BAB II -...
Transcript of BAB II -...
II-1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Energi
Energi merupakan kapabilitas untuk melakukan kerja. Energi bisa berupa
cahaya, kimia, panas, elektromagnetika, dan mekanika yang bisa diolah,
dimanfaatkan, dikonversi pada suatu proses maupun didaur ulang[3]. Energi
berperan penting dalam kehidupan masyarakat, karena energi merupakan parameter
dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Seiring berkembangnya jaman,
pasokan energi akan semakin berkurang. Faktor kelemahan dari kurangnya pasokan
energi kita salah satunya yaitu manajemen yang tidak baik. Manajemen yang benar
dapat membantu dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi.
Proses yang tersusun atas rentetan aktivitas seperti perencanaan,
pengorganisasian, dan pengendalian / pengawasan, yang dikerjakan untuk
memastikan dan mencapai target yang sudah ditetapkan melalui penggunaan
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya merupakan pengertian dari
Manajemen.[6] Sedangkan manajemen energi merupakan suatu program yang
direncanakan dan dikerjakan secara teratur guna memanfaatkan energi secara
efektif dan efisien dengan melakukan pencatatan, perencanaan, pengawasan dan
evaluasi secara berkelanjutan dengan tidak mengurangi bobot pelayanan dan
produksi.
Verein Deutscher Ingenieure (VDI) [5] mendefinisikan manajemen energi
adalah aktivitas yang proaktif, penyediaan materi yang terorganisasi dan sistematik,
konversi, distribusi dan penggunaan energi yang memenuhi kebutuhan, dengan
memprediksikan sasaran lingkungan dan ekonomi. Target dari manejemen energi
pada industri yaitu :
a. Memaksimalkan penggunaan sumber daya energi dan energi
b. Menaikkan efisiensi pemakaian sumber daya energi dan energi
c. Pendayagunaan peluang untuk memaksimalkan daya saing perusahaan
II-2
Manajemen energi sangatlah penting dalam sebuah organisasi sebuah
industri agar hasil dan rekomendasi dari manajemen energi dapat di realisasikan.
Terdapat 2 strategi pokok dalam manajemen energi, yaitu :
a. Konservasi Energi Listrik
Konservasi energi merupakan pemanfaatan energi sesuai kebutuhan
dan efisien yang dilihat dari aspek pemanfaatan, sumber daya energi dan
sumber energi dengan tidak memangkas fungsi energi tetapi memiliki
jenjang ekonomi yang sangat rendah, diterima publik dan tidak merusak
area sekitar. Sehingga dengan cara – cara pengurangan energi listrik di
semua tingkat pengelolaan lebih simpel, konservasi energi adalah
penghematan energi listrik.[5]
b. Efesiensi Energi
Efisiensi energi merupakan pemanfaatan energi yang maksimal,
efisien dan rasional dengan tidak mengurangi produksi dengan maksud
mendapat informasi tingkat penghematannya. Penghematan yang akan
dikerjakan serta mengidentifikasi potensi penghematan yang dikerjakan
setelah kita menganaisis prilaku dan kinerja beban.[5]
2.2 Audit Energi Listrik
Audit energi listrik merupakan suatu cara yang digunakan untuk
menghitung besarnya intensitas konsumsi energi listrik suatu sistem,
mengidentifikasi peluang penghematan energi dan mengetahui macam - macam
penghematannya. Audit energi listrik memiliki tujuan guna mengetahui potret
pemanfaatan energi listrik dan mencari cara yang perlu doperasikan guna
meningkatan efisiensi pemanfaatan energi listrik dengan cara untuk mmemangkas
penggunaan energi per produksi dan memangkas biaya operasi / biaya produksi[5].
Proses audit energi listrik mencakup audit energi awal, audit energi rinci,
pengenalan potensi hemat energi, analisi potensi hemat energi, laporan dan
rekomendasi penghematan energi. Hasil audit energi merupakan rekomendasi yang
ditujukan kepada pihak perusahaan berupa tindakan - tindakan yang perlu
dilakukan guna memaksimalkan efisiensi energi listriknya.
II-3
2.2.1 Standar Audit Energi
Dalam audit energi listrik pasti akan terikat dengan yang namanya
standarisasi. Standar yang digunakan merupakan standar yang sudah
berstandarisasi Internasional. Standar audit energi yang digunakan di Negara
Indonesia yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nama lembaga Badan
Standarisasi Nasional ( BSN ). Standar ini memiliki kegunaan selaku pembanding
dan rujukan bagi para perancang, pelaksana. pemilik, pemakai dan pengelola[7].
Apabila untuk seorang auditor, standar digunakan untuk memberi potret dan
pembanding terhadap hasil audit sebagai landasan untuk melakukan konservasi
energi. Serta untuk menunjukan prioritas penerapan konservasi energi yang pantas
untuk diaplikasikan berdasarkan rekomendasi dari hasil audit energi yang
memerlukan biaya sedang/tinggi dan dikonsultasikan dengan manajemen
perusahaan.
Terdapat beberapa standar yang digunakan dalam audit energi, antara lain:
a. SNI 03-6196-2000; prosedur audit pada bangunan gedung.
b. ASHRAE, Standard 90.1: energi efficiency.
c. BOMA, Standard method for measuring floor area in office buildings.
d. BOCA, International energi conservation code 2000.
Selain itu, dalam estimasi Indeks Konsumsi Energi dengan memakai hasil
dari penilitian ASEAN-USAID Indonesia menentukan besarnya standar IKE adalah
sebagai berikut:
a) IKE untuk pusat belanja : 330 Kwh/m2/tahun
b) IKE untuk hotel/apartement : 300 Kwh/m2/tahun
c) IKE untuk rumah sakit : 380 Kwh/m2/tahun
d) IKE untuk perkantoran (Komersil) : 240 Kwh/m2/tahun
Harga dari Intensitas Konsumsi Energi diatas merupakan standar SNI 05-
3052-1992 yang diterapkan sejak tahun 1992 dan tidak menutup kemungkinan akan
terjadinya perubahan nilai sesuai dengan kemajuan teknologi yang telah
dikembangkan dalam aspek energi saat ini.
