BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian...

34
23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA DIBIDANG MINYAK DAN GAS BUMI A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana merupakan terjemahan dari istilah Bahasa Belanda yaitu Strafbar feit. Dalam Bahasa Belanda dipakai dua istilah yaitu Strafbar feit atau terkadang dipakai istilah delik. Dalam Bahasa Indonesia terdapat beberapa terjemahan Strafbar feit yaitu diantaranya diterjemahkan sebagai peristiwa pidana, tindak pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan pidana. Tien S. Hulukati dan Gialdah Tapiansari B. dalam modul perkuliahan memberikan pendapat bahwa: 25 “Masing-masing penterjemahan istilah Strafbaarfeit ke dalam bahasa Indonesia tentunya memberikan sandaran masing-masing”. Ada beberapa pendapat para ahli yang memaparkan dan mengemukakan pengertian perbuatan pidana diantaranya adalah Van Hammel yang telah merumuskan Strafbar feit itu sebagai: 26 25 Tien S. Hulukati dan Gialdah Tapiansari B, Modul Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Bandung, 2017, hlm. 56. 26 Van Hammel dalam Bukunya E. Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana 1, Refika Aditama, Bandung, 2003, hlm.251.

Transcript of BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian...

Page 1: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PENEGAKAN HUKUM PIDANA

DALAM TINDAK PIDANA DIBIDANG MINYAK DAN GAS BUMI

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak Pidana merupakan terjemahan dari istilah Bahasa Belanda yaitu

Strafbar feit. Dalam Bahasa Belanda dipakai dua istilah yaitu Strafbar feit

atau terkadang dipakai istilah delik. Dalam Bahasa Indonesia terdapat

beberapa terjemahan Strafbar feit yaitu diantaranya diterjemahkan sebagai

peristiwa pidana, tindak pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan

pidana.

Tien S. Hulukati dan Gialdah Tapiansari B. dalam modul perkuliahan

memberikan pendapat bahwa:25

“Masing-masing penterjemahan istilah Strafbaarfeit ke

dalam bahasa Indonesia tentunya memberikan sandaran

masing-masing”.

Ada beberapa pendapat para ahli yang memaparkan dan mengemukakan

pengertian perbuatan pidana diantaranya adalah Van Hammel yang telah

merumuskan Strafbar feit itu sebagai:26

25 Tien S. Hulukati dan Gialdah Tapiansari B, Modul Hukum Pidana, Fakultas Hukum

Universitas Pasundan, Bandung, 2017, hlm. 56. 26 Van Hammel dalam Bukunya E. Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana 1,

Refika Aditama, Bandung, 2003, hlm.251.

Page 2: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

24

“Suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain”.

Simons merumuskan Strafbar feit sebagai enne Strafbar gestelde,

onrechtmatige, met schuld in verband staande handeling van een

toerkeningsvatbaar persoon:27

“Suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan pidana,

bertentagan dengan hukum, dilakukan oleh orang yang

bersalah, dan orang itu dianggap bertanggung jawab atas

perbuatannya”.

Berdasarkan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur dari

tindak pidana adalah perbuatan manusia, baik perbuatan positif maupun

perbuatan negatif yaitu serangan, tingkah laku, pelanggaran terhadap

ketertiban hukum yang diancam dengan pidana dan bersifat melawan hukum,

dilakukan dengan kesalahan, oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

Utrecht memberikan pendapat lain, dimana menganjurkan pemakaian

istilah:28

“Peristiwa pidana karena istilah itu meliputi suatu perbuatan (handelen atau doen- positif) atau suatu melalaikan (verzuim atau natalen atau niet-doen-negatif) maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan oleh karena perbuatan melalaikan itu).

Wirjono Projodikoro perkataan “tindakan pidana” untuk

menterjemahkan Strafbaar feit dengan pengertian:29

27 Simons dalam bukunya Muladi dan Dwija Priyanto, Pertanggung jawaban Korporasi

Dalam Hukum Pidana, Penerbit Sekolah Hukum, Bandung, 1991, hlm. 150. 28 E. Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana 1, Reflika Aditama, Bandung, 2003,

hlm. 252. 29 Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Reflika Aditama,

Bandung, 2003, hlm. 45.

Page 3: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

25

“Suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum

pidana. Pelaku tersebut dapat dikatakan merupakan suatu

subjek “tindak pidana”.

Dalam istilah lain menurut S.R Sianturi dari tindak pidana, tindakan dari

tindak pidana adalah:30

“Singkatan dari “tindakan” atau “Petindak” artinya ada orang

yang melakukan suatu tindakan sedangkan orang yang

melakukan itu dinamakan “petindak”.

Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli

tersebut di atas sesungguhnya memiliki kesamaan konsep. Hal itu terletak

pada kesamaan pandangan yang menyatakan bahwa tindak pidana merupakan

suatu perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya apabila dilakukan oleh

seseorang akan ada sanksi berupa hukuman yang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hukum positif, tindak pidana itu digambarkan sebagai suatu

peristiwa yang oleh undang-undang ditentukan sebagai suatu peristiwa yang

menyebabkan dijatuhkan hukuman. Selain itu, ditengah-tengah masyarakat

juga dikenal istilah “kejahatan”, yang menunjukan pengertian perbuatan

melanggar norma dengan mendapat reaksi masyarakat melalui putusan hakim

agar dijatuhi pidana.

30 S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Ahaem-

Petehaem, Jakarta, 1996, hlm. 205.

