BAB II (Cedere Kepele)

41
BAB II TNJAUAN TEORITIS A. KONSEP DASAR 1. ANATOMI DAN FISIOLOGI a. Lapisan Tulang Tengkorak Otak dan medulla spinalis merupakan organ- organ yang penting dan sangat vital dalam tubuh manusia, tubuh telah melindungi kedua organ ini dengan dua buah lapisan pelindung. Lapisan terluar merupakan tulang-tulang, tulang tengkorak yang melindungi otak serta tulang- tulang vertebra yang melindungi medulla spinalis. Lapisan bagian dalam terdiri atas membrane yang biasa disebut meningen. (http://www.irwanashari.com) Di bawah ini terdapat gambar mengenai lapisan tulang tengkorak 6

Transcript of BAB II (Cedere Kepele)

Page 1: BAB II (Cedere Kepele)

BAB II

TNJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

a. Lapisan Tulang Tengkorak

Otak dan medulla spinalis merupakan organ-organ yang penting

dan sangat vital dalam tubuh manusia, tubuh telah melindungi kedua

organ ini dengan dua buah lapisan pelindung. Lapisan terluar

merupakan tulang-tulang, tulang tengkorak yang melindungi otak serta

tulang-tulang vertebra yang melindungi medulla spinalis. Lapisan

bagian dalam terdiri atas membrane yang biasa disebut meningen.

(http://www.irwanashari.com)

Di bawah ini terdapat gambar mengenai lapisan tulang tengkorak

6

Page 2: BAB II (Cedere Kepele)

Gambar II.1

Lapisan tulang tengkorak

Terdapat tiga lapisan berbeda yang menyusun meningen

1) Dura mater,

Merupakan suatu jaringan liat, tidak elastic dan mirip kulit sapi

yang terdiri dari dua lapisan, bagian luar dinamakan dura endosteal

dan bagian dalam dinamakan dura meningeal.

2) Membran Arachnoid

Merupakan sebuah membrane fibrosa yang tipis, halus dan

avaskular. Araknoid meliputi otak dan medulla spinalis, tetapi tak

mengikuti kontur luar seperti pia mater.

3) Pia mater

Merupakan lapisan yang langsung berhubungan dengan otak

dan jaringan spinal, dan mengikuti kontur struktur eksternal.

Dura mater terbuat dari jaringan fibrosa putih yang kuat,

berfungsi sebagai lapisan terluar dari meningen dan juga sebagai

periosteum terdalam dari tulang tengkorak. Membran arachnoid,

lapisan yang lembut, seperti jaring laba-laba, terletak antara dura

7

Page 3: BAB II (Cedere Kepele)

mater dan pia mater atau merupakan lapisan dalam dari meningen.

Selanjutnya, lapisan transparan pia mater yang menjadi bagian

terluar yang melapisi otak dan medulla spinalis yang juga berisi

pembuluh darah.

Dura mater memiliki tiga buah lapisan tambahan kedalam:

1) Falx cerebri

Falx cerebri ini, menonjol kebawah, menyusuri fissure

longitudinalis untuk membentuk semacam dinding pemisah

ataupun sekat antara kedua hemisfer otak.

2) Falx cerebelli

Tambahan berbentuk sabit yang memisahkan kedua halves atau

hemisfer pada serebelum.

3) Tentorium cerebelli.

Tentorium cerebelli memisahkan serebelum dan serebrum.

Ada beberapa ruang di antara maupun di sekitar meninges,

diantaranya:

1) Ruang Epidural

Ruang epidural terletak persis di bagian luar dura mater,

tetapi masih di dalam tulang yang melapisi otak dan medulla

spinalis. Ruang ini terdiri atas bantalan lemak dan jaringan

konektif lainnya.

2) Ruang Subdural

Ruang subdural terletak antara dura mater dan membrane

arachnoid. Ruang ini berisi sejumlah kecil cairan serosa

pelumas.

3) Ruang Subarachnoid

Seperti namanya, ruang ini terletak tepat dibawah

membran arachnoid dan diluar dari piamater. Ruang ini berisi

sejumlah cairan serebrospinal.

8

Page 4: BAB II (Cedere Kepele)

b. Lobus frontalis

Lobus frontal adalah bagian depan belahan otak besar. Daerah

anterior pada lobus frontal berhubungan dengan kemampuan berfikir

dan konsentrasi. Lobus frontal juga membantu mengendalikan

pergerakan otot terlatih, mood, perecanaan masa depan, penentun

target dan prioritas.