II-4
2.2.2 Proses Audit Energi
Dilihat dari Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) antara Prosedur atau
proses audit energi dan konservasi energi tidak bisa dipisahkan. Metode audit
energi ini berlandaskan Standarisasi Nasional Indonesia No. 036169-2000[1]
dimulai dari audit energi awal, pada proses audit energi awal dilakukan
pengambilan data historisis mengenai konsumsi energi listrik. Dari proses audit
awal hendak menghasilkan harga Intensitas Konsumsi Energi (IKE). Nilai
intensitas konsumsi energi tersebut digunakan sebagai patokan dalam
merekomendasikan harus atau tidaknya dilakukan audit energi rinci. Apabila harga
target intensitas konsumsi energi kurang dari IKE yang dihitung, lalu diharuskan
melakukan audit rinci yang mana mampu mendapatkan rekomendasi – rekomendasi
sehingga target yang diinginkan dapat tercapai. Rekomendasi yang diberikan
merupakan hasil dari proses mengenali kemungkinan Peluang Hemat Energi, dan
analisa Peluang hemat energi. Setelah diajukan rekomendasi Peluang Hemat
Energi, pihak perusahaan dianjurkan agar mengimplementasikan rekomendasi yang
telah dibuat guna mencapai target dari nilai Intensitas Konsumsi Energi yang
sebelumnya telah ditentukan.
II-5
2.2.3 Bagan Alur Proses Audit Energi
MULAI
PENGUMPULAN DAN PENYUSUNAN DATA HISTORIS ENERGI TAHUN
SEBELUMNYA
DATA HISTORISIS ENERGI TAHUN SEBELUMNYA
MENGHITUNG BESARNYA INTENSITAS KONSUMSI ENERGI (IKE)
TAHUN SEBELUMNYA
PERIKSA “IKE” > TARGET
YA
LAKUKAN PENELITIAN DN PENGUKURAN KONSUMSI ENERGI
DATA KONSUMSI ENERGI HASIL PENGUKURAN
PERIKSA IKE > TARGET
MENGENALI KEMUNGKINAN “PHE”
ANALISA “PHE”
REKOMENDASI “PHE”
IMPLEMENTASI
PERIKSA “IKE” > TARGET
TIDAK
STOP
TIDAK
YATIDAK
AUDIT ENERGI AWAL
AUDIT ENERGI RINCI
IMPLEMENTASI
MULAI
PENGUMPULAN DAN PENYUSUNAN DATA HISTORIS ENERGI TAHUN
SEBELUMNYA
DATA HISTORISIS ENERGI TAHUN SEBELUMNYA
MENGHITUNG BESARNYA INTENSITAS KONSUMSI ENERGI (IKE)
TAHUN SEBELUMNYA
PERIKSA “IKE” > TARGET
YA
LAKUKAN PENELITIAN DN PENGUKURAN KONSUMSI ENERGI
DATA KONSUMSI ENERGI HASIL PENGUKURAN
PERIKSA IKE > TARGET
MENGENALI KEMUNGKINAN “PHE”
ANALISA “PHE”
REKOMENDASI “PHE”
IMPLEMENTASI
PERIKSA “IKE” > TARGET
TIDAK
STOP
TIDAK
YATIDAK
AUDIT ENERGI AWAL
AUDIT ENERGI RINCI
IMPLEMENTASI
Gambar II.1 Bagan alur proses audit energi [1]
Berdasarkan bagan alur diatas ada 3 tahap yang dilakukan untuk melakukan Audit
Energi, yaitu:
1) Audit Energi Awal
Audit energi awal pada prinsipnya dapat dilakukan oleh pemilik
atau pengelola dari sebuah bangunan, gedung atau industri yang
bersangkutan. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan data pembayaran
energi listrik yang dikeluarkan. Audit energi awal bertujuan untuk
Audit Energi Awal
Audit Energi Rinci
ya
ya
tidak
tidak
II-6
mengetahui peluang hemat energi dengan satuan energi dan biaya energi
yang mungkin diperoleh.
Adapun data – data yang diperlukan untuk melakukan audit awal
yaitu:
a. Dokumentasi Data konsumsi
b. Desain Bangunan
c. Dokumentasi Produksi
Setelah pengumpulan data terpenuhi, dilakukan pencarian peluang
hemat energi. Dengan adanya peluang energi tersebut lakukan rekomendasi.
Jika rekomendasi Intensitas Konsumsi Energi lebih kecil dari targetnya
maka cukuplah sampai audit awal. Hasil dari rekomendasi dapat digunakan
sebagai landasan untuk penyusunan laporan hasil audit awal.
2) Audit Energi Rinci
Audit rinci merupakan audit energi listrik yang diksanakan
berdasarkan rekening listrik dan pembayaran energi listrik. Hanya saja audit
rinci dapat dilakukan jika nilai Intensitas Konsumsi Energi lebih besar dari
target yang ditentukan. Audit energi akan bersifat kontinyu, jika Intensitas
Konsumsi Energi lebih besar dari target yang ditentukan. Audit energi rinci
bertujuan untuk mengetahui penggunaan energi apa saja yang pemakaian
energinya cukup besar, sehingga penghematan energi yang didapat cukup
tinggi.[5]
3) Rekomendasi dan Implementasi
Rekomendasi yang akan dibuat mencakup pengelolaan energi,
termasuk program manajemen energi yang perlu diperbaiki, implementasi
hasil audit yang lebih baik, dan cara meningkatkan kesadaran penghematan
energi.[5] Rekomendasi langkah-langkah penghematan energi didasarkan
pada kriteria:
a. Tanpa biaya atau biaya rendah
Rekomendasi penghematan energi dengan tanpa biaya atau
biaya rendah dapat diperoleh melalui:
II-7
a) Peningkatan kesadaran dan penciptaan budaya hemat energi di
kalangan karyawan.
b) Pengoperasian peralatan pada beban yang optimal.
c) Penerapan sistem perawatan peralatan yang baik sehingga
kinerja perlatan selalu optimal.
d) Penerapan sistem pemantauan penggunaan energi.
b. Biaya sedang
c. Biaya tinggi
Rekomendasi penghematan energi dengan biaya sedang dan
tinggi dapat diperoleh melalui:
a) Perbaikan/perubahan proses produksi.
b) Penerapan heat recovery.
c) Penggantian kontrol sistem peralatan.
d) Pencegahan terjadinya bottle neck pada jalur produksi.
