BAB II apri

47
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Anatomi Gambar 2.1 Anatomi Otak (Saharjo, Darto, 2010 : 1) Uraian : a. Sistem saraf pusat : 7

description

lp ckr

Transcript of BAB II apri

Page 1: BAB II apri

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi Otak

(Saharjo, Darto, 2010 : 1)

Uraian :

a. Sistem saraf pusat :

1) Medulla spinalis

2) Otak

- Otak besar

7

Page 2: BAB II apri

8

- Otak kecil

- Batang otak

Disenfalon

Mesenfalon

Ponvaroli

Medula oblongata

3) Korteks cerebri

- Lobus frontalis

- Lobus parietalis

- Lobus oksifitalis

- Lobus temporalis

- Area brokha

- Area visualis

- Girusinguli

b. Sistem saraf tepi

1) Susunan saraf somatik

2) Susunan saraf otonom

2. Fisiologi

Page 3: BAB II apri

9

Sistem persyarafan dan system hormonal merupakan salah satu organ yang

berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapih dalam organisasi

dan koordinasi kegiatan tubuh. Pengaturan syaraf tesebut memungkinkan

terjalinnya komunikasi antara berbagai system tubuh hingga menyebabkan

tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam system inilah terdapat

segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan.

Sistem persyarafan dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

a. Sistem saraf pusat (SSP) :

1) Medula spinalis

2) Otak

a) Otak Besar

b) Batang Otak

c) Otak Kecil

b. Susunan saraf tepi (SST)

1) Susunan saraf somatik

Susunan saraf yang mempunyai peranan penting spesifik untuk

mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang.

2) Susunan saraf otonom

Susunan saraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi

pekerjaan otot tak sadar (otot polos) seperti jantung, hati pancreas,

jalan pencernaan, kelenjar dll.

Susunan saraf otonom dibagi menjadi 2 sebagai berikut :

Page 4: BAB II apri

10

a) Susunan saraf simpatis

Fungsi saraf simpatis yaitu meningkatkan kecepata denyut jantung

dan pernafasan, menurunkan ativitas saluran cerna dan

mempersiapkan tubuh agar siap menghadapi stress

b) Susunan saraf parasimpatis

Fungsi saraf parasimpatis yaitu membantu konservasi dan

homeostatis fungsi-fungsi tubuh. (Syaifuddin, 2006 : 274-275)

c. Otak

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting, karena merupakan

pusat computer dari semua alat tubuh/bagian dari saraf sentral yang

terletak didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak

yang kuat.

Gambar 2.2 Anatomi Otak.

Page 5: BAB II apri

11

(Saharjo, Darto, 2010 : 1)

1) Struktur utama otak (system saraf pusat)

Sistem saraf tersusun menjadi susunan saraf pusat (SSP), yang terdiri

dari otak dan medula spinalis, dan susunan saraf tepi (SST), yang

terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP dan

bagian tubuh lain (perifer). SST dibagi lagi menjadi difisi aferan dan

eferen. Difisi aferen membawa informasi ke SSP, memberi tahu

tentang lingkungan eksternal dan aktifitas internal yang sedang diatur

oleh susunan saraf (a berasal dari ad, yang berarti “menuju”, feren

berarti “membawa”;karena itu, aferen artinya “membawa ke”).

Instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke organ efektor-

otot atau kelenjar yang melaksanakan perintah agar dihasilkan efek

yang sesuai (e berasal dari eks yang berarti “dari”;karena itu, eferen

berarti “membawa dari”). Sistem saraf eferen dibagi menjadi sistem

saraf somatik yang terdiri dari serat-serat neuron motorik yang

menyarafi otot rangka;dan sistem saraf otonom, yang terdiri dari serat-

serat yang menyarafi otot polos, otot jantung, dan otot kelenjar. Sistem

yang terakhir ini dibagi menjadi sistem saraf simpatis dan sistem saraf

parasimpatis, dimana keduanya menyarafi sebagian besar organ-organ

yang disarafi oleh sisitem saraf otonom. (Sherwood, 2011 : 146)

Page 6: BAB II apri

12

a) Serebrum

Otak besar terbagi atas dua belahan yang disebut hemispherium

serebri dan dipisahkan oleh fisura longitudinal serebri

Hamisper serebri dibagi atas lobus berdasarkian tulang diatasnya :

(1) Lobus frontal

- Pre-frontal : mengisi kepribadian dan, emosi penilaian

penafsiran dan tingkah laku

- Area prasentral (kortek motorik utama)

Pergerakan otot yang spesifik disisi tubuh yang lain

(2) Lobus Parietal

- Area somatik primer menerima sensori mayor seperti rasa

nyeri suhu, sentuhan, vibrasi serta posisi dari sisi

kontralatral tubuh.

