Bab II Dasar Teori Iodometri

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Dasar Teori Analisa Kuantitatif dan Kualitatif Kimia analitik bisa dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut snalisis ku analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif berkaitan dengan identifikasi zat-z unsur atau senyawa apa yang ada dalam suatu sampel. Umumnya dalam kuliah kimia mahasiswa pertamakalidihadapkan dengan analisis kualitatif ketika sejumlahunsur dipisahkan dan diidentifikasi melalui pengendapan denganhydrogen sulfide. Prod organi yang disintetis dalam laboratprium bisa diidentifikasi dengan mengguna teknikinstrumentasi seperti spektroskopi inframerah dan resonansi magnetinuklir (Underwood, 1998). !ata yang diperoleh dapat ditinjau lebih lanjut dan data yang diperoleh j digunakan untuk menetapkan komponen atau penyusun bahan tersebut (Haryadi, 1993). Prinsipnya adalahreaksi pengendapan yang epatmenapaikesetimbangan pada penambahan tiap titrasi, tidak ada pengotoryang mengganggu dan diperkirakan indikator"diperlukan indiator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 2003). Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat t terkandung dalam suatu sampel. #at yang ditetapkan tersebut, yang seringkali d sebagai konstituen atau analit, menyunsun entah sebagian keil atau sebagian b yang dianalisis. $ika zat yang dianalisa %analit& tersebut menyunsun lebih dar sampel, maka analit ini dianggap sebagai konsiuen utama. #at itu dianggap ko jika jumlahnya berkisar antara ),)' hingga '( dari sampel. *erakhir, hingga kurang dari ),)'( dianggap sebagai konsiuen peunu (ra"e) (Underwood, 1998). Klarifikasi lain dari analisis kuantitatif bisa didasarkan pada ukuran d tersedia untuk dianalisis. Pembagiannya tidak jelas, tetapi seara kasar dapat sebagai berikut: jika sampel memiliki bobot lebih dari ),' g, maka analisanya analisis !akro, jika sampel memiliki bobot sekitar ') sampai ')) mg, maka analisisnya disebut analisis se!i!ikro+ analisis !ikro dipakai untuk sampel dengan bobot d sampai ') mg+ dan analisis ulra!ikro melingkupi sampel dalam orde mikrogram (Underwood, 1998). Analisa dapat diartikan sebagai usaha pemisahan suatu kesatuan ilmiah %da sosial& atau suatu kesatuan materi bahan menjadi komponen penyusunnya sehingga dikaji seara langsung (#udar!ad$i, 1989). II-1

description

dasar teori iodometri

Transcript of Bab II Dasar Teori Iodometri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar TeoriAnalisa Kuantitatif dan Kualitatif

Kimia analitik bisa dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut snalisis kuanlitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia: mengenali unsur atau senyawa apa yang ada dalam suatu sampel. Umumnya dalam kuliah kimia, para mahasiswa pertama kali dihadapkan dengan analisis kualitatif ketika sejumlah unsur dipisahkan dan diidentifikasi melalui pengendapan dengan hydrogen sulfide. Produk-produk organic yang disintetis dalam laboratprium bisa diidentifikasi dengan menggunakan teknik-teknik instrumentasi seperti spektroskopi inframerah dan resonansi magnetic nuklir (Underwood, 1998).Data yang diperoleh dapat ditinjau lebih lanjut dan data yang diperoleh juga dapat digunakan untuk menetapkan komponen atau penyusun bahan tersebut (Haryadi, 1993).

Prinsipnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada penambahan tiap titrasi, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperkirakan indikator/diperlukan indicator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 2003).Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang seringkali dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyunsun entah sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang dianalisis. Jika zat yang dianalisa (analit) tersebut menyunsun lebih dari sekitar 1% dari sampel, maka analit ini dianggap sebagai konstituen utama. Zat itu dianggap konstituen minor jika jumlahnya berkisar antara 0,01 hingga 1% dari sampel. Terakhir, suatu zat yang hadir hingga kurang dari 0,01% dianggap sebagai konstituen peunut (trace) (Underwood, 1998).

Klarifikasi lain dari analisis kuantitatif bisa didasarkan pada ukuran dari sampel yang tersedia untuk dianalisis. Pembagiannya tidak jelas, tetapi secara kasar dapat diungkapkan sebagai berikut: jika sampel memiliki bobot lebih dari 0,1 g, maka analisanya tercakup dalam analisis makro, jika sampel memiliki bobot sekitar 10 sampai 100 mg, maka analisisnya disebut analisis semimikro; analisis mikro dipakai untuk sampel dengan bobot di antara 1 sampai 10 mg; dan analisis ultramikro melingkupi sampel dalam orde mikrogram (Underwood, 1998).Analisa dapat diartikan sebagai usaha pemisahan suatu kesatuan ilmiah (dalam ilmu sosial) atau suatu kesatuan materi bahan menjadi komponen penyusunnya sehingga dapat dikaji secara langsung (Sudarmadji, 1989).

Zat yang ditetapkan tersebut seringkali dinyatakan sebagai konstituen/analit yang menyusun sebagian besar atau sebagian kecil dari sample yang dianalisis (Underwood, 2002).Kata analisa (analisis) berasal dari bahasa Yunani kuno yang masuk kedalam bahasa Latin modern yaitu kata analusis yang berarti melepaskan. Kata analusis sendiri terdiri atas dua suku kata, yaitu ana yang berarti kembali dan luein yang berarti melepas sehingga analuein berarti melepas kembali atau mengurai (Sudarmadji, 1989).

Analisa kuantitatif adalah analisis kimia yang mencari kadar kandungan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu cuplikan atau sampel (Pudjaatmaka, 2002). Analisa kuantitatif bertujuan menentukan kadar ion atau molekul suatu sampel (Sumardjo, 2006).