Dibawah ini terdapat gambar tentang letak lobus frontal

Gambar II.2

Area Lobus Frontal

Fungsi lobus frontal

1) Presental gyrus merupakan area motor kontralateraldari

wajah, lengan, tungkai, batang

2) Area broca’s merupakan pusat bicara motorik pada lobus

dominant

9

Page 5: BAB II (Cedere Kepele)

3) Suplementari motor area untuk gerakan kotralateral kepala

dan lirikan mata

4) Area prefrontal merupakan pusat control inhibisi untuk miksi

dan defekasi

2. KONSEP DASAR PENYAKIT

a. Cedera kepala

1) Definisi

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi

otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam

substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Tarwoto

Ns, S.Kep et all. 2007:125).

Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan

bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan

dan perlambatan (accelerasi–descelarasi) yang merupakan

perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada

percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu

pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat

perputaran pada tindakan pencegahan.

Cedera Kepala adalah setiap trauma pada kepala yang

menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak maupun

otak.

z

2) Etiologi

a) Kecelakaan lalu lintas

b) Jatuh

c) Pukulan

d) Kejatuhan benda

e) Kecelakaan kerja/industri

f) Cedera lahir

10

Page 6: BAB II (Cedere Kepele)

g) Luka tembak

Sumber : Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat (2009:49)

3) Patofisiologi

Terjadinya kekerasan pada kepala dapat menimbulkan cedera

pada jaringan kulit, tulang maupun struktur dalam ronggga

tengkorak. Kerusakan tergantung pada besarnya trasnfer energi

yang mengenai kepala. Bila suatu benda bergerak memukul kepala

atau kepala bergerak mengenai benda, maka pada waktu kontak

antara keduanya akan terbentuk energi yang besarnya bergantung

pada massa, densitas, bentuk, dan kecepatan benda yang memuku.

Sebagian energi akan diserap dan menyebabkan terjadinya

deformitas berupa lekukan ke dalam (inbending) tulang pada lokasi

benturan (impak). Pada keadaan energi yang terserap meewati

suatu ambang tertentu akan terjadi fraktur tengkorak (Cholik &

Saiful, 2009:49).

4) Klasifikasi cedera kepala

Menurut Mansjoer Arif et. All ( 2000 : 3), cedera kepala

dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan

morfologi cedera.

a) Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi duramater

(1) Trauma tumpul

kecepatan tinggi (tabrakan), kecepatan rendah (terjatuh,

dipukul)

(2) Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus

lainnya)

b) Keparahan cedera

(1) Ringan : Glasgow coma scale ( GCS ) 14-15

(2) Sedang : GCS 9-13.

11

Page 7: BAB II (Cedere Kepele)

(3) Berat : GCS 3-8.

c) Morfologi

(1) Fraktur tengkorak

(a) kranium; linear/ stelatum; depresi/non depresi;

terbuka/tertutup

(b) Basis; dengan/tanpa kebocoran cairan

serebrospinal dengan/tanpa kelumpuhan nervus

VII

(2) Lesi intracranial

(a) Fokal ; epidural, subdural, intra serebral.

(b) Difus; konkusi ringan, konkusi klasik,cedera

eksonal difus.

Menurut Tarwoto Ns, S.Kep et. all. (2007:127), cedera kepala

dapat di klasifikasikan berdasarkan :

1) Berdasarkan kerusakan jaringan otak

a) Komosio serebri (gegar otak) : gangguan fungsi

neurologic ringan tanpa tanpa adanya kerusakan

struktur otak, terjadi hilangnya kesadaran kurang dari

10 menit atau tanpa disertai amnesia retrograde, mual,

muntah, nyeri kepala.

b) Kontusio serebri (memar) : gangguan fungsi neurologic

disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak

masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit.

c) Laserasio serebri : gangguan fungsi neurologic disertai

kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak

terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga intra

cranial.

12

Page 8: BAB II (Cedere Kepele)

2) Berdasarkan berat ringannya cedera kepala

a) Cedera kepala ringan: jika GCS antara 13-15, dapat

terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak

terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.

b) Cedera kepala sedang: jika nilai GCS antara 9-12,

hilang kesadaran antara 30 menit sampai dengan 24

jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi

ringan.

c) Cedera kepala berat: jika GCS berada antara 3-8, hilang

kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,

laserasi atau adanya hematom, edema serebral.

b. Tekanan Intrakranial

1) Definisi

Peningkatan tekanan intracranial (intracranial pressure, ICP)

didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis.