Dari hasil analisa peluang hemat energi akan mengeluarkan
beberapa rekomendasi yang bertujuan untuk :
a) Mngusahakan pemanfaatan energi serendah mungkin
(memangkas daya terpakai/terpasang dan waktu
penggunaannya).
b) Meningkatkan kinerja beban.
c) Memanfaatkan sumber energi yang lebih ekonomis
Berdasarkan dari bagan dan penjelasan diatas, maka dibuatlah bagan alur
proses audit energi yang dilakukan penulisa dalam Proyek Akhir ini.
II-8
Gambar II.2 Bagan alur proses audit energi yang dilakukan
Dari gambar 2.2 diketahui bahwa terdapat perbedaan dengan bagan
sebelumnya yang diambil dari SNI-6196:2000 [1] yaitu pada proses implementasi
tidak dilakukan. Penulis membatasi proses audit energi yang dilakukan hanya
sampai rekomendasi Peluang Hemat Energi.
Tidak
Ya
Audit Energi Rinci
Audit Energi Rinci
II-9
2.3 Intensitas Konsumsi Energi ( IKE )
Konsumsi energi yaitu merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menyatakan besarnya pemakaian energi yang diperlukan untuk memproduksi
sesuatu[11]. Agar dapat melihat harga konsumsi energi digunakan rumus:
Konsumsi energi ( kWh/waktu ) = Daya (Watt) x satuan waktu pemakaian (2-1)
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik merupakan pembagian antara
konsumsi energi listrik dalam waktu tertentu dengan satuan meter persegi (luas
wilayah objek audit). IKE adalah tolak ukur pokok yang harus dihitung dan
diketahui. Menggunakan harga IKE tersebut bisa dikembangkan menjadi formulasi
dan simulasi analisa potensi penghematan energi[3]. Nilai Intensitas Energi yang
harus dicapai bernilai sama atau dibawah nilai target yang ingin di capai. Guna
memperoleh harga intensitas konsumsi energi, yang mesti dipersiapkan yaitu :
1) Rekening penggunaan energi dalam waktu tertentu ( Kwh/waktu )
2) Banyaknya produksi dalam waktu tertentu
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) = 𝑘𝑊ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ....................................... (2-2)
Selain dengan menggunakan data banyaknya produksi selama waktu
tertentu seperti diatas, Intensitas Konsumsi Energi (IKE) juga dapat diketahui
dengan menggunakan data:
1) Banyaknya konsumsi energi selama waktu tertentu (kWh/ waktu)
2) Luas wilayah per meter persegi
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) = 𝑘𝑊ℎ
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑔𝑖................... (2-3)
Setelah mengetahui nilai Intensitas Konsumsi Energi maka dilakukkan
pencarian nilai range IKE, dan rata – rata nilai IKE menggunakan rumus sebagai
berikut:
Range IKE = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝐼𝐾𝐸−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝐼𝐾𝐸
6 ....................................... (2-4)
Rata – rata nilai IKE . = Σ𝐼𝐾𝐸
Σ𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 ........................................................................ (2-5)
II-10
Nilai Intensitas Konsumsi Energi (IKE) sangatlah penting karena dapat
digunakan sebagai acuan seberapa besar nilai konsumsi yang mungkin akan
dipakai. Penentuan nilai IKE yang bergerak dalam bidang jasa dapat menggunakan
kWh / Produksi / bulan. Adapun karakter yang ada pada Intensitas Konsumsi Energi
(IKE) yaitu :
a. Sangat Efisien
b. Efisien
c. Cukup Efisien
d. Cenderung tidak efisien
e. Tidak efisien
f. Sangat tidak efisien
Untuk perhitungan Indeks Konsumsi Energi menggunakan hasil dari
penilitian ASEAN-USAID Indonesia menentukan besarnya standar IKE adalah
sebagai berikut:
Tabel II.1 Standar Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Indonesia
Bangunan Dengan Ruangan AC
(kWh/m2/bulan)
Bangunan Dengan Ruangan Tanpa AC
(kWh/m2/bulan)
Sangat efisien 4,17 – 7,92 Cukup efisien 1,67 – 2,50
Efisien 7,92 – 12,08 Cenderung tidak efisien 0,84 – 1,67
Cukup efisien 12,08 -14,58 Tidak efisien 2,50 – 3,34
Cenderung tidak efisien 14,58 – 19,17 Sangat tidak efisien 3,34 – 4,17
Tidak efisien 19,17 – 23,75
Sangat tidak efisien 23,75 - 37,50
Sumber: SNI 03-6197: 2000
2.4 Peluang Hemat Energi ( PHE )
Peluang dalam penghematan energi dapat ditilik berdasarkan harga
intensitas konsumsi energinya. Yang mana semakin jauh besar harga intensitas
energi yang didapat terhadap target intesitas energinya maka peluang akan
semakin tinggi. Target yang diinginkan haruslah sesuai standarisasi. Jadi, potensi
hemat energi adalah hasil analisa Intensitas Konsumsi Energi yang setelah itu
dilakukan perbandingan terhadap standar yang ada baik berupa SNI atau BSN[3].
II-11
Apabila didapatkan harga IKE melebihi dari IKE standar maka terdapat peluang
untuk dilakukan penghematan.
Potensi Penghematan = ∆𝐼𝐾𝐸 (𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖) 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑥 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘
12 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 (2-6)
2.5 Tegangan Tidak Seimbang (Unbalance Voltage)
Dalam sistem tiga fasa, tegangan tak seimbang merupakan suatu keadaan
ketika tegangan yang tersedia di ketiga fasanya tidak sama atau fasa dari
tegangannya tidak memiliki selisi 120 derajat atau gabungan dari keduanya. hal
tersebut bisa terjadi pada sistem kelistrikan yang berlokasi di industri.
Ketidakseimbangan beban bisa menyebabkan permasalahan yang mendalam pada
motor dan beban listrik dengan sistem induksi tiga fasa. Kerugian yang dapat
ditimbulkan dari ketidakseimbangan beban antara lain mengakibatkan adanya rugi-
rugi daya[2].