Page 4: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

26

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Untuk dapat dipidananya suatu perbuatan dan si pelaku yang penting

tidak hanya bagian-bagian dari suatu perbuatan itu seperti yang diuraikan

dalam delik, akan tetapi juga harus diperhatikan syarat-syarat yang muncul

dari bagian umum kitab undang-undang atau asas-asas hukum yang

umumnya diterima. Syarat-syarat tersebut merupakan unsur-unsur tindak

pidana. Disaat dulu hingga sekarang ini ada beberapa sarjana hukum yang

mempergunakan istilah “unsur” untuk bagian-bagian dari tindak pidana.

Menurut Van Bemmelen agar lebih jelas sebaiknya diadakan perbedaan

antara bagian dan unsur:31

“Kata ‘bagian’ hanya dipergunakan jika kita berurusan dengan bagian-bagian perbuatan tertentu, seperti yang tercantum dalam uraian delik dan mempergunakan kata “unsur” untuk syarat yang diperlukan untuk dapat dipidananya suatu perbuatan dan si pelaku dan yang muncul dari bagian umum kitab undang-undang dan asas hukum umum”.

Agar suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang dapat dihukum, maka

perbuatan tersebut haruslah memenuhi semua unsur dari delik sebagaimana

yang telah dirumuskan sebelumnya dalam undang-undang dan juga

merupakan suatu tindakan melawan hukum sebagai syarat-syrat pokok dari

suatu delik.

31 Van Bemmelen, Hukum Pidana 1, Bina Cipta, Bandung, 1984, hlm. 99.

Page 5: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

27

Syarat-syarat pokok dari suatu delik yang harus dipenuhi menurut PAF

Lamintang adalah:32

a. Dipenuhinya semua unsur delik seperti yang terdapat didalam rumusan delik;

b. Dapat dipertanggung jawabkan si pelaku atas perbuatannya;

c. Tindakan dari pelaku tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja;

d. Pelaku tersebut dapat dihukum, sedangkan syarat-syarat penyerta seperti yang dimaksud diatas itu merupakan syarat yang harus terpenuhi setelah tindakan seseorang itu memenuhi semua unsur yang terdapat didalam rumusan delik.

Hal ini dapat diartikan bahwa sebagai syarat dapat dihukumnya

seseorang yaitu apabila perbuatannya itu melanggar peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Pelaku yang melanggar tersebut benar-benar dapat

dipidana seperti yang sudah diancamkan, tergantung kepada keadaan

batinnya dan hubungan batinnya dengan perbuatan itu yaitu dengan

kesalahannya. Perbuatan pidana tidak dapat dipisahkan dari kesalahan dan

dari pertanggung jawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya

perbuatan pidana saja, akan tetapi disamping itu harus ada kesalahan atau

sikap batin yang dapat dicela.

Tindak pidana (delik) yang mempunyai sejumlah unsur, diantara para

ahli mempunyai sejumlah elemen (unsur), diantara para ahli mempunyai jalan

pikiran yang berlainan. Sebagian berpendapat membagi elemen perumusan

32 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

1997, hlm. 187.

Page 6: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

28

delik secara mendasar saja dan ada pendapat lain membagi elemen perumusan

delik secara terperinci.

Setiap tindakan pidana yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana. Pidana itu pada umumnya dapat kita jabarkan kedalam unsur-

unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni

unsur-unsur objektif dan unsur subjektif. Adapun yang dimaksud dengan

unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang

berhubungan dengan diri pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala

sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Kemudian yang dimaksud unsur

objektif itu unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan diluar diri si

pelaku berupa perbuatan, keadaan dimana tindakan-tindakan dari si pelaku

itu harus dilakukan, yang bertentangan dengan ketentuan perundang-

undangan. Unsur-unsur subjektif terdiri dari:33

a. Kesengajaan dan ketidaksengajaan; b. Maksud dan voormemen pada suatu percobaan atau

poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

c. Macam-macam maksud atau oogmerk yang terdapat misalnya dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan pemalsuan dll;

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voobedachte read seperti yang misalnya terdapat didalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340 KUHP;

e. Perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 306 KUHP;

33 Ibid, hlm. 193-194.

Page 7: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

29

Unsur subjektif itu semua unsur mengenai keadaan batin atau gambaran

batin seseorang sebelum atau akan melakukan suatu perbuatan tertentu

(dalam hal ini perbuatan pidana).

Unsur-unsur objektif menurut P.A.F. Lamintang terdiri dari:34

a. Sifat melanggar hukum; b. Kualitas dari si pelaku; c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan

sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai berestandikut.

Unsur-unsur dari tindak pidana tersebut harus ada diluar diri si pelaku

dan dapat dibuktikan melekat kepada seseorang yang diduga melakukan

tindak pidana, karena selain hal tersebut menentukan dapat dijatuhi atau

tidaknya hukuman kepada pelaku, juga menentukan berat ringannya

hukuman yang akan dijatuhkan.

Van Bemmelen telah menggunakan perkataan “unsur” sebagai nama

kumpulan bagi apa yang disebut ‘bestanddeel’ dan ‘elemen’ yang dimaksud

dengan ‘bestanddeel van het delict’ oleh Van Bemmelen adalah bagian-

bagian yang terdapat didalam rumusan delik. Sedangkan yang dimaksud

dengan elemen van het delict adalah ketentuan-ketentuan yang tidak terdapat

didalam rumusan delik melainkan didalam Buku ke-1 KUHP atau dapat

dijumpai sebagai asas-asas yang juga harus diperhatikan oleh hakim, yang

terdiri dari berbagai elemen.