- Area yang berhubungan dengan sensori fungsinya

mengintegrasi informasi sensori misalnya ukuran dan tubuh.

(3) Lobus Temporal

Area ini menerima dan menginterprastasikan pendengaran,

pembauan, rasa, menerima dan menyimpan memori.

(4) Lobus ekspital

Page 7: BAB II apri

13

- Area visual primer menerima input dari ipsilateral retina

bagian temporal dan kontralaral retina bagian nasal.

- Area visual sekunder yang berfungsi menginterpretasikan

apa yang kita lihat.

b) Batang otak

Batang otak terdiri dari :

(1) Diesenfalon

Merupakan bagian batang otak paling atas, terdapat diantara

serebelum dan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang

terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula

interna dengan sudut menghadap ke samping.

Fungsi dari diesenfalon adalah :

- Vasokonstriktor untuk menngecilkan pembuluh darah

- Respiratori untuk membantu proses persarafan

- Mengontrol kegiatan refleks

- Membantu kerja jantung

(2) Mesenfalon

Yaitu bagian pendek dari batang otak yang letaknya diatas

pons. Fungsi dari mesensefalon yaitu membantu pergerakan

mata dan mengangkat kelopak mata, memutar mata dan pusat

pergerakan mata.

Page 8: BAB II apri

14

(3) Pons Varoli

Merupakan serabut yang menghubungkan kedua hermisfer

sereblum serta menghubungkan mesensafalon dari sebelah atas

dengan modula oblongata dibawah. Fungsi pons varoli yaitu

penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara

medulla oblongata yaitu mengontrol pekerjaan jantung,

mengecilkan pembuluh darah (vasokanstruktor), pusat

pernafasan, mengontrol kegiatan reflex.

(4) Medulla Oblongata

Merupakan bagiam dari batang otak yang paling bawah yang

menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis. Fungsi

medulla oblongata yaitu mengontrol pekerjaan jantung,

mengecilkan pembuluh darah (vasokontruktor), pusat

pernafasan, mengontrol kegiatan reflex.

c) Serebelum

Otak kecil yang berfungsi keseimbangan, koordinasi gerakan otot

rangka, mempertahankan keseimbangan, mengontrol postur tubuh

terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan

Page 9: BAB II apri

15

dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi pons varoli

dan diatas medulla oblongata.

Fungsi serebelum :

(1) Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen dari

telinga dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius)

untuk keseimbangan dari rangsangan pendengaran ke otak.

(2) Paleaserebelum (spinoserebelum). Sebagai pusat penerima

impuls dari reseptor sensasi umm medulla spinalis dan nervus

vagus (N. Trigeminus) kelopak mata, rahang atas dan bawah

serta otot pengunyah.

(3) Neoresebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima

informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan

dikerjakan dan mengatur geraka sisi badan.

(4) Saraf-saraf cranial langsung berasal dari otak dan keluar

meninggalkan tengkorak melalui lubang – lubang pada tulang

yang disebut foramina (tunggal fenomena). Saraf cranial

langsung berasal dari otak kelua meninggalkan tengkorak

melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina

(tunggal foramen).

Page 10: BAB II apri

16

Terdapat 12 pasang saraf cranial yang dinyatakan dengan nama

atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah

olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV),

trigeminus (V), abduses (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis

(VIII), glasofaringeus (IX), vagus (X), Asesorius (XI),

hipoglosus (XII).

Saraf cranial I, II, dan VIII merupakan saraf sensorik murni.

Saraf cranial III, IV, XI dan XII, terutama merupakan saraf

motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari

otot-otot yang dipersarafinya. Saraf cranial V, VII dan X

merupakan saraf campuran. Saraf cranial III, VII dan X juga

mengandung beberapa serabut dari cabang parasimpatis system

saraf otonom. (Mutaqin, 2008 : 17).