Kondisi Unbalance voltage biasanya disebabkan oleh beban yang
bervariasi. Ketika terdapat perbedaan pada beban satu fasa dan fasa yang lainnya,
maka saat itulah terjadi unbalance voltage. Hal ini bisa diakibatkan dari tipe beban,
jumlah beban yang berbeda atau impendansi.
Ketidakseimbangan tegangan dapat menyebabkan aliran arus yang tidak
merata antar fase-fase belitannya. Ketidakseimbangan tegangan ini mengakibatkan
pemanasan pada motor listrik dan rugi-rugi energi (rugi-rugi besi) meningkat.
Tegangan tak seimbang antar fase didefinisikan sebagai berikut:
𝑉𝑢 =𝑉𝑚𝑎𝑥−𝑉𝐴
𝑉𝐴 ×100% ......................................................................... (2-7)
Keterangan :
Vu = presentasi ketidakseimbangan tegangan (%),
Vmax = tegangan maximum (Volt),
VA = tegangan rata-rata (Volt),
Besarnya ketidak seimbangan tegangan yang dipersyaratkan oleh US
Department of Energy dan NEMA menyampaikan rekomendasi terhadap
Vunbalance maksimum adalah 1%.
II-12
Gambar II.3 Grafik ketidakseimbangan tegangan terhadap rugi daya [12]
Rekomendasi ini menyatakan bahwa :
1) Vunbalance 3% akan menyebabkan rugi daya senilai 15%,
2) Vunbalance 5% akan menyebabkan rugi daya senilai 35% pada sistem
yang digunakan.
3) Ketidakseimbangan tegangan akan menyebabkan aliran arus yang tidak
merata antar fase-fase belitannya. Pengaruh tegangan tak seimbang adalah
pemanasan kepada motor listrik dan rugi-rugi energi (rugi-rugi besi)
meningkat.
2.6 Faktor daya
Daya merupakan energi yang dihasilkan guna melakukan usaha. Pada
sistem tenaga listrik, daya adalah total energi listrik yang dimanfaatkan guna
melakukan usaha. Dalam sistem tenaga listrik, daya listrik bisa dikelompokan
menjadi 3 jenis. Yaitu daya aktif / daya nyata yang memiliki simbol P serta satuan
Watt, daya Reaktif yang memiliki simbol Q serta satuan Volt Amper Reaktif
(VAR), dan daya Semu yang memiliki simbol S serta satuan Volt Amper (VA)[9]
Daya nyata adalah daya yang menghasilkan kerja, sedangkan daya semu
adalah daya yang dihitung berdasarkan arus reaktif. Terdapat rumus - rumus dalam
mementukan faktor daya, yaitu:
S = √3 V.I .......................................................................................... (2-8)
P = √3 V.I.cos φ ................................................................................. (2-9)
0
10
20
30
40
50
0 2 4 6 8
Ru
gi D
aya
(%)
Tegangan tak seimbang (%)
Grafik ketidakseimbangan tegangan terhadap rugi daya
II-13
Q = √3 V.I.sin φ ................................................................................. (2-10)
Faktor daya = 𝑘𝑊
𝑘𝑉𝐴 ............................................................................. (2-11)
Keterangan :
S = Daya Semu (VA)
P = Daya Aktif (Watt)
Q = Daya Reaktif (VAR)
V = Tegangan (Volt)
I = Arus (Ampere)
Faktor daya adalah perbandingan antara daya nyata/P (kW) dengan daya
semu / S (kVA). Dari pengertian tersebut, faktor daya tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Faktor daya = (Daya Aktif / Daya Semu)
= (P / S)
= (√3V.I. Cos φ / √3V.I)
= Cos φ
Faktor Kerja (cos φ), yaitu merupakan faktor yang mempengaruhi
efisiennya penggunaan daya nyata (kW) yang digunakan oleh beban dengan daya
aktif (kVA) yang dibangkitkan dan daya reaktif (kVAR) yang dibutuhkan oleh
beban. Terdapat 2 jenis faktor beban, yaitu:
1) Displacement
Displacement disebabkan dari pergeseran antara tegangan dan
arus. Perbedaan sudut antara tegangan dan arus tersebutlah yang
S (VA)
Cos φ
Q (VAR)
P (W)
Gambar II.4 Segitiga Daya [13]
II-14
menyebabkan displacement dimana bila arus tertinggal tegangan
disebut lagging dan bila arus mendahului tegangan disebut leading.[9]
2) Distorsi
Distorsi disebabkan dari munculnya arus sekunder pada orde –
orde ganjil yang menyebabkan gelombang sinus yang dihasilkan tidak
sempurna. Hal ini akan menyebabkan losses pada sisi penghantar. Dan
bila terjadi pada frekuensi yang tinggi akan mengganggu sistem
informasi lainnya yang berada pada frekuensi sama.
Jika tegangan dan arus berupa sinusoidal, maka faktor daya
(power factor-pf) dijelaskan sebagai cosinus sudut yang dbuat antara
simpangan nol (zero-crossing) arus dan simpangan nol tegangan,
dengan nol tegangan sebagai patokan [9].
Bila arus atau tegangan tidak sinusoidal, pengertian tersebut
tidak lagi bisa diaplikasikan. Guna mengatasi permasalahan terhadap
faktor daya, terdapat 2 pengertian yang biasa dipakai berhubungan
dengan bentuk tegangan dan atau arus yang tidak sinusoidal,
diantaranya:
Displacement power factor (dpf) yang biasa disebut Cos φ yang
dilihat dari beberapa komponen fundamentalnya saja, dan nilai ini benar
bahwa dpf = tpf jika dalam kondisi sinusoidal [9]
Sedangkan jika sistem mengandung harmonisa, maka nilai
yang tpf adalah lebih kecil dibandingkan dpf. Dengan mengikuti
beberapa asumsi, bahwa kebanyakan kasus telah membuktikan
bahwa keberadaan harmonisa arus dan tegangan, berpengaruh kecil
terhadap besarnya daya nyata rata-rata (Pavg) sehingga nilainya
dapat dinyatakan Pavg ≈Pfundamental.
Tolak ukur pada kemampuan daya rangkaian, dengan
mencakup semua komponen harmonisa adalah Tpf. Harga tpf selalu
sama dengan atau lebih rendah dari dpf (pada kasus tegangan dan
arus sinusoidal).
