BAB II 2.1 Tinjauan Pustaka - digilib.uns.ac.id fileBAB II . 2.1 Tinjauan ... dari pemerintah pusat...
Transcript of BAB II 2.1 Tinjauan Pustaka - digilib.uns.ac.id fileBAB II . 2.1 Tinjauan ... dari pemerintah pusat...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTETIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
Pengelolaan keuangan daerah yang di masa kini sangat lekat
dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah mendekatkan
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah serta dengan
masyarakatnya. Desentralisasi sendiri merupakan pelimpahan wewenang
dari pemerintah pusat ke tingkat pemerintahan yang ada di bawahnya.
Osoro (2003) dalam Khusaini (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa
tipe desentralisasi, yaitu desentralisasi politik, desentralisasi administratif,
dan desentralisasi fiskal. Pemerintah Republik Indonesia juga telah
mengeluarkan 3 paket Undang-Undang Keuangan Negara untuk
mereformasi pengelolaan keuangan daerah serta untuk memperbaiki
penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui prinsip pengelolaan,
mekanisme penyusunan, pelaksanaan dan penatausahaan, pengendalian
dan pengawasan, serta pertanggungjawaban keuangan daerah (BPK,
2009).
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 1 ayat 5 menyatakan bahwa,
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 1 ayat 7 juga menyatakan bahwa,
“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.”
Otonomi dan desentralisasi daerah dilaksanakan tidak dengan serta
merta tapi juga memperhatikan kondisi dan keuangan daerah, sehingga
disusunlah sebuah mekanisme yang disebut dengan perimbangan
keuangan dan daerah yang dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat
13 dinyatakan,
“Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan
yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan
bertanggung jawab dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran
pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan”
Otonomi daerah dan desentralisasi menimbulkan kebijakan
desentralisasi fiskal yang merupakan pelimpahan kewenangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam bidang anggaran atau
keuangan, baik secara administrasi maupun pemanfaatannya. Aktivitas
keuangan daerah diharapkan berjalan lebih efektif dan efisien karena
pemerintah daerah lebih mengetahui mengenai kondisi ekonomi di
daerahnya sendiri daripada pemerintah pusat. Mardiasmo (2002)
menyatakan bahwa desentralisasi dan otonomi daerah akan merubah fokus
akuntabilitas pemerintah daerah dari bersifat akuntabilitas ke atas atau
pemerintah pusat menjadi akuntabilitas kepada masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 18 mengatur
bahwa penerimaan daerah yang pertama adalah Pendapatan Asli Daerah
(PAD) sebagai berikut, “Pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah (Perda) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.”
Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa
Pendapatan Asli Daerah yang sah diberikan untuk memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah dalam mendanai proses otonomi
daerahnya sesuai dengan potensi daerah masing-masing sebagai
perwujudan asas desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah bersumber dari
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang
dipisahkan, dan, lain-lain PAD yang sah.
Semakin besar PAD suatu daerah maka semakin baik tingkat
keberhasilan desentralisasinya yang menandakan daerah tersebut mampu
mandiri dalam membiayai operasionalisasi pelayanan publiknya. Akan
tetapi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 6 ayat 7 mengatur
mengenai pengelolaan PAD yaitu, membuat peraturan daerah mengenai
pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan menetapkan
peraturan daerah yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang
dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor.
Pengaruh pendapatan daerah terhadap belanja adalah saling
berkaitan secara sebab akibat, dimana besar kecilnya penerimaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pendapatan daerah akan mempengaruhi proses penganggaran belanja oleh
pemerintah daerah. Penelitian sebelumnya pada 7 negara besar di dunia
atau G7 menunjukkan adanya hubungan yang bersifat kausalitas dua arah
di antara pendapatan negara (pajak) dengan belanja negara. Penelitian ini
juga menyatakan bahwa keputusan terkait anggaran mengenai pajak dan
belanja dibuat oleh otoritas fiskal secara bersamaan pada 5 dari 7 negara
maju, sedangkan di 2 negara yang penganggaran pajak dan belanjanya
tidak dibuat oleh otoritas fiskal secara bersamaan yaitu Jepang dan Italia
dinyatakan bahwa penganggaran belanja publik memang dipengaruhi oleh
penerimaan (pajak) namun tidak secara vice-versa (Owoye, 1995).
