BAB II

46
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt behavior). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007:121). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007 : 139). 7

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Overt behavior). Perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari

oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007:121).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007 : 139).

2. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007:140-142) pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu sebagai berikut:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini

7

Page 2: BAB II

8

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan

sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Page 3: BAB II

9

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang

telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,

menggunakan kriteria-kriteria.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2002:25) beberapa faktor yang berhubungan dengan

karakteristik subyek antara lain:

a. Usia

Semakin cukup usia si ibu tingkat kemampuan atau kematangannya akan

lebih mudah untuk berpikir dan mudah menerima informasi tentang

kehamilannya.

b. Tingkat pendidikan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangan atau masyarakat

yang pendidikannya tinggi akan lebih mudah menerima informasi atau

Page 4: BAB II

10

penyuluhan yang kita berikan dan lebih cepat merubah sikapnya dalam

kehidupan sehari-hari.

c. Intelegensi

Pada prinsipnya mempengaruhi kemampuan seorang untuk menyesuaikan

diri dan cara pengambilan keputusan ibu-ibu atau masyarakat yang

intelegensinya tinggi akan banyak berpartisipasi lebih cepat dan tepat

dalam mengambil keputusan dibanding dengan masyarakat yang

intelegensinya rendah.

d. Sosial – Ekonomi

Mempengaruhi tingkah laku seseorang ibu atau masyarakat yang berasal

dari sosial ekonomi tinggi dimungkinkan lebih memiliki sikap positif

memandang diri dan masa depannya tetapi bagi ibu-ibu atau masyarakat

yang sosial ekonominya rendah akan merasa takut untuk mengambil

sikap / tindakan.

e. Sosial Budaya

Dapat mempengaruhi proses pengetahuan khususnya dalam penyerapan

nilai-nilai sosial keagamaan untuk memperkuat super egonya.

4. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005 :10-18), terdapat dua cara dalam memperoleh

pengetahuan yaitu dengan cara tradisional dan cara modern.

Page 5: BAB II

11

a. Cara Tradisional

Cara memperoleh pengetahuan dengan cara tradisional yaitu :

1) Cara coba-salah (trial and error)

Cara ini merupakan cara yang paling tradisional yang pernah

digunakan dengan cara coba-coba. Cara ini telah dipakai orang

sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya

peradaban. Pada waktu ini seseorang apabila menghadapi persoalan

atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan cara coba-

coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam pemecahan masalah dan apabila ada

kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua gagal maka

dicoba kemungkinan ketiga dan seterusnya sampai masalah tersebut

dapat dipecahkan (Notoatmodjo, 2005 : 10-11).

2) Cara kekuasaan atau otoritas (authority)

Pengetahuan ini dapat diperoleh berdasarkan atas otoritas atau

kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pimpinan

agama, maupun ahli ilmu pengetahuan. Dengan kata lain sumber

pengetahuan tersebut berupa pemimpin-pemimpin masyarakat, baik

formal maupun non formal, pemegang pemerintah dan lain

sebagainya. Prinsip ini adalah orang menerima pendapat yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa menguji

Page 6: BAB II

12

atau membuktikan kebenarannya terlebih dahulu (Notoatmodjo,

2005 : 13).

3) Berdasarkan pengalaman pribadi (Delf experience)

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah.

Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu meruapakan

sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu,

pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa yang lalu. (Notoatmodjo, 2005 :12-18).

4) Melalui jalan pikiran (opinión)

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara

berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah

mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran

pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik

melalui induksi maupun deduksi (Notoatmodjo, 2005 : 14).

Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan

pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang

dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat

suatu kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui

Page 7: BAB II

13

pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan

induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari

pernyataan-pernyataan umum kepada yang khusus (Notoatmodjo,

2005 : 15-16).

b. Cara Moderen

Cara moderen ini disebut sebagai penelitian ilmiah atau lebih populer

disebut metodelogi penelitian (research methodology). Cara ini mula-

mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), mula-mula ia

mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau

kemasyarakatan hasil pengamatan yang dikumpulkan dan

diklasifikasikan, diambil kesimpulan umum kemudian metode ini

dilanjutkan oleh Deobold Van Dallen, ia mengatakan bahwa dalam

memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi

langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua objek

yang diamati. (Notoatmodjo, 2005 : 18).