Tabel 2.1 Fungsi 12 Nervus SistemSaraf Kranial Komponen Fungsi

I Olftakrius Sensorik Penciuman

II Optikus Sensorik Penglihatan

III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata

atas konstriksi pupil

IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan

ke dalam

V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan master

(menutuo rahang dan

mengunyah) gerakan rahang

Page 11: BAB II apri

17

Saraf Kranial Komponen Fungsi

kelateral

VI Abdusens Motorik

Sensorik

- Kulit wajah, dua pertiga

depan kulit kepala, mukosa

mata, mukosa hidung dan

rongga mulut lidah dan gigi

- Refleks kornea atau refleks

mengedip

- Saraf cranial V, respons

motorik melalui saraf

cranial VII

VII Fasialis Motorik - Otot-otot ekspresi wajah

termasuk otot dahi,

sekeliling mata serat mulut.

- Lakrimasi dan salvias

Sensorik Pengecapan duapertiga depan

lidah (rasa, manis, asam, dan

asin)

VIII cabang

vestibularis

vestibulokoklearis,

cabang keklaris

Sensorik

Sensorik

Keseimbangan

Pendengaran

IX Glsofaringeus Motorik

Sensorik

Faring : menela, refleks

muntah

Parotis : salvias

Faring, lidah posterior,

termasuk rasa pahit

X Vagus Motorik Faring, menelan, refleks

mutah; visera leher, thoraks,

dan abdomen

XI Asesoris Motorik Otot sternokleisomastoideus

dan bagian atas dari otot

trapezius : pergerakan kepala

dan bahu

Page 12: BAB II apri

18

Saraf Kranial Komponen Fungsi

XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah

(Syaifuddin : 2006 : 281)

B. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Cedera kepala merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada

orang dewasa. Laki-laki muda membentuk sebagian besar korban cedera

kepala. (Williams, 2007: 1070)

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai

atau tanpa disertai perdarahan dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak (Standar Asuhan Keperawatan ruang saraf, 2009: 1)

Jadi cedera kepala adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul

yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau

menurunnya kesadaran sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa

adanya kerusakan lainnya.

2. Etiologi

a. Kecelakaan kendaraan bermotor

b. Jatuh

c. Cedera olah raga

Page 13: BAB II apri

19

d. Kekerasan

(Williams, 2007: 1070)

3. Klasifikasi Klinis

a. Cedera kepala ringan

CGS : 14-15, Tidak ada konklusi, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan

pusing, pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit

kepala.

b. Cedera kepala sedang

CGS : 9-13, konkusi, amnesia pasca trauma, muntah, tanda fraktur

tengkorak, kejang.

c. Cedera kepala berat

GCS : 3-8, penurunan derajat kesadaran secara progresif, Tanda

neurologist fokal.

(Smeltzer, 2008: 1917)

4. Tanda dan Gejala

a. Hilangnya tingkat kesadaran sementara

b. Hilangnya fungsi neurology sementara

c. Sukar bangun

d. Sukar bicara

e. Konfusi

Page 14: BAB II apri

20

f. Sakit kepala berat

g. Muntah

h. Kelemahan pada salah satu sisi tubuh

(Smeltzer, 2008: 1913)

Page 15: BAB II apri

21

5. Patofisologi keperawatan cedera kepala

Trauma kepala dapat terjadi pada ekstrakranial, tulang cranial,

intracranial, trauma yang terjadi pada ekstracranial akan

mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler

sehingga berkibat terjadinya perdarahan, hematoma, gangguan suplai

darah, resiko infeksi dan timbulnya nyeri. Perdarahan dan hematoma

akan mempengaruhi perubahan sirkulasi cairan serebrospinal yang

mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial, pada

keadaan ini akan mengakibatkan girus medialis lobus temporalis

tergeser melalui tepi bawah tentorium sereberi.

