BAB II 1100089 - Perpustakaan UIN Walisongo...
Transcript of BAB II 1100089 - Perpustakaan UIN Walisongo...
21
BAB II
KONSEP MANAJEMEN KONFLIK MENURUT WINARDI
A. BIOGRAFI WINARDI
Nama lengkap beliau adalah Prof. Dr. Winardi, SE., dilahirkan di
Padang pada tanggal 31 Januari 1931. Riwayat pendidikannya adalah sebagai
berikut: Tamat Europese Lagere School (E.L.S) di Bandung tahun 1946.
Gouvernements Hogere Burger School (HBS) met vijjarige opleiding,
Bandung, Jalan Belitung. Naik kelas IV (tahun 1947-1951). Algemene
Middelbare School (Gouvernements A.M.S.- Soscial Economische Afdeling
(1951). SMA/C Negeri Jalan Belitung Bandung (1952). Lulus tingkat
Propaedeuse Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Bandung (1953). Luluis
tingkat Kandidat (Candidatsexament) Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka
Bandung (1956). Lulus sarjana ekonomi jurusan umum Fakultas Ekonomi,
Universitas Padjadjaran Bandung, 3 Maret 1958 (angkatan pertama). Promosi
Doktor Ekonomi pada Universitas Katholik Parahyangan Bandung
(Universitas dengan status “Disamakan”) tanggal 18 Desember 1976.
Riwayat pekerjaan (Prof. Dr. Winardi, S.E., 1994: vii) yaitu pada
periode 1953-1958 ia menjadi guru ilmu ekonomi pada beberapa SMA di
Bandung (antara lain SMA Kristen, SMA Koperasi, SMA / C Siang. Pada
periode tahun 1958-1959 menjadi Dosen B-1 , B-2 kursus negeri Jurusan
Ekonomi di Bandung. Pada tahun 1959-1962 ia menjadiasisten mata kuliah
Pengantar Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran
22
Bandung dengan jabatan akademik terakhir Lektor Muda. Pada tahun 1959-
1976 mengajar di IKIP Negeri Bandung (jabatannya Lektor Kepala). Tahun
1962 hingga sekarang Dosen Fakultas Sosial Politik Padjajaran Bandung,
dengan jabatan akademis Lektor Kepala IV/C.
Tahun 1952-1961 (Prof. Dr. Winardi, S.E., 1992: viii) ia menjadi
dosen Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan Bandung.
Kemudian ia menjadi dosen (Lektor Kepala) Fakultas Ekonomi Universitas
Parahyangan Bandung sejak tahun 1959 hingga sekarang. Ia juga mantan
Dekan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas katholik
Parahyangan, dosen Pasaca Sarjana (Lektor Kepala) Universitas Padjadjaran
Bandung. Sekarang ia menjadi Guru Besar terhitung mulai 1 Agustus 1990
dengan jabatan GURU BESAR MADYA dalam ilmu Administrasi
Pembangunan pada Unit Kerja Fakultas Universitas Padjadjaran Bandung. Ia
sekaligus merangkap sebagai konsultan dalam bidang Manajemen Pemasaran
pada sejumlah perusahaan swata di Kota Bandung.
Karya-karya Winardi (Prof.Dr. Winardi, S.E., 1992: vii-ix)
Beliau telah menulis dan mempublikasikan (melalui sejumlah
penerbit nasional) lebih dari 80 buku teksbooks dan reverence books dalam
bidang Ilmu Ekonomi (makro dan mikro ekonomi), kebijakan ekonomi
pembangunan, ekonomi - manajemen umum - manajemen personalia -
manajemen perkantoran - manajemen dan organisasi - manajemen pemasaran
- ekonomi perusahan – administrasi niaga – sistem informasi manajemen –
sistem informasi pemasaran – konsultasi manajemen – sistem-sitem ekonomi
23
– teori analisis sistem – sejarah ilmu ekonomi dan topik lain dalam bidang
yang berkaitan dengannya. Di samping itu, ia telah menerbitkan berbagai
macam kamus antara lain,
1. Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia)