5. Pengukuran Pengetahuan

Berdasarkan pengertian pengetahuan yang telah diuraikan diatas,

maka pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang yang

bersangkutan mengungkapkan apa-apa yang diketahuinya dalam bukti

atau jawaban, baik lisan maupun tulisan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara

atau pengisian kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

Page 8: BAB II

14

diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan

yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan

tingkat-tingkat pengetahuan tersebut di atas. Pertanyaan (question) yang

dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Pertanyaan subjektif, misalnya jenis pertanyaan essay.

b. Pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan berganda (multiple

choices), betul salah dan pertanyaan menjodohkan.

Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian

untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari penilai sehingga

nilainya akan berbeda dari seorang penilai dibandingkan dengan penilai

yang lain dari satu waktu ke waktu lainnya. Pertanyaan pilihan ganda,

betul salah dan menjodohkan disebut pertanyaan objektif karena

pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilainya

tanpa melibatkan faktor subjektif dari penilai.

Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan objektif khususnya

pilihan ganda, lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat ukur

pengukuran pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan

pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai. Isi pertanyaan

hendaknya disesuaikan dengan tujuan dari penelitian, serta tergantung

dalam atau dangkalnya data yang digali. Banyaknya pertanyaan sangat

relatif, tergantung dari luasnya penelitian tersebut. Tetapi perlu

Page 9: BAB II

15

diperhatikan pertanyaan yang terlalu banyak akan memakan waktu yang

panjang dan dapat menimbulkan kebosanan dari responden. Apabila

responden sudah bosan, maka jawaban-jawaban akan bias.

(Notoatmodjo, 2003 : 124-126).

Menurut Skinner bila seseorang mampu menjawab mengenai materi

tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka dikatakan mengetahui

bidang itu. Sekumpulan jawaban yang diberikan seseorang itu

dinamakan pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dan subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo,

2003).

Kriteria pengukuran pengetahuan antara lain:

a. Baik : 76 – 100%

b. Cukup : 56 – 75%

c. Kurang : 40 – 55%

d. Tidak Baik : ≤ 40%

(Arikunto, 2006

6. Cara memperoleh sumber informasi

a. Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan

melalui pendidikan. Seperti dokter, bidan, perawat. Dalam hal ini

Page 10: BAB II

16

tenaga kesehatan memberikan informasi kepada pasien / klien

melalui promosi kesehatan.

b. Media massa tradisional

Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan

memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara

tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar,

majalah, radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini

terdapat ciri-ciri seperti:

1) Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan

didistribusikan.

2) Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya

melalui saluran tertentu.

3) Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari

masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.

4) Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.

c. Media massa modern

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan

sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian

dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon

selular. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:

1) Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak

penerima (melalui SMS atau internet misalnya)

Page 11: BAB II

17

2) Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi

namun juga oleh individual

3) Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu

4) Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam

5) Penerima yang menentukan waktu interaksi

(Wikipedia, 2011)

B. KEHAMILAN

1. Pengertian Kehamilan

Kehamilan merupakan proses yang bermula dari ovulasi sampai partus,

lamanya yaitu kira-kira 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari

(43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup

bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan post matur,

sedangkan kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur.

(Sarwono, 2009 : 89).

Kehamilan adalah masa kehamilan dimulai dengan konsepsi sampai

lahirnya janin. Lamanya kehamilan normal adalah 280 hari (40 minggu atau

9 bulan 7 hari) dihitung sejak hari pertama haid terakhir. (Saifuddin, 2004).

Page 12: BAB II

18

2. Kelainan Lamanya Kehamilan

a. Abortus

Abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di

luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur

kehamilan kurang dari 28 minggu (Manuaba, 2010 : 287).

b. Prematurus

Prematurus adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang

dari 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram

(Manuaba, 2010 :294).

c. Kehamilan lewat waktu

Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42

minggu belum terjadi persalinan. Kejadian kehamilan lewat waktu

berkisar antara 10% dengan variasi 4% sampai 15% (Manuaba, 2010 :

296).

3. Kehamilan lewat waktu

a. Pengertian kehamilan lewat waktu

Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42

minggu belum terjadi persalinan. Kejadian kehamilan lewat waktu

berkisar antara 10% dengan variasi 4% sampai 15% (Manuaba, 2010 :

296).

Menurut Ida Bagus Gde Manuaba dalam Buku Ajar Patologi

Obstetri, 2010 : 125, Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang

Page 13: BAB II

19

melampaui usia 294 hari (42 minggu) dengan segala kemungkinan

komplikasinya. Nama lain kehamilan lewat waktu adalah kehamilan

serotinus, prolonged pregnancy, atau post-term pregnancy.