Biasanya ruang intracranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan

cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu

yang menghasilkan suatu tekanan intracranial normal sebesar 50

sampai 200 mm H2O atau 4 sampai 15 mmHg (Sylvia A Price &

Lorraine M Wilson, 2006:1167).

2) Manifestasi klinis

Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat (2009:16)

manifestasi klinis yang muncul pada peningkatan tekanan

intrakranial adalah:

a) Pemburukan derajat kesadaran

penurunan derajat kesadaran dikarenakan:

(1) Sebagian besar otak terbentuk dari sel-sel tubuh yang

sangat khusus, tetapi sensitif terhadap perubahan kadar

oksigen.

13

Page 9: BAB II (Cedere Kepele)

(2) Fluktuasi tekanan intrakranial akibat perubahan fisik

pembuluh darah terminal

b) Disfungsi pupil

akibat peninggian tekanan intrakranial supratentorial atau

edema otak, perubahan ukuran pupil terjadi. Perlambatan reaksi

cahaya dan atau perubahan melonjong, merupakan gejala awal

dari penekanan pada saraf okulomotor.

c) Abnormalitas visual

Ketajaman penglihatan dan penglihatan kabur adalah keluhan

yang sering terjadi, karena diperkirakan akibat penekanan saraf

nervus optikus (N.II) melintasi hemisfer serebri.

d) Pemburukan fungsi motorik

Pada tahap awal, monoparesis atau hemiparesis terjadi akibat

penekanan traktus piramidalis kontralateral pada massa. Pada

tahap selanjutnya hemiplegia, dekortikasi dan deserebrasi dapat

terjadi unilateral atau bilateral. Pada tahap akhir penderita

menjadi flasid bilateral.

e) Nyeri kepala

Nyeri kepala terjadi akibat peregangan struktur

intrakranialyang peka nyeri (duramater, pembuluh darah besar

basis cranii, sinus nervus dan bridging veins). Nyeri terjadi

akibat penekanan langsung akibat pelebaran pembuluh darah

saat kompensasi.

f) Muntah

Muntah disebabkan adanya kelainan di infratentorialatau akibat

penekanan langsung pada pusat muntah

g) Perubahan tekanan darah dan denyut nadi

Penekanan ke batang otak menyebabkan suasanan iskemik di

pusat vasomotorik di batang otak. Seiring dengan

meningkatnya tekanan intrakranial, refleks respon chusing

14

Page 10: BAB II (Cedere Kepele)

teraktifasi agar tetap menjaga tekanan di dalam pembuluh

darah serebral tetap lebih tinggi dari pada tekanan intrakranial.

Dengan meningginya tekanan darah, curah jantung pun

bertambah dengan meningkatnya kegiatan pompa jantung akan

terjadi penurunan tekanan darah. Dengan semakin

meningkatnya tekanan intrakranial, denyut nadi akan semakin

menurun ke arah 60 kali permenit sebagai usaha kompensasi.

h) Perubahan pola pernafasan

Perubahan pola pernapasan merupakan pencerminan sampai

tingkat mana tekanan intrakranial.

i) Perubahan suhu badan

Biasanya berhubungan dengan disfungsi hipotalamus. Pada

fase kompensasi mungkin masih dalam batas normal. Pada fase

dekompensasi akan terjadi peningkatan suhu badan sangat

cepat dan sangat tinggi.peningkatan suhu badan juga dapat

terjadi akibatinfeksi sekunder.

j) Hilangnya refleks-refleks batang otak

Pada tahap lanjut peningkatan tekanan intrakranial terjadi

penekana ke batang otak yang berakibat hilangnya atau

disfungsi refleks-refleks batang otak

c. Fraktur

1) Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya (smeltzer S.C & Bare B.G,2001).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh

(reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001).

Fraktur tulang tengkorak dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis

15

Page 11: BAB II (Cedere Kepele)

1. Complete fracture (fraktur lengkap), patah pada seluruh garis

tengah tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan

perpindahan posisi tulang.

2. Closed fracture (fraktur simple), tidak menyebabkan robeknya

kulit, integritas kulit masih utuh.

