksama metode refleksi, metode ini dapat menampilkan data kecepatan dari
lapisan refraksi, dan juga metode ini memungkinkan untuk mencakup area yang
diberikan, lebih cepat dan lebih ekonomis dibandingkan dengan metode refleksi.
2.5.2 Pengolahan Data Seismik
Pengolahan data seismik (pantul) terdiri dari beberapa tahapan. Adapun tujuan utama
pengolahan data seismik [Van Der Kruk, 2001] adalah:
• Meningkatkan signal to noise ratio (S/N),
• Memperoleh resolusi yang lebih tinggi dengan mengadaptasikan bentuk
gelombang sinyal,
32
• Mengisolasi sinyal-sinyal yang diinginkan (mengisolasi sinyal refleksi dari
gelombang-gelombang permukaan),
• Memperoleh gambaran yang realistik dengan koreksi geometri,
• Memperoleh informasi-informasi mengenai bawah permukaan.
Sementara skema dari pengolahan data seismik (pantul) tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.20 di bawah ini:
Gambar 2.20 Skema Pengolahan Data Seismik
Berikut ini secara singkat merupakan penjelasan dari tiap-tiap tahapan dari skema di
atas:
1. Field Tape
Data seismik direkam ke dalam pita magnetik dengan standar format tertentu.
Magnetic tape yang digunakan biasanya adalah tape dengan format : SEG-A,
SEG-B, SEG-C, SEG-D dan SEG-Y.
2. Demultiplex
Data seismik direkam yang tersimpan dalam format multiplex dalam pita
magnetik lapangan sebelum diproses terlebih dahulu harus diubah susunannya.
Data yang tersusun berdasarkan urutan pencuplikan disusun kembali
berdasarkan receiver atau channel (demultiplex). Proses ini dikenal dengan
demultiplexing.
3. Gain Recovery
Akibat adanya penyerapan energi pada lapisan batuan yang kurang elastis dan
efek divergensi sferis maka data amplitudo (energi gelombang) yang direkam
mengalami penurunan sesuai dengan jarak yang ditempuh.
Untuk menghilangkan efek ini maka perlu dilakukan pemulihan kembali energi
yang hilang sedemikian rupa sehingga pada setiap titik seolah-olah datang
33
dengan jumlah energi yang sama. Proses ini dikenal dengan istilah Automatic
Gain Control (AGC) sehingga nantinya menghasilkan kenampakan data seismik
yang lebih mudah diinterpretasi.
4. Editing dan Muting
Editing adalah proses untuk menghilangkan semua rekaman yang buruk.
Muting adalah proses untuk menghilangkan sebagian rekaman yang diperkirakan
sebagai sinyal gangguan seperti ground roll, first break dan lainnya yang dapat
mengganggu data.
5. Koreksi Statik
Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh topografi (elevasi shot dan
receiver) sehingga shot point dan receiver seolah-olah ditempatkan pada datum
yang sama.
6. Dekonvolusi
Dekonvolusi dilakukan untuk memperbaiki bentuk wavelet yang kompleks
akibat pengaruh noise. Dekonvolusi merupakan proses invers filter. Bumi
merupakan low pass filter yang baik sehingga sinyal impulsif diubah menjadi
wavelet yang panjangnya sampai 100 ms. Wavelet yang terlalu panjang
mengakibatkan turunnya resolusi seismik karena kemampuan untuk
membedakan dua event refleksi yang berdekatan menjadi berkurang.
7. Analisis Kecepatan
Tujuan dari analisis kecepatan adalah untuk menentukan kecepatan yang sesuai
untuk memperoleh stacking yang terbaik. Pada grup trace dari suatu titik pantul,
sinyal refleksi yang dihasilkan akan mengikuti bentuk pola hiperbola.
Prinsip dasar analisa kecepatan pada proses stacking adalah mencari persamaan
hiperbola yang tepat sehingga memberikan stack yang maksimum.
8. Koreksi Dinamik
Koreksi ini diterapkan untuk mengoreksi efek adanya jarak offset antara shot
point dan receiver pada suatu trace yang berasal dari satu CDP (Common Depth
Point).