34 Ibid, hlm. 194.

Page 8: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

30

Menurut Van Bemmelen Elemen yang disebut sebagai ketentuan-

ketentuan yang tidak terdapat didalam rumusan delik melainkan didalam

Buku ke-1 KUHP adalah:35

a. Hal dapat dipertanggung jawabkannya seseorang atas tindakan yang telah ia lakukan atau atas akibat yang telah ia timbulkan;

b. Hal yang dapat dipersalahkannya sesuatu tindakan atau suatu akibat kepada seseorang. Oleh karena tindakan atau akibat tersebut telah ia lakukan atau telah ia timbulkan berdasarkan unsur kesengajaan atau unsur ketidaksengajaan;

c. Sifatnya yang melanggar hukum.

Dapat dipertanggung jawabkan seseorang karena perbuatannya atau

tindakan karena kesengajaan atau ketidaksengajaan dapat dipersalahkan dan

sifatnya melanggar hukum.

Vos berpendapat bahwa didalam suatu strafbaar feit dimungkinkan

adanya beberapa elemen, yaitu:36

a. Elemen perbuatan atau kelakuan orang, dalam hal berbuat atau tidak berbuat;

b. Elemen akibat dari perbuatan, yang terjadi dalam delik selesai. Elemen akibat ini dapat dianggap telah nyata pada suatu perbuatan dan terkadang elemen akibat tidak dipentingkan dalam delik formil akan tetapi terkadang elemen dinyatakan dengan tegas yang terpisah dari perbuatannya seperti dalam delik materiil;

c. Elemen kesalahan, yang diwujudkan dengan kata-kata sengaja;

d. Elemen melawan hukum; e. Elemen lain menurut rumusan Undang-Undang, dan

dibedakan menjadi segi objektif misalnya didalam Pasal

35 Van Bemmelen, Op. Cit., hlm. 196. 36 Vos Dalam Bukunya Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 1994, hlm. 104.

Page 9: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

31

160 KUHP diperlukan elemen dimuka umum dan segi subjektif misalnya Pasal 340 KUHP diperlukan elemen direncanakan lebih dahulu.

Seseorang mendapatkan hukuman tergantung pada dua hal, harus ada

kelakuan yang bertentangn dengan hukum. Tetapi adanya suatu kelakuan

yang melawan hukum itu belumlah cukup untuk menjatuhkan hukuman.

Perlu juga kelakuan yang melawan hukum harus ada seseorang pembuat yang

bertanggung jawab atas kelakuannya.

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Berdasarkan sifatnya secara kuantitatif, Moeljatno menyebutkan didalam

KUHP dikenal adanya dua jenis perbuatan pidana (delik), yang terdiri dari:37

a. Kejahatan Istilah kejahatan berasal dari kata jahat, yang artinya sangat tidak baik,sangat buruk, sangat jelek, yang ditumpukan terhadap tabiat dan kelakuan orang. Kejahatan berarti mempunyai sifat yang jahat atau perbuatan yang jahat. Secara yuridis, Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar hukum atau yang dilarang oleh Undang-Undang.Kejahatan, misalnya pencurian (Pasal 362 KUHP) penggelapan (Pasal 378 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan sebagainya.

b. Pelanggaran Pelanggaran adalah “wetsdelikten”, yaitu perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian. Pelanggar, misalnya mengemas di tempat umum (Pasal 504 KUHP), mengadakan pesta atau keramaian umum tanpa izin pejabat yang berwenang (Pasal 510 KUHP), dan sebagainya.

37 Moeljatno, Op.Cit., hlm. 2.

Page 10: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

32

Selain membedakan antara kejahatan dan pelanggaran, Moeljatno masih

menyebutkan pembagian lain dari perbuatan pidana (delik) yang terdiri dari:38

a. Delik dolus dan delik culpa; b. Delik commissionis dan delik ommisionis; c. Delik biasa dan delik kualifisir (dikhususkan); d. Delik selesai dan delik berlanjut;

a.d. a. Delik dolus merupakan delik (perbuatan pidana)

yang dilakukan dengan sengaja, sesuai sebagi contoh

Pasal 338 KUHP yang merumuskan “dengan sengaja

menyebabkan matinya orang lain”. Sedangkan delik

culpa merupakan perbuatan pidana yang tidak disengaja

atau merupakan kealpaan dan kelalaian, sebagaimana

disebutkan didalam Pasal 359 KUHP “barang siapa

karena kekhilafannya menyebabkan matinya

orang…”Selain membedakan antara kejahatan dan

pelanggaran, Moeljatno masih menyebutkan pembagian

lain dari perbuatan pidana (delik) yang terdiri dari:20 a.

Delik dolus dan delik culpa. Delik dolus merupakan

delik (perbuatan pidana) yang dilakukan dengan sengaja,

sesuai sebagi contoh Pasal 338 KUHP yang

merumuskan “dengan sengaja menyebabkan matinya

orang lain”. Sedangkan delik culpa merupakan

perbuatan pidana yang tidak disengaja atau merupakan

38 Ibid., hlm. 75

Page 11: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

33

kealpaan dan kelalaian, sebagaimana disebutkan

didalam Pasal 359 KUHP “barang siapa karena

kekhilafannya menyebabkan matinya orang…”

a.d. b. Delik commissionis adalah perbuatan melakukan

sesuatu yang dilarang oleh aturan-aturan pidana,

misalnya mencuri (Pasal 362), menggelapkan (Pasal

372), menipu (Pasal 378). Delik commisionis pada

umumnya terjadi di tempat dan waktu pembuat (dader)

mewujudkan segala unsur perbuatan dan unsure

pertanggung jawaban pidana. Delik ommisionis yaitu

tindak pidana yang berupa perbuatan pasif yakni, tidak

melakukan sesuatu yang diperintahkan. Contoh delik

ommisionis terdapat dalam BAB V Pasal 164 KUHP

tentang kejahatan terhadap ketertiban umum.