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari

pertama haid terakhir. Kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih

dari 42 minggu disebut sebagai postterm atau kehamilan lewat waktu.

(Winkjosastro, 2007 : 317).

b. Insidensi

Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara

3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan

lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan,

dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 -7 %.

Variasi insiden postterm berkisar antara 2-31,37%.

(Wiknjosastro, 2006 : 317).

c. Etiologi

Menjelang partus terjadi penurunan hormon progesteron,

peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang

paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang

menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan

paling penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Nwosu dan kawan

kawan telah menemukan perbedaan dalam rendahnya dalam kadar

kortisol pada darah bayi sehingga disimpulkan kerentanan akan stress

Page 14: BAB II

20

merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan

insufisiensi plasenta. (Wiknjosastro, 2007 : 318).

Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan

oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim

semakin sensitive terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu

terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitive terhadap rangsangan karena

ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. (Manuaba, 2010:296).

Sedangkan menurut Nugraheny, 2010 : 69. kehamilan lewat waktu

ialah kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah

cukup bulan, sehingga kepekaan uterus akan oksitosin berkurang.

d. Diagnosis

Postterm adalah kondisi bayi yang lahir akibat kehamilan lewat

waktu dengan kelainan fisik akibat kekurangan makanan dan oksigen

(Winkjosastro, 2007 : 318).

Menurut Sarwono, 2006 : 319, diagnosis kehamilan lewat waktu

biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah mempertimbangkan

siklus haid dan keadaan klinis. Bila terdapat keraguan maka pengukuran

tinggi fundus uteri serial dengan sentimeter akan memberikan informasi

mengenai usia gestasi lebih tepat.

Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah :

1) Air ketuban yang berkurang,

2) Gerakan janin yang jarang.

Page 15: BAB II

21

Bila dilakukan pemeriksaan USG dari trimester pertama maka hampir

dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat

setelah trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan.

Pemeriksaan psitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai

sensitifitas 75% dan tes tanpa tekanan dengan kadiotokografi

mempunyai sensitifitas 100% dalam menentukan adanya disfungsi janin

plasenta atau posterm. Kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk

menentukan usia kehamilan.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis

kehamilan lewat waktu, antara lain:

1) HPHT jelas.

2) Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.

3) Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan

Doppler, dan 19-20 minggu dengan fetoskop).

4) Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur

kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.

5) Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat

haid.

Menurut Wiknjosastro, 2007 : 319-320. Yang paling penting dalam

menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan janin,

karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan.

Penentuan keadaan janin dapat dilakukan:

Page 16: BAB II

22

1. Tes tanpa tekanan (non stress test). Bila memperoleh hasil non

reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh

hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan

kemungkinan besar janin baik. Bila ditemukan hasil tes tekanan yang

positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan

berhubungan dengan keadaan postmatur.

2. Gerakan janin. Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif

(normal rata-rata 7 kali/ 20 menit) atau secara objektif dengan

tokografi (normal rata-rata 10 kali/ 20 menit), dapat juga ditentukan

dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif

dengan USG (normal >1 cm/ bidang) memberikan gambaran

banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka

kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.

3. Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih

mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit

dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.

Keadaan yang mendukung bahwa janin masih baik memungkinkan

untuk mengambil keputusan:

1. Menunda 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa

tekanna 3 hari lagi.

2. Melakuakan induksi partus.

Page 17: BAB II

23

e. Prognosis

Kematian janin pada kehamilan serotinus meningkat bila pada

kehamilan normal (37-41 minggu) angka kematiannya 1,1%. Oleh

karena itu, pada 43 minggu angka kematian bayi menjadi 3,3% dan pada

kehamilan 44 minggu menjadi 6,6%. (Sastrawinata, 2005 : 14).

f. Komplikasi

Komplikasi pada kehamilan lewat waktu seperti bayi besar dapat

menyebabkan disproporsi sepalopelvik, oligohydramnion dapat

menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal,

dan keluarnya mekonium yang dapat menyebabkan aspirasi mekonium

(Saifuddin, 2009: 306-307).

Di dalam Buku Ajar Patologi Obstetri, 2010:125-126, komplikasi

kehamilan lewat waktu terjadi baik pada ibu maupun pada janin.