II-15
2.7 Perbaikan Faktor daya
Nilai Faktor daya yang kecil menyebabkan kerugian karena menyebabkan
arus yang besar. Dan bila faktor daya kurang dari 0,85 maka akan terkena denda
oleh pihak PLN[5]. Nilai daya reaktif dalam beban tergantung pada besarnya cos φ
atau disebut faktor daya. Beban membutuhkan daya reaktif supaya beban bisa
beroperasi. Beban seperti ini diketahui juga dengan beban induktif, seperti lampu
TL dan elektromotor. semua daya listrik yang digunakan oleh beban biasanya
merupakan daya nyata yang diserap oleh beban tersebut dab daya reaktif yang
diusahakan memiliki nilai yang kecil, dengan cara melakukan pembayaran terhadap
daya reaktif tersebut.
Penggunaan kapasitor bank dapat menghasilkan kompensasi daya reaktif.
Daya reaktif yang pada umumnya diserap oleh beban, merupakan daya reaktif
induktif, sedangkan sebuah kapasitor bank menghasilkan daya reaktif kapasitif.
daya reaktif kapasitif dan daya reaktif induktif ini memiliki arah yang berlawanan
secara vektoris, sehingga daya reaktif tersebut akan saling menghilangkan
(mengurangi).
Pemasangan kapasitor bank yang dipasang secara paralale terhadap beban
diaplikasikan guna meperbaikin faktor daya beban tersebut. Elektron akan mengalir
masuk ke kapasitor jika rangkaian tersebut diberi tegangan. Tegangan akan berubah
ketika muatan elektron telah memenuhi kapasitor bank. Lalu dari kapasitor bank
akan keluar elektron yang akan mengalir ke dalam rangkaian yang
membutuhkannya dengan demikian maka saat itu daya reaktif dibangkitkan oleh
kapasitor. Kapasitor akan menampung kembali electron jika tegangan yang berubah
itu kembali normal. Pada saat kapasitor memberikan daya reaktif kepada beban
berarti sama dengan kapasitor tersebut mengeluarkan elektron (Ic). Karena daya
reaktif bersifat kapasitor(-) sedangkan beban bersifat induktif (+) mengakibatkan
daya reaktif yang ada menjadi rendah. Kapasitor berupaya sebagai pembangkit daya
reaktif dan oleh karenanya akan mengurangi total daya reaktif, juga daya semu yang
dihasilkan oleh bagian utilitas.[9]
Peralatan listrik yang mempunyai sifat kapasitif merupakan kapasitor bank
yang akan berfungsi sebagai penyeimbang sifat induktif. Kapasitas kapasitor dari
II-16
ukuran 5 KVar sampai 60 Kvar. Dari tegangan kerja 230 V sampai 525 Volt.
Berikut rumus untuk memperbaiki faktor daya:
Qc = P x ( tan φ awal - tan φ yang diinginkan ) ................................. (2-12)
C = Qc
2πfV2 ......................................................................................... (2-13)
Keterangan :
Qc = Daya Reaktif Koreksi (VAR)
Xc = Beban Kapasitif (Ω)
C = Kapasitor (Farrad)
Beberapa keuntungan pemakaian kapasitor bank antara lain :
a. Menghilangkan denda / Kelebihan Biaya (kVARh).
b. Menghindari kelebihan beban transformer (Over Load).
c. Memberikan tambahan daya yang tersedia.
d. Memaksimalkan pemakaian daya semu (kVA).
e. Menghindari kenaikan arus atau suhu pada kabel.
f. Memperbaiki cos-phi.
g. Melindungi beban lebih yang di hasilkan oleh tegangan lebih dan arus
harmonik.
Terdapat beberapa cara pemasangan kapasitor bank yaitu:
a. Individual Compensation
Dengan metoda ini kapasitor langsung dipasang pada masing masing
beban khususnya yang mempunyai daya yang besar. Cara ini sebenarnya
lebih efektif dan lebih baik dari segi teknisnya. Namun ada kekurangan nya
yaitu harus menyediakan ruang atau tempat khusus untuk meletakkan
φ φ'
Q koreksi
Gambar II.5 Perbaikan faktor daya
II-17
kapasitor tersebut sehingga mengurangi nilai estetika. Disamping itu jika
mesin yang dipasang sampai ratusan buah berarti total cost yang di perlukan
lebih besar dari pada metode diatas.[9]
b. Global compensation
Dengan metode ini kapasitor dipasang di induk panel ( MDP ). Arus
yang turun dari pemasangan model ini hanya di penghantar antara panel
MDP dan transformator. Sedangkan arus yang lewat setelah MDP tidak
turun dengan demikian rugi akibat disipasi panas pada penghantar setelah
MDP tidak terpengaruh. Terlebih instalasi tenaga dengan penghantar yang
cukup panjang Delta Voltagenya masih cukup besar.[5]
c. Sectoral Compensation
Dengan metoda ini kapasitor yang terdiri dari beberapa panel
kapasitor dipasang dipanel SDP. Cara ini cocok diterapkan pada industri
dengan kapasitas beban terpasang besar sampai ribuan kVA dan terlebih
jarak antara panel MDP dan SDP cukup berjauhan. [9]
2.8 Harmonisa
2.8.1 Pengertian Harmonisa
Harmonisa merupakan gangguan yang terjadi dalam sistem distribusi tenaga
listrik yang diakibatkan oleh distorsi gelombang arus dan tegangan. Distorsi
gelombang arus dan tegangan ini disebabkan adanya pembentukan gelombang –
gelombang dengan frekuensi kelipatan bulat dari frekuensi fundamentalnya (dasar).
Hal ini disebut frekuensi harmonisa yang timbul pada gelombang aslinya
sedangkan bilangan bulat pengali frekuensi dasarnya disebut angka urutan
harmonik.[17]
Frekuensi dasar suatu sistem tenaga listrik adalah 50 Hz (di Negara
Indonesia) maka harmonik kedua adalah gelombang dengan frekuensi 100 Hz,
harmonik ketiga adalah gelombang dengan frekuensi 150 Hz dan seterusnya[17].
Gelombang-gelombang ini menumpang pada gelombang aslinya sehingga
II-18
terbentuk gelombang cacat yang merupakan jumlah antara gelombang asli dengan
gelombang harmoniknya.