3. Open fracture (fraktur terbuka / komplikata/ kompleks),

merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak

dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau

membran mukosa sampai ke patahan tulang.

2) Klasifikasi Fraktur Tulang Tengkorak

Klasifikasi fraktur tulang tengkorak dapat dilakukan berdasarkan :

a) Gambaran fraktur, dibedakan atas :

(1) Fraktur Linear

Fraktur linear, adalah fraktur yang paling tersering

ditemukan, terjadi retakan pada fraktur linear tetapi tidak

terjadi displacement, dan umumnya tidak terlalu

memerlukan perawatan.

Fraktur tengkorak linier pada umumnya dihasilkan

dari energi yang tidak kuat seperti halnya trauma tumpul

pada permukaan yang luas dari tulang tengkorak. Dalam

tidaknya fraktur mempengaruhi bagian dari tengkorak.

Secara umum fraktur ini tidak terlalu memberikan arti

klinis yang berarti, kecuali mengenai jaringan vaskuler,

sinus pembuluh darah. Epidural hematom bisa

memperberat. Fraktur linier yang terjadi pada tulang

16

Page 12: BAB II (Cedere Kepele)

tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu

berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat

membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan

depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai

otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi

penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian.

(2) Fraktur Diastase

Fraktur yang terjadi pada sutura sehingga terjadi

pemisahan sutura kranial. Fraktur ini biasa terjadi pada

anak usia di bawah 3 tahun.

(3) Fraktur Comminuted

Fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur.

(4) Fraktur Tengkorak Depresi

Fraktur depresi apabila fragmen tulang tertekan,

dengan atau tanpa robekan pada kulit kepala. Fraktur

Depresi bisa saja memerlukan perawatan pembedahan

untuk mengoreksi kelainannya. Fraktur Basilar adalah yang

paling parah dan terjadi retakan pada dasar tulang

tengkorak.

Fraktur depressed diartikan sebagai fraktur dengan

tabula eksterna pada satu atau lebih tepi fraktur terletak

dibawah level anatomic normal dari tabula interna tulang

tengkorak sekitarnya yang masih utuh ( intac).

Pukulan yang kuat pada tulang tengkorak dapat

mengakibatkan patah tulang depresi. Misalnya benturan

17

Page 13: BAB II (Cedere Kepele)

oleh martil, kayu, batu, pipa besi, dll. Fraktur ini biasanya

comuniti, dengan fragmen tulang yang mulai dari fragmen

maksimum tumbukan dan tersebar ke daerah perifer.

Sebagian besar fraktur depresi meliputi regio frontoparietal,

karena tulang pada daerah ini relatif tipis dan karena bagian

pada kepala ini cenderung mengalami serangan assailant’s.

Fraktur dengan klinik yang signifikan memerlukan elevasi

dimana fragmen tulang menekan lebih dalam dan

berbatasan dengan inner table. Fraktur depresi dapat

tertutup atau terbuka. Fraktur terbuka mungkin dapat

terpapar jika berhubungan dengan laserasi kulit atau jika

fraktur meluas ke daerah sinus paranasal dan struktur

telinga tengah.

Menurut (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,

vol. 3, 1996:2358) fraktur deresi adalah fraktur dengan

fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada

tulang tengkorak dan wajah).

(5) Fraktur Basilar Tulang Tengkorak

Fraktur basilar adalah fraktur linear meliputi dasar

pertengahan pada tulang tengkorak. Fraktur ini biasanya

berhubungan dengan dural. Sebagian besar fraktur basilar

berlangsung pada 2 lokasi spesifik seperti regio temporal

dan regio kondilar oksipital.

b) Lokasi anatomis, dibedakan atas :

(1) Konveksitas (kubah tengkorak)

(2) Basis cranii (dasar tengkorak)

c) Keadaaan luka, dibedakan atas :

(1) Terbuka

18

Page 14: BAB II (Cedere Kepele)

(2) Tertutup

3) Proses Penyembuhan Luka

Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontuitas jarinagan.

Tahap-Tahap Penyembuhan Luka

a) Fase Inflamasi

Berlangsung sampai hari ke-5. Pada luka terdapat

perdarahan, trombosit dan sel-sel radang ikut keluar.

Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan

kimia tertentu dan asam amino tertentu yang

mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding

pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit. Pada

fase ini terjadi vasokontriksi dan proses penghentian

perdarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara

diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel

mast mengeluarka serotonin dan histamine yang

meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan

edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda peradangan.

Leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan

memakan kotoran dan kuman.

b) Fase proliferasi

Berlangsung dari hari ke-6 sampai dengan 3 minggu.

Terjadi proses proliferasi dan pembekuan fibroblast yang

berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblast menghasilkan

mukopolisakarida dan serat kolagen yang terdsiri dari

asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin.

Mukopolisakarida mengatur deposisi serat-serat kolagen

yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru di

bentuk, diatur, mengkerut, yang tidak diperlukan

dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut atau

mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang,

19

Page 15: BAB II (Cedere Kepele)

fibroblast serta serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru

membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata

di sebut jaringan granulasi. Epitel basal di tepi luka lepas

dari dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempatnya

diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya

berjalan ke permukaan yang rata atau lebih rendah, tak

dapat naik. Pembentukan arignan granulasi berhenti setelah

seluruh permukaan luka tertutup epitel dan mulailah proses

pendewasaan penyembuhan luka, pengaturan kembali

penyerapan yang berlebihan.

c) Fase remodeling

Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila

tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna

pucat, tipis, lemas, tak ada rasa sakit maupun gatal (Kapita

selekta, 2000:397).

4) Penyembuhan Tulang

Ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak

hanya ditambal dengan jaringan parut. Namun tulang mengalami

regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan

tulang yaitu

a) Inflamasi

Bila terdapat cedera terjadi perdarahan dalam jaringan

yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada

tempat cedera. Ujung fragmen tulang mengalami

devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat

cedera kemudian akan diinvasi oleh makhrofag, yang akan

membersihkan darah tersebut. Terjadi inflamasi, bengkak

20

Page 16: BAB II (Cedere Kepele)

dan nyeri. Tahap ini berlangsung beberapa hari dan hilang

dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

b) Proliferasi Sel

Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami

organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan

darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi

fibroblast dan osteoblas. Fibroblast dan osteoblas

(berkembang dari osteosit set endostel dan sel periosteum)

akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai

matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan

ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,

tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan

tersebut dirangsang oleh gerakan mikrominimal pada

tempat cedera. Tetapi, gerakan yang berlebihan akan

merusak struktur kalus.

c) Pembentukan Kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang

rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah

terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan

dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat

imatur. Kalus dan volume yang dibutuhkan untuk

menghubungkan defek secara langsung berhubungan

dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu

waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang

tegabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara

klinis, fragmen tulang tak bisa digerakakan.

d) Penulangan Kalus (Osifikasi)

21

Page 17: BAB II (Cedere Kepele)

Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan

dalam dua sampai tiga minggu patah tulang mealalui proses

penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun

sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.

Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.

e) Remodeling Menjadi Tulang Dewasa

Pada tahap ini terjadi pengambilan jaringan mati dan

reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.

Memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun

tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan

(Brunner & Suddart, 2002:2268).

3. PROSEDUR DIAGNOSTIK

Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat (2009:112)

pemeriksaan diagnostik pada pasien cedera kepala adalah:

a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,

menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrakranial.

f. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras

radioaktif.

g. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

h. PET (Positron Emission Tomography): Mendeteksi perubahan

aktivitas metabolisme otak

22

Page 18: BAB II (Cedere Kepele)

i. CSF, Lumbal Pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

j. EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya

gelombang patologis

k. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga

menyebabkan penurunan kesadaran.

4. PENATALAKSANAAN

Menurut Elizabeth J. Corwin (2001:177) penatalaksanaan pada

pasien dengan cedera kepala adalah:

a. Konkusio ringan atau sedang biasanya diterapi dengan observasi

dan tirah baring

b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi

hematom secara bedah

c. Mungkin diperlukan pembersihan / debridement (pengeluaran

benda asing dan sel-sel yang mati) secara bedah, terutama pada

cedera kepala terbuka contoh:

1) Kraniotomi

Mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan

untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.

Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor,

mengurangi tekanan tinggi intrakranial, mengevakuasi

bekuan darah, dan mengontrol hemoragi. Flap tulang dubuat

ke dalam tengkorak dan dipasang kembali setelah

pembedahan, ditempatkan dengan jahitan periosteal atau

kawat.