2. Kamus Manajemen
3. Kamus Marketing
4. Kamus Istilah-istilah Ekonomi (Bahasa Inggris-Indonesia-Belanda).
B. KONSEP MANAJEMEN KONFLIK MENURUT WINARDI
1. Pengertian Konflik
a) Definisi Konflik
Konflik menurut Winardi (1994: 1) adalah adanya oposisi
atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok
atau pun organisasi-organisasi. Sejalan dengan pendapat Winardi,
menurut Alo Liliweri (1997: 128) adalah bentuk perasaan yang tidak
beres yang melanda hubungan antara satu bagian dengan bagian lain,
satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain.
Sebagaimana kita ketahui konflik dapat secara positif fungsional
sejauh ia memperkuat kelompok dan secara negatif fungsional sejauh
ia bergerak melawan struktur.
Konflik didefinisikan sebagai interaksi antara dua atau lebih
pihak yang satu sama lain saling bergantung namun terpisahkan oleh
perbedaan tujuan dimana setidaknya salah satu dari pihak-pihak
24
tersebut menyadari perbedaan tersebut dan melakukan tindakan
terhadap tindakan tersebut.
Implikasi dari definisi konflik di atas adalah :
1. Konflik dapat terjadi di dalam atau di luar sebuah system kerja
peraturan.
2. Konflik harus disadari oleh setidaknya salah satu pihak yang
terlibat dalam konflik tersebut.
3. Keberlanjutan bukan suatu hal yang penting karena akan terhenti
ketika suatu tujuan telah tercapai
4. Tindakan bisa jadi menahan diri dari untuk tidak bertindak
5. Definisi ini bukan berarti menjadi definisi keseluruhan karena
perbedaan pihak-pihak yang terlibat akan menyebabkan perbedaan
pandangan terhadap konflik tersebut.
6. Definisi ini tidak termasuk kekerasan, perang dan kegiatan
pengrusakan
7. Konflik tidak dibatasi sebagai situasi yang konstan.
b) Teori Konflik
Menurut Winardi (1994: 5) konflik dapat dikelompokkkan
menjadi dua macam, yaitu: 1) konflik emosional (emotional conflick),
timbul karena perasaan-perasaan marah, ketidakpercayaan, ketidak
senangan, takut dan sikap menentang maupun bentrokan-bentrokan
kepribadian. 2) konflik substantife (substantive conflick) meliputi
ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti tujuan-tujuan, alokasi
25
sumber daya, distribusi, imbalan, kebijaksanaan, serta penugasan kerja.
Konflik jenis ini bisa disebabkan karena permasalahan ekonomi dan
sosial.
Sedangkan menurut pendapat Indrio Gito Sudarmo dan I
Nyoman Sudita (2000: 98-99), banyak Tokoh yang membahas
mengenai “Teori Konflik” seperti Karl Marx, Durkheim, Simmel, dan
lain-lain yang dilatarbelakangi oleh permasalahan ekonomi dan sosial.
1. Karl Marx (latar belakang ekonomi).
Ia melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses
perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik. Ia
mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan menjadi hasil
akhir sejarah perang dan revolusi kekerasan. Namun bentrokan
kepentingan-kepentingan ekonomi ini akan berakhir di dalam
sebuah masyarakat yang tanpa kelas, tanpa konflik dan kreatifitas
yang disebut komunisme.
2. Simmel dan Durkheim (latar belakang sosial).
Dari sudut sosial, lawan dari persatuan bukanlah konflik
tetapi ketidakterlibatan (noninvolvement); artinya tidak ada
satupun bentuk interaksi timbal-balik). Perspektif Simmel
mengenai konflik dan persatuan sebagai alternatif, kecuali sama
pentingnya dan merupakan bentuk-bentuk interaksi yang sangat
saling tergantung, merupakan juga suatu alternatif yang
menjembatani Marx yang memusatkan pada konflik sosial dan
26
Durkheim yang memberikan tekanan pada integrasi dan solidaritas
sosial1.