Suatu analisis yang lengkap terdiri dari lima tahap utama : (1) pencuplikan sampel, yaitu pemilihan suatu sampel yang representative dari material yang dianalisis; (2) pelarutan sampel; (3) konversi analit menjadi suatu bentuk yang cocok untuk diukur; (4) pengukuran; serta (5) perhitungan dan penafsiran dari hasil pengukuran tersebut. Seringkali para pemula hanya melaksanakan tahap 4 dan 5, karena biasanya tahap-tahap ini merupakan tahap yang paling mudah (Underwood, 1988).

Selain tahap-tahap yang disebutkan di atas, ada beberapa tahap operasi lain yang dibutuhkan. Jika sampel berupa zat padat, mungkin kita perlu mengeringkan sebelum menganalisisnya. Pengukuran berat yang akurat terhadap sampel tersebut (atau volumenya jika berupa gas) harus dilaksanakan karena hasil-hasil kuantitatif biasanya dilaporkan dalam suatu relatif, misalnya, jumlah gram analit per 100 g sampel (persen berat) (Underwood, 1988).Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodimetri. Titrasi iodimetri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor (Karyadi, 1994).Titrimetrik adalah salah satu divisi besaran dalam kimia analitik. Perhitungan yang tercakup di dalamnya didasarkan pada hubungan stoikiometrik dari reaksi kimia yang sederhana. Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada reaksi kimia seperti berikut:

(A + tT produk

Dimana ( molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul pereaksi, T. Pereaksi T, yang disebut titran, ditambahkan secara kontinu, biasanya dari sebuah buret, dalam wujud larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan standar, dan konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses yang dinamakan standarisasi. Penambahan dari titran tetap dilakukan sampai jumlah T secara kimiawi sama dengan yang telah ditambahkan pada A. selanjutnya akan dikatakan titik equivalen dari titrasi telah dicapai. Agar diketahui kapan harus berhenti menambahkan titran, kimiawan dapat menggunakan bahan kimia yaitu indikator, yang bereaksi terhadap kehadiran titran yang berlebih dengan melakukan perubahan warna. Perubahan warna ini bisa saja terjadi persis pada titik ekivalen, tetapi bisa juga tidak. Titik dalam titrasi dimana indikator berubah warnanya disebut titik akhir. Tentu saja diharapkan, bahwa titik akhir ini sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Pemilihan indikator untuk membuat kedua titik sama (atau mengoreksi perbedaan diantara keduannya) adalah satu aspek yang penting dalam analisis titrimetrik. Indikator visual hanyalah satu diantara beberapa metode yang dipergunakan untuk mendeteksi titik akhir dari titrasi. Teknik lain, yang mendeteksi perubahan tiba-tiba dalam sebuah kondisi fisika atau kimia suatu larutan, juga ada (Underwood, 2002).Analisis titrimetri dianggap lebih baik dalam menunjukkan proses titrasi dibandingkan dengan analisis volumetri (Pudjaatmaka, 1994). Analisa titrimetri adalah pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan (Rivai, 2006).

Istilah titrasi mengacu pada proses pengukuran volume dari titran yang dibutuhkan untuk mencapai tiitk ekivalen. Alih-alih istilah anlisis titrimetrik telah bertahun-tahun istilah anlisis volumetrik dipergunakan. Kendatipun demikian, istilah titrimetrik lebih diminati karena pengukuran volumen tidak harus terikat dengan titrasi. Dalam anlisis yang jelas, misalnya, seorang dapat mengukur volumen dari suatu gas (Underwood, 2002).

Reaksi kimia yang mungkin diperlakukan sebagai basis dari penentuan titrimetrik telah dikelompokkan ke dalam empat tipe :

1. asam-basa. Ada sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditemtukan oleh titrimetrik. Jika HA mewakili asam yang akan ditentukan dan B mewakili basa, reaksinya adalah sebagai berikut:

HA + OH- A- + H2O

dan

B + H3O+ BH+ + H2O

Titran pada umumnya adalah larutan standar dari elektrolit kuat, seperti natrium hidroksida dan asam klorida.

2. Oksidasi-reduksi (redoks). Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi diperginakan secara luas dalam anlisis titrimetrik. Sebagai contoh, besi dengan tingkat oksidasi +2 dapat dititrasi dengan sebuah larutan estndar dari serium (IV) sulfat :

Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+

Unsur pengoksidasi lainnya yang sering dipergunakan sebagai titran adalah kalium permanganat, KMnO4. Reaksinya dengan besi (II) dalam larutan asam adalah

5Fe2+ + MnO4- + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O

3. Pengendapan. Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen dipergunakan secara luas dalam prosedur titrimetrik. Reaksinya adalah sebagai berikut

Ag+ + X- AgX

Di mana X- berupa ion klorida, bromida, iodida, ataupun tiosianat (SCN-).

4. Pembentukan kompleks. Contoh dari reaksi dimana terbentuk suatu kompleks stabil antara ion perak dan sianida :

Ag+ + 2CN- Ag(CN)2-Reaksi ini adalah sebagai dasar dari metode Liebig untuk penetapan sianida. Pereaksi organik tertentu, seperti asam etilenadiaminatetraasetat (EDTA), membentuk kompleks stabil dengan jumlah ion logam dan digunakan secara luas untuk penentuan titrimetrik dari logam-logam ini (Underwood, 2002).

Sejauh ini, relatif sedikit reaksi kimia yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk titrasi. Sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan:

1. Reaksi tersebut harus diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu. Seharusnya ada reaksi sampingan.

2. Reaksi tersebut harus diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi. Cara lain untuk mengatakannya adalah bahwa konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat besar. Jika persyaratan ini dipenuhi, akan terjaadi perubahan yang besar dalam konsentrasi analit (atau titran) pada titik ekivalensi.

3. Harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen tercapai. Harus tersedia beberapa indikator atau metode instrumental agar analis dapat menghentikan penambahan dari titran.

4. Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat diselesaikan dalam beberapa menit.

(Underwood, 2002).Perhatikan, sebagai contoh dari suatu reaksi cocok untuk titrasi, penentuan konsentrasi dari larutan asam klorida melalui titrasi dengan natrium hidroksida standar. Hanya satu reaksi.

H3O+ + HO- 2H2O

K= 1 x 1014Dan reaksi ini berjalan cepat. Reaksi ini berlangsung sampai benar-benar selesai. Pada titik ekivalen pH larutan berubah beberapa bagian untuk beberapa tetes titran, dan tersedia sejumlah indikator yang bereaksi pada perubahan pH ini dengan berubah warna.

Dengan kata lain, reaksi antara asam borat dengan natrium hidroksida,

HBO2 + OH- BO2- + H2O

K= 6 X 104Tidak cukup sempurna untuk memenuhi persyaratan 2; konstanta kesetimbangan hanya sekitar 6 x 104. Untuk alasan ini, perubahan pH untuk beberapa tetes titran pada titik equivalen sangat kecil, dan isi titran yang dibutuhkan tidak dapat ditentukan dengan akurasi tinggi (Underwood, 2002).

Reaksi antara etil alkohol dengan asam asetat juga tidak cocok untuk titrasi, karena sangat lambat untuk kenyamanan dan tidak berjalan baik sampai selesai. Reaksi antara timah(II) dengan kalium permanganat tidak memuaskan kalau udara tidak hilang. Reaksi sampingan dapat terjadi karena timah telah teroksidasi dahulu dengan oksigen dalam atmosfer. Pengendapan dari ion metal tertentu oleh ion sulfida memenuhi semua persyaratan di atas terkecuali nomor 3; karena tidak tersedia indikato yang cocok (Underwood, 2002).Pengertian Iodometri

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Grachies, 2012).Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II) (Grachies, 2012).Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri). Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida . Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2sebagai penitar (Grachies, 2012).Titrasi iodometri merupakan titrasi langsung terhadap zat zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya (Grachies, 2012).

Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan menggunakan larutan baku tiosulfat (Rakhmi, 2012).Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5 H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodide, suatu proses iodometri (Rakhmi, 2012).Titik ekivalen ditunjukkan dengan indikator amilum yang memberi warna biru dengan iod. Dengan iodometri dapat ditentukan kadar zat-zat yang dapat bereaksi dengan iod atau zat-zat yang bereaksi dengan iodide (KI) membebaskan iod (Rakhmi, 2012).Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodide pada konsentrasi 2I-, E = 6,21 adalah reaksi pada permulaan reaksi. Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap (khopkar, 1990).Dalam proses-proses analitik, iodin dipergunakan sebagai sebagai agen pengoksidasi (iodometri), dan ion iodida dipergunakan sebagai agen pereduksi (iodometri). Dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsure reduksi untuk titrasi langsung dengan iodin, karena itu jumlah dari penentuan penentuan iodometri adlah sedikit. Namun demikian, banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi secara lengkap dengan iodida, dan aplikasi dari iodometri cukup banyak. Kelebihan dari iodida ditambahkan ke dalam agen pengoksidasi yang sedang ditentukan, membebaskan iodin, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodin dan natrium toisulfat berlangsung sempurna. Banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat dianalisa dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, natrium tiosulfat biasa digunakan sebagai titrannya. Natrium tiosulfat umumnya dibeli sebagai pentahidrat,N2S2O3.5H2O, dan larutan larutannya distandarisasi terhadap sebuah standar primer. Larutan larutan tersebut tidak stabil dalam jangka waktu yang lama, sehingga boraks atau natrium karbonat sering kali ditambahkan sebagai bahan pengawet. Iodin mengoksidasi tiosulfat sebagai ion tetrationat. Reaksinya berjalan cepat sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan. Berat ekivalen dari N2S2O3.5H2O adalah berat molekularnya 248,17 karena satu electron per satu molekul hilang. Sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai standar-standar primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni merupakan standar yang jelas namun jarang dipergunakan dikarenakan sulitnya dalam penanganan dan penimbangan. Yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari iodida , sebuah proses iodometri (Underwood, 2002).Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik dan anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Namun demikian, agar titrasi reoks ini dapat berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus dipenuhi :

1. Harus bersedia pasangan sistem electron redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran elekron secara stoikiometri.

2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara teratur.

3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

(Rivai, 2006).

Larutan baku iod dapat dibuat dari unsur murninya. Standarisasinya dapat dilakukan dengan asam arsenit (H3AsO3) sebagai standar primernya. Kelemahannya adalah :

1. Larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap.

2. Dapat mengoksidasi karet, gabus dan zat-zat organik lainnya.

3. Dipengaruhi oleh udara dengan reaksi sebagai berikut :

4I-+ O2+ 4H+

2I2+ 2H2O

4. Tidak dapat dilakukan pada suasana basa, yakni pada pH > 9 karena akan terjadi reaksi sebagai berikut :

I2+ OH-

HOI + I- 3HOI + 3OH-

2I- + IO3- + 3H2O

(Ibnu, 2005).Penentuan kandungan iodium dalam berbagai sampel telah dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah titrasi iodometri. Metode ini merupakan metode konvensional berdasarkan reaksi redoks yang sering digunakan dalam analisis iodium tetapi banyak mempunyai kelemahan. Metode lain adalah spektrofotometri, kromatografi cair kinerja tinggi, metode aktivasi netron, spektofotometri berdasarkan reaksi redoks antara serum (Ce) dan arsen (As) (Cahyadi, 2004).Jika ion iodida dengan suasana asam dicampur dengan ion dikromat maka iodida dioksidasi menjadi I2.Persamaan reaksi sebagai berikut :

