BAB II
-
Upload
andri-setiawan -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (Overt behavior). Perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007:121).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007 : 139).
2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007:140-142) pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu sebagai berikut:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini
7
8
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan
sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
9
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang
telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
menggunakan kriteria-kriteria.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2002:25) beberapa faktor yang berhubungan dengan
karakteristik subyek antara lain:
a. Usia
Semakin cukup usia si ibu tingkat kemampuan atau kematangannya akan
lebih mudah untuk berpikir dan mudah menerima informasi tentang
kehamilannya.
b. Tingkat pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangan atau masyarakat
yang pendidikannya tinggi akan lebih mudah menerima informasi atau
10
penyuluhan yang kita berikan dan lebih cepat merubah sikapnya dalam
kehidupan sehari-hari.
c. Intelegensi
Pada prinsipnya mempengaruhi kemampuan seorang untuk menyesuaikan
diri dan cara pengambilan keputusan ibu-ibu atau masyarakat yang
intelegensinya tinggi akan banyak berpartisipasi lebih cepat dan tepat
dalam mengambil keputusan dibanding dengan masyarakat yang
intelegensinya rendah.
d. Sosial – Ekonomi
Mempengaruhi tingkah laku seseorang ibu atau masyarakat yang berasal
dari sosial ekonomi tinggi dimungkinkan lebih memiliki sikap positif
memandang diri dan masa depannya tetapi bagi ibu-ibu atau masyarakat
yang sosial ekonominya rendah akan merasa takut untuk mengambil
sikap / tindakan.
e. Sosial Budaya
Dapat mempengaruhi proses pengetahuan khususnya dalam penyerapan
nilai-nilai sosial keagamaan untuk memperkuat super egonya.
4. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005 :10-18), terdapat dua cara dalam memperoleh
pengetahuan yaitu dengan cara tradisional dan cara modern.
11
a. Cara Tradisional
Cara memperoleh pengetahuan dengan cara tradisional yaitu :
1) Cara coba-salah (trial and error)
Cara ini merupakan cara yang paling tradisional yang pernah
digunakan dengan cara coba-coba. Cara ini telah dipakai orang
sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya
peradaban. Pada waktu ini seseorang apabila menghadapi persoalan
atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan cara coba-
coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam pemecahan masalah dan apabila ada
kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua gagal maka
dicoba kemungkinan ketiga dan seterusnya sampai masalah tersebut
dapat dipecahkan (Notoatmodjo, 2005 : 10-11).
2) Cara kekuasaan atau otoritas (authority)
Pengetahuan ini dapat diperoleh berdasarkan atas otoritas atau
kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pimpinan
agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. Dengan kata lain sumber
pengetahuan tersebut berupa pemimpin-pemimpin masyarakat, baik
formal maupun non formal, pemegang pemerintah dan lain
sebagainya. Prinsip ini adalah orang menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa menguji
12
atau membuktikan kebenarannya terlebih dahulu (Notoatmodjo,
2005 : 13).
3) Berdasarkan pengalaman pribadi (Delf experience)
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah.
Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu meruapakan
sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu,
pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa yang lalu. (Notoatmodjo, 2005 :12-18).
4) Melalui jalan pikiran (opinión)
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara
berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah
mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik
melalui induksi maupun deduksi (Notoatmodjo, 2005 : 14).
Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan
pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang
dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat
suatu kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui
13
pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan
induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan umum kepada yang khusus (Notoatmodjo,
2005 : 15-16).
b. Cara Moderen
Cara moderen ini disebut sebagai penelitian ilmiah atau lebih populer
disebut metodelogi penelitian (research methodology). Cara ini mula-
mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), mula-mula ia
mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau
kemasyarakatan hasil pengamatan yang dikumpulkan dan
diklasifikasikan, diambil kesimpulan umum kemudian metode ini
dilanjutkan oleh Deobold Van Dallen, ia mengatakan bahwa dalam
memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi
langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua objek
yang diamati. (Notoatmodjo, 2005 : 18).