Gambar II.6 Gelombang Harmonisa [18]
Gelombang non sinusoidal dapat terbentuk dengan menjumlahkan
gelombang-gelombang sinusoidal, seperti terlihat pada Gambar 2.7
Gambar II.7 Gelombang fundamental, harmonic ketiga, dan hasil penjumlahannya [18]
Rumus perhitungan gelombang harmonik : Gelombang Fundamental +
Gelombang Harmonik
Veff = √ 1𝑇
2⁄∫ 𝑉𝑚2𝑠𝑖𝑛2𝜔𝑡𝑑𝜔𝑡
𝑡
20
Hamonik dasar
Hamonik kedua
Hamonik ketiga
Gelombang fundamental
Harmonik ketiga
fundamental + harmonik ketiga harmonik ketiga
Gelombang fundamental
II-19
= √𝑉𝑚2
2𝜋∫ (1 − 𝑐𝑜𝑠2𝜔𝑡)𝑑𝜔𝑡
𝑇
0
= √𝑉𝑚2
2𝜋∫ (𝜔𝑡 −
𝑠𝑖𝑛2𝜔𝑡
2)𝑑𝜔𝑡
𝜋
0
= √𝑉𝑚2
2𝜋∫ (𝜋 − 0)
𝜋
0
= √𝑉𝑚2
2𝜋 ................................................................................................ (2-14)
2.8.2 Penyebab Terjadinya Harmonisa
Harmonisa disebabkan oleh beban yang tidak seimbang, yang merupakan
peralatan elektronik yang didalamnya terdapat komponen semikonduktor. Dalam
sistem tenaga listrik dikenal dua jenis beban yaitu beban linear dan beban non linier.
Beban linier yang memberikan bentuk gelombang keluaran linier dimana arus yang
mengalir akan sebanding dengan impedansi dan perubahan tegangan, sedang beban
non linear bentuk gelombang keluarnya tidak sebanding dengan tegangan dalam
tiap setengah siklus sehingga bentuk gelombang arus maupun tegangan
keluarannya tidak sama dengan gelombang masukan beban non-linier yang
terpasang pada sistem.[18] Penggunaan beban ini yang mengakibatkan arus dan
tegangan terdistorsi. Beban nonlinier yang terpasang menyebabkan arus bervariasi
sehingga tak sebanding dengan tegangan selama setiap setengah perioda.
Komponen semikonduktor dalam proses kerjanya berlaku sebagai saklar
yang bekerja pada setiap siklus gelombang dari sumber tegangan.[18] Proses kerja
ini menghasilkan gangguan atau distorsi gelombang arus yang tidak sinusoidal.
Bentuk gelombang ini tidak menentu dan dapat berubah menurut pengaturan pada
parameter komponen semikonduktor dalam peralatan elektronik. Perubahan bentuk
gelombang ini tidak terkait dengan sumber tegangannya.
Peralatan-peralatan elektronik yang memiliki komponen semikonduktor ini
dirancang untuk menggunakan arus listrik secara hemat dan efisien karena arus
listrik hanya dapat melalui komponen semikonduktor selama periode pengaturan
yang telah ditentukan. Tetapi hal tersebut juga akan menyebabkan gelombang
II-20
mengalami gangguan, oleh karena itu gelombang arus dan tegangan yang pada
akhirmya akan kembali ke bagian lain sistem tenaga listrik. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya harmonisa.
2.8.3 Indeks Harmonisa
Dalam pengukuran harmonisa terdapat perbandingan antara nilai rms dari
individual harmonisa terhadap nilai rms fundamentalnya yang biasa disebut
Individual Harmonic Distortion (IHD) dan rasio antara nilai rms dari seluruh
komponen harmonisa dan nilai rms fundamental yang biasa dinyatakan dalam
persen (%) disebut Total Harmonic Distortion (THD).[18] Hubungan antara THD
dengan IHD dapat dilihat dari persamaan berikut:
THD = (𝐼𝐻𝐷22 + 𝐼𝐻𝐷3
2 + 𝐼𝐻𝐷42+. . . +𝐼𝐻𝐷𝑛
2)1
2⁄
Sedangkan untuk Individual Harmonic Distortion (IHD) memiliki rumus
sebagai berikut:
IHD = 𝐼𝐻𝐷𝑛
𝐼1 ......................................................................................... (2-15)
Keterangan :
IHDn = Arus Harmonisa ke-h
I1 = Arus Fundamental
Nilai IHD1 selalu 100%. Kesepakatan ini yang digunakan oleh Institute of
Electrical and Electronics Engineers (IEEE).
Total Harmonic Distortion (THD) digunakan untuk mengukur deviasi dari
bentuk gelombang periodik yang mengandung harmonisa dari gelombang sinusoida
sempurna. Untuk gelombang sinusoidal sempurna, THD bernilai nol persen.