6I- + 14 H+ + Cr2O72-

3I2 + Cr3+ + 7H2O

Sedangkan jika ditambahkan dengan ion hipoklorit akan terbentuk I2dengan melepas I-. Jika ditambahkan indicator kanji akan terbentuk warna hitam kebiruan dalam larutan yang netral atau sedikit atau sedikit basa (Vogel, 1990).Dalam titrasi iodometri, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi, namun dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit. Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin yaitu zat-zat dengan potensial reduksi yang jauh lebih rendah adalah tiosulfat, arsenik (III), antimon (III), sulfida, sulfit, timah (II) dan ferosianida, zat-zat ini bereaksi lengkap dan cepat dengan iod bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang agak lemah, misal arsen trivalen atau stibium trivalen, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau sangat sedikit asam, pada kondisi ini potensial reduksi dari zat pereduksi adalah minimum atau daya mereduksinya adalah maksimum (Grachies, 2012).

Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu pada titrasi dengansuatu larutan iod standar. Metodetitrasi iodometritak langsungkadang-kadang diamakan iodometri adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalamreaksi kimia (Vogel, 1994).Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stokiometri yang sederhana pelaksanaannya, praktis dan tidak banyak masalah dan mudah (Nurirjawati, 2012).Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO45H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodyang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat (Grachies, 2012).Iodometri adalah bahan pengoksidasi yang mengoksidasi Kalium iodida (KI) dalam suasana asam, sehingga Iod yang dibebaskan kemudian ditentukan dengan menggunakan larutan baku Natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Tembaga (II) sulfat (Rahma, 2013).Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II,Kalium Permanganat dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali (Eema, 2011).Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25oC), namun sangat mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodium membentuk kompleks triiodida dengan iodida, dengan tetapan keseimbangan 710 pada 25oC. Penambahan KI untuk menurunkan keatsirian dari iod, dan biasanya ditambahkan KI 3-4 % dalam larutan 0,1 N dan kemudian wadahnya disumbat baik-baik dan menggunakan botol yang berwarna gelap untuk menghindari penguraian HIO oleh cahaya matahari (Nurirjawati, 2012).Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil untuk menangani KI untuk menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di udara :

4 H+ + 4 I- + O2 2 I2 + 2 H2O

(Nurirjawati El Ruri, 2012).Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam larutan asam dan dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas (Nurirjawati, 2012).Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion hidroksida, sesuai dengan reaksi :

I2+ O2 HI + IO-3 IO- IO3-+ 2 I-

(Nurirjawati, 2012).Dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :

S2O3=+ 2 H+ H2S2O3 8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2+ 8 S

(Nurirjawati El Ruri, 2012).Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akan masuk ke dalam larutan ini dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO3=, SO4=dan belerang koloidal (Nurirjawati, 2012).Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam sehingga endapan mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak terjadi jika larutan dititrasikan ke dalam larutan iodium yang asam dan dilakukan pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetraionat.

I2+ 2 S2O3= 2 I-+ S4O6=

(Nurirjawati, 2012).Reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa reaksi samping. Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa oksidasi ke sulfat tidak terjadi terutama jika digunakan iodium sebagai titran (Nurirjawati, 2012).Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

1. Titrasi iod bebas.

2. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari iodida.

3. Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan.

4. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau subsitusi.

(Nurirjawati, 2012).Metode titrasi langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamaka iodometri), adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Vogel, 1994).Metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer (Eema, 2011).Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar. Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida bila berada pada suasana basa iodium akan bereaksi dengan hidroksida menghasilkan ion hipoidit yang pada akhirnya menghsilkan ion iodat sehingga apabila terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar dari iodium akibatnya akan mengoksidasi thiosulfat tidak hanya menghasilkan tetrationat sehingga menyulitkan perhitungan (Eema, 2011).

Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu pada titrasi titrasi dengansuatu larutan iod standar. Metodetitrasi iodometritak langsungkadang-kadang diamakan iodometri adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dar sistem reversibal :

I2+2e

2I-

Adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat.Reaksi sel setengah ini akan terjadi misalnymenjelang akhir titrasidariiodidda menjadi relative lebih rendah. Dekat permulaan atau dalam kebanyakana titrasiiodometri, bila ion iodide berlbih, maka terbentulah ion triioidida :

I2 (aq) + I- I3-Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel-setengah itu lebih baik di tulis sebagai:

I3- + 2e I3-Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksidasi yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium (IV) sulfat (Vogel, 1994).Padatitrasiiodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali (Puspaningrum, 2008).Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini disebabkan karena factor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indicator yang dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merubakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodide. Senyawaan iodide umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indicator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum - I2 sampai warna ini tepat hilang (Puspaningrum, 2008).Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut:

IO3- + 5 I- + 6H+

3I2 + H2O I2 + 2 S2O32-

2I- + S4O62-

(Puspaningrum, 2008).Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (ingat 1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S2O32-) sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32- (Puspaningrum, 2008).Karena analit yang bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Alasa kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion logam seperti Besi(II) (Puspaningrum, 2008).Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum (Puspaningrum, 2008).Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S).