34
9. Stacking
Stacking adalah proses penjumlahan trace-trace dalam satu kumpulan data yang
bertujuan untuk mempertinggi signal to noise ratio (S/N). Proses ini biasanya
dilakukan berdasarkan CDP yaitu trace-trace yang tergabung pada satu CDP dan
telah dikoreksi NMO kemudian dijumlahkan untuk mendapat satu trace yang
tajam dan bebas noise inkoheren. Gambar 2.21 di bawah ini merupakan proses
stacking tersebut:
Gambar 2.21 Stacking
10. Migrasi
Migrasi adalah suatu proses untuk memindahkan kedudukan reflektor pada
posisi dan waktu pantul yang sebenarnya berdasarkan lintasan gelombang. Hal
ini disebabkan karena penampang seismik hasil stack belumlah mencerminkan
kedudukan yang sebenarnya, karena rekaman normal incident belum tentu tegak
lurus terhadap bidang permukaan terutama untuk bidang reflektor yang miring.
Gambar 2.22 di bawah ini menyajikan gambar penampang seismik sebelum dan
setelah migrasi:
Gambar 2.22 Penampang Seismik Sebelum dan Setelah Migrasi
2.5.3 Seismik Stratigrafi
Seismik stratigrafi merupakan dasar pendekatan secara geologi untuk menginterpretasi
data seismik. Pada pelaksanaan interpretasi seismik stratigrafi, pengamatan/evaluasi
yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut [Peter dan Mitchum, 1977]:
35
• Analisis penampang horizon seismik (seismic sequence analysis)
Pekerjaan analisis sekuen seismik didasarkan pada pengenalan satuan-satuan
stratigrafi yang disusun oleh strata yang secara genetik saling berkaitan. Satuan itu
dinamakan sekuen pengendapan (depositional sequence). Batas atas dan batas bawah
sekuen pengendapan adalah bidang ketidakselarasan atau bidang keselarasan yang
korelatif dengan bidang ketidak-selarasan itu. Interval waktu yang direpresentasikan
oleh strata penyusun sekuen pengendapan mungkin berbeda dari satu tempat ke
tempat lain, namun semuanya itu masih berada pada batas-batas tertentu, yaitu dalam
selang waktu yang besarnya merupakan selisih antara dua bidang keselarasan yang
menjadi pembatasnya. Sekuen pengendapan, karena disusun oleh strata yang secara
genetik saling berkaitan, memiliki nilai kronostratigrafi (stratigrafi berdasarkan
urutan waktu) tersendiri. Karena itu, sekuen pengendapan merupakan kerangka ideal
untuk analisis stratigrafi.
• Analisis fasies seismik (seismic facies analysis)
Pekerjaan analisis fasies seismik mencakup penelusuran dan penafsiran geometri,
kesinambungan, amplitudo, frekuensi, dan interval velocity refleksi-refleksi seismik
yang ada dalam sekuen pengendapan serta pengenalan bentuk eksternal dan asosiasi
fasies seismik. Bila fasies-fasies seismiknya telah dapat dicandra dan dipetakan,
maka proses dan lingkungan pengendapan fasies tersebut akan dapat ditafsirkan.
Setelah itu, litologi dari setiap fasies seismik juga akan dapat ditafsirkan.
• Analisis perubahan relatif muka air laut (relative change of sea water face analysis)
Pekerjaan analisis perubahan relatif muka air laut mencakup pembuatan diagram
kronostratigrafi, pembuatan diagram siklus perubahan muka air laut berdasarkan data
regional, serta pembandingan diagram siklus perubahan muka air laut regional
dengan diagram perubahan muka air laut global. Kemiripan siklus regional dengan
siklus global sangat penting artinya dalam analisis seismik stratigrafi karena
memungkinkan diprediksikannya umur strata, waktu terbentuknya ketidakselarasan,
jenis litofasies, dan lingkungan purba. Perbedaan antara kurva regional dengan kurva
global mengindikasikan saat-saat terjadinya proses deformasi lokal atau
mengindikasikan adanya kekeliruan analisis.
36
2.5.4 Peralatan Survei Seismik
Beragam peralatan diperlukan untuk mendapatkan hasil penggambaran lapisan sedimen
yang ada di dasar laut. Secara umum peralatan tersebut terdiri dari beberapa bagian,
yaitu :
• Sumber gelombang seismik, contoh: sparker, boomer, air-gun dan water gun.
Gambar 2.23 berikut ini merupakan gambar dari air-gun:
Gambar 2.23 Air Gun
• Alat penerima (streamer), terdiri dari beberapa elemen yang terpisah yang
dihubungkan satu sama lain. Ada empat macam elemen yang terdapat dalam suatu
sistem streamer, yaitu: elemen aktif (active elements), alat peredam (damping
device), pemberat (weight stand) dan sensor tekanan (pressure sensor). Gambar 2.24
di bawah ini merupakan gambar dari streamer tersebut:
Gambar 2.24 Streamer
• Alat pemrosesan data, terdiri atas Pre amplifier, Amplifier dan Filter.
• Alat perekam.