Penelitian lainnya yang serupa namun dilakukan di negara berkembang
yaitu Malaysia menghasilkan kesimpulan bahwa pengeluaran pemerintah
dipengaruhi langsung oleh penerimaan pajak langsung dan tak langsung
(Loganathan et al, 2011).
2.1.3 Dana Perimbangan
Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengatur
mengenai dana perimbangan yang didefinisikan sebagai dana daerah yang
bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dengan tujuan untuk membantu daerah dalam mendanai
kewenangannya dan juga untuk mengurangi ketimpangan sumber
pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta mengurangi
kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Dana Perimbangan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan
Dana Alokasi Khusus (DAK).
2.1.3.1 Dana Bagi Hasil
Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjelaskan
bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka
persentase tertentu. Dana Bagi Hasil ini bersumber dari pajak dan sumber
daya alam. Sumber Pajak yang diambil menjadi DBH meliputi :
1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
3. Pajak Penghasilan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 dan PPh Pasal 21
Sumber kekayaan alam yang menjadi sumber DBH antara lain meliputi :
1. Kehutanan
2. Pertambangan Umum
3. Perikanan
4. Pertambangan Minyak Bumi
5. Pertambangan Gas Bumi
6. Pertambangan Panas Bumi
Dana Bagi Hasil yang dibagi di antara pemerintah daerah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang
telah diatur dalam undang-undang. Pemerintah pusat menentukan alokasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dana bagi hasil yang berasal dari sumber daya alam sesuai dengan
penetapan dasar perhitungan dan daerah penghasil.
2.1.3.2 Dana Alokasi Umum
Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjelaskan
bahwa Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan
keuangan antar-Daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan
kemampuan keuangan antar-Daerah melalui penerapan formula yang
mempertimbangkan kebutuhan dan potensi Daerah.
Dana Alokasi Umum yang diberikan dari pusat ke daerah minimal
26% dari total pendapatan dalam negeri netto pada APBN. Dana Alokasi
Umum untuk daerah diberikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar.
Celah fiskal diukur dari kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal
daerah, dimana kebutuhan fiskal merupakan kebutuhan pendanaan daerah
untuk memberikan fungsi layanan dasar umum yang diukur melalui
jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan kontruksi, Produk
domestik regional bruto, dan Indeks Pembangunan Manusia. Kapasitas
Fiskal Daerah adalah penerimaan daerah yang berasal dari PAD dan DBH.
Sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah Pegawai Negeri
Sipil di daerah tersebut. Pemberian DAU dari pusat ke daerah baik
pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan
imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota dan penyaluran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
DAU dilakukan setiap bulan dengan besaran 1/12 jumlah DAU yang
ditetapkan melalui keppres pada waktu sebelum bulan bersangkutan.
Alokasi DAU dengan dasar celah fiskal dan alokasi dasar
menunjukkan bahwa peruntukan DAU cenderung untuk kebutuhan belanja
yang sifatnya operasional. Adanya DAU dari pemerintah pusat
dimaksudkan untuk menggantikan Dana Inpres yang sudah tidak diberikan
lagi, dengan tujuan untuk membiayai keperluan infrastruktur, kesehatan,
dan pendidikan seperti yang dulu dilakukan dengan Dana Inpres (Silver et
al., 2001).
2.1.3.3 Dana Alokasi Khusus
Penjelasan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjelaskan
bahwa Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk membantu membiayai
kegiatan-kegiatan khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan
Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai
kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum
mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan
Daerah. Kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah tersebut sesuai
dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Kriteria DAK
ditetapkan oleh pemerintah pusat menjadi 3 jenis yaitu, Kriteria Umum,
Kriteria Khusus, dan Kriteria Teknis.
Ketentuan lainnya yang terkait dengan DAK adalah kewajiban
daerah untuk menyediakan dana pendamping DAK paling sedikit 10% dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
alokasi DAK yang harus dianggarkan dalam APBD sedangkan untuk
daerah dengan kemampuan fiskal tertentu Dana Pendamping DAK tidak
diwajibkan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di negara-negara
lain diketahui bahwa dana transfer baik conditional maupun unconditional
grants dari pemerintah pusat mempunyai pengaruh sangat besar dalam
menunjang pelaksanaan kegiatan operasional pemerintah lokal. Sebuah
penelitian yang dilakukan di negara-negara Afrika seperti Uganda
menyatakan bahwa urusan pendidikan dibiayai terutama oleh dana bantuan
dari pusat (Reinikka and Svensson, 2004).