S2O32- + 2H+

H2SO3 + S

(Puspaningrum, 2008).Pastikan jumlah iodide yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2 (Puspaningrum, 2008).Titrasi iodometri adalah titrasi yamng mana dihasilkan I2 ketika analit yang bersifat sebagai agen pengoksidasi ditambahkan kedalam larutan I- berlebih. Selanjutnya I2 yang terbentuk dititrasi dengan larutan tiosulfat. Iodometri bukan merupakan titrasi langsung (direct titration) karena terdiri dari 2 reaksi, yaitu :

Analit + I-

I2I2 + Titran (larutan standar tiosulfat)

Produk

Contoh :

Penentuan kadar tembaga dalam sampel

2Cu2+ + 4I-

2CuI + I2I2 + 2S2O32-

2I- + S4O62-(Citra Deliana, 2013).

Titrasi iodimetri adalah titrasi langsung (direct titration) yang melibatkan iodin sebagai titran dan hanya 1 reaksi.

Analit (tidak diketahui konsentrasinya) + titran (I2) Produk (I-)

Contoh:

Penentuan kadar asam askorbat (Vitamin C)

C6H8O6 + I2

C6H6O6 + 2I- + 2H+Iodin mengoksidasi asam askorbat secara cepat dan menghasilkan asam dehidroaskorbat (Citra Deliana, 2013).

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion triiodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misal:

I3- + 2S2O32-

3I- + S4O62-Akan lebih akurat daripada :

I2 + 2S2O32-

2I- + S4O62-Namun, demi kesederhanaan, persamaan dalam buku biasanya lebih banyak ditulis dengan rumus-rumus iod molekular kerimbang ion triiodida (Vogel, 1994).Prinsip

Iod bebas seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat pereduksi, sehingga iod sebagai oksidator. ion I-siap memberikan elektron dengan adanya zat penangkap elektron, sehingga I-bertindak sebagai zat pereaksi (Wikipedia, 2014).Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung, dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai indikator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada iodometri apabila warna biru telah hilang (Mahmudy, 2013).Dalam analisis percobaan Iodometri, iodium akan dititrasi dengan larutan standar sodium thiosulfate dengan indikator starch dalam keadaan pH 3-4, sebab pada pH netral reaksi ini tidak stoikiometri dengan reaksi oksidasi parsial thiosulfate menjadi sulfat.

Titik akhir titrasinya didasrkan atas terbentuknya iodium bebas. Adanya iodium dapat ditunjukkan dengan adanya indikator amilum atau dengan pelarut organik (CHCl atau CCl4) yang dapat mengekstraksi iodium dalam air.

Reaksi Iodometri :I2(padat)+ 2e 2I-pada beberapa literatur sering dituliskan

I3-+ 2e 3I-

(Wikipedia, 2014).

Penentuan zat pereduksiIod bebas bereaksi dengan larutan natrium tiosulfat sebagai berikut :

Na2S2O3+ I2 2 NaI + Na2S4O6Pada reaksi tersebut terbentuk senyawa natrium tetrationat, Na2S4O6, garam dari asam tetrationat. reaksi iodometri ini dapat ditulis dalam bentuk ion sebagai berikut:

2S2O3+ I2 2NaI + S4O6-2S2O3- S4O6-+ 2e

1 grek natrium tiosulfat = 1 mol, sedangkan 1 grek I2 = mol

Ketika larutan natrium tiosulfat dititrasi dengan larutan iod berwarna coklat gelap yang karakteristik dengan iod akan hilang. Ketika semua Na2S4O6telah teroksidasi, maka kelebihan larutan iod akan menjadikan cairan tersebut berwarna kuning pucat. Karena itu dalam iodometri memungkinkan titrasi tanpa menggunakan indikator. namun kelebihan iod pada akhir titrasi memberikan warna yang samar, sehingga penetapan titik akhir titrasi (ekivalen) menjadi sukar. karena itu lebih disukai menggunakan reagen yang sensitif terhadap iod sebagai indikator; yaitu larutan kanji yang membentuk senyawa adsorpsi berwarna biru dengan iod (Wikipedia, 2014).Dengan adanya larutan kanji, titik ekivlen ditentukan dari kenampakan warna biru yang tetap pada kelebihan penambahan satu tetes iod. Sebaliknya, dimungkinkan juga untuk menitrasi larutan iod dengan tiosulfat sampai kelebihan satu tetes tiosulfat menghilangakan warna biru larutan. Dalam kasus ini larutan kanji harus ditambahkan pada saat akhir titrasi mendekati titik ekivalen, ketika iod tunggal sedikt dan larutan yang dititrasi berwarna kuning. Jika larutan kanji yang ditambahkan pada awal titrasi, ketika masih banyak terdapat iod dalam larutan, maka sejumlah besar senyawa iod-kanji yang terbentuk akan bereaksi lambat dengan tiosulfat. Dengan mengetahui normalitas larutan iod, volume iod dan tiosulfat yang digunakan dalam titrasi, kita dapat memperoleh noramlitas titran (larutan tiosulfat. Sebaliknya normalitas titran larutan iod dapat dihitung dari normalitas tiosulfat yang diketahui. Berbagai zat pereduksi yang mampu mereduksi I2menjadi ion I-ditentukan dengan cara sama, antaranya H2SO3, H3AsO3, HSbO3, H2S bebas, SnCl2 (Wikipedia, 2014).Penentuan zat pengoksidasiKarena zat pereduksi ditentukan dengan titrasi menggunakan larutan iod, maka dalam penentuan zat pengoksidasi didasarkan pada reduksi oleh ion I-sehingga harus digunakan larutan KI untuk titrasi. Namun, kenyataanya titrasi ini tidak dapat dijalankan karen auntuk menentukan titik ekivalenya tidak mungkin. Ketika oksidator seperi K2Cr2O7 dititrasi dengan laruta KI, menurut reaksi berikut:

K2Cr2O7+ 6KI + 14HCL 3I2+ 8 KCl + 2 CrCl3+ 7H2O

(Wikipedia, 2014).