5. Pengukuran Pengetahuan
Berdasarkan pengertian pengetahuan yang telah diuraikan diatas,
maka pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang yang
bersangkutan mengungkapkan apa-apa yang diketahuinya dalam bukti
atau jawaban, baik lisan maupun tulisan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara
atau pengisian kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
14
diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan
yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkat-tingkat pengetahuan tersebut di atas. Pertanyaan (question) yang
dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Pertanyaan subjektif, misalnya jenis pertanyaan essay.
b. Pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan berganda (multiple
choices), betul salah dan pertanyaan menjodohkan.
Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian
untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari penilai sehingga
nilainya akan berbeda dari seorang penilai dibandingkan dengan penilai
yang lain dari satu waktu ke waktu lainnya. Pertanyaan pilihan ganda,
betul salah dan menjodohkan disebut pertanyaan objektif karena
pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilainya
tanpa melibatkan faktor subjektif dari penilai.
Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan objektif khususnya
pilihan ganda, lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat ukur
pengukuran pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan
pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai. Isi pertanyaan
hendaknya disesuaikan dengan tujuan dari penelitian, serta tergantung
dalam atau dangkalnya data yang digali. Banyaknya pertanyaan sangat
relatif, tergantung dari luasnya penelitian tersebut. Tetapi perlu
15
diperhatikan pertanyaan yang terlalu banyak akan memakan waktu yang
panjang dan dapat menimbulkan kebosanan dari responden. Apabila
responden sudah bosan, maka jawaban-jawaban akan bias.
(Notoatmodjo, 2003 : 124-126).
Menurut Skinner bila seseorang mampu menjawab mengenai materi
tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka dikatakan mengetahui
bidang itu. Sekumpulan jawaban yang diberikan seseorang itu
dinamakan pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dan subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo,
2003).
Kriteria pengukuran pengetahuan antara lain:
a. Baik : 76 – 100%
b. Cukup : 56 – 75%
c. Kurang : 40 – 55%
d. Tidak Baik : ≤ 40%
(Arikunto, 2006
6. Cara memperoleh sumber informasi
a. Tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan. Seperti dokter, bidan, perawat. Dalam hal ini
16
tenaga kesehatan memberikan informasi kepada pasien / klien
melalui promosi kesehatan.
b. Media massa tradisional
Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan
memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara
tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar,
majalah, radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini
terdapat ciri-ciri seperti:
1) Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan
didistribusikan.
2) Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya
melalui saluran tertentu.
3) Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari
masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.
4) Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.
c. Media massa modern
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan
sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian
dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon
selular. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
1) Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak
penerima (melalui SMS atau internet misalnya)
17
2) Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi
namun juga oleh individual
3) Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu
4) Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam
5) Penerima yang menentukan waktu interaksi
(Wikipedia, 2011)
B. KEHAMILAN
1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan merupakan proses yang bermula dari ovulasi sampai partus,
lamanya yaitu kira-kira 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari
(43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup
bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan post matur,
sedangkan kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur.
(Sarwono, 2009 : 89).
Kehamilan adalah masa kehamilan dimulai dengan konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya kehamilan normal adalah 280 hari (40 minggu atau
9 bulan 7 hari) dihitung sejak hari pertama haid terakhir. (Saifuddin, 2004).
18
2. Kelainan Lamanya Kehamilan
a. Abortus
Abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di
luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur
kehamilan kurang dari 28 minggu (Manuaba, 2010 : 287).
b. Prematurus
Prematurus adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram
(Manuaba, 2010 :294).
c. Kehamilan lewat waktu
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42
minggu belum terjadi persalinan. Kejadian kehamilan lewat waktu
berkisar antara 10% dengan variasi 4% sampai 15% (Manuaba, 2010 :
296).
3. Kehamilan lewat waktu
a. Pengertian kehamilan lewat waktu
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42
minggu belum terjadi persalinan. Kejadian kehamilan lewat waktu
berkisar antara 10% dengan variasi 4% sampai 15% (Manuaba, 2010 :
296).
Menurut Ida Bagus Gde Manuaba dalam Buku Ajar Patologi
Obstetri, 2010 : 125, Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang
19
melampaui usia 294 hari (42 minggu) dengan segala kemungkinan
komplikasinya. Nama lain kehamilan lewat waktu adalah kehamilan
serotinus, prolonged pregnancy, atau post-term pregnancy.
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih
dari 42 minggu disebut sebagai postterm atau kehamilan lewat waktu.