Durkheim menekankan proses sosial yang meningkatkan
integritas sosial dan kekompakan. Meskipun dia mengakui bahwa
konflik terjadi dalam kehidupan sosial, dia cenderung untuk
memperlakukan konflik yang berlebih-lebihan sebagai sesuatu
yang tidak normal dalam integrasi masyarakat.
Hubungan saling ketergantungan antara konflik dan
kekompakan dinyatakan juga dalam dinamika di dalam hubungan
kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out-group). Suatu
kelompok atau masyarakat cenderung memiliki sumber yang dapat
dikerahkan dan solidaritasnya diperkuat bila kelompok itu terlibat
dalam konflik dengan kelompok atau masyarakat lain. Selama
masa dimana ada ancaman atau konflik dengan organisasi luar,
percekcokan atau konflik dalam kelompok cenderung rendah dan
menurun.
Sondang S. Siagian, (2000: 183-184) menjelaskan bahwa,
kiranya tidak akan ada yang menyanggah kebenaran pendapat yang
menyatakan bahwa agar evektifitas organisasi dapat dipertahankan
dan kekompakan ditingkatkan, konflik yang timbul baik pada
tingkat individual, tingkat kelompok dan antar kelompok harus
1 Marx menekankan konflik sebagai proses sosial yang paling dasar; munculnya kesatuan
atau integrasi sosial diabaikan, yang menurutnya merupakan hasil dari kesadaran palsu dalam hubungan yang meliputi perbedaan. Doyle Paul Johnson, Teori Sosial; Klasik dan Modern, penterjemah: Robert M.Z. Lawang, Jakarta: PT.Gramedia, 1986, hlm. 269.
27
diselesaikan. Penyelesaian dimaksud tidak harus berarti bahwa
konflik dikurangi atau dihilangkan sama sekali, melainkan dikelola
sedemikian rupa sehingga meningkatkan efektivitas individu,
kelompok dan organisasi. Para ahli konsultan dan praktisi
manajemen pada umumnya telah mengetahui bahwa terdapat lima
bentuk penanganan konflik yang dapat digunakan, yaitu: bersaing,
kolaborasi, mengelak, akomodatif, dan kompromi.
c) Pandangan Mengenai Konflik
Menurut Steven P. Robins dalam bukunya “Managing
Organizational Conflick” sebagai mana dikutip oleh Winardi dalam
bukunya “Manajemen Konflik” (1994: 63) menyatakan bahwa sikap
terhadap konflik dalam organisasi telah berubah dari waktu ke waktu.
Stephen P. Robbins telah mempelajari evolusi tersebut, di mana
ditekankannya perbedaan antara pandangan tradisional tentang konflik
dan pandangan yang berlaku sekarang, yang dinamakannya
pandangan para interaksionis (THE INTERACTIONIST VIEW).
1) Pandangan tradisional, menganggap bahwa semua konflik
adalah berbahaya dan oleh karenanya harus dihindari.
2) Pandangan aliran hubungan manusiawi, menganggap bahwa
konflik adalah sesuatu yang lumrah dan terjadi secara alami dalam
setiap kelompok dan organisasi. Karena keberadaan konflik dalam
organisasi tidak dapat dihindari, maka aliran ini mendukung
28
penerimaan konflik tersebut dan menyadari adakalanya konflik
tersebut bermanfaat bagi prestasi suatu kelompok.
3) Pandangan interaksionis, John Aker dari IBM menjelaskan
konflik perspektif interaksionis, bahwa pendekatan interaksionis
mendorong konflik pada kedaan yang “harmonis”, tidak adanya
perbedaan pendapat yang cenderung menyebabkan organisasi
menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan
perubahan dan inovasi2.
Tabel: Pandangan Kuno dan Pandangan Modern mengenai Konflik (James
AF. Stoner dan R. Edward Freeman, 1992: 551).