Komplikasi pada ibu meliputi timbulnya rasa takut akibat terlambat

melahirkan atau rasa takut menjalani proses operasi yang mengakibatkan

trias komplikasi ibu. Komplikasi pada janin meliputi hal berikut :

1) Oligohidramnion

Air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu adalah 1.000 cc,

aterm 800 cc, dan lebih dari 42 minggu 400 cc. Akibat

oligohidramnion adalah amnion menjadi kental karena mekonium

(diaspirasi oleh janin), asfiksia intra uterin (gawat janin), pada in

Page 18: BAB II

24

partu (aspirasi air ketuban, nilai Apgar rendah, sindrom gawat paru,

bronkus paru tersumbat hingga menimbulkan atelektasis).

2) Warna mekonium

Mekonium keluar karena reflex vagus terhadap usus. Peristaltik usus

dan terbukanya sfingter ani membuat mekonium keluar. Aspirasi

ketuban yang disertai mekonium dapat menimbulkan gangguan

pernafasan bayi/janin, gangguan sirkulasi bayi setelah lahir, dan

hipoksia intrauterine sampai kematian janin.

3) Makrosomia

Dengan plasenta yang masih baik, terjadi tumbuh kembang janin

dengan berat 4.500 gram yang disebut makrosomia. Akibatnya

dalam persalinan adalah perlu dilakukannya tindakan operatif

section cesarea, dapat terjadi trauma persalinan karena operasi

vaginal, distosia bahu yang menimbulkan kematian bayi, atau trauma

jalan lahir ibu.

4) Dismaturitas bayi

Pada usia kehamilan 37 minggu, luas plasenta 11 m2. Selanjutnya

terjadi penurunan fungsi sehingga plasenta tidak berkembang atau

terjadi klasifikasi dan aterosklerosis pembuluh darah. Penurunan

kemampuan nutrisi plasenta menimbulkan perubahan metabolisme

menuju anaerob sehingga terjadi badan keton dan asidosis.

Page 19: BAB II

25

Menurut Sinclair, 2010:130-131 komplikasi kehamilan serotin antara

lain :

Komplikasi pada ibu :

1) Perdarahan akibat atonia uteri

2) Angka sectio sesaria lebih tinggi

3) Frekuensi induksi persalinan meningkat

4) Endometritis pascapartum

5) Hospitalisasi yang lama

6) Komplikasi luka

Komplikasi pada neonatus :

1) Peningkatan angka mortalitas perinatal

2) Oligohidramnion

3) Makrosomia

4) Syndrom aspirasi mekonium

5) Kejang neonates

6) Syndrom lewat bulan

Syndrom lewat bulan : syndrom ini terjadi pada 25% kehamilan

lewat bulan karena disfungsi plasenta.

7) Distosia bahu

Page 20: BAB II

26

g. Tanda-Tanda Bayi Serotinus

Menurut Wiknjosastro, 2007 : 318, Tanda bayi serotinus dibagi 3

stadium:

STADIUM I

Kulit menunjukan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit

kering, rapuh dan mudah mengelupas.

STADIUM II

Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit.

STADIUM III

Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.

Di dalam Buku Ajar Patologi Obstetri, 2010 : 126 pada kehamilan

serotinus terjadi dismaturitas dengan gejala Clifford yang ditantai

dengan:

1) Kulit, subkutan berkurang dan diwarnai mekonium

2) Otot semakin lemah

3) Kuku tampak panjang

4) Tampak keriput

5) Tali pusat lembek, mudah tertekan dan disertai oligohidramnion

Tanda-tanda bayi serotinus terlihat keriput, dengan kulit mengelupas,

tidak memiliki verniks atau lanugo, raut wajahnya siaga, terdapat lipatan

diseluruh telapak kaki, kuku jari-jarinya panjang, dan badan tampak

lemah dan kurus (Sinclair, 2010:131)

Page 21: BAB II

27

h. Persoalan yang dihadapi kehamilan lewat waktu

Permasalahan yang dihadapi pada kehamilan lewat waktu adalah

plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2 atau O2

sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam

rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta

dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat, terjadi

perubahan metabolisme janin, air ketuban berkurang dan makin kental,

sebagian janin bertambah berat, sehingga memerlukan tindakan operasi

persalinan, berkurangnya nutrisi O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia

dan setiap saat dapat meninggal dalam rahim, saat persalinan jauh lebih

mudah mengalami asfiksia. Kematian janin pada kehamilan lewat waktu

dapat terjadi sekitar 25 sampai 35% dalam rahim dan makin meningkat

pertolongan persalinan dengan tindakan. (Manuaba, 2010:296)