(Winkjosastro, 2007 : 317).
b. Insidensi
Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara
3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan
lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan,
dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 -7 %.
Variasi insiden postterm berkisar antara 2-31,37%.
(Wiknjosastro, 2006 : 317).
c. Etiologi
Menjelang partus terjadi penurunan hormon progesteron,
peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang
paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang
menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan
paling penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Nwosu dan kawan
kawan telah menemukan perbedaan dalam rendahnya dalam kadar
kortisol pada darah bayi sehingga disimpulkan kerentanan akan stress
20
merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan
insufisiensi plasenta. (Wiknjosastro, 2007 : 318).
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan
oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim
semakin sensitive terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu
terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitive terhadap rangsangan karena
ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. (Manuaba, 2010:296).
Sedangkan menurut Nugraheny, 2010 : 69. kehamilan lewat waktu
ialah kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan, sehingga kepekaan uterus akan oksitosin berkurang.
d. Diagnosis
Postterm adalah kondisi bayi yang lahir akibat kehamilan lewat
waktu dengan kelainan fisik akibat kekurangan makanan dan oksigen
(Winkjosastro, 2007 : 318).
Menurut Sarwono, 2006 : 319, diagnosis kehamilan lewat waktu
biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah mempertimbangkan
siklus haid dan keadaan klinis. Bila terdapat keraguan maka pengukuran
tinggi fundus uteri serial dengan sentimeter akan memberikan informasi
mengenai usia gestasi lebih tepat.
Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah :
1) Air ketuban yang berkurang,
2) Gerakan janin yang jarang.
21
Bila dilakukan pemeriksaan USG dari trimester pertama maka hampir
dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat
setelah trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan.
Pemeriksaan psitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai
sensitifitas 75% dan tes tanpa tekanan dengan kadiotokografi
mempunyai sensitifitas 100% dalam menentukan adanya disfungsi janin
plasenta atau posterm. Kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk
menentukan usia kehamilan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis
kehamilan lewat waktu, antara lain:
1) HPHT jelas.
2) Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.
3) Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan
Doppler, dan 19-20 minggu dengan fetoskop).
4) Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur
kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.
5) Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat
haid.
Menurut Wiknjosastro, 2007 : 319-320. Yang paling penting dalam
menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan janin,
karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan.
Penentuan keadaan janin dapat dilakukan:
22
1. Tes tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non
reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh
hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan
kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil tes tekanan yang
positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan
berhubungan dengan keadaan postmatur.
2. Gerakan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif
(normal rata-rata 7 kali/ 20 menit) atau secara objektif dengan
tokografi (normal rata-rata 10 kali/ 20 menit), dapat juga ditentukan
dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif
dengan USG (normal >1 cm/ bidang) memberikan gambaran
banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka
kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.
3. Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit
dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.
Keadaan yang mendukung bahwa janin masih baik memungkinkan
untuk mengambil keputusan:
1. Menunda 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa
tekanna 3 hari lagi.
2. Melakuakan induksi partus.
23
e. Prognosis
Kematian janin pada kehamilan serotinus meningkat bila pada
kehamilan normal (37-41 minggu) angka kematiannya 1,1%. Oleh
karena itu, pada 43 minggu angka kematian bayi menjadi 3,3% dan pada
kehamilan 44 minggu menjadi 6,6%. (Sastrawinata, 2005 : 14).
f. Komplikasi
Komplikasi pada kehamilan lewat waktu seperti bayi besar dapat
menyebabkan disproporsi sepalopelvik, oligohydramnion dapat
menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal,
dan keluarnya mekonium yang dapat menyebabkan aspirasi mekonium
(Saifuddin, 2009: 306-307).
Di dalam Buku Ajar Patologi Obstetri, 2010:125-126, komplikasi
kehamilan lewat waktu terjadi baik pada ibu maupun pada janin.
Komplikasi pada ibu meliputi timbulnya rasa takut akibat terlambat
melahirkan atau rasa takut menjalani proses operasi yang mengakibatkan
trias komplikasi ibu. Komplikasi pada janin meliputi hal berikut :
1) Oligohidramnion
Air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu adalah 1.000 cc,
aterm 800 cc, dan lebih dari 42 minggu 400 cc. Akibat
oligohidramnion adalah amnion menjadi kental karena mekonium
(diaspirasi oleh janin), asfiksia intra uterin (gawat janin), pada in
24
partu (aspirasi air ketuban, nilai Apgar rendah, sindrom gawat paru,
bronkus paru tersumbat hingga menimbulkan atelektasis).