a.d. c. Delik biasa yaitu delik yang mempunyai bentuk

pokok yang disertai unsur memberatkan atau juga

mempunyai bentuk pokok yang disertai unsur yang

meringankan. Contohnya Pasal 341 KUHP lebih ringan

daripada Pasal 342 KUHP, Pasal 338 KUHP lebih ringan

daripada Pasal 340 dan 339 KUHP, Pasal 308 KUHP

lebih ringan daripada Pasal 305 dan 306 KUHP. Delik

berkualifikasi adalah bentuk khusus, mempunyai semua

unsur bentuk pokok yang disertai satu atau lebih unsur

Page 12: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

34

yang memberatkan. Misalnya pencurian dengan

membongkar, penganiayaan yang mengakibatkan

kematian, pembunuhan berencana. Dalam Pasal 365

KUHP terhadap Pasal 362 KUHP, Pasal 374 KUHP

terhadap Pasal 372 KUHP.

a.d. d. Delik selesai yaitu delik yang terdiri atas kelakuan

untuk berbuat atau tidak berbuat dan delik telah selesai

ketika dilakukan, seperti kejahatan tentang

pengahasutan, pembunuhan, pembakaran ataupun Pasal

330 KUHP. Delik berlanjut yaitu delik yang terdiri atas

melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang

terlarang, walaupun keadaan itu pada mulanya

ditimbulkan untuk sekali perbuatan. Contohnya, terdapat

dalam Pasal 221 KUHP tentang 63 menyembunyikan

orang jahat, Pasal 333 KUHP tentang meneruskan

kemerdekaan orang, Pasal 250 KUHP tentang

mempunyai persediaan bahan untuk memalsukan mata

uang.

B. Tinjauan Umum Tentang Minyak Dan Gas Bumi

1. Pengertian Minyak dan Gas Bumi

Menurut pasal 1 ayat 1 Undang- Undang No 22 tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi, Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa

hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa

Page 13: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

35

fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen

yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau

endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan

yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

Pengertian Gas Bumi dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 22

Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu hasil proses alami berupa

hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfir berupa fase

gas yang diperoleh dari hasil penambangan minyak dan gas bumi.

Sebagai penyusunan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2001 Minyak dan Gas Bumi bertujuan, yaitu:39

1. Terlaksana dan terkenadalinya minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam dan sumber daya pembangunan yang bersifat strategis dan vital;

2. Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing;

3. Meningkatnya pendapatan Negara dan memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional, mengembangkan dan memperkuat industri dan perdagangan Indonesia;

4. Menciptakan lapangan kerja, memperbaiki lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, Undang-Undang Minyak dan

Gas Bumi pun mengatur beberapa Pasal-Pasal ketentuan pidana. Adapun

perbuatan-pertbuatan yang diatur sebagai tindak pidana dalam Undang-

Undang Minyak dan Gas Bumi tersebut.

39 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Minyak dan Gas Bumi, hlm. 3.

Page 14: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

36

Adanya Pasal-Pasal yang mengatur tentang penerapan sanksi pidana

dalam Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi, tidak terlepas dari tujuan

yang ingin dicapai oleh Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi.

Melihat pentingnya sektor industri Minyak dan Gas Bumi dalam

pembangunan nasional sehingga diharapkan pengelolaan dilakukan

seoptimal mungkin. Tentu saja pengelolaan yang optimal tersebut dilakukan

dengan tujuan untuk tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi digunakan sebagai

landasan hukum untuk menciptakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi

yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisiensi dan berwawasan

pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong potensi dan peranan nasional.

Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha hilir Minyak dan Gas Bumi

bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan,

dan niaga dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang

wajar, sehat dan transparan. Dengan demikian sanksi pidana yang diatur

dalam Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi tidak hanya bertujuan untuk

membalas perbuatan pidana yang dilakukan, namun terlebih untuk

mengarahkan agar tujuan kegiatan usaha dalam sektor minyak dan gas bumi

dapat dilakukan seoptimal mungkin sehingga mewujudkan kesejahteraan

umum bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Dalam melakukan kegiatan niaga, dibutuhkan beberapa persyaratan dan

berbagai proses perizinan yang harus ditempuh dari rangkaian proses

Page 15: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

37

tersebut, salah satu syarat yang dibutuhkan adalah izin usaha badan niaga.

Badan usaha mengajukan permohonan izin usaha kepada Menteri Energi dan

Sumber Daya Mineral melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi

dengan melampirkan persyaratan administrasi dan teknis yang telah

ditetapkan.

2. Jenis-Jenis Minyak dan Gas Bumi

Minyak bumi yang diolah di Indonesia, banyak digunakan sebagai Bahan

Bakar Minyak (BBM), yang merupakan salah satu jenis bahan bakar yang

digunakan secara luas diera industrialisasi.

Ada beberapa jenis BBM yang dikenal di Indonesia, diantaranya

adalah:40

1. Premium (RON88) 2. Pertamax (RON 92) 3. Pertamax Plus (RON 95)

a.d. 1. Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat

berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning

tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan.

Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk

bahan bakar kendaraan bermesin bensin;

a.d. 2. Ditujukan untuk kendaraan yang

mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan 90

keatas;

40 Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3674 k/24/DJM/2006

tentang standar dan mutu Bahan Bakar Minyak jens Bensin yang dipasarkan di Dalam Negeri.