THD untuk gelombang tegangan :
𝑇𝐻𝐷𝑣 = √∑ 𝑉ℎ
2∞ℎ−2
𝑉1𝑥 100 .................................................................... (2-16)
Keterangan :
V1 = Tegangan Fundamental (V)
Vh = Tegangan Harmonisa ke-h (V)
II-21
THD untuk gelombang arus :
𝑇𝐻𝐷𝑖 = √∑ 𝐼ℎ
2∞ℎ−2
𝐼1𝑥 100 ................................................................................. (2-17)
Keterangan :
I1 = Arus Fundamental (A)
Ih = Arus Harmonisa ke-h (A)
Dengan Irms dan Vrms dapat dinyatakan sebagai berikut :
Irms = √𝐼12 + 𝐼2
2 + 𝐼32 + ⋯ + 𝐼𝑛
2 ...................................................... (2-18)
Vrms = √𝑉12 + 𝑉2
2 + 𝑉32 + ⋯ + 𝑉𝑛
2 ................................................... (2-19)
2.8.4 Standar Harmonisa
Standar harmonisa berdasarkan standar Institute of Electrical and
Electronics Engineers (IEEE) 519-1992, terdapat dua kriteria yang digunakan
untuk mengevaluasi distorsi harmonisa. Yang pertama adalah batasan untuk
harmonisa arus, untuk standar harmonisa arus, ditentukan oleh rasio ISC/IL. ISC
adalah arus hubung singkat yang ada pada PCC (Point of Common Coupling),
sedangkan harmonisa tegangan ditentukan oleh system yang dipakai.[15]
Standar harmonisa dapat dilihat pada tabel 2.2. Sedangkan standar
harmonisa tegangan dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel II.2 Maximum Harmonics Current Distortion
ISC/IL Harmonic Orde (Odd harmonics)
THD (%) <11 11≤h≤17 17≤h≤23 23≤h≤35 35≤h IHD (%)
<20 4 2 1.5 0.6 0.3 5 20-50 7 3.5 2.5 1 0.5 8
50-100 10 4.5 4 1.5 0.7 12 100-1000 12 5.5 5 2 1 15
>1000 15 7 6 2.5 1.4 20 Sumber : IEEE 519-1992
Dimana :
ISC = Arus Maksimum Hubung Singkat pada PCC (Point of Common
Coupling)
II-22
IL = Arus Beban Maksimum (fundamental frequency) pada PCC
Untuk menentukan standar THDi, maka harus dilakukan perhitungan ISC /
IL. dimana nilai IL didapatkan dari pengukuran pada panel LVMDP, sedangkan nilai
ISC didapatkan dengan menggunakan rumus berikut:
ISC = 𝑆.100
%𝑍 √3 𝑉 ....................................................................................... (2-20)
Keterangan:
ISC = Arus Hubung Singkat (A)
S = Kapasitas trafo (VA)
%Z = persentase kandungan impedansi
V = tegangan
Tabel II.3 Maximum Harmonics Valtage Distortion Maximum Voltage Distortion
Maximum Distortion System Voltage
Below 69 kV 69-138 kV >138kV Individual Harmonics (%) 3 1.5 1 Total Harmonics (%) 5 2.5 1.5
Sumber : IEEE 519-1992
Harmonisa menyebabkan penambahan arus rms pada setiap peralatan listrik
(Irms>IL). Sehingga dapat menimbulkan losses dan panas berlebih pada
penghantar/kabel tersebut yang dapat menyebabkan kebakaran dan peralatan cepat
rusak.
2.8.5 Pengaruh Harmonisa
Aliran harmonisa pada sistem distribusi listrik menyebabkan turunnya
bobot daya listrik yang akan menyebabkan berbagai persoalan. Pengaruh harmonisa
terhadap suatu sistem tergantung dari karakteristik jaringan, letak sumber
harmonik, dan sumber harmonik.
Harmonisa tegangan akan menghasilkan dampak yang lebih rendah apabila
dikomparasikan dengan harmonisa arus. Dampak pokok yang disebabkan oleh
pengaruh harmonisa pada arus dalam sistem distribusi listrik yaitu menyebabkan
II-23
bertambahnya harga rms fundamental. Sedangkan akibat lain yang bisa
dimunculkan akibat adanya harmonik yaitu panas.
Kawat netral yang memiliki panas berlebih sebagai sebab timbulnya
harmonic ketiga yang dibangkitkan oleh beban listrik satu fase. Arus beban
masing-masing fasa dari beban linier yang seimbang pada frekuensi dasarnya akan
saling mengurangi sehingga arus netralnya menjadi nol pada kondisi normal,.
Sebaliknya beban non-linier satu fasa akan menghasilkan harmonik kelipatan ganjil
yang di sebut triplen harmonik yang sering disebut zero sequence harmonic
Tabel II.4 Polaritas dari Komponen Harmonik Harmonik 1 2 3 4 5 6 7 8
Frekuensi (Hz) 50 100 150 200 250 300 350 400
Urutan + - 0 + - 0 + - Sumber : www.elektroindonesia.com/elektro/ener25.html
Urutan polaritas harmonik pertama yaitu positive, sedangkan harmonic
kedua polaritasnya adalah negative dan harmonic ketiga polaritasnya adalah nol,
harmonik keempat adalah positif dan seterusnya..
Tabel II.5 Akibat dari Polaritas Komponen Harmonik Urutan Pengaruh pada Motor Pengaruh pada sistem distribusi
Negatif Menimbulkan medan magnet putar arah mundur (reverse)
- Panas
Nol Tidak ada - panas - menambah arus pada kawat netral
Positif Menimbulkan medan magnet putar arah maju (forward)
- Panas
Sumber : www.elektroindonesia.com/elektro/ener25.
a. kWh meter yang menggunakan piringan induksi berputar jenis
elektromekanis dapat menimbulkan tambahan torsi bila terjadi
Harmonik yang mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pengukuran
kWh meter atau putaran piringan akan lebih cepat, dikarenakan piringan
induksi tersebut dibuat agar beroperasi pada frekuensi dasar.
b. pada sistem telekomunikasi terjadi Interferensi frekuensi. Harmonik
ketiga pada kabel netral dapat menghasilkan induksi harmonik yang
mengganggu sistem telekomunikasi, karena penempatan kabel
telekomunikasi yang berdekatan dengan kawat netral.
II-24
c. Pemutusan beban bisa beoperasi secara abnormal. pemutus beban yang
mempunyai respon terhadap arus rms sebenarnya (true-rms current).
Pada umumnya merupakan pemutusan beban yang bisa terhindar dari
gangguan harmonic.