2) Warna mekonium
Mekonium keluar karena reflex vagus terhadap usus. Peristaltik usus
dan terbukanya sfingter ani membuat mekonium keluar. Aspirasi
ketuban yang disertai mekonium dapat menimbulkan gangguan
pernafasan bayi/janin, gangguan sirkulasi bayi setelah lahir, dan
hipoksia intrauterine sampai kematian janin.
3) Makrosomia
Dengan plasenta yang masih baik, terjadi tumbuh kembang janin
dengan berat 4.500 gram yang disebut makrosomia. Akibatnya
dalam persalinan adalah perlu dilakukannya tindakan operatif
section cesarea, dapat terjadi trauma persalinan karena operasi
vaginal, distosia bahu yang menimbulkan kematian bayi, atau trauma
jalan lahir ibu.
4) Dismaturitas bayi
Pada usia kehamilan 37 minggu, luas plasenta 11 m2. Selanjutnya
terjadi penurunan fungsi sehingga plasenta tidak berkembang atau
terjadi klasifikasi dan aterosklerosis pembuluh darah. Penurunan
kemampuan nutrisi plasenta menimbulkan perubahan metabolisme
menuju anaerob sehingga terjadi badan keton dan asidosis.
25
Menurut Sinclair, 2010:130-131 komplikasi kehamilan serotin antara
lain :
Komplikasi pada ibu :
1) Perdarahan akibat atonia uteri
2) Angka sectio sesaria lebih tinggi
3) Frekuensi induksi persalinan meningkat
4) Endometritis pascapartum
5) Hospitalisasi yang lama
6) Komplikasi luka
Komplikasi pada neonatus :
1) Peningkatan angka mortalitas perinatal
2) Oligohidramnion
3) Makrosomia
4) Syndrom aspirasi mekonium
5) Kejang neonates
6) Syndrom lewat bulan
Syndrom lewat bulan : syndrom ini terjadi pada 25% kehamilan
lewat bulan karena disfungsi plasenta.
7) Distosia bahu
26
g. Tanda-Tanda Bayi Serotinus
Menurut Wiknjosastro, 2007 : 318, Tanda bayi serotinus dibagi 3
stadium:
STADIUM I
Kulit menunjukan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh dan mudah mengelupas.
STADIUM II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit.
STADIUM III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
Di dalam Buku Ajar Patologi Obstetri, 2010 : 126 pada kehamilan
serotinus terjadi dismaturitas dengan gejala Clifford yang ditantai
dengan:
1) Kulit, subkutan berkurang dan diwarnai mekonium
2) Otot semakin lemah
3) Kuku tampak panjang
4) Tampak keriput
5) Tali pusat lembek, mudah tertekan dan disertai oligohidramnion
Tanda-tanda bayi serotinus terlihat keriput, dengan kulit mengelupas,
tidak memiliki verniks atau lanugo, raut wajahnya siaga, terdapat lipatan
diseluruh telapak kaki, kuku jari-jarinya panjang, dan badan tampak
lemah dan kurus (Sinclair, 2010:131)
27
h. Persoalan yang dihadapi kehamilan lewat waktu
Permasalahan yang dihadapi pada kehamilan lewat waktu adalah
plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2 atau O2
sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam
rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta
dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat, terjadi
perubahan metabolisme janin, air ketuban berkurang dan makin kental,
sebagian janin bertambah berat, sehingga memerlukan tindakan operasi
persalinan, berkurangnya nutrisi O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia
dan setiap saat dapat meninggal dalam rahim, saat persalinan jauh lebih
mudah mengalami asfiksia. Kematian janin pada kehamilan lewat waktu
dapat terjadi sekitar 25 sampai 35% dalam rahim dan makin meningkat
pertolongan persalinan dengan tindakan. (Manuaba, 2010:296)
Masalah yang dihadapi pada kehamilan lewat bulan adalah resiko
terhadap janin, waktu yang tepat untuk melakukan persalinan,
menentukan persalinan pervagina versus perabdominal. Resiko
kehamilan sulit dipastikan sehingga dapat menjurus resiko kematian
janin intrauterin dan resiko makrosomia. Pada kehamilan serotinus,
persalinan perlu dipercepat bila terjadi pre-eklampsia/eklampsia, ibu
dengan hipertensi, ibu dengan diabetes mellitus dan gangguan tumbuh
kembang janin intrauterine. Pada kehamilan serotinus juga dihadapi
masalah kematangan serviks (Buku Ajar Patologi Obstetri, 2010:127).