Kompresi pada kortek serebri batang otak mengakibatkan penekanan

kesadaran yang pada akhirnya terjadi gangguan kesadaran karena

terjadi gangguan kesadaran maka akan beresiko terjadinya injuri, dan

pasien tidak bisa melakukan aktivitas (imobilisasi) dan cemas. Jika klien

bedrest (imobilitasi) dalam jangka yang lama maka akan terjadi

penekanan pada bagian belakang yang beresiko pada gangguan

integritas kulit. Pasien tidak sadar dan tidak bisa beraktivitas maka

pasien tidak dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Page 16: BAB II apri

22

Herniasi unkus yang terjadi juga akan mengakibatkan tonsil cerebellum

tergser sehingga akan menekan medulla oblongata yang berakibat pada

resiko tidak efektifnya bersihan jalan napas. Trauma kepala yang

terjadi pada tulang cranial akan menyebabkan terputusnya kontinuitas

jaringan tulang dan hal ini akan merangsang timbulnya rasa nyeri.

Sedangkan trauma kepala yang terjadi pada intracranial, akan merusak

jaringan otak atau sering disebut kontusio, atau terjadi laserasi pada

jaringan otak, karena keadaan tersebut maka terjadi perubahan

outoregulasi, dan odema cerebral.

Odema cerebral akan berakibat pada terjadinya kejang yang dapat

menyebabkan gangguan neurology fokal. Sehingga mengakibatkan

defisit neurologis, sehingga daya rangsang akan menurun yang pada

akhirnya terjadi gangguan persepsi sensori. Terjadinya kejang juga akan

menyebabkan bersihan jalan nafas atau dapat menyebabkan obstruksi

jalan nafas bila tidak segera ditangani, yang pada akhirnya terjadi

dispnea dan mengakibatkan terjadinya henti napas maka timbul

perubahan pola napas, sehingga resiko tidak efektifnya jalan napas juga

dapat terjadi. Dari uraian di atas dapat dilihat pada skema 2.1 di bawah

ini:

Page 17: BAB II apri

23

Page 18: BAB II apri

24

Skema 2.1 Patofisiologi keperawatan Cedera Kepala menurut Standar Asuhan Keperawatan Ruang Saraf (2009:1)

Trauma Kepala

Tulang Kepala Jaringan OtakTrauma Jaringan

4. Nyeri Akut

Fraktur linier, comminited, depressed, basis Komusio, hematoma, edema,

kontusio

TIK MeningkatGangguan kesadaran,TTV,

kelainan neurology

Respon Fisiologis Otak

Kerusakan Sel Otak

Kemampuan batukmenurun, kurang mobilitas fisik dan produksi secret

3. Tidak efektif bersihan jalan nafas

Rangsangan SimpatisGangguan Autoregulasi

Aliran darah ke otak

O2 Ggn metabolisme

Produksi Asam

Edema Otak

1. Penurunan perfusi jaringan serbral

Stress Lokalis

KatekolaminSekresi Asam Lambung

Mual, muntah

Intake nutrisi tidak adekuat

5. Perubahan pemenuhan nutrisi

Tahanan Vaskuler Sistemik

Tek. Pemb. Darah Pulmonal

Tek. Hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler

Edema Paru

Curah jantung Menurun

Difusi O2 terhambat

2. Tidak efektif pola nafas Hipoksemia

Page 19: BAB II apri

25

6. Komplikasi

a. Kebocoran cairan spinal : disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan

biasanya terjadi pada pasien dengan cedera kepala tertutup.

b. Fistel karotis-karvenosus yang ditandai oleh trias gejala eksotalmus

kemosis dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah

cedera.

c. Kejang pasca trauma.

(Smeltzer, 2008: 1918)

7. Pemeriksaan/Diagnostik

a. Scan CT : mengidentifikasi hemoragik, menentukan ukuran

ventrikuler, pergeseran jaringan otak

b. MRI : menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma

c. EEG : untuk memperlihatkan keadaan atau berkembangnya

gelombang patologis

d. Sinar-x : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, pergesaran

struktur karena perdarahan edema, adanya fragmen

tulang

e. Elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam

meningkatkan TIK

Page 20: BAB II apri

26

f. Toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab

penurunan kesadaran

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan keperawatan

1) Observasi selama 24 jam

2) Tinggikan kepala 300

3) Istirahatkan klien (tirah baring)

(Smeltzer, 2008: 1915)

b. Penatalaksanaan medis :

1) Pasang jalur intravena Nacl 0,9% atau RL

Larutan isotonis lebih efektif mengganti volume intra vaskuler dan

tidak menambah edema cerebri

2) Lakukan pemeriksaan hematokrit, darah ferifer lengkap, trombosit,

kimia darah, glukosa, ureum dan kreatinin.

C. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan

Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, cara berjalan tak

tegap masalah dalam keseimbangan, kehilangan tonus otot.

Page 21: BAB II apri

27

b. Sirkulasi

Gejala : Perubahan tekanan darah/normal, perubahan frekuensi jantung

(bradikardi, takikardi, distritmia).

c. Integritas ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang/dramatis)

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi

dan impulsif.

d. Eliminasi

Gejala : Inkontenensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan

fungsi

e. Makanan/cairan

Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera

Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liru

keluar, disfagia).

f. Neorosensori

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.

Vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada

ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajaman,

gangguan pengecapan dan juga penciuman.

Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status

mental (disorientasi, konsentrasi, memori). Perubahan pupil,

wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek

Page 22: BAB II apri

28

tendon tidak ada atau lemah, kesulitan dalam menentukan posisi

tubuh.

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Sakit kepala

Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik rangsangan nyeri yang

hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih

h. Pernafasan

Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki,

mengi positif (kemungkinan karena aspirasi)

i. Keamanan

Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan

Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit laserasi, agrafi,

perubahan warna, tanda trauma di sekitar hidung, gangguan

rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum

mengalami paralysis, demam, gangguan dalam regulasi suhu

tubuh.

j. Interaksi sosial

Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-

ulang, disatria.

k. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Penggunaan alkohol/obat lain.

Pertimbangan : DRG menunjukkan rata-rata lama di rawat 12 hari

Page 23: BAB II apri

29

Rencana pemulangan : Membutuhkan bantuan perawatan diri, ambulasi,

transportasi, menyiapkan makanan, belanja,

perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah

tangga, dan lain-lain.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah

(hemoragi, hematoma) edema serebral

Kriteria evaluasi klien akan:

1) Mempertahankan tingkat kesadaran, kognitif dan fungsi motorik/

sensorik

2) Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tidak ada tanda peningkatan

TIK

Tabel 2.2 Intervensi diagnosa pertama: Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma) edema serebral

Intervensi Rasional

- Pantau/catat status neurology

secara teratur bandingkan dengan nilai

standar GSC

- Mengkaji adanya kecenderungan pada

tingkat kesadaran dan potensial

peningkatan TIK

- Kaji respon motorik terhadap

perintah sederhana

- Mengukur kesadaran secara keseluruhan

dan kemampuan untuk berespon pada

rangsangan eksternal

- Pantau tekanan darah - Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti

kerusakan vaskularisasi serebral lokal atau

menyebar peningkatan tekanan darah

sistemik yang diikuti dengan penurunan

Page 24: BAB II apri

30

Intervensi Rasional

tekanan darah diastolic (nadi meningkat

merupakan tanda terjadinya peningkatan

TIK

- Pantau pernafasan meliputi pola

dan iramanya

- Nafas yang tidak teratur dapat

menunjukkan lokasi adanya gangguan

cerebral/peningkatan TIK

- Evaluasi keadaan pupil, catat

ukuran, ketajaman, kesamaan antara

kanan dan kiri dan reaksi terhadap cahaya

- Reaksi pupil diatur oleh nervus III dan

berguna untuk menentukan apakah batang

otak masih baik atau tidak

- Pantau suhu dan atur suhu-suhu

lingkungan sesuai indikasi

- Demam dapat menunjukkan kerusakan

pada hipotalamus

- Bantu pasien untuk

menghindari/membatasi batuk, muntah

dan pengeluaran feses yang di paksakan.

- Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan

intratoraks dan intraabdomen yang dapat

meningkatkan TIK

(Doengoes, 2000 : 273)

b. Resiko tinggi pola nafas tak efektif b.d kerusakan neuromuskuler

Kriteria evaluasi klien akan:

Mempertahankan pola nafas pasien normal/efektif, bebas cianosis dengan

GDA dalam batas normal pasien.

Tabel 2.3 Intervensi diagnosa kedua: Resiko tinggi pola nafas tak efektif b.d kerusakan neuromuskuler.