Pandangan Kuno Pandangan Modern
1. Konflik dapat dihindari
2. Konflik disebabkan karena
adanya kesalahan manajemen
dalam hal mendesain dan
memanaje organisasi-organisasi
atau karena adanya pengacau-
pengacau.
3. Konflik merusak organisasi yang
bersangkutan, dan menyebabkan
1. Konflik tidak dapat dihindari
2. Konflik muncul karena aneka macam
sebab, termasuk di dalamnya struktur
organisatoris, perbedaan-perbedaan
dalam tujuan yang tidak dapat
dihindari perbedaan-perbedaan dalam
persepsi serta nilai-nilai personalia
yang terspesialisasi dan sebagainya
3. Konflik membantu, kadang-kadang
menghambat hasil pekerjaan
2Sumbangan utama dari pendekatan interaksionis adalah mendorong pimpinan organisasi
untuk selalu mempertahankan tingkat konflik yang optimal agar mampu menimbulkan semangat dan kreatifitas kelompok. Ibid. hlm. 99.
29
tidak tercapainya hasil optimal
4. Tugas manajemen adalah
meniadakan konflik
5. Agar dapat dicapai hasil prestasi
organisatoris optimal, maka
konflik perlu ditiadakan
organisatoris dengan derajat yang
berbeda-beda.
4. Tugas manajemen adalah memanaje
tingkat konflik, dan pemecahannya
hingga dapat dicapai hasil prestasi
organisatoris optimal.
5. Hasil pekerjaan optimal secara
organisatoris, memerlukan konflik
moderat.
d) Sumber Konflik
Sumber konflik menurut Winardi (1994: 4) menyatakan
bahwa konflik biasanya timbul disebabkan: 1) dianutnya nilai-nilai
baru oleh anggota-anggota kelompok tertentu. 2) sebuah kesulitan atau
problem baru yang dihadapi oleh kelompok, dimana para anggotanya
mempresepsinya dengan cara-cara yang berbeda-beda. 3) peranan
seorang anggota di luar kelompok tersebut bertentangan dengan
peranan anggota tersebut di kelompok itu. Adapun sumber konflik
lain diantaranya adalah Kebijakan.
Kebijakan inilah yang selanjutnya sering menimbulkan
persoalan sampai menjadi sebuah konflik. Timbulnya konflik dari
sebuah kebijakan dapat terjadi dari karena adanya pihak-pihak
dalam penentuan kebijakan tersebut dimana tidak semua pihak
30
dapat terakomodasi dengan kebijakan tersebut. Hal ini dapat terjadi
karena:
a. Substansi kebijakan yang dapat saja tidak diterima oleh pihak-
pihak yang terlibat dalam kebijakan tersebut.
b. Adanya individu dan atau pihak yang mempunyai akses lebih
terhadap kebijakan tersebut sehingga ada pihak yang tidak
terakomodasi dengan kebijakan tersebut.
Proses penentuan kebijakan itu sendiri melalui tahapan-
tahapan sbb :
a. Identifikasi persoalan kebijakan termasuk permintaan publik
untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah
b. Penentuan agenda atau menentukan focus perhatian media massa
pada permasalahan kebijakan publik yang akan dilakukan
c. Formulasi kebijakan dari lembaga yang berwenang untuk
diajukan pada lembaga yang menentukan kebijakan itu dapat
dilaksanakan atau tidak
d. Legitimasi kebijakan sebagai suatu tindakan politis untuk
memperoleh kekuatan
e. Implementasi kebijakan oleh lembaga eksekutif
f. Evaluasi kebijakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
kebijakan tersebut.