28
i. Mencegah aspirasi mekonium
Apabila ditemukan cairan ketuban yang terwarnai mekonium harus
segera dilakukan resusitasi sebagai berikut :
a. Penghisapan nasofaring dan orifaring posterior secara agresif
sebelum dada janin lahir.
b. Bila mekonium tampak pada pita suara, pemberian ventilasi dengan
tekanan positif ditangguhkan dahulu sampai trakea telah intubasi dan
penghisapan cukup.
c. Intubasi trakea harus dilakukan rutin bila ditemukan mekonium
kental. (Saifuddin, 2009 : 309)
j. Pengelolaan Persalinan Lewat Waktu
Pengelolaan kehamilan lewat waktu diawali dari umur kehamilan 41
minggu. Hal ini disebabkan meningkatnya pengaruh buruk pada
keadaan perinatal setelah umur kehamilan 40 minggu dan meningkatnya
insiden janin besar.
Namun untuk mengurangi beban dan kepraktisan dari bidan dan
puskesmas akan di rujuk bila umur kehamilan lebih dari 41 minggu.
Bila kehamilan lebih dari 40 minggu, ibu hamil dianjurkan menghitung
gerak janin selama 24 jam (tidak boleh kurang dari 10 kali), atau
menghitung jumlah gerakan janin per satuan waktu dibandingkan
apakah mengalami penurunan atau tidak. (Saifuddin, 2009 : 307)
29
Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah
menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan
menimbulkan resiko kegawatan.( Winkjosastro, 2006 : 319)
Penatalaksanan kehamilan lewat waktu menurut Mansjoer, 2008 :
276 adalah:
a. Tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai
gerakan janin dan tanpa tekanan 3 hari kemudian. Bila hasil positif,
segera lakukan seksio sesarea.
b. Induksi persalinan
1) Prostaglandin
Prostraglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama
induksi persalinan.
a) Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu, dan periksa
denyut jantung janin (DJJ)
b) Prostraglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg atau 2-3 mg
ditempatkan pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6
jam kemudian (jika his tidak timbul)
c) Hentikan pemberian prostaglandin dan mulailah infuse
oksitosin jika
(i) Ketuban pecah
(ii) Pematangan serviks telah tercapai
(iii) Proses persalinan telah berlangsung
30
(iv) Pemakaian prostraglandin telah 24 jam
(Saiffudin, 2009)
2) Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan ketuban secara artifisial di Inggris
juga disebut sebagai induksi bedah, sering digunakan untuk
menginduksi atau mempercepat persalinan. Indikasi umum lain
untuk amniotomi antara lain pemantauan denyut jantung janin
internal jika diantipasi adanya gangguan janin dan penilaian
intrauterus kontraksi jika persalinan belum memuaskan.
Amniotomi efektif untuk mempercepat persalinan spontan atau
mendeteksi mekonium juga dapat diterima dan sering dipraktikan.
Jangan memecahkan ketuban sewaktu ada kontraksi, karena akan
menyebabkan plolap tali pusat. Sebelum dan sesudah amniotomi,
pantau dan nilai denyut jantung janin. (Cunningham, 2009 : 211)
3) Kateter Foley
Kateter foley merupakan alternatif lain disamping pemberian
prostraglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan.
Jangan melakukan kateter Foley jika ada riwayat perdarahan,
ketuban pecah, pertumbuhan janin terlambat, atau infeksi vaginal.