Penelitian lain yang dilakukan di Eropa juga menghasilkan
kesimpulan yang serupa yakni kesimpulan bahwa transfer pemerintah
merupakan sebuah instrumen untuk mengatur prioritas belanja dan
mempengaruhi idealisme/ideologi serta kekuatan suatu daerah (Borge and
Rattso, 1997). Di Indonesia dana perimbangan sangat berperan dalam
mendorong pelaksanaan operasional dan melaksanakan pembangunan
infrastruktur, penelitian sebelumnya, dana perimbangan seperti DAU
sangat berpengaruh dalam pengalokasian belanja daerah.
2.1.4 Belanja Modal
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan Lampiran II.03 tentang Laporan Realisasi
Anggaran paragraf 37 menyatakan bahwa,
“Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk
perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
lebih dari satu periode akuntansi. Belanja Modal meliputi
antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan
bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.”
Buletin Teknis SAP Nomor 09 tentang Akuntansi Aset Tetap
menjelaskan bahwa suatu belanja pemerintah akan dianggap sebagai belanja
modal apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pengeluaran mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya
yang menambah aset Pemerintah.
2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap
atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
3. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual atau
diserahkan ke masyarakat atau pihak lainnya.
Buletin Teknis Nomor 04 tentang penyajian dan pengungkapan
Belanja Pemerintah mengklasifikasikan belanja modal menjadi lima jenis
yang terdiri dari belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung
dan bangunan, belanja jalan, irigasi, dan jaringan, dan belanja aset tetap
lainnya. Di samping belanja modal untuk perolehan aset tetap dan aset
lainnya, belanja untuk pengeluaran-pengeluaran sesudah perolehan aset
tetap atau aset lainnya dapat juga dimasukkan sebagai Belanja Modal.
Pengeluaran tersebut dapat dikategorikan sebagai Belanja Modal jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat
kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2. Pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimal nilai kapitalisasi aset
tetap/aset lainnya
2.1.5 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Permendagri Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015
menyatakan bahwa,
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.”
Penganggaran di Indonesia adalah memakai paradigma
penganggaran berbasis kinerja (performance budgeting) yang
mencerminkan beberapa hal yaitu maksud dan tujuan permintaan dana,
biaya dari program-program yang diusulkan untuk mencapai tujuan, dan
data kuantitatif yang dapat dipakai untuk mengukur pencapaian serta
pekerjaan yang dilaksanakan untuk tiap-tiap program. Penganggaran
berbasis kinerja berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas.
Efisiensi adalah adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu
aktivitas dikatakan efisien, ketika output yang dihasilkan lebih besar dengan
input yang sama, atau output yang dihasilkan sama tetapi dengan input yang
lebih sedikit. Anggaran berbasis kinerja ini tidak hanya didasarkan pada apa
yang dibelanjakan saja, namun juga didasarkan pada tujuan atau rencana
tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
anggaran biaya yang cukup dan penggunaan biaya tersebut harus efisien dan
efektif (http://www.anggaran.depkeu.go.id).
Proses penyusunan anggaran (APBD) diawali dari penyusunan
Rencana Keuangan Pemerintah Daerah (RKPD), kemudian penyusunan
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Penetapan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) oleh kepala daerah untuk kemudian diserahkan kepada
anggota DPRD. Setelah terjadi kesepakatan antara kepala daerah dan
anggota DPRD dikeluarkanlah surat edaran perihal penyusunan Rencana
Kerja Anggaran (RKA) baik untuk SKPD maupun PPKD. Setelah RKA
dibahas bersamaan dengan penyusunan rancangan peraturan daerah (Perda)
tentang APBD selesai kemudian diserahkan kepada DPRD untuk disetujui
bersama dengan kepala daerah. Setelah disetujui dan dievaluasi bersama
rancangan Perda kemudian ditetapkan menjadi Perda (Lampiran
Permendagri Nomor 37 Tahun 2014).