Tahapan-tahapan di atas menunjukan adanya celah yang
dapat menimbulkan konflik dimana pihak-pihak yang mempunyai
31
kepentingan akan terbentuk seiring dengan berjalannya tahapan-
tahapan diatas. Oleh karena itu kebijakan menjadi suatu hal yang
sensitive yang dapat menjadi sebuah konflik.
e) Tipe-tipe atau Jenis Konflik
Menurut Winardi (1994:8) ada lima jenis konflik yang dapat
kita indentifikasi dalam sebuah organisasi atau lembaga, yaitu:
1. Konflik dalam diri individu (intrapersonal)
2. Konflik antar individu (interpersonal)
3. Konflik antara individu dan kelompok (intragroup)
4. Konflik antar kelompok (intergroup)
5. Konflik antar organisasi (interorganisasi)
2. Manajemen Konflik
Konflik dalam kehidupan sehari-hari merupakan sesuatu hal yang
mendasar dan esensial. Konflik mempunyai kekuatan yang membangun
karena adanya variable yang bergerak bersamaan secara dinamis. Oleh
karena itu konflik adalah suatu proses yang wajar terjadi dalam suatu
kelompok atau masyarakat.
a. Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen, sebagaimana dikutip M. Sastra Pradja (1981 : 307)
secara etimologi berarti kepemimpinan; proses pengaturan; menjamin
kelancaran jalannya pekerjaan dalam mencapai tujuan dengan
pengorbanan sekecil-kecilnya. Atau dengan kata lain manajemen
secara singkat berarti pengelolaan.
32
Menurut Mary Parker Vollett sebagaimana dikutip Bedjo
Siswanto (1990: 3), manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain. Namun lebih dari itu, manajemen
mempunyai pengertian sebagai proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan
penggunaan sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya.
Sedangkan Konflik menurut Komaruddin (1994: 151) dapat
berarti perjuangan mental yang disebabkan tindakan-tindakan atau
cita-cita yang berlawanan. Dalam arti lain konflik adalah adanya
oposisi atau pertentangan pendapat atara orang-orang, kelompok-
kelompok ataupun organisasi-organisasi.
Jadi, Manajemen konflik adalah seni mengatur dan mengelola
konflik yang ada pada organisasi agar menjadi fungsional dan
bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi organisasi.
Sedangkan tujuan utama manajemen konflik adalah untuk
membangun dan mempertahankan kerjasama yang kooperatif dengan
para bawahan, teman sejawat, atasan, dan pihak luar. Beberapa bentuk
perilaku manajemen konflik seperti tawar-menawar, dan pemecahan
masalah secara integratif, merupakan pendekatan-pendekatan untuk
menangani konflik yang menyangkut seorang manajer dan pihak lain
yang bantuannya dibutuhkan untuk mencapai sasaran pekerjaan.
33
b. Srategi dalam Manajemen Konflik
Dalam proses perencanaan wilayah konflik dapat terjadi
pada pengambilan keputusan dan implementasinya. Pemecahan
konflik dengan sasaran sumber daya manusianya sangat
menguntungkan untuk dilaksanakan.
Menurut Ross sebagaimana dikutip Winardi (1994: 84-89)
strategi dalam memecahkan konflik adalah:
1. Self-help
Strategi self-help sering dilihat sebagai suatu tindakan
sepihak yang bersifat destruktif. Tindakan ini kadang dilakukan
oleh pihak yang kuat untuk menekan pihak yang lemah. Strategi
self-help ini dapat digunakan untuk tindakan yang konstruktif
dalam bentuk menarik diri, menghindar, tidak mengikuti, atau
melakukan tindakan independen. Pihak yang lemah sangat tepat
jika menerapkan strategi ini. Karena self-help merupakan tindakan
sepihak yang potensial dapat meningkatkan respon, meyebabkan
strategi ini sulit untuk mencapai solusi yang konstruktif. Langkah-
langkah yang dapat diambil dalam menerapkan strategi self-help,
antara lain:
a. Exit. Jika tekanan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang
lemah sangat kuat, maka pihak yang lemah sebaiknya keluar
dari tekanan tersebut. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa
34
tekanan tersebut akan menimbulkan pengaruh yang kuat pada
kehidupan pihak yang tertekan.