Page 16: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

38

a.d. 3. Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) ini telah

memenuhi standar performance internasional world

wide fuel charter. Ditujukan untuk kendaraan yang

berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan

penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah

lingkungan;

3. Perniagaan Kegiatan Usaha Hilir di Bidang Minyak dan Gas Bumi

Kegiatan usaha hilir diatur dalam Pasal 1 angka 10, Pasal 5, Pasal 7, Pasal

23 sampai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang

Minyak dan Gas Bumi.

Kegiatan usaha hilir menurut H. Salim H.S. adalah kegiatan usaha yang

berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha:41

a. Pengolahan;

b. Pengangkutan;

c. Penyimpanan;

d. Niaga.

Kegiatan usaha hilir diselenggarakan melalui mekanisme persaingan

usaha yang wajar, sehat, dan transparansi. Kegiatan usaha hilir dilaksanakan

dengan izin usaha. Izin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha

untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga

41 Salim H.S, Hukum Pertambangan di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2008, hlm. 289.

Page 17: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

39

dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba. Badan usaha baru dapat

melaksanakan kegiatannya setelah mendapat izin usaha dari pemerintah.

Izin usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha minyak bumi atau

kegiatan usaha gas bumi dibedakan atas:42

a. Izin usaha pengolahan;

b. Izin usaha pengangkutan;

c. Izin usaha penyimpanan;

d. Izin usaha niaga.

Kegiatan usaha hilir sebagaimana dapat dilaksanakan oleh badan usaha

setelah mendapat izin usaha dari Pemerintah, izin usaha yang diperlukan

untuk kegiatan usaha minyak bumi dan/atau kegiatan gas bumi.

Niaga adalah kegiatan:43

a. Pembelian; b. Penjualan; c. Ekspor; d. Impor minyak bumi; e. Hasil olahannya; f. Niaga gas bumi melalui pipa.

a.d. a. Pembelian adalah memperoleh minyak bumi dengan cara

melakukan pembelian dari negara lain;

a.d. b. Penjualan adalah proses menjual minyak bumi kepada

negara lain;

42 Ibid, hlm. 291. 43 Ibid., hlm. 290.

Page 18: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

40

a.d. c. Ekspor adalah proses pengangkutan minyak bumi untuk

dikirim keluar dari Indonesia;

a.d. d. Impor minyak bumi adalah proses pengiriman minyak

bumi dari luar negeri ke Indonesia;

a.d. e. Hasil olahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh

bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai

tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk

pengolahan lapangan;

a.d. f. Niaga gas bumi melalui pipa adalah proses penjualan,

pembelian, ekspor, impor, hasil olahan, niaga gas bumi;

Dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang

Minyak dan Gas Bumi memberikan kesempatan kepada pelaku usah dalam

kegiatan usaha niaga hanya dapat dilakukan yang telah mendapatkan izin

usaha dari pemerintah dengan tujuan memperoleh keuntungan.

4. Pengawasan Perniagaan Kegiatan Usaha Hilir di Bidang Minyak dan Gas

Bumi

a. Pengertian Pengawasan

Pengawasan mempunyai peranan penting yang bertujuan untuk

mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintah.

Pengawasan dapat dianggap sebagai aktifitas untuk menemukan,

memperbaiki penyimpanan-penyimpanan penting dari hasil yang didapat dari

aktifitas-aktifitas yang ditetapkan.

Page 19: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

41

Prajudi Atmosudirjo, menilai pengawasan sebagai sarana terbaik

menurut beliau:44

“sarana terbaik untuk membuat segala sesuai berjalan dengan baik. Dalam administrasi negara pengawasan adalah proses kegiatan-kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan”.

Sejalan dengan yang dikemukakan Prajudi, menurut Sondang P.

Siagian, pengawasan adalah:45

“Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan

organisasi untuk menjamin agar semua yang tengah

berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan”.

Jadi berdasarkan kedua definisi diatas, dapat diketahui bahwa

pengawasan adalah upaya pemeriksaan apakah semua yang telah berjalan

telah sesuai rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan dan prinsip

yang dianut. Pengawasan juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan

dan kesalahan dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari dan mematuhi

segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

b. Tujuan Pengawasan

Untuk mewujudkan suatu aktifitas pengawasan yang baik, efektif, dan

efisien, maka pelaksanaan pengawasan harus dilaksanakan secara sistematis.

Pengawasan yang sistematis akan memberikan hasil yang optimal, sehingga

44 Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm.

84. 45 Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, Hajimas Agung, Jakarta, 1990, hlm. 135.

Page 20: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

42

semua aspek yang diawasi sudah dipertimbangkan seluruhnya. Umumnya

tujuan dari pengawasan menurut Kusnadi meliputi:46

1) Pengukuran kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur, peraturan, dan hukum yang berlaku;

2) Menjaga sumber daya yang dimiliki; 3) Pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; 4) Dipercayainya informasi dan keterpaduan informasi

yang ada; 5) Kinerja yang sedang berlangsung dan kemudian

membandingkan aktual dengan standar serta menetapkan tingkat penyimpangan yang kemudian dicari solusinya.

a.d. 1. Pengukuran kepatuhan terhadap kebijakan,

rencana, prosedur, peraturan, dan hukum yang berlaku

yaitu agar menjadi tolak ukur sejauhmana cara penilaian

dalam hal pengawasan;

a.d. 2. Menjaga sumber daya yang dimiliki yaitu

menjaga sumber daya alam yang dimiliki negara agar

jangan terjadi eksploitasi besar-besaran;

a.d. 3. Pencapaian tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan yaitu dalam menjalankan suatu organisasi

harus memiliki tujuan dan sasaran sesuai visi-misinya;

a.d. 4. Dipercayainya informasi dan keterpaduan

informasi yang ada yaitu sumber informasi yang jelas

dalam hal pengawasan;

46 Kusnadi, Marwan, dkk, Pengantar Manajemen, Universitas Brawijaya, Malang, 2002,

hlm. 265.