Secara umum, ada dua pendekatan melalui tengkorak

yang digunakan:

a) Di atas tentorium (kraniotomi supratentorial) kedalam

kompartemen supratentorial. Insisi dibuat di atas area

yang akan di operasi, biasanya berada di belakang garis

rambut

23

Page 19: BAB II (Cedere Kepele)

b) Di bawah tentorium ke dalam kompartemen

infratentorial (fossa posterior). Insisi dibuat pada

tengkuk leher, sekitar lobus oksipital.

2) Craniektomy

Menurut Barbara & Margaret (1983:753), Craniektomy

di definisikian sebagai sayatan pada tulang tengkorak dan

membersihkan tulang dengan memperluas satu atau lebih

lubang. Dengan pertimbangan bahwa Pembedahan

craniektomy dilakukan untuk mengangkat tumor, hematom,

luka, atau mencegah infeksi pada daerah tulang tengkorak.

Craniektomy juga diindikasikan untuk mengobati

craniosynostosis pada infant dan megurangi tekanan pada

otak akibat tekanan tulang atau perdarahan internal akibat

trauma.

3) Cranioplasty

Menurut Barbara & Margaret (1983:753), Cranioplasty

didefinisikan sebagai Perbaikan tengkorak cacat akibat

trauma, kelainan, atau prosedur bedah. cacat Ajal ditutupi

oleh otot daerah tidak perlu diperbaiki. Dengan

Pertimbangan, Tujuan cranioplasty adalah untuk sakit kepala

lega, vertigo, takut injuri, atau kelembutan lokal atau

berdenyut; untuk mencegah cedera otak sekunder untuk

mendasari; dan untuk efek kosmetik.

d. Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanis

e. Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotik

f. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intrakranium termasuk

pemberian diuretik dan obat anti-inflamasi

Dan menurut Hudak & Gallo (1996:200) penatalaksanaan pada

Peningkatan Tekanan Intrakranial adalah:

24

Page 20: BAB II (Cedere Kepele)

a. Dekompresi dengan pembedahan: lesi massa intrakranial harus

segera dikeluarkan, biasanya dengan pembedahan flap tulang.

b. Ventilasi: oksigenasi dan hipokapnea. Kerusakan dan kematian

neuron dapat terjadi dalam waktu 5 menit awitan hipoksemia.

Pemberian oksigen 100%, suction tidak boleh lebih dari 15 detik.

Intubasi endotrakeal dengan trakeostomi untuk menjaga ventilasi.

Ventilator untuk menjaga keadekuatan oksigenasi.

c. Posisi tubuh, kepala ditinggikan 15o sampai 30o , kecuali ada kontra

indikasi, posisi deserebrasi dan dekortikasi dapat meningkatkan

tekanan intrakranial. Rotasi kepala mutlak dihindari karena dapat

meningkatkan tekanan intrakranial paling besar.

d. Hipotermia, dapat menurunkan laju metabolisme

e. Pengontrolan tekanan darah, hati-hati pengelolaan tekanan darah

sebab kerusakan autoregulasi berakibat adanya fluktuasi tekanan

darah tidak mampu dikompensasi oleh otak

f. Drainase cairan serebrospinal (CSS), melalui kateter

intraventrikuler. Hati-hati kewaspadaan infeksi

g. Steroid, telah terbukti efektif untuk menurunkan tekanan

intrakranial: deksametason, betametason, metilprenisolon adalah

obat-obat yang sering digunakan

h. Osmoterapi, agen-agen osmotik seperti: manitol, urea, gliserol, dan

isosorbid dapat digunakan untuk membantu menurunkan TIK

dengan mekanisme menurunkan CSS dan peningkatan TPS,sering

diuretik digunakan namun keseimbangan cairan dan elektrolit

harus menjadi perhatian

i. Antagonis kalsium (Bloker), Agen akalizing, koma barbiturate.

25

Page 21: BAB II (Cedere Kepele)

5. DAMPAK DARI KERUSAKAN LOBUS FRONTAL

Korteks frontalis merupakan area motorik primer, yaitu area 4

Broadmann, yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar.

Area motorik primer ini terletak di sepanjang girus prasentralis (di depan

sulkus sentralis) dan tersusun secara somatotopik. Suatu lesi di area 4

mengakibatkan hemiplegia kontralateral. Korteks pramotorik, area 6,

bertanggung jawab atas gerakan terlatih seperti menulis, mengemudi

atau mengetik. Lesi area 6 pada sisi dominan dapat mengakibatkan

hilangnya kemampuan untuk menulis, keadaan ini disebut agrafia.