2.1.6 Tahun Anggaran
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan Lampiran I.01 tentang Kerangka Konseptual
Akuntansi Pemerintahan paragraf 51 menyatakan bahwa,
“Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas
pelaporan perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan
sehingga kinerja enttitas dapat diukur dan posisi sumber daya
yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang
digunakan adalah tahunan. Namun periode bulanan,
triwulanan, dan semesteran juga dianjurkan.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah biasanya disusun untuk
jangka waktu satu tahun anggaran. Dalam periode tahunan inilah terjadi
realisasi penerimaan dan belanja daerah yang kemudian dapat dipakai untuk
menilai dan mngevaluasi kinerja pemerintah daerah yang bersangkutan.
2.1.7 Teori Keagenan
Halim dan Abdullah (2006) menjelaskan bahwa teori keagenan
berasal dari teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Teori tentang hubungan antara agen dan prinsipal ini menganalisis susunan
kontraktual yang terjadi di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau
organisasi. Pihak prinsipal membuat kontrak dengan pihak agen secara
eksplisit dan implisit dengan tujuan agen akan melaksanakan tindakan atau
sesuatu sesuai dengan keinginan prinsipal. Menurut Lane (2003) dan Moe
(1984) dalam Halim dan Abdullah (2006) teori keagenan dapat diterapkan
dalam organisasi sektor publik dan untuk menganalisis kebijaka-kebijakan
publik. Hal ini membuat teori keagenan dapat diaplikasikan dalam
menganalisi kebijakan penganggaran daerah, baik untuk penganggaran
penerimaan daerah maupun belanja daerah.
Fozzard (2001) dalam Halim dan Abdullah (2006) menjelaskan
bahwa hubungan antara eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan adalah
eksekutif berperan sebagai agen dan legislatif berperan sebagai prinsipal.
Hubungan di antara eksekutif dan legislatif juga mengalami permasalahan
keagenan. Dalam konteks kebijakan publik, Johnson (1994) dalam Halim
dan Abdullah (2006) menyebut hubungan eksekutif dan legislatif sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
self interest model. Terdapat tiga pihak dengan masing-masing
kepentingannya, eksekutif ingin memaksimalkan anggarannya, legislatif
ingin terpilih kembali, dan publik menginginkan kepercayaan bahwa mereka
mendapat benefit yang maksimal tanpa harus membayar penuh. Von Hagen
(2003) dalam Halim dan Abdullah (2006) menjelaskan bahwa hubungan
keagenan yang lain terjadi antara legislatif dan publik dimana karena publik
memilih legislatif dan membayar pajak, ketika legislatif terlibat dalam
pembuatan keputusan atas pengalokasian belanja dalam anggaran daerah,
anggota legislatif diharapkan akan memperhatikan kepentingan atau
keinginan dari masyarakat yang memilih mereka.
Permasalahan yang mungkin timbul dalam masalah penganggaran
belanja karena hubungan keagenan antara lain:
1. Mengusulkan kegiatan yang tidak prioritas.
2. Mengalokasikan komponen belanja yang tidak penting dalam suatu
kegiatan.
3. Mengusulkan jumlah belanja yang terlalu besar untuk komponen belanja
dan anggaran setiap kegiatan (Abdullah dan Halim, 2006)
Apabila permasalahan seperti di atas terjadi maka belanja daerah
yang langsung berpengaruh kepada masyarakat seperti belanja modal
pelayanan publik akan dikesampingkan dan mendapatakan porsi yang
kurang memadai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
2.2 Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis merupakan keyakinan tentang bagaimana fenomena
(variabel atau konsep) tertentu terkait satu sama lain (model) dan penjelasan
tentang bagaimana variabel-variabel ini berhubungan satu sama lain (teori).
Model dan teori secara logis berasal dari dokumentasi penelitian sebelumnya
dalam wilayah permasalahan tersebut (Sekaran dan Bougie, 2013).
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
pengaruh PAD dan Dana Perimbangan terhadap alokasi belanja modal pada
kabupaten/kota di Jawa Tengah berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan
penelitian terdahulu. Komponen dasar yang diuraikan dalam penelitian ini
antara lain:
1. Identifikasi variabel yang dianggap relevan untuk diteliti secara
jelas dan pemberian label.
2. Penjelasan tentang bagaimana hubungan antar variabel.
3. Penjelasan sifat hubungan antar variabel tersebut, apakah dengan
arah positif atau negatif.