Page 21: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

43

a.d. 5. Kinerja yang sedang berlangsung dan kemudian

membandingkan aktual dengan standar serta

menetapkan tingkat penyimpangan yang kemudian

dicari solusinya yaitu pencarian solusi terbaik untuk

penyelesaian suatu masalah yang timbul;

Tidak berbeda dengan yang telah dikemukakan Kusnadi, menurut

Husnaini, tujuan pengawasan adalah sebagai berikut:47

1) Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, dan hambatan;

2) Mencegah terulang kembalinya kesalahan, pemborosan, dan hambatan;

3) Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pencapaian kerja yang baik.

Sama seperti yang dikemukakan Kusnadi dan Husnaini, menurut

Maringan, tujuan pengawasan adalah sebagai berikut:48

1) Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan;

2) Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tujuan perusahaan dapat tercapai jika fungsi pengawasan dilakukan

sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat

mencegah. Dibandingkan dengan tindakan pengawasan-pengawasan sesudah

47 Husnaini, Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hlm. 400. 48 Masry Maringin S, Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 2004, hlm. 61.

Page 22: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

44

terjadinya penyimpangan, maka tujuan pengawasan adalah menjaga hasil

pelaksana kegiatan sesuai dengan rencana. Ketentuan-ketentuan dan

infrastruktur yang telah ditetapkan benar-benar diimplementasikan. Sebab

pengawasan yang baik akan tercipta tujuan perusahaan yang efektif dan

efisien.

c. Pengawasan Perniagaan Kegiatan Usaha Hilir di Bidang Minyak dan Gas

Bumi

Pengawasan terhadap kegiatan usaha hilir Minyak dan Gas Bumi diatur

dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Pengawasan merupakan kegiatan yang

dilakukan oleh pemerintah atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan Minyak

dan Gas Bumi.

Tanggung jawab kegiatan pelaksanaan atas pekerjaan dan pelaksanaan

kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terhadap ditaatinya ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berada pada departemen

yang bidang dan tugas wewenangnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan

Gas Bumi dan departemen yang terkait.

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah (PP) No 30 Tahun 2009 Jo. PP No. 36 Tahun 2004 tentang

Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi meliputi:

a. Jenis, standar, dan mutu bahan bakar minyak, gas bumi, bahan bakar gas, dan bahan bakar lain serta hasil olahan;

b. Keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup;

Page 23: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

45

c. Penggunaan tenaga kerja asing dan pengembangan tenaga kerja Indonesia;

d. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;

e. Pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat; f. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi

Minyak dan Gas Bumi; g. Pelaksanaan izin usaha selain pengawasan yang

dilaksanakan oleh badan pengatur; h. Kaidah keteknikan yang baik; i. Penggunaan peralatan dan sistem alat ukur pada

kegiatann usaha hilir.

a.d. a. Jenis, standar, dan mutu bahan bakar minyak, gas

bumi, bahan bakar gas, dan bahan bakar lain serta hasil

olahan yaitu setiap bahan bakar memiliki jenis dan

standar yang terkandung dalam minyak atau gas bumi;

a.d. b. Keselamatan dan kesehatan kerja serta

pengelolaan lingkungan hidup yaitu perusahaan wajib

menjaga lingkungan terkait pertambangannya, dan

menetapkan standar keselamatan dalam kerja;

a.d. c. Penggunaan tenaga kerja asing dan

pengembangan tenaga kerja Indonesia yaitu perusahaan

migas dapat menggunakan tenaga kerja asing akan tetapi

wajib melakukan pengembangan keahlian kepada tenaga

kerja Indonesia;

a.d. d. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi dan

kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri

Page 24: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

46

yaitu penggunakan teknologi yang mukhtahir menjadi

standar pertambangan;

a.d. e. Pengembangan lingkungan dan masyarakat

setempat yaitu perusahaan wajib melakukan

pemberdayaan kepada masyarakat sekitar perusahaan

agar dapat ikut merasakan pembangunan

masyarakatnya;

a.d. f. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan

teknologi Minyak dan Gas Bumi yaitu perusahaan dalam

negeri wajib melakukan penerapan teknologi

pertambangan yang terbaru;

a.d. g. Pelaksanaan izin usaha selain pengawasan yang

dilaksanakan oleh badan pengatur yaitu didirikannya

badan pengatur sebagai badan pengawasan dari

pemerintah;

a.d. h. Kaidah keteknikan yang baik yaitu menggunakan

dasar-dasar keteknikan yang baik;

a.d. i. Penggunaan peralatan dan sistem alat ukur pada

kegiatan usaha hilir yaitu penggunaan peralatan yang

sesuai standar;

Pengaturan dan pengawasan kegiatan hilir di bidang Minyak dan Gas

Bumi di Indonesia diserahkan kepada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas

Bumi (BPH Migas).