Cara pemasangannya yaitu :
a. Kaji ulang indikasi
b. Pasang speculum DTT vagina
31
c. Masukan kateter Foley pelan-pelan melalui serviks dengan
menggunakan forceps DTT. Pastikan ujung kateter telah
melewati ostium uteri intertum
d. Gembungkan balon kateter dengan memasukan 10 ml air
e. Gulung sisa kateter dan letakkan di vagina
f. Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus
atau sampai 12 jam
g. Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter,
kemudian lanjutkan dengan infus oksitosin. (Saiffudin, 2009)
4) Misoprostol
Penggunaan misoprostol untuk pematangan servik hanya pada
kasus-kasus tertentu, misalnya serviks belum matang sedangkan
seksio sesarea belum dapat segera dilalukan, kematian janin dalam
rahim lebih dari 4 minggu belum inpartu.
Cara pemakaian misoprostol yaitu tempatkan tablet
misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan jika his tidak
timbul dapat diulangi setelah 6 jam. Jika tidak ada reaksi setelah 2
kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg tiap 6 jam.
Jangan lebih dari 50mcg setiap kali pakai dan jangan lebih dari 4
dosis atau 200mcg. Misoprostol mempunyai risiko meningkatkan
kejadian rupture uteri. Oleh karena itu, misoprostol hanya di
berikan di pelayanan kesehatan yang ada fasilitas untuk operasi.
32
Jangan memberikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian
misoprostol. (Saiffudin, 2009)
5) Penilaian Serviks
Jika skor ≥ 6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin.
Jika ≤ 5, matangkan serviks lebih dahulu dengan prostaglandin
atau kateter Foley.
Tabel 2.1
Penilaian serviks untuk induksi persalinan (Skor Bioshop)
FaktorSkor
0 1 2 3
Bukaan (cm) Tertutup 1-2 3-4 > 5
Panjang servik (cm) > 4 3-4 1-2 < 1
Konsistensi Kenyal Rata-rata Lunak -
Posisi Posterior Tengah Anterior -
Turunnya kepala (cm
dari spina iskiadika)-3 -2 -1 +1, +2
Turunnya kepala
(dengan palpasi
abdominal menurut
system perlimaan)
4/5 3/5 2/5 1/5
Sumber : (Saifuddin, 2006)
6) Oksitosin
Terdapat berbagai metode untuk merangsang kontraksi uterus
dengan oksitosin sedang diinfuskan. Tujuannya adalah
menghasilkan aktifitas uterus yang mampu menyebabkan
33
perubahan serviks dan penurunan janin sekaligus menghindari
hiperstimulasi uterus atau atau timbulnya status janin yang bisa
membahayakan, atau keduanya. Kontraksi harus dievaluasi secara
kontinu dan oksitosin dinentikan jika kontraksi lebih dari dalam
periode 10 menit atau tujuh dalam periode 15 menit, jika
berlangsung lebih lama daripada 60 hingga 90 detik, atau jika pola
denyut jantung janin meragukan.
Oksigen sintetik biasanya diencerkan ke dalam 1000 ml larutan
garam berimbang melalui pompa infus. Infus harus dimasukan ke
dalam selang intavena utama yang dekat dengan tempat fungsi
vena. Infus oksitosin biasanya mengandung 10 sampai 20 UI
dengan 10.000 sampai 20.000 mU dicampur dengan 1000 ml
larutan Ringer Laktat, masing-masing menghasilkan konsentasi
konsentrasi oksitosin 10 atau 20 mU/ml.MM
Tabel 2.2
Regimen Oksitosin untuk Stimulasi Persalinan
RegimenDosis awal
(mU/mnt)
Peningkatan
inkremental
(mU/mnt)
Interval
dosis
(mnt)
Dosis
maksimal
(mU/ml)
Dosis rendah0,5-1 1 30-40 20
1-2 2 15 40
Dosis tinggi 6 6a ,3,1 15-40 42
34
Penigkatan bertahap dikurangi menjadi 3 mU/mnt jika terdapat
hiperstimulasi rekuren
Seperti diperlihatkan pada tabel 2.1, terdapat sejumlah regimen
oksitosin yang dianggap sesuai untuk stimulasi persalinan.
Oksitosin dimulai dengan kecepatan 6 mU/mnt dan ditingkatkan
setiap 40 menit menjadi 42 mU/mnt sesuai kebutuhan. Jika terjadi
hiperstimulasi uterus, kecepatan infusan dikurangi. (Cunningham,
2009 : 210-211).