Akhir reaksi ditandai oleh penghentian pelepasa iod. Namun, keadaan tersebut tidak dapat diamati. Ketika larutan digunakan sebagai indikator, pengamatan I2yang muncul dapat terpantau dengan mudah (warna biru) namun bukan ketika ercapai pembentukan I2pertama kali. Dalam kasus ini digunaan metoda substitusi tidak langsung, yaitu pada campuran kalium iodida dan larutan asam (dalam jumlah berlebih) ditambahkan dengan volume tertentu oksidator yang akan ditentukan (sebagai contoh larutan K2Cr2O7). Kemudian dibiarkan sekitar 5 menit untuk menyelesaikan reaksi tersebut. selanjutnya ion yang dilepaskan dititrasi denga tiosulfat. Banyaknya grek iod ekivalen dan grek tiosulfat akan sama dengan zat pengoksidasi (K2Cr2O7). Karena itu meski penentuan K2Cr2O7dan Na2S2O3masing-masing tidak bereaksi langsung, namun banyaknya akan ekivalen, dengan perhitungan berikut:

VK2Cr2O7. NK2Cr2O7= VNa2S2O3. NNa2S2O3

(Wikipedia, 2014).

1. Penentuan zat pengoksidasi secara iodometri dapat dirangkum sebagai berikut:

2. KI + asam (berlebih dalam erlenmeyer) + oksidator yang akan ditetapkan ( dengan memipet) pelepasan I23. I2+ Na2S2O3---- 2 NaI + Na2S4O6(titrasi iod dengan tiosulfat)

Banyak zat pegoksidasi yang mampu mengoksidasi ion I- menjadi I2 dapat ditentukan secara iodometri dengan prosedur ini, diantaranya Cl2, Br2, KMnO4, KClO3, bubuk pemutih (CaOCl2), garam dari HNO2, hidrogen peroksida, garam ferri, garam kupri, dan sebagainya (Wikipedia, 2014).Larutan Baku Natrium Thiosulfat Natrium thiosulfat umumnya dibeli sebagai penhidrat, Na2S2O3. 5H2O, dan larutan-larutan tersebut tidak stabil pada jangka waktu yang lama, sehingga boraks atau natrium karbonat seringkali ditambah sebagai bahan pengawet (Kusumawardhani, 2013).Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :I2 + 2S2O32-

2I- + S4O62-Jika pH dari larutan diatas 9, tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat : 4I2 + S2O32- + 5H2O

8I- + 2SO42- + 10H+ Standarisasi larutan-larutan tiosulfatIodin murni adalah stnadar yang paling jelas namun jarang dipergunakan karena kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah stanadar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membaskan ion iodin dari iodida, sebuah iodometrik (Kusumawardhani, 2013). Kalium DikromatSenyawa ini bisa didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Senyawa ini mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi, tidak higroskipik, dan padat serta larutanya amat stabil. Berat ekivalen dari kalium dikromat adalah seperenam dari berat molekulnya. Untuk memperoleh hasil terbaik, seposi kecil natrium bikarbonat atau es kering ditambahkan kelabu titrasi (Kusumawardhani, 2013). Kalium iodidat dan Kalium Bromat Kedua garam ini mengoksidasi iodida secara kuantitaif menjadi iodin dalam larutan asam. Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini juga hanya membutuhkan sedikit ion hidrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih lamabat, namun kecepatanya dapat ditingkatkan dengan menaikan konsentrasi ion hidrogen. Biasanya sebuah amonium molibdat ditambah sebagai katalis (Kusumawardhani, 2013). Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah bahwa barat ekivalen mereka kecil. Bereat equivalen adalah seperenam dari berat molekular, dimana berat ekivalen KIO3 adalah 35,67 dan KBrO3 adalah 27,84. Garam kalium asam iodidat, KIO3. HIO3, dapat juga dipergunakan sebagai standar primer namun berat ekivalenya juga kecil, seperduabelas dari berat molekulnya atau 32,49 (Kusumawardhani, 2013). TembagaTembaga murni dapat dipergunakan sebgai standar primer untuk natrium tiosulfat dan disarankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk menentukan tembaga. Telah ditemukan bahwa iodin ditahan oleh adsorpsi pada permukaan dari endapan tembaga(I) iodida dan harus dipindahkan untuk mendapatkan hasil-hasil yang benar. Kalium tiosianat biasanya ditambahkan sesaat sebelum titik akhir titrasi tercapai untuk menyingkirkan iodin yang diadsorbsi (Kusumawardhani, 2013).Indikator

Pada titrasi digunakan indikator kanji yang berbentuk ion komplek berwarna biru yang berasal dari amilum, reaksi yang menunjukkan adalah sebagai berikut:

I2 + amilum

I2-amilum.

Setelah dilakukan titrasi maka reaksi yang terjadi adalah:

I2 + 2S2O32-

2I- + S4O62-(Bassett, 1994).Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum sehingga amilum atau larutan kanji tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan natrium thiosulfate (Bassett, 1994).Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit) (Bassett, 1994).Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji (Svehla, 1997).Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena amilum akan membentuk kompleks dengan I2yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum harus pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus I2yang menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam (Nurirjawati El Ruri, 2012).Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi (Eema, 2011).Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Penggunaan indikator pelarut organik ini sangat penting terutama jika larutannya sangat asam sehingga kanji terhidrolisa, titrasinya berjalan sangat lambat dan larutannya sangat encer (Grachiez, 2012).Kerugian pemakaian pelarut organik sebagai indikator antara lain pada saat titrasi harus digunakan labu bertutup gelas, selama titrasi harus digojog kuat-kuat untuk menyari iodium dari air dan kadang-kadang harus ditunggu pemisahannya.Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kanji dengan adanya iod akan memberikan kompleks berwarna biru kuat yang akan terlihat apabila konsentrasi iodium 2x10-5M dan konsentrasi iodida lebih besar dari 2x10-4M. Kepekaan warna berkurang dengan kenaikan suhu larutan dan adanya pelarut-pelarut organik. Ada pendapat bahwa warna biru itu adalah dikarenakan adsorpsi iod atau ion triiodida pada permukaan makromolekul kanji. Dalam konsentrasi iodida 4x10-5sudah memungkinkan iodium dalam konsentrasi 2x10-5atau lebih memberikan warna biru yang nyata. Jika konsentrasi iodida dinaikkan tidak begitu berbeda intensitasnya, akan tetapi bila konsentrasi iodida diturunkan maka penurunan intensitas warna kelihatan. Tanpa iodida, iod-kanji tidak memberikan warna. Apabila suhunya dinaikkan maka kepekaan warna menurun. Pada suhu 50kepekaannya menjadi 10x lebih kurang daripada suhu 25. Penambahan pelarut seperti etil alkohol menurunkan kepekaan juga. Jika mengandung 50% atau lebih etanol menyebabkan warna tidak timbul. Kanji tidak dapat digunakan dalam medium yang sangat asam karena akan terjadi hidrolisis dari kanji itu (Grachiez, 2012).Komponen utama kanji yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki rantai lurus dan memberikan warna biru jika bereaksi dengan iodium. Amilopektin memiliki rantai bercabang dan memberikan warna merah violet jika bereaksi dengan iodium (Grachiez, 2012).Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya murah, sedangkan kerugiannya adalah tidak mudah larut dalam air dingin, tidak stabil pada suspensi dengan air, karenanya dalam proses pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan (Grachiez, 2012).Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).Penambahan indikator kanji sebaiknya dilakukan pada saat medekati titik akhir titrasi karena iod dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam air dingin sehingga dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi. Karena adanya kelemahan ini, dianjurkan pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator ini tidak higroskopis; cepat larut dan stabil dalam penyimpanan; tidak membentuk kompleks yang tidak larut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan pada awal titrasi dan titik akhir jelas; reprodusibel dan tidak tiba-tiba. Sayangnya indikator ini harganya mahal (Grachiez, 2012).Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alcohol (Nurirjawati El Ruri, 2012).Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1981).Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 0,5%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi (Mahmudy, 2013).Penerapan Iodometri

Kegunaan iodometri adalah untuk menetapkan kadar larutan iodin, larutan natrium tiosulfat dan zat-zat yang dapat bereaksi dengan iodida membebaskan iodin. Digunakan untuk analisis iodium dalam bentuk iodat dalam bumbu dapur, menguji produk ozon dengan bahan baku oksigen, menentukan bilagan peroksida. Salah satu penerapan iodometri adalah pengujian analisis iodat dalam bumbu dapur. Dalam suatu jurnal penelitian, Nelson Saksono menjelaskan bahwa program iodisasi garam dengan cara fortifikasi iodium ke dalam garam merupakan cara yang paling tepat guna dan ekonomis untuk menanggulangi masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Tetapi dalam perkembangannya ada beberapa isu yang menyatakan bahwa penggunaan garam beriodium tidak efektif karena kadar iodiumnya akan berkurang bahkan hilang bila dicampur dengan bumbu dapur. Untuk mengetahui lebih jauh, maka perlu dilakukan analisis keberadaan iodat dalam bumbu dapur dengan metode iodometri. Dari hasil pengujian metode iodometri terjadi penurunan kandungan iodat untuk masing-masing bumbu dapur yaitu cabai sebesar 75,5%, ketumbar 51,43% dan merica 20,99%. Iodometri hanya dapat menganalisis iodium dalam bentuk iodat saja sedangkan dalam matrik bumbu dapur yang mengandung senyawa-senyawa kimia kemungkinan iodat berada dalam beberapa bentuk senyawa. Prinsip metode iodometri adalah terjadinya perubahan warna setelah sampel dititrasi. Analisis ini sangat sulit dilakukan secara langsung untuk sampel yang berwarna seperti bumbu dapur. Tetapi untuk lebih mengetahui hasil yang sudah didapat kiranya perlu juga dilakukan pengujian menggunakan metode iodometri selain menggunakan metode lain yaitu metode X-ray Flourescense (XRF). Metode X-ray Flourescense dapat dipergunakan untuk menganalisis unsure iodium dalam sampel yang berwarna seperti halnya iodium dalam bumbu dapur. Prinsip pengukuran X-ray Flourescense berdasarkan atas terjadinya proses eksitasi electron pada kulit atom bagian dalam ketika atom suatu unsur tersebut dikenai sinar X, kekosongan elektron akan diisi oleh elektron bagian luar (Saksono, 2002).Sumber Kesalahan Titrasi

Beberapa sumber kesalahan dalam titrasi iodimetri atau iodometri di antaranya : 1. Iodium mudah menguap2. Dalam suasana asam, iodida akan dioksidasi oleh O2 dari udara.(Ivan, 2011).Larutan iodium dalam air yang mengandung iodida berwarna kuning sampai jingga. Indikator kanji dengan iodium yang mengandung akan senyawa kompleks yang berwarna biru. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan indikator kanji, yaitu :a. Kanji tidak larut dalam air dinginb. Suspensi kanji tidak stabil (mudah rusak)c. Senyawa kompleks iodium dengan kanji keadaannya stabil (tidak reversibel), jika konsentrasi I2nya tinggi (pekat). Penambahan indikator dilakukan setelah jumlah iodium seminimal mungkin. Indikator lainnya yang dapat dipakai pada iodometri adalah CCl4 dan CHCl3.(Ivan, 2011).Logam tembaga atau ion tembaga dapat ditetapkan kadarnya secara iodometri dengan cara mengubahnya menjadi ion tembaga (II) dan selanjutnya direaksikan dengan iodida dan I2 yang dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Ivan, 2011).Untuk mendapatkan hasil titrasi yang sempurna dilakukan pada suasana pH larutan 4-4,5. Hal ini dilakukan dengan menambahkan asam asetat sehingga terjadinya buffer asam asetat natrium asetat. Jika pada larutan ion tembaga (II) terdapat asam mineral, tambahkan beberapa tetes larutan natrium karbonatsampai tidak terjadi gas dan bila ada endapan tambahkan beberapa tetes asam asetat (Ivan, 2011).II.2 Aplikasi IndustriPengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar

Tempurung Kelapa

Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra

Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, PontianakPendahuluan

Karbon aktif merupakan padatan berpori yang mengandung 85% - 95% karbon. Bahan-bahan yang mengandung unsur karbon dapat menghasilkan karbon aktif dengan cara memanaskannya pada suhu tinggi. Pori-pori tersebut dapat dimanfaatkan sebagai agen penyerap (adsorben). Dalam penelitian ini dilakukan penelitian mengenai pembuatan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan suhu pada proses aktivasi untuk melihat suhu optimum dari pembuatan karbon aktif serta uji mutu karbon aktif sesuai Standar Industri Indonesia (SII No. 0258-79). Analisis uji yang dilakukan antara lain uji luas area permukaan pori, kadar air, kadar abu, daya serap karbon aktif terhadap larutan iod dan pemanfaatannya pada penjernihan air. Dalam penelitian ini variasi suhu aktivasi yang digunakan pada rentang suhu 500C sampai dengan 1000C. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam pemanfaatan limbah tempurung kelapa sebagai karbon aktif dan sebagai sumber informasi mengenai pengaruh suhu terhadap kualitas karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa.

Iodimetri merupakan suatu metode titrasi iodometri secara langsung yang mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Salah satu sifat dari iodium adalah harga potensial standar (Eo) iodium verada pada daerah pertengahan yaitu iodium dapat digunakan sebagai oksidator maupun redukor. Walaupun pada dasarnya iodium akan lebih gampang mengoksidasi dari pada mereduksi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI No. 06-3730) kadar iod dalam karbon aktif mencapai nilai maksimum 750 mg/g. Untuk pengujian kualitas karbon aktif pada penjernihan air, perlu diketahui pH standar air bersih menurut Departemen Kesehatan yaitu 6,5-9,0.

Metodologi Penelitian

Alat yang digunakan adalah Peralatan penggiling atau penumbuk, mixer, furnace, oven, penyaring 100 Mesh, timbangan analitik, spatula atau sendok, wadah plastik, magnetic stirer, gelas porselin, gelas ukur dan pH meter. Bahan yang digunakan adalah tempurung kelapa, larutan Na2S2O3 0,1 N, larutan Iodin 0,1 N, larutan Amilum dan air keruh.

Sebanyak satu gram karbon aktif ditimbang dan dikeringkan pada suhu 110C selama 3 jam. Kemudian didinginan dalam desikator. Selanjutnya ditambahkan 50 ml larutan iodin 0,1 N dan diaduk dengan magnetic stirrer selama 15 menit. Campuran disaring dan diambil sebanyak 10 mL filtrat. Kemudian filtrat dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna kuning berkurang. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes amilum 1 % dan dititrasi kembali sampai larutan tidak berwarna. Titrasi juga dilakukan untuk larutan blanko yaitu titrasi terhadap larutan iod tanpa penambahan karbon aktif.Hasil Dan Pembahasan

Pada proses aktivasi, suhu divariasikan dari suhu 500oC sampai 1000oC, hal ini bertujuan untuk melihat hasil karbon aktif yang paling baik dari perubahan terhadap faktor suhu. Selanjutnya karbon aktif yang dihasilkan dianalisis kualitasnya yang meliputi penetapan kadar air, kadar abu, daya serap karbon aktif terhadap larutan iodin dan penjernihan air dari hasil karbon aktif.

Dari hasil pengujian, secara teori hasil karbon aktif dari suhu aktivasi 1000oC memiliki daya serap paling besar. Namun dengan didiamkannya sampel 2-3 hari tersebut menyebabkan sampel berinteraksi dengan udara bebas sehingga karbon aktif yang memiliki daya serap tinggi menyerap air di lingkunganya lebih besar. Hal ini mengakibatkan kadar air dalam karbon aktif pun besar, dan terlihat pada Tabel 3 persentase kadar air terbesar pada suhu 1000 oC dengan 7,7 %.

Penambahan larutan iod berfungsi sebagai adsorbat yang akan diserap oleh karbon aktif sebagai adsorbennya. Terserapnya larutan iod ditunjukkan dengan adanya pengurangan konsentrasi larutan iod. Pengukuran konsentrasi iod sisa dapat dilakukan dengan menitrasi larutan iod dengan natrium triosulfat 0,1 N dan indikator yang digunakan yaitu amilum.

Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa suhu aktivasi mempengaruhi kualitas karbon aktif yang terbentuk. Dari uji kualitas karbon aktif yang dilakukan, kualitas karbon aktif yang terbaik diperoleh pada suhu 1000 oC dengan kadar air 7,7 %, kadar abu 0,84 % memenuhi standar SII 0258-79 dan memiliki daya serap terhadap kadar iod sebesar 586,318 mg/g yang memenuhi standar SNI 06-3730. Penjernihan air menggunakan karbon aktif dari suhu aktivasi 1000 oC menghasilkan air yang paling jernih, tidak berbau dan memenuhi pH estndar air (7,0-7,5).

II-1Laboratorium Kimia Analit

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS

Laboratorium Kimia Analit

Program Studi D3 Teknik Kimia

FTI - ITS