Page 25: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

47

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melakukan

pengawasan terhadap ditaatinya semua pengaturan dan penetapan oleh BPH

Migas termasuk pengawasan terhadap:

1. Pelaksanaan Penyedia dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM);

2. Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hilir berdasarkan Izin Usaha;

3. Pelaksanaan Pemanfaatan bersama atas fasilitas pengangkuta dan penyimpanan Bahan Bakar Minya (BBM);

4. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam rangka menjaga kestabilan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM).

a.d. 1. Pelaksanaan Penyedia dan Pendistribusian Bahan

Bakar Minyak (BBM) yaitu terjaminnya ketersediaan

BBM dimasyarakat;

a.d. 2. Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hilir berdasarkan

Izin Usaha yaitu pelaksanaan kegiatan niaga berkaitan

migas harus memiliki izin usaha yang berlaku;

a.d. 3. Pelaksanaan Pemanfaatan bersama atas fasilitas

pengangkuta dan penyimpanan Bahan Bakar Minya

(BBM) yaitu demi terciptanya kefektifan penyimpanan

BBM dilakukan dalam 1 tempat;

a.d. 4. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam rangka

menjaga kestabilan penyediaan dan pendistribusian

Bahan Bakar Minyak (BBM) yaitu pemerintah

melakukan standarisasi harga BBM, pendistribusian

demi terjaganya kestabilan;

Page 26: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

48

d. Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan rangkaian proses menjabarkan nilai, ide,

cita yang cukup, abstrak yang menjadi tujuan hukum.

Menurut Satjipto Rahardjo, secara konsepsional inti arti dari penegakan

hukum terletak pada:49

“Kegiatan menserasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan sikap tindakan sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir utnuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup”.

Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan bagian dari politik

kriminal yang menjadi bagian integral dari kebijakan sosial.

Kemudian kebijakan ini diimplementasikan kedalam peradilan pidana.

Menurut Muladi:50

“Sistem peradilan pidana mempunyai dimensi fungsional ganda. Disatu pihak berfungsi sebagai sarana masyarakat untuk menahan dan mengendalikan kejahatan pada tingkatan tertentu, dilain pihak sistem peradilan pidan juga berfungsi untuk pencegahan sekunder yaitu mencoba mengurangi kriminalitas dikalangan mereka yang pernah melakukan tindak pidan dan mereka yang bermaksud melakukan kejaahatan melalui proses deteksi, pemidanaan dan pelaksanaan pidana”.

Sistem peradilan pidana tersebut didalam operasionalnya melibatkan sub-

sistem yang bekerja secara koheren, koordinatif, dan itegratif agar dapat

49 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing,

Yogyakarta, 2009, hlm. 7. 50 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,Badan Penerbit UNDIP, Semarang,

1995, hlm. 21-22.

Page 27: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

49

mencapai efisiensi dan efektifitas yang maksimal. Oleh karena itu efisiensi

maupun efektifitasnya penegakan hukum sangat bergantung pada faktor-faktor

sebagai berikut:51

1. Infrastruktur pendukung sarana dan prasarana;

2. Profesional aparat penegak hukum;

3. Budaya hukum masyarakat.

Pemahaman diatas menegaskan bahwa proses bekerjaanya peradilan

pidana baru dapat terbentuk sebagai suatu proses yang sistematis apabila ada

pemahaman yang sama diantara komponen-komponen peradilan pidana dengan

tujuan sistem peradilan pidan. Apabila tidak tercipta pemahaman yang sama

diantara komponen peradilan pidana berpotensi akan terfragmentasi dan berjalan

sendiri-sendiri, sehingga akan menyebabkan penegakan hukum dengan

menggunakan sistem ini tidak akan berhasil dengan baik.

Kualitas pembangunan dan penegakan hukum yang dituntut masyarakat

saat ini bukan sekedar kualitas formal, tetapi kualitas materil substansial. Oleh

karena itu, strategi sasaran pembangunan dan penegakan hukum harus ditujukan

pada kualitas substansif seperti terungkap dalam beberapa isu yang muncul atau

dituntut masyarakat saat ini. Menurut Barda Nawawi Arief yaitu:52

1. Adanya perlindungan hak asasi manusia (HAM); 2. Tegaknya nilai kebenaran, kejujuran, keadilan dan

kepercayaan antar sesama; 3. Tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan atau

kewenangan;

51 Satjipto Rahardjo, Ibid, hlm.25. 52 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 14-15.

Page 28: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

50

4. Bersih dari praktek pilih kasih, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan mafia peradilan;

5. Terwujudnya kekuasaan kehakiman atau penegakan hukum yang merdeka dan tegaknya kode etik;

6. Adanya penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan berwibawa.

a.d. 1. Adanya perlindungan hak asasi manusia (HAM)

yaitu terjaganya kesetaraan antara masyarat agar tidak

terjadi konflik internal dimasyarakat;

a.d. 2. Timbulnya rasa kebersamaan diantara masyarakat

yang menimbulkan rasa saling melindungi dan

menyayangi sesama;

a.d. 3. Terciptanya good governance dan timbulnya rasa

percaya masyarakat kepada pemerintah;

a.d. 4. Menjaga diri agar tidak tergoda dalam praktik

korupsi, kolusi dan nepotisma, karena merupakan

kejahatan yang keji;

a.d. 5. Disiplin nya para penegak hukum dan terhindar

dari pelanggaran kode etik yang berlaku, serta

terjaminnya independensi para penegak hukum agar

tidak terpengaruh pihak yang berkepentingan;

a.d. 6. Penyelenggraan good governance sumber dari

rasa percaya masyarakat terhadap pemerintah;

Page 29: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

51

Banyaknya faktor yang mempengaruhi dan menentukan kualitas

pembangunan dan penegakan hukum. Faktor itu dapat berupa:53

“Kualitas individual sumber daya manusia (SDM), kualitas struktur hukum, kualitas sarana dan prasaran, kualitas perundang-undangan, dan kualitas kondisi lingkungan (sistem sosial, ekonomi, politik, budaya, termasuk budaya hukum masyarakat)”.

Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud didalam pasangan-

pasangan tertentu seperti nilai ketertiban dan nilai ketentraman. Nilai ketertiban

bertitik tolak pada kebebasan. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum

tersebut mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan merupakan posisi

tertentu didalam struktur kemasyarakatan. Seseorang yang mempunyai

kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan. Suatu hak

sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, kewajiban

adalah beban atau tugas suatu peranan tertentu, dapat dijabarkan kedalam unsur-

unsur.