4. Penyertaan diagram skematik sebagai evaluasi.
Penggunaan dan pengalokasian penerimaan daerah dari sumber PAD
dan Dana Perimbangan perlu untuk diteliti dalam rangka mengetahui arah dan
kebijakan pembangunan daerah melalui anggaran yang disusun. Belanja
modal untuk kepentingan publik seharusnya mendapatkan porsi yang cukup
agar dapat membantu berjalannya perekonomian daerah dan pelayanan publik
yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Penerimaan daerah bersumber dari PAD dan Dana Perimbangan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang
sah, yang merupakan hasil usaha dari daerah itu sendiri dan sangat
mempengaruhi kemandirian dan keberhasilan pembangunan melalui otonomi.
Pendapatan daerah yang tidak berasal dari PAD disebut juga dengan dana
perimbangan. Dana Perimbangan yang bersumber dari transfer pemerintah
pusat antara lain Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Bagi Hasil (DBH) dan
Dana Alokasi Khusus (DAK). Masing-masing dana perimbangan diberikan
dengan tujuan yang berbeda. Dana Alokasi Umum diberikan untuk
menyamakan keuangan antar daerah agar tidak terjadi ketimpangan, DBH
diberikan sesuai dengan persentase tertentu kepada daerah penghasil
peneriman dari sektor pajak dan sumber daya alam, DAK diberikan kepada
daerah dalam rangka membantu mendanai kegiatan khusus yang sesuai
dengan prioritas nasional. Penerimaan daerah baik dari sumber PAD dan
Dana Perimbangan diharapkan digunakan oleh pemerintah daerah dengan
tujuan yang produktif, seperti mebiayai belanja modal untuk pelayanan
publik.
Selain faktor-faktor keuangan sebagaimana dijelaskan di atas,
terdapat juga faktor non-keuangan yang dapat dipertimbangkan dalam
menilai kinerja pemerintah daerah menggunakan penerimaanya. Salah
satunya adalah variabel Tahun Anggaran. Tahun anggaran yang berbeda
dalam penganggaran daerah dapat memiliki kebijakan ekonomi dan program-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
program prioritas yang berbeda yang akan mempengaruhi realisasi belanja
daerah bersangkutan. Variabel tahun anggaran dipakai sebagai variabel
kontrol dummy untuk membedakan pengaruh dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen dalam periode yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat diagram skematik untuk kerangka
teoritis sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1
Kerangka Teoritis
H1
H2
H3
H4
Variabel Independen
Variabel Kontrol
2.3 Pengembangan Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pendapatan Asli Daerah
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja adalah saling
berkaitan secara sebab akibat, dimana penerimaan pendapatan daerah akan
PAD (+)
DBH (+)
DAU (+)
DAK (+)
Alokasi
Belanja Modal
Tahun
Anggaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
mempengaruhi proses penganggaran belanja oleh pemerintah daerah.
Penelitian sebelumnya pada 7 negara besar di dunia atau G7 menunjukkan
adanya hubungan yang bersifat kausalitas dua arah antara pendapatan
(pajak) dengan belanja, serta keputusan anggaran mengenai pajak dan
belanja dibuat oleh otoritas fiskal secara bersamaan pada 5 dari 7 negara
maju. Sedangkan pada 2 negara yaitu Jepang dan Italia penganggaran
belanja publik di pengaruhi oleh penerimaan (pajak) dan tidak secara vice-
versa (Owoye, 1995). Penelitian lainnya yang Loganathan et al, (2011)
dilakukan di negara berkembang seperti Malaysia menunjukkan bahwa
direct tax dan indirect tax berpengaruh secara tidak langsung terhadap
government spending. Penelitian lain di Timur Tengah seperti di Yordania
yang akan dilakukan Bataineh (2008) menghasilkan kesimpulan bahwa
tidak setiap kenaikan penerimaan pemerintah akan menambah belanja
pemerintah, yang berarti penerimaan pemerintah tidak serta merta akan
mempengaruhi belanja.
Studi tentang pengaruh pendapatan daerah (local own resources
revenue) terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan, sebagai
contoh penelitian yang pernah dilakukan oleh Abdullah & Halim (2004)
menyatakan pendapatan (terutama pajak) akan mempengaruhi Anggaran
Belanja Pemerintah Daerah dikenal dengan memakai tax spend hyphotesis.