Intervensi Rasional

- Pantau frekuensi, irama,

kedalaman pernafasan. Catat ketidak

teraturan pernafasan

- Perubahan dapat

menandakan awitan komplikasi pulmonal

- Catat Kompetensi reflek/menela

dan kemampuan pasien untuk melindungi

jalan nafas sendiri

- Kemampuan

mobilisasi penting untuk pemeliharaan

jalan nafas, kehilangan reflek menelan

menunjukkan perlunya jalan nafas

buastan

- Angkat kepala tempat tidur sesuai - Untuk memudahkan

Page 25: BAB II apri

31

Intervensi Rasional

aturannya ekspansi paru dan mencegah

kemungkinan lidah jatuh yang

menyumbat jalan nafas

- Anjurkan pasien untuk melakukan

nafas dalam yang efektif jika pasien sadar

- Mencegah/

menurunnya atelektasis

- Lakukan penghisapan dengan

ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15

detik

- Penghisapan pada

trakea harus dilakukan ekstra hati-hati

karena dapat meningkatkan hipoksia dan

berpengaruh cukup besar pada perfusi

serebral

- Auskultasi suara nafas - Untuk

mengidentifikasi adanya masalah paru

seperti atelektasis, kongesti, obstruksi

jalan nafas

- Berika O2 - Memaksimalkan O2

pada darah arteri dan membantu dalam

pencegahan hipoksia

(Doenges, 2000: 270-289)

c. Perubahan persepsi sensori b.d transmisi, ingrasi (trauma atau deficit

neurologi).

Kriteria evaluasi pasien akan:

1) Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi

2) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan

residu

3) Mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup

Page 26: BAB II apri

32

Tabel 2.4 Intervensi diagnosa ketiga : Perubahan persepsi sensori b.d transmisi, ingrasi (trauma atau deficit neurologi)

Intervensi Rasional

- Evaluasi secara teratur perubahan

orientasi kemampuan berbicara, sensori

dan proses pikir

- Kaji kesadaran sensorik seperti respon

sentuhan panas dingin, tajam tumpul

- Bicara dengan suara lambat dan pelan

kalimat yang pendek dan sederhana

- Pastikan/validasi persepsi pasien dan

berikan umpan balik

- Berikan kesempatan lebih banyak untuk

berkomunikasi dan melakukan

aktivitas.

- Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi

okupasi, terapi wicara dan terapi

kognitif

- Fungsi otak bagian atas biasanya

terpengaruh lebih dulu oleh adanya

gangguan sirkulasi, oksigenasi

- Semua sistem sensori dapat berpengaruh

dengan adanya perubahan yang

melibatkan penuruan atau peningkatan

sensitivitas.

- Menurunkan ansietas, respon emosi yang

berlebihan/bingung yang berhubungan

dengan sensori berlebihan.

- Membantu pasien untuk memisahkan

pada realitas dari perubahan persepsi

- Menurunkan frustasi yang berhubungan

dengan perubahan kemampuan

- Pendekatan antar disiplin dapat

menciptakan rencana penatalaksanaan,

terintegrasi

(Doenges, 2000: 270-289)

d. Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologis, konflik psikologis

Kriteria evaluasi pasien akan:

1) Mempertahankan/melakukan kembali orientasi mental dan realitas

biasanya

Page 27: BAB II apri

33

2) Mengenali perubahan pikir/tingkah laku

3) Berpartisipasi dalam aturan teraupetik/penyerapan kognitif

Tabel 2.5 Intervensi diagnosa keempat: Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologis, konflik psikologis

Intervensi Rasional

- Kaji rentang perhatian, kebingunan dan

catat tingkat ansietas pasien

- Untuk berkonsentrasi kemungkinan

memendek yang menyebabkan terjadinya

ansietas yang mempengaruhi proses pikir

pasien

- Berikan penjelasan mengenai prosedur-

prosedur. Berikan informasi tentang

proses penyakit

- Hilangnya struktur internal menimbulkan

ketakutan

- Jelaskan pentingnya pemeriksaan

neurologis secara berulang dan terakhir

- Pemahaman bahwa pengkajian dilakukan

secara teratur untuk mencegah komplikasi

yang mungkin terjadi, dapat membantu

menurunkan ansietas

- Dengarkan dengan penuh perhatian

semua hal yang digungkapkan pasien

- Perhatian dan dukungan yang diberikan

pada individu akan meningkatkan harga

diri

- Intruksikan untuk melakukan teknik

relaksasi

- Dapat membantu untuk memfokuskan

kembali perhatian pasien dan untuk

menurunkan ansietas

- Koordinasikan/ikut sertakan pada

pelatihan kognitif atau program

rehabilitasi sesuai indikasi

- Membantu dengan metode pengajaran

yang baik untuk kompensasi gangguan

pada kemampuan pikir

(Doenges, 2000: 270-289)

e. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi atau kognitif

Kriteria evaluasi pasien akan:

1) Mempertahankan posisi fungsi optimal

Page 28: BAB II apri

34

2) Meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sakit

3) Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan dilakukannya

kembali aktivitas

4) Mempertahankan integritas kulit, kandung kemih, dan fungsi usus.

Tabel 2.6 Intervensi diagnosa kelima: Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi atau kognitif

Intervensi Rasional

- Periksa kembali kemampuan dan keadaan

secara fungsional pada kerusakan yang

terjadi

- Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan

secara fungsional dan mempengaruhi

pilihan intervensi

- Kaji derajat mobilisasi pasien - Pasien mampu mandiri atau memerlukan

bantuan

- Ubah posisi pasien secara teratur - Meningkatkan sirkulasi pada seluruh

bagian tubuh

- Berikan/bantu untuk melakukan latihan

rentang gerak

- Mempertahankan mobilisasi dan fungsi

sendi/posisi normal ekstremitas dan

menurunkan terjadinya vena yang statis

- Berikan perawatan kulit yang cermat - Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas

kulit dan menurunkan terjadinya

ekskoriasi kulit.

- Berikan cairan dalam batas-batas yang

dapat ditoleransi

- Pemberian cairan yang memadai akan

menurunkan resiko terjadi infeksi

kandung kemih, batu ginjal, batu kandung

kemih.

(Doenges, 2000: 270-289)

f. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak

Kriteria evaluasi pasien akan:

1) Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi

Page 29: BAB II apri

35

2) Mencapai penyembuhan tepat waktu bila ada.

Tabel 2.7 Intervensi diagnosa keenam: Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak

Intervensi Rasional

- Berikan perawatan aseptic dan antiseptik,

pertahankan teknik cuci tangan yang baik

- Cara pertama untuk menghindari

terjadinya infeksi nosokomial

- Observasi daerah kulit yang mengalami

kerusakan

- Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan

tindakan dengan segera

- Pantau suhu tubuh secara teratur - Dapat mengindikasikan perkembangan

sesi yang selanjutnya memerlukan

evaluasi dan tindakan

- Anjurkan untuk melakukan napas dalam - Peningkatan mobilisasi dan pembersihan

sekresi paru untuk menurunkan resiko

terjadinya pneumonia

- Observasi warna/kejernihan urine, catat

adanya bau busuk

- Sebagian indikator dari perkembangan

infeksi pada saluran kemih yang

memerlukan tindakan segera

- Berikan antibiotic sesuai indikasi - Terapi profilaktif dapat digunakan pada

pasien yang mengalami trauma untuk

menurunkan resiko terjadinya infeksi

nosokomial

(Doenges, 2000: 270-289)

g. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan kemampuan

untuk mencerna nutrient (penurunan tingkat kesadaran)

Kriteria evaluasi pasien akan:

Page 30: BAB II apri

36

1) Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan

sesuai tujuan

2) Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi

Tabel 2.8 Intervensi diagnosa ketujuh: Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrient (penurunan tingkat kesadaran)

Intervensi Rasional

- Kaji kemampuan pasien untuk menelan - Menentukan pemilihan terhadap jenis

makanan

- Auskultasi bising usus catat adanya

penurunan/peningkatan

- Membantu dalam menentukan respon

untuk makan atau berkembangnya

komplikasi

- Timbang berat badan sesuai indikasi - Mengevaluasi keefektifan atau mengubah

pemberian nutrisi

- Berikan makanan dalam jumlah kecil dan

dalam waktu yang sering dengan teratur

- Meningkatkan proses pencernaan dan

toleransi pasien terhadap nutrisi yang

diberikan

- Tinggikan kepala selama makan - Menurunkan resiko regurgitasi/terjadinya

aspirasi

- Konsultasi dengan ahli gizi - Merupakan sumber efektif untuk

mengidentifikasi kebutuhan kalori

(Doenges, 2000: 270-289)

h. Perubahan proses keluarga b.d transisi dan krisis situasional.