b. Avoidance. Menurut Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman
Sudita (2000: 118-119) Tindakan menghindar dilakukan
berdasarkan perhitungan untung ruginya untuk melakukan
suatu aksi. Jika biaya yang dikeluarkan lebih besar dari
keuntungan yang akan didapat maka strategi menghindar dapat
diterapkan. Dua strategi penghindaran yang dapat dilakukan
adalah mengabaikon konflik yang terjadi dan melakukan
pemisahan secara fisik.
c. Noncompliance. Strategi ini berguna untuk mencari dukungan
atas tindakan yang akan dilaksanakan sebagai akibat dari
kewengan yang dimiliki sangat kecil. Tindakan ini dilakukan
karena ada pihak yang tidak sepakat untuk bertindak karena
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Strategi ini juga
merupakan langkah awal untuk menerapkan strategi joint
problem solving atau third-party decision making.
d. Unilateral action. Tindakan ini sangat memungkinkan
terjadinya kekerasan, karena dua pihak saling berbenturan
kepentingan. Pihak yang melakukan tindakan ini menganggap
apa yang dilakukan merupakan bagian dari kepentingannya.
Tetapi pihak lain mungkin akan menginterpretasikan sebagai
tindakan yang destruktif.
35
2. Joint Problem Solving
Joint problem solving memungkinkan adanya kontrol
terhadap hasil yang dicapai oleh kelompok-kelompok yang terlibat.
Masing-masing kelompok mempunyai hak yang sama untuk
berpendapat dalam menentukan hasil akhir. Strategi penyelesaian
masalah ini biasanya dilakukan melalui pertemuan secara langsung
antara pihak-pihak yang sedang mengalami konflik. Menurut
Indriyo Gitosudarmo, M. Com. (Hons), dan I Nyoman Sudita
(2000: 123), dalam pertemuan ini dilakukan identifikasi atas
sumber yang menjadi penyebab timbulnya konflik dan melakukan
pengembangan alternatif-alternatif solusi untuk menyelesaikannya.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam strategi ini, yaitu:
a. Identification of interests. Identifikasi kepentingan-kepentingan
yang terlibat dalam konflik sangat kompleks. Salah satu
hambatan dalam mencari solusi dalam konflik ini adalah tidak
mampunya pihak-pihak yang terlibat menterjemahkan keluhan
yang samar-samar kedalam permintaan konkrit yang pihak lain
dapat mengerti dan menanggapinya.
b. Weighting interest. Setelah kepentingan teridentifikasi, masing-
masing pihak memberikan penilainnya terhadap
kepentingannya. Penilaian ini sangat bergantung pada
komunikasi yang terbuka dan kejujuran masing-masing pihak
36
sehingga dapat dibuat prioritas atas kepentingan-kepentingan
yang dihadapi pihak-pihak tersebut.
c. Third-party assistance and support. Pihak ketiga diperlukan
untuk memfasilitasi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik,
membuat usulan prosedur, menterjemahkan keluhan-keluhan
kedalam permintaan yang konkrit, membantu pihak-pihak
untuk mendefinisikan kepentingan relatif dari masalah yang
dihadapi, menyusun agenda, membuat pendapat mengenai isu
substansi . Pihak ketiga ini harus bersifat netral agar masing-
masing pihak dapat menerima hasil yang disepakati.
d. Interaksi antarkelompok dan Effective communication. Menurut
Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita (2000: 122), Pihak-
pihak yang terlibat terisolasi dalam persoalan yang tidak
membutuhkan dialog secara langsung untuk mencapai solusi,
tetapi mereka harus berkomunikasi aktif. Komunikasi ini
diperlukan untuk mendefinisikan mengenai isu yang dihadapi
bersama.
e. Trust that an adversary will keep agreement. Keputusan yang
diambil harus dijalankan oleh masing-masing pihak. Oleh
karena itu jika ada pihak yang melanggar keputusan tersebut
maka sebelum keputusan dijalankan harus dibuat struktur
penalty/sanksi.
37
3. Third-party decision making
Menurut Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita (2000:
126), Dengan mendatangkan pihak luar biasanya akan
menyebabkan adanya suasana baru, pandangan-pandangan baru
yang membawa kepada situasi konflik yang bersifat fungsional.