Masalah yang dihadapi pada kehamilan lewat bulan adalah resiko

terhadap janin, waktu yang tepat untuk melakukan persalinan,

menentukan persalinan pervagina versus perabdominal. Resiko

kehamilan sulit dipastikan sehingga dapat menjurus resiko kematian

janin intrauterin dan resiko makrosomia. Pada kehamilan serotinus,

persalinan perlu dipercepat bila terjadi pre-eklampsia/eklampsia, ibu

dengan hipertensi, ibu dengan diabetes mellitus dan gangguan tumbuh

kembang janin intrauterine. Pada kehamilan serotinus juga dihadapi

masalah kematangan serviks (Buku Ajar Patologi Obstetri, 2010:127).

Page 22: BAB II

28

i. Mencegah aspirasi mekonium

Apabila ditemukan cairan ketuban yang terwarnai mekonium harus

segera dilakukan resusitasi sebagai berikut :

a. Penghisapan nasofaring dan orifaring posterior secara agresif

sebelum dada janin lahir.

b. Bila mekonium tampak pada pita suara, pemberian ventilasi dengan

tekanan positif ditangguhkan dahulu sampai trakea telah intubasi dan

penghisapan cukup.

c. Intubasi trakea harus dilakukan rutin bila ditemukan mekonium

kental. (Saifuddin, 2009 : 309)

j. Pengelolaan Persalinan Lewat Waktu

Pengelolaan kehamilan lewat waktu diawali dari umur kehamilan 41

minggu. Hal ini disebabkan meningkatnya pengaruh buruk pada

keadaan perinatal setelah umur kehamilan 40 minggu dan meningkatnya

insiden janin besar.

Namun untuk mengurangi beban dan kepraktisan dari bidan dan

puskesmas akan di rujuk bila umur kehamilan lebih dari 41 minggu.

Bila kehamilan lebih dari 40 minggu, ibu hamil dianjurkan menghitung

gerak janin selama 24 jam (tidak boleh kurang dari 10 kali), atau

menghitung jumlah gerakan janin per satuan waktu dibandingkan

apakah mengalami penurunan atau tidak. (Saifuddin, 2009 : 307)

Page 23: BAB II

29

Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah

menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan

menimbulkan resiko kegawatan.( Winkjosastro, 2006 : 319)

Penatalaksanan kehamilan lewat waktu menurut Mansjoer, 2008 :

276 adalah:

a. Tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai

gerakan janin dan tanpa tekanan 3 hari kemudian. Bila hasil positif,

segera lakukan seksio sesarea.

b. Induksi persalinan

1) Prostaglandin

Prostraglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama

induksi persalinan.

a) Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu, dan periksa

denyut jantung janin (DJJ)

b) Prostraglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg atau 2-3 mg

ditempatkan pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6

jam kemudian (jika his tidak timbul)

c) Hentikan pemberian prostaglandin dan mulailah infuse

oksitosin jika

(i) Ketuban pecah

(ii) Pematangan serviks telah tercapai

(iii) Proses persalinan telah berlangsung

Page 24: BAB II

30

(iv) Pemakaian prostraglandin telah 24 jam

(Saiffudin, 2009)

2) Amniotomi

Amniotomi atau pemecahan ketuban secara artifisial di Inggris

juga disebut sebagai induksi bedah, sering digunakan untuk

menginduksi atau mempercepat persalinan. Indikasi umum lain

untuk amniotomi antara lain pemantauan denyut jantung janin

internal jika diantipasi adanya gangguan janin dan penilaian

intrauterus kontraksi jika persalinan belum memuaskan.

Amniotomi efektif untuk mempercepat persalinan spontan atau

mendeteksi mekonium juga dapat diterima dan sering dipraktikan.

Jangan memecahkan ketuban sewaktu ada kontraksi, karena akan

menyebabkan plolap tali pusat. Sebelum dan sesudah amniotomi,

pantau dan nilai denyut jantung janin. (Cunningham, 2009 : 211)

3) Kateter Foley

Kateter foley merupakan alternatif lain disamping pemberian

prostraglandin untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan.

Jangan melakukan kateter Foley jika ada riwayat perdarahan,

ketuban pecah, pertumbuhan janin terlambat, atau infeksi vaginal.