Area 8 Brodmann dinamakan lapangan pandang frontal, dan

bersama area 6, bertanggung jawab atas gerakan-gerakan menyidik

voluntar dan deviasi konjugat dari mata dan kepala. Gerakan mata

voluntar mendapat input dari area 4, 6, 8, 9,dan 46.

Area 44 dan 45 Brodmann dikenal sebagai area bicara motorik

Broca; area ini bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara.

Apabila lesi terjadi pada hemisfer yang dominan, maka kerusakan pada

area ini akan menyebabkan kesulitan dalam artikulasi (afasia motorik

atau afasia ekspresif). Hemisfer dominan yang mengatur bicara terletak

pada hemisfer kiri pada kebanyakan orang dewasa tanpa memandang

apakah mereka kidal ataupun tidak.

Korteks prafrontalis (area 9 samapai 12), merupakan area-area

yang berkaitan dengan kepribadian seseorang. Fungsi utama korteks

prafrontalis adalah melakukan kegiatan intelektual kompleks, beberapa

fungsi ingatan, rasa tanggung jawab untuk melakukan tindakan dan sifat

yang dapat diterima oleh masyarakat, ide-ide, pikiran yang kreatif,

penilaian, dan pandangan ke masa depan (Sylvia A Price & Lorraine M

Wilson, 2006: 1028).

26

Page 22: BAB II (Cedere Kepele)

B. PENDEKATAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian pescaoperasi

Frekuensi pemantauan pasca operasi didasarkan pada status klinis

pasien. Menkaji fungsi pernafasan adalah esensial karena hipoksia

ringan dapat meningkatkan iskemia serebral. Frekwensi dan pola

pernafasan dipantau, dan nilai gas darah arteri ditinjau ulang. Fluktuasi

tanda vital pasien dipantau dengan cermat dan didokumentasikan

karena ini mengindikasikan peningkatan TIK. Suhu rectal pasien

diukur pada interval untuk mengkaji adanya hipertemia sekunder

akibat kerusakan hipotalamus.

Pemeriksaan neurologic dilakukan dengan sering untuk mendeteksi

peningkatan TIK yang diakibatkan oleh edema serebral atau

perdarahan. Perubahan pada tingkat kesadaran pasien atau respons

rangsang mungkin menjadi tanda pertama peningkatan TIK.

Pengkajian status neurologic berfokus pada tingkat kesadaran

pasien, tanda-tanda mata, respons motorik, dan tanda vital. Pasien

diobservasi untuk tanda-tanda tak nyata dari deficit neurologic, seperti

penurunan respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan dalam

menelan, kelemahan atau paralisis ekstrimitas, perubahan visual

(diplopia, penglihatan kabur), parestesia, atau kejang. Gelisah dapat

terjadi saat pasien lebih responsive atau mungkin karena nyeri,

konfusi, hipoksia, atau rangsang lain.

Balutan bedah pasien diinspeksi untuk adanya perdarahan dan

drainase CSS. Pada pasien yang menjalani bedah transfenoidal,

tampon nasal yang dipasang selama pembedahan diperiksa untuk

adanya darah atau drainase CSS. Perawat harus waspada pada

terjadinya komplikasi, dan semua pengkajian dilakukan dengan

masalah ini tetap diingat.

27

Page 23: BAB II (Cedere Kepele)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Dignosa keperawatan pasien setelah bedah intra kranial meliputi:

1) Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral

2) Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi b.d

kerusakan hipotalamus, dehidrasi dan infeksi

3) Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas b.d hipoventilasi,

aspirasi dan imobilisasi

4) Perubahan sensori persepsi (visual, auditoris, bicara) b.d cedera

periorbital, balutan kepala, selang endotrakheal dan efek TIK

5) Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan atau

ketidakmampuan fisik

b. Perencanaan

1) Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral

Tujuan:

a) Mempertahankan tingkat kesadaran/ perbaikan kognisi dan

fungsi motorik/sensorik

b) Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-

tanda peningkatan TIK

Intervensi:

Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan

tertentu (penyebab koma/penurunan fungsi jaringan otak dan

potensial peningkatan TIK), pantau/catat status neurologis

secara teratur, pantau tekanan darah, evaluasi keadaan pupil

(ukuran, kesimetrisan, reflek cahaya), kaji perubahan pada

penglihatan, kaji letak/gerakan mata, pertahankan kepala/leher

pada posisi netral pantau suhu tubuh, perhatikan adanya

gelisah, tinggikan kepala pasien 15-45o sesuai indikasi, berikan

oksigen tambahan, berikan obat sesuai indikasi

28

Page 24: BAB II (Cedere Kepele)

2) Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi b.d

kerusakan hipotalamus, dehidrasi dan infeksi

Tujuan:

Hipo/hipertermi tidak terjadi dengan kriteria: Suhu tubuh

dalam batas normal

Intervensi:

Pantau suhu tubuh, jika terjadi hipertermi lakukan tindakan

untuk menurunkan suhu tubuh; lepaskan selimut, gunakan

kantong es di aksila dan area lipat paha, gunakan selimut

hipotermia dan berikan obat-obat yang dipertimbangkan untuk

menurunkan demam. Jika hipotermi terjadi, lakukan

pengukuran suhu rektal sesering mungkin, cegah menggigil

dengan menghangatkan tubuh.

3) Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas b.d hipoventilasi,

aspirasi dan imobilisasi

Tujuan:

a) Tanda-tanda vital dalam batas normal

b) Tidak ada sianosis

Intervensi:

Obsrevasi terhadap tanda-tanda infeksi pernafasan;

peningkatan suhu, peningkatan frekuensi nadi dan perubahan

respiratori. Auskultasi suara nafas, ubah posisi tiap 2 jam untuk

memobilisasi sekret, lakuklan suctioning untuk mengeluarkan

sekret, observasi kemampuan menguap, nafas panjang, nafas

dalam menggunakan spirometri, kolaborasi untuk fisioterapi

dada (bila tidak ada kontraindikasi)

4) Perubahan sensori persepsi (visual, auditoris, bicara) b.d cedera

periorbital, balutan kepala, selang endotrakheal dan efek TIK

Tujuan:

29

Page 25: BAB II (Cedere Kepele)

Mampu mendemonstrasikan respon yang meningkat/sesuai

dengan stimulasi.

Intervensi:

Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal

tersebut mempengaruhi individu yang termasuk didalamnya

adalah penurunan penglihatan/pendengaran, anjurkan untuk

memakai kaca mata atau alat bantu pendengaran sesuai

keperluan, berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau,

gunakan permainan sensori untuk menstimulasi realita seperti:

mencium permen (Vick’s), pertahankan hubungan orientasi

realita dan lingkungan

5) Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan atau

ketidakmampuan fisik

Intervensi:

Dorong untuk mengungkapkan perasaan dan frustasi tentang

adanya perubahan penampilan, beritahukan informasi faktual

bila pasien salah konsep tentang wajah yang membengkak,

memar periorbital dan kehilangan rambut, dorong untuk

penggunaan pakaina pribadi dan penutupan kepala dengan

kerudung.

30

Page 26: BAB II (Cedere Kepele)

Bagan Patofisiologi Head Injury

Bagan II.1

Bagan Patofisiologi Head Injury

Adanya benturan Lesi di daerah benturan kerusakan pada stimulasi otak resiko dekubitus

Energi /kekuatan diteruskan ke otak cedera kepala Edema otak penekanan pada kulit

Terjadi daya aselerasi & Deselerasi kerusakan dinding pemb.darah peningkatan TIK imobilisasi Di otak

Terjadi kerusakan pada jaringan otak mendesak ruang otak penurunan kesadaran Dan gangguan sepanjang jalan Terjadi robekan / ruptur arteri yang terjadi Yang melewatinya di ruang epidural terjadi gangguan untuk menekan medulla oblongata

mempertahankan mekanisme Indikasi pembedahan darah berkumpul di dalam lapisan meningeal pertahanan adanya tek.herniasi unkus kraniotomi di ruang epidural pada sirkulasi arteri

penurunan kemampuan otot-otot Terputusnya kontinuitas jaringan Epidural Hematoma (EDH) trakcheobronkhial menekan batang otak Luka post op penumpukan sekret pemasukan makanan Terbuka pintu masuk mikroorganisme pemasangan alat invasif suplai O2 ke jaringan Resiko masuknya mikroorganisme Patogen Hipoksia Suara nafas ronchi peristaltik usus

konstipasi

pergerakan sendi

kontraktur

31

Page 27: BAB II (Cedere Kepele)

32