Konflik yang dihadapi individu, kelompok, dan masyarakat
kadang tidak dapat diselesaikan tanpa adanya pihak ketiga. Dalam
strategi ini, pihak ketiga membuat keputusan yang mengikat
berdasarkan aturan-aturan untuk mencapai hasil yang pasti. Pihak
ketiga ini seperti administrator atau hakim. Keputusan yang
diambil oleh administrator ini dapat diterima oleh pihak-pihak yang
terlibat konflik karena administrator dianggap mempunyai
pegangan / pedoman yang baik. Strategi ini sedikit menawarkan
kompromi atau penyelesaian masalah secara kreatif, karena pihak
ketiga mempunyai otoritas penuh
c. Metode-metode Manajemen Konflik
Menurut Winardi (1994: 79), metode manajemen konflik ada
tiga bentuk, 1) stimulasi konflik pada unit-unit atau organisasi yang
hasil pekerjaan mereka tertinggal, dibandingkan dengan standar,
disebabkan oleh karena tingkat konflik yang terjadi di sana terlampau
rendah. 2) Mengurangi atau menekan konflik sewaktu tingkat konflik
tersebut terlampau tinggi atau tidak produktif. 3) menyelesaikan
konflik.
38
Sedangkan menurut James AF. Stoner dan R. Edward
Freeman (1992: 562) bahwa metode manajemen konflik adalah
sebagai berikut:
1. Stimulasi (merangsang) Konflik
Seperti telah disebutkan dimuka, konflik dapat
menimbulkan dinamika dan pencapaian cara-cara yang lebih baik
dalam pelaksanaan kegiatan kerja suatu kelompok. Situasi di mana
konflik terlalu rendah akan menyebabkan karyawan takut
berinisiatif dan menjadi pasif. Kejadian-kejadian, perilaku dan
informasi yang dapat mengarahkan orang-orang bekerja lebih baik
diabaikan; para anggota kelompok saling bertoleransi terhadap
kelemahan dan kejelekan pelaksanaan kerja.
Metode stimulasi konflik menurut James AF. Stoner dan R.
Edward Freeman (1992: 562) meliputi: (1). Pemasukan atau
penempatan orang luar ke dalam kelompok, (2). Penyusunan
kembali organisasi, (3). Penawaran bonus, pembayaran insentif dan
penghargaan untuk mendorong persaingan, (4). Pemilihan manajer-
manajer yang tepat, da (5). Perlakuan yang berbeda dengan
kebiasaan.
2. Pengurangan dan Penekanan Konflik
Manajer biasanya lebih terlibat dengan pengurangan
konflik daripada stimulasi konflik. Metode pengurangan konflik
menekankan terjadinya antagonisme yang ditimbulkan oleh
39
konflik. Jadi, metode ini mengelola tingkat konflik melalui
“pendinginan suasana” tetapi tidak menangani masalah-masalah
yang semula menimbulkan konflik.
Dua metode menurut T. Hani Handoko (1995: 351) .dapat
digunakan untuk mengurangi konflik. Pendekatan efektif pertama
adalah mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan
tujuan yang lebih bisa diterima kedua kelompok. Metode efektif
kedua adalah mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan
untuk menghadapi “ancaman” atau “musuh” yang sama.
Sedangkan menurut James AF. Stoner dan R. Edward
Freeman (1992: 563) sekurang-kurangnya ada 3 metode untuk
mengurangi konflik, yaitu: (1). Memberikan informasi
menyenangkan antara kelompok satu dengan kelompok lain, (2).
Meningkatkan kontak sosial yang menyenangkan dengan berbagai
cara, (3). Konfrontasi, atau berunding dan memberikan penjelasan
tentang berbagai informasi.
3. Penyelesaian Konflik
Metode penyelesaian konflik menurut Winardi (1994: 84-
89) yang akan dibahas berikut berkenaan dengan kegiatan-kegiatan
para manajer yang dapat secara langsung mempengaruhi pihak-
pihak yang bertentangan. Metode-metode penyelesaian konflik
lainnya yang dapat digunakan, mencakup perubahan dalam struktur
organisasi, mekanisme koordinasi, dan sebagainya.