2.8.6 Perhitungan Rugi Daya Akibat Harmonisa
Dengan adanya harmonisa arus maka akan meningkatkan nilai Irms arus
listrik sehingga rugi daya pun akan meningkat. Untuk mengetahui besar rugi daya
yang diakibatkan oleh harmonisa, maka harus dilakukan perhitungan untuk
mengetahui nilai Irms terlebih dahulu. Nilai Irms dapat diketahui dengan
menggunakan rumus (2-18) apabila diketahui nilai harmonisa arus dari setiap
ordenya. Setelah mengetahui nilai Irms maka dilakukan perhitungan untuk mencari
rugi daya. Berikut adalah rumus untuk mencari rugi daya :
Prugi-rugi (h) = (Irms)2 x R .................................................................. (2-21)
Prugi-rugi = (I1)2 x R ...................................................................... (2-22)
Losses% = Prugi−rugi (h)− Prugi−rugi
Prugi−rugi (h) x 100% ............................... (2-23)
Keterangan :
Prugi-rugi (h) = Rugi-rugi daya setelah harmonisa (Watt)
Prugi-rugi = Rugi-rugi daya sebelum harmonisa (Watt)
Irms = Arus harmonisa (A)
I1 = Arus sebelum harmonisa (A)
Sedangkan jika yang diketahui hanya nilai THDi nya saja, maka untuk
mengetahui nilai I1-nya harus dilakukan perhitungan dari penurunan rumus sebagai
berikut :
𝑇𝐻𝐷𝑖 = √(𝐼𝑟𝑚𝑠
𝐼1)2 − (
𝐼1
𝐼1)2
𝑇𝐻𝐷𝑖 = √(𝐼𝑟𝑚𝑠
𝐼1)2 − 1
𝑇𝐻𝐷𝑖2 = (𝐼𝑟𝑚𝑠
𝐼1)2 − 1
II-25
(𝐼𝑟𝑚𝑠
𝐼1)2 = 𝑇𝐻𝐷𝑖2 + 1
𝐼12 =
𝐼𝑟𝑚𝑠2
𝑇𝐻𝐷𝑖2+1
𝐼1 = √ 𝐼𝑟𝑚𝑠2
𝑇𝐻𝐷𝑖2+1 ................................................................................... (2-24)
Setelah diketahui nilai Irms dan I1 maka dilakukan lah perhitungan rugi daya
akibat harmonisa menggunakan rumus sebelumnya (2-21),(2-22),dan (2-23).
2.9 Alat Ukur FLUKE Three Phase Power Quality Analyzer
Alat ukur yang digunakan dalam proses pengukuran adalah power quality
analyzer dengan merek FLUKE. Alat ukur ini merupakan alat ukur yang dapat
digunakan untuk mengukur beban 3 fasa secara langsung, FLUKE akan
menampilkan hasil berupa Tegangan Line to line, tegangan line to netral, Arus,
Daya, cos phi, THD-V, THD-I, Frekuensi dan lain – lain. FLUKE sangatlah penting
untuk mengetahui kegiatan Audit energi karena dengan melakukan pengukuran
menggunakan FLUKE, maka akan diketahui karakteristik beban tersebut.
Kelebihan FLUKE Three Phase Power Quality Analyzer yaitu :
a. Dapat mengeluarkan hasil pengukuran beban 3 Fasa secara bersamaan
b. hasilnya dapat langsung di simpan baik pada FLUKE ataupun laptop jika di
sambungkan.
c. Display yang ditampilkan sudah berwarna
d. Terdapat fitur logging yang berfungsi untuk mengatur berapa lama
pengukuran yang diinginkan, dan lama nya perekamanan setiap
pengukuran. Contoh dilakukan pengukuran selama 8 jam per 30 menit.
Artinya pengukuran dilakukan selama 8 jam, dengan catatan yang terekam
setiap 30 menit.
Kekurangan dari FLUKE Three Phase Power Quality Analyzer yaitu :
a. Penggunaannya harus menggunakan sumber dikarenakan waktu
pengukuran yang dilakukan biasanya melebihi waktu kekuatan baterai
tersebut, yang sering kali menyebabkan baterai FLUKE tersebut mengalami
II-26
drop, sehingga pada akhirnya hanya dapat bertahan beberapa menit ketika
FLUKE digunakan tanpa sumber (menggunakan baterai saja),
b. Berdasarkan masalah baterai pada poin A. maka kekurangan keduanya
adalah harus selalu membawa stop kontak dikarenakan tidak semua ruangan
panel terdapat sumber stop kontak.
c. Harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan three phase power quality
analyzer yang lain, dikarenakan fiturnya yang lebih banyak dengan display
yang sudah berwarna.
Cara pengguna FLUKE Three Phase Power Quality Analyzer yaitu sebagai berikut:
1) Terdapat 2 opsi untuk menyimpan alat ukur FLUKE. Alat ukur ini dapat
disimpan di lantai / meja / bidang datar lainnya, dan juga dapat
digantungkan. Untuk menggunakan alat ukur ini di bidang datar, maka
penyangga di bagian belakang alat ukur harus digunakan, sehingga alat ukut
akan berdiri seperti pada gambar 2.9, Sedangkan jika penggunaan alat ukur
tersebut akan digantung, makan yang digunakan adalah tali yang tersedia,
penggunaannya dapat ditunjukkan pada gambar 2.10.
Gambar II.8 Pemasangan FLUKE pada bidang datar [19]
II-27
Gambar II.9 Pemasangan FLUKE pada bidang datar [19]
2) Pasang kabel – kabel yang akan digunakan untuk pengukuran ke alat ukur
FLUKE. Pastikan kabel yang dipasang ke alat ukur sesuai dengan yang
tertulis pada alat ukur. Terdapat 5 kabel dengan jepitan kepala buaya yang
memiliki label: R, S, T, N, dan PE. Dan terdapat 4 kabel dengan ujung
current clamp yang memiliki label: R, S, T, dan N.
3) Nyalakan alat ukur
4) Pasangkan kabel – kabel ke panel yang akan diukur. Untuk kabel dengan
penjepit kepala buaya harus dipasang pada tembaga kabel (tidak boleh pada
isolasinya) yang biasanya dipasang pada sambungan ke MCB, busbar netral,
dan juga PE sesuai dengan label (R, S, T, N, PE) yang tertera pada kabel
tersebut. Sedangkan untuk kabel current clamp, cukup dipasangkan pada
masing – masing kabel sesuai dengan labelnya masing – masing (R, S, T,
N).
5) Pastikan bahwa pemasangan kabel sudah benar dengan cara melihat ke alat
ukur. Apabila ada nilai yang negatif, maka kabel yang berbentuk cincin
pemasangannya terbalik.
6) Apabila nilai – nilai yang akan diukur sudah sesuai, maka selanjutnya
dilakukan penyetelan kepada alat ukur sesuai dengan kebutuhan.
7) Setelah pengukuran selesai dilakukan, maka tekan tombol “save” untuk
menyimpan data.
II-28
8) Lepaskan kabel – kabel yang terpasang pada panel yang diukur, selanjutnya
lepas juga kabel pada alat ukur.
9) Sambungkan alat ukur ke laptop apabila data hasil pengukuran ingin
langsung dipindahkan. Setelah selesai memindahkan data ke laptop. Maka
matikan alat ukur. Selesai.