Kriteria evaluasi pasien akan:

1) Mulai mengekspresikan perasaan dengan bebas dan tepat

2) Mengidentifikasi sumber-sumber internal dan eksternal untuk

menghadapi situasi

Page 31: BAB II apri

37

3) Mengarahkan energi dalam cara yang bertujuan untuk merencanakan

resolusi krisis

4) Mendorong dan memungkinkan anggota yang cedera untuk maju ke

arah kemandirian

Tabel 2.9 Intervensi diagnosa kedelapan: Perubahan proses keluarga b.d transisi dan krisis situasional

Intervensi Rasional

- Catat bagian-bagian dari unit keluarga - Menentukan adanya sumber keluarga dan

mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan

- Anjurkan keluarga untuk mengemukakan

hal-hal yang menjadi perhatian tentang

keseriusan kondisi

- Pengungkapan tentang rasa takut secara

terbuka dapat menurunkan ansietas dan

meningkatkan koping

- Dengan pasien dengan penuh perhatian

selama pasien mengungkapkan ketidak

berdayaannya

- Berlarutnya perasaan dapat menimbulkan

depresi

- Anjurkan untuk mengakui perasaannya - Membantu seseorang untuk menyatakan

perasaanya tentang apa yang sedang

terjadi

- Tekankan pentingnya untuk selalu

menjaga satu dialog terbuka

- Memberikan kesempatan untuk

mengungkapkan perasaan dalam suasana

terbuka

- Libatkan keluarga dalam pertemuan

rehabilitasi

- Memfasilitasi komunikasi,

memungkinkan keluarga untuk menjadi

bagian integrasi dari rehabilitasi

(Doenges, 2000: 270-289)

i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b.d tidak mengenal sumber-

sumber keterbatasan kognitif

Kriteria evaluasi pasien akan:

1) Berpartisipasi dalam proses belajar

Page 32: BAB II apri

38

2) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan,

potensial komplikasi

3) Memulai perubahan gaya hidup baru/keterlibatan dalam program

rehabilitasi

4) Melakukan prosedur yang diperlukan dengan benar

Tabel 2.10 Intervensi diagnosa kesembilan: Kurang pengetahuan mengenai kondisi b.d tidak mengenal sumber-sumber keterbatasan kognitif

Intervensi Rasional

- Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk

belajar baik pasien maupun keluarga

- Memungkinkan untuk menyampaikan

bahan yang didasarkan atas kebutuhan

secara individual

- Berikan kembali informasi yang

berhubungan dengan proses trauma dan

pengaruh sesudahnya

- Membantu dalam menciptakan harapan

yang realistis

- Diskusikan rencana untuk memenuhi

kebutuhan perawatan diri

- Berbagai tingkat bantuan mungkin perlu

direncanakan yang didasarkan atas

kebutuhan yang bersifat individual

- Identifikasi program yang kontinu setelah

proses penyembuhan

- Terapi yang direkomendasikan atas dasar

pendekatan antar disiplin dan evaluasi

sangat penting untuk perkembangan

pemulihan

- Rujuk/evaluasi dengan tim rehabilitasi

seperti terapi fisik, terapi wicara terapi

okupsi

- Kerja keras, akhirnya menghasilkan

defisit neurologis dan memampukan

pasien untuk memulai gaya hidup

baru/produktif

(Doenges, 2000: 270-289)

j. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d inflamasi trakeabronkial,

pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.

Page 33: BAB II apri

39

Kriteria evaluasi pasien akan:

1) Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan

napas

2) Menunjukkan jalan napas paten pada bunyi napas bersih, tak ada

dispnea

Tabel 2.11 Intervensi diagnosa kesepuluh: Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret

Intervensi Rasional

- Monitor jalan napas dan suara napas - Jika pasien mengalami penumpukan

secret dan

- Dilakukan suction minimal 1-2 jam sekali

dalam sekali suctoin 5-10 detik

- Suction bisa mengurangi secret yang bisa

menyumbat jalan napas

- Tinggikan kepala sampai 300 - Agar tidak menyumbat jalan napas saat

dilakukan suction

- Ajarkan klien batuk efektif - Membantu mengeluarkan sectret

(Williams, 2007: 1074)