Cara pemasangannya yaitu :

a. Kaji ulang indikasi

b. Pasang speculum DTT vagina

Page 25: BAB II

31

c. Masukan kateter Foley pelan-pelan melalui serviks dengan

menggunakan forceps DTT. Pastikan ujung kateter telah

melewati ostium uteri intertum

d. Gembungkan balon kateter dengan memasukan 10 ml air

e. Gulung sisa kateter dan letakkan di vagina

f. Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus

atau sampai 12 jam

g. Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter,

kemudian lanjutkan dengan infus oksitosin. (Saiffudin, 2009)

4) Misoprostol

Penggunaan misoprostol untuk pematangan servik hanya pada

kasus-kasus tertentu, misalnya serviks belum matang sedangkan

seksio sesarea belum dapat segera dilalukan, kematian janin dalam

rahim lebih dari 4 minggu belum inpartu.

Cara pemakaian misoprostol yaitu tempatkan tablet

misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan jika his tidak

timbul dapat diulangi setelah 6 jam. Jika tidak ada reaksi setelah 2

kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg tiap 6 jam.

Jangan lebih dari 50mcg setiap kali pakai dan jangan lebih dari 4

dosis atau 200mcg. Misoprostol mempunyai risiko meningkatkan

kejadian rupture uteri. Oleh karena itu, misoprostol hanya di

berikan di pelayanan kesehatan yang ada fasilitas untuk operasi.

Page 26: BAB II

32

Jangan memberikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian

misoprostol. (Saiffudin, 2009)

5) Penilaian Serviks

Jika skor ≥ 6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin.

Jika ≤ 5, matangkan serviks lebih dahulu dengan prostaglandin

atau kateter Foley.

Tabel 2.1

Penilaian serviks untuk induksi persalinan (Skor Bioshop)

FaktorSkor

0 1 2 3

Bukaan (cm) Tertutup 1-2 3-4 > 5

Panjang servik (cm) > 4 3-4 1-2 < 1

Konsistensi Kenyal Rata-rata Lunak -

Posisi Posterior Tengah Anterior -

Turunnya kepala (cm

dari spina iskiadika)-3 -2 -1 +1, +2

Turunnya kepala

(dengan palpasi

abdominal menurut

system perlimaan)

4/5 3/5 2/5 1/5

Sumber : (Saifuddin, 2006)

6) Oksitosin

Terdapat berbagai metode untuk merangsang kontraksi uterus

dengan oksitosin sedang diinfuskan. Tujuannya adalah

menghasilkan aktifitas uterus yang mampu menyebabkan

Page 27: BAB II

33

perubahan serviks dan penurunan janin sekaligus menghindari

hiperstimulasi uterus atau atau timbulnya status janin yang bisa

membahayakan, atau keduanya. Kontraksi harus dievaluasi secara

kontinu dan oksitosin dinentikan jika kontraksi lebih dari dalam

periode 10 menit atau tujuh dalam periode 15 menit, jika

berlangsung lebih lama daripada 60 hingga 90 detik, atau jika pola

denyut jantung janin meragukan.

Oksigen sintetik biasanya diencerkan ke dalam 1000 ml larutan

garam berimbang melalui pompa infus. Infus harus dimasukan ke

dalam selang intavena utama yang dekat dengan tempat fungsi

vena. Infus oksitosin biasanya mengandung 10 sampai 20 UI

dengan 10.000 sampai 20.000 mU dicampur dengan 1000 ml

larutan Ringer Laktat, masing-masing menghasilkan konsentasi

konsentrasi oksitosin 10 atau 20 mU/ml.MM

Tabel 2.2

Regimen Oksitosin untuk Stimulasi Persalinan

RegimenDosis awal

(mU/mnt)

Peningkatan

inkremental

(mU/mnt)

Interval

dosis

(mnt)

Dosis

maksimal

(mU/ml)

Dosis rendah0,5-1 1 30-40 20

1-2 2 15 40

Dosis tinggi 6 6a ,3,1 15-40 42

Page 28: BAB II

34

Penigkatan bertahap dikurangi menjadi 3 mU/mnt jika terdapat

hiperstimulasi rekuren

Seperti diperlihatkan pada tabel 2.1, terdapat sejumlah regimen

oksitosin yang dianggap sesuai untuk stimulasi persalinan.

Oksitosin dimulai dengan kecepatan 6 mU/mnt dan ditingkatkan

setiap 40 menit menjadi 42 mU/mnt sesuai kebutuhan. Jika terjadi

hiperstimulasi uterus, kecepatan infusan dikurangi. (Cunningham,

2009 : 210-211).