Dinyatakan oleh Soerjono Soekanto yaitu:54

1. Peranan yang ideal; 2. Peranan yang seharusnya; 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri; 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan;

a.d. 1. Peranan yang ideal bahwa peranan-peranan

tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat

hendak dipertahankan kelangsungannya;

53 Barda Nawawi Arief, Ibid, hlm.16. 54 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 1983, hlm. 1-2.

Page 30: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

52

a.d. 2. Peranan yang seharusnya yaitu peranan tersebut

seyogyanya dilekatkan pada individu-individu yang oleh

masyarakat dianggap mampu melaksanakan. Mereka

harus lebih dahulu terlatih dan menpunyai hasrat untuk

melaksanakannya;

a.d. 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri yaitu

dalam masyarakat kadang kala di jumpai individu-

individu yang tak mampu melaksanakan peranannya

sebagaimana diharapkan oleh masyarakat, karena

mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti

kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak;

a.d. 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan yaitu apabila

semua orang sanggup dan mampu melaksanakan

peranannya, belum tentu masyarakat akan memberikan

peluang-peluang yang seimbang, bahkan seringkali

terlihat betapa masyarakat membatasi peluang-peluang

tersebut.

Dalam proses penanggulangan kejahatan dengan penegakan hukum pidana

tidak selalu dapat berjalan dengan efektif. Penegakan hukum pidana itu sendiri

merupakan bagian itegral dari penegakan hukum pada umumnya. Gangguan

terhadap penegakan hukum mungkin terjadi apabila ada ketidakserasian antara

nilai, kaidah dan pola prilaku.

Page 31: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

53

Penegakan hukum juga bukanlah semata pelaksanaan Undang-Undang

dan pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Masalah penegakan hukum

sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut

Soerjono Soekanto ialah:55

1. Hukum (undang-undang); 2. Penegakan hukum; 3. Sarana atau fasilitas yang mendukung; 4. Masyarakat; 5. Kebudayaan.

a.d.1. Hukum (Undang-undang)

Dalam ilmu hukum dikenal asa berlakunya Undang-

Undang yaitu asa non-retroaktif (tidak berlaku surut),

asas lex superiori derogat legi inferiori (perundang-

undangan yang lebih tinggi mengesampingkan

perundang-undangan yang lebih rendah), serta asas

peraturan perundang-undangan lainnya. Disamping hal

tersebut, perumusan suatu Undang-Undang juga harus

memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik. Oleh Soerjono

Soekanto, gangguanterhadap penegakan hukum yang

berasal dari Undang-Undang mungkin disebabkan tidak

diikutinya asas-asas berlakunya Undang-Undang, belum

adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan

55 Soerjono Soekanto, Ibid, hlm.7.

Page 32: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

54

untuk menerapkan Undang-Undang dan ketidakjelasan

arti kata-kata didalam Undang-Undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran didalam penafsiran

dan penegakannya.

a.d. 2. Penegak Hukum

Penegak hukum yang dimaksud adalah mereka yang

berkecimpung secara langsung dibidang penegakan

hukum yaitu mereka yang bertugas di kehakiman,

kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan

permasyarakatan. Penegak hukum memiliki diskresi

(kebebasan dalam mengambil keputusan) yang sering

menimbulkan kesenjangan antara penegak hukum yang

seharusnya ideal dengan peranan penegak hukum yang

sebenarnya aktual. Selain diskresi, faktor penyebab

adanya kesenjangan tersebut adalah moral penegak

hukum itu sendiri. Halangan yang mungkin dijumpai

dalam penerapan peranan yang seharusnya dari aparat

penegak hukum berasal dari dirinya sendiri dan dari

lingkungan yaitu:

a. keterbatasan kemampuan menempatkan diri

dalam peranan pihak lain dengan siapa dia

berinteraksi;

b. tingkat aspirasi yang belum tinggi;

Page 33: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

55

c. kegairahan yang terbatas untuk memikirkan

masa depan;

d. belum ada kemampuan untuk menunda

pemuasan suatu kebutuhan tertentu;

e. kurangnya daya inovatif.

a.d. 3. Sarana atau Fasilitas yang Mendukung

Tanpa adanya sarana atau fasilitas yang memadai, maka

penegakan hukum tidak akan dapat berjalan dengan

baik. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup

tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,

organisasi yang baik, peralatan dan perlengkapan yang

memadai, keuangan yang mencukupi dan lain-lain.

a.d. 4. Masyarakat

Penegakan hukum berasal dan bertujuan untuk

masyarakat sehingg masyarakat dapat mempengaruhi

penegakan hukum tersebut. Masyarakat dapat menaati

hukum karena kepatuhan hukum (takut akan sanksi yang

terpaksa) maupun karena kesadaran hukum. Hal-hal

kemasyarakatan yang terkait dengan penegakan hukum

adalah kemajemukan masyarakat dan pengetahuan

maupun anggapan masyarakat tentang hukum itu

sendiri.

a.d. 5. Kebudayaan

Page 34: BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/28449/4/G. BAB II.pdf · Ketujuh Pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas sesungguhnya memiliki

56

Sebagai suatu sistem (subsistem dan sistem

kemasyarakatan) menurut Lawrence M. Friedman, maka

hukum mencakup sruktur, substansi dan kebudayaan

hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang

mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang

merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang

dianggap baik (sehingga diteladani) dan apa yang

dianggap buruk (sehingga dihindari).