Dalam hal ini pengeluaran Pemerintah Daerah akan disesuaikan dengan
perubahan dalam penerimaan Pemerintah Daerah atau perubahan
pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pendapatan Asli Daerah memiliki peran yang cukup signifikan
dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas
pemerintah dan program-program pembangunan. Pemerintah mempunyai
kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga
dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Berdasarkan
uraian di atas maka kami menyimpulkan maka kami merumuskan
hipotesis sebagai berikut.
H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja modal.
2.3.2 Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil pemerintah daerah berasal dari sumber perpajakan
maupun sumber non pajak yang peruntukannya digunakan oleh pemerintah
daerah untuk membiayai kegiatan operasional dan pembangunan. Salah
satu penggunaan Dana Bagi Hasil adalah alokasi untuk pembangunan
infrastruktur atau alokasi belanja modal. Penelitian oleh Iskandar (2012)
menyatakan bahwa unconditional grants seperti Dana Bagi Hasil dan
Dana Alokasi Umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja
daerah. Sedangkan secara simultan, DBH bersama sama dengan DAK dan
PAD independen berpengaruh positif terhadap belanja langsung.
Penelitian Auten (1974) di New York menyatakan bahwa dana bagi hasil
berkorelasi positif dengan estimasi kebutuhan belanja namun tidak
berkorelasi dengan gaps antara kebutuhan belanja publik dengan sumber
daya, hal ini disebabkan karena formula alokasi dana bagi hasil tidak
memasukkan pengukuran kapasitas fiskal regional. Berdasarkan uraian di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
atas maka kami menyimpulkan maka kami merumuskan hipotesis sebagai
berikut.
H2: Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap alokasi Belanja Modal.
2.3.3 Dana Alokasi Umum
Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi Dana Alokasi Umum
terhadap peneriman daerah masih yang tertinggi dibanding dengan
penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD. Hal ini menjelaskan bahwa
pemerintah daerah masih bergantung pada transfer yang diberikan oleh
pemerintah pusat dalam mengelola keuangannya. Penelitian yang
dilakukan oleh Harianto dan Adi (2007) dan Darwanto dan Yustikasari
(2007) menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh
terhadap Belanja Modal. Hal ini disebabkan karena dengan adanya transfer
DAU dari Pemerintah pusat maka Pemerintah daerah bisa mengalokasikan
pendapatannya untuk membiayai Belanja Modal. (Moisio, 2002 dalam
Abdullah dan Halim, 2006) menyatakan bahwa orang akan lebih berhemat
dalam membelanjakan pendapatan yang merupakan hasil effort-nya sendiri
dibanding pendapatan yang diberikan pihak lain (seperti grant atau
transfer). Penelitian yang lain oleh (Maimunah, 2006) juga membuktikan
adanya flypaper effect atas dana alokasi umum (DAU) dan pendapatan
asli daerah (PAD) terhadap belanja daerah pada Kabupaten/Kota di pulau
Sumatera.
Pemberian DAU dari pemerintah pusat dimaksudkan untuk
menggantikan Dana Inpres yang sudah tidak dikeluarkan lagi di masa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
sekarang, dan ditujukan juga untuk membiayai keperluan infrastruktur,
kesehatan, dan pendidikan seperti Dana Inpres (Silver et al., 2001).
Berdasarkan uraian di atas maka kami menyimpulkan maka kami
merumuskan hipotesis sebagai berikut.
H3 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja
modal.
2.3.4 Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu
memdanai kegiatan khusus yang merupakan kegiatan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional. Karena bersifat untuk membiayai kegiatan
khusus, Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap anggaran
belanja modal. Penelitian yang dilakukan oleh Situngkir (2009)
menyatakan bahwa secara parsial dana bagi hasil (DBH), dana alokasi
khusus (DAK) dan pendapatan asli daerah (PAD), masing-masing
berpengaruh signifikan positif terhadap belanja langsung. Sedangkan
secara simultan, ketiga variabel independen berpengaruh positif terhadap
belanja langsung. Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa DAK selalu
menyediakan biaya bagi berbagai sektor yang berkaitan dengan
infrastruktur seperti irigasi, jalan, sanitasi, dan juga penyediaan air
(Cassells et al, 2010). Berdasarkan uraian di atas maka kami
menyimpulkan maka kami merumuskan hipotesis sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
H4 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap alokasi Belanja
modal.