40
Ada tiga metode penyelesaian konflik yang sering
digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan
pemecahan masalah integratif. Metode-metode ini berbeda dalam
hal efektifitas dan kreatifitas penyelesaian konflik serta pencegahan
situasi konflik di masa mendatang.
a. Dominasi dan penekanan. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu: (1). Kekerasan (forcing), yang bersifat
menekan otokratik; (2). Penenangan (smoothing), merupakan
cara yang lebih diplomatis; (3). Penghindaran (avoidance),
dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang
tegas; (4). Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk
menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan
pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.
b. Kompromi. Melalui kompromi, manajer mencoba
menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang
dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk-
bentuk kompromi meliputi: (1) pemisahan (separation), (2).
Perwasitan (Arbitrasi), (3). Penyuapan (bribing).
c. Pemecahan masalah integratif. Menurut T. Hani Handoko
(1995: 352-353), dengan metode ini, konflik antar kelompok
diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama yang dapat
diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan masalah. Ada 3
41
metode pemecahan konflik integratif: (1). Konsensus, (2).
Konfrontasi, dan (3). Penggunaan tujuan yang lebih tinggi.
d. Lima Gaya Manajemen Konflik
Gaya atau pendekatan seseorang dalam hal menghadapi
sesuatu situasi konflik dapat diterangkan sehubungan dengan tekanan
relatif atas apa yang dinamakan cooperativeness (keinginan untuk
memenuhi kebutuhan dan minat pihak lain) dan assertiveness
(keinginan untuk memenuhi keinginan dan minat diri sendiri). Adapun
gaya dan intensi yang diwakili masing-masing gaya menurut Winardi
(1994: 18-19) sebagai berikut:
1) Tindakan menghindari (avoiding)
Bersikap tidak koopratif, dan tidak asertif; menarik diri dari
situasi yang berkembang, dan atau bersikap netral dalam segala
macam “cuaca”. Seorang manajer yang menggunakan gaya ini
akan lari dari peristiwa yang dihadapi, meninggalkan pertarungan
untuk mendapatkan hasil.
Bila suatu isu tidak penting, tindakan menangguhkan
dibolehkan untuk mendinginkan konflik – inilah penggunaan gaya
penyelesaian konflik menghindar yang paling efektif.3
3 Gaya ini juga efektif bila waktu memang membutuhkan. Sebagai contoh; misalnya
dalam rapat dewan suatu item dapat dibuat “skemanya” atau ditunda untuk dibicarakan. Dilain pihak, gaya ini dapat membuat frustasi orang lain karena jawaban penyelesaian konflik demikian lambat. Rasa kecewa biasanya berpangkal dari gaya penyelesaian konflik dengan menghindar, dan konflik cenderung meledak bila gaya ini dipakai. Lihat: William Hendricks, Bagaimana Mengelola Konflik, Penterjemah: Arif Santoso, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, hlm.50-51.
42
2) Kompetisi atau komando otoritatif
Bersikap tidak koopratif tetapi asertif; bekerja dengan cara
menentang pihak lain, berjuang untuk mendominasi dalam suatu
situasi “menang – atau – kalah “, dan atau memaksakan segala
sesuatu agar sesuai dengan kesimpulan tertentu, dengan
menggunakan kekuasaan yang ada. Gaya ini juga sering
diasosiasikan dengan gertakan dan “hardball tactic” dari para
pialang kekuasaan.
Gaya ini adalah strategi yang efektif bila suatu keputusan
yang cepat dibutuhkan atau jika perso’alan tersebut kurang penting.
Dan strategi ini adalah paling baik digunakan bila dalam keadaan
terpaksa. Dipergunakan sepanjang kita memiliki hak dan sesuai
dengan pertimbangan hati nurani kita.
3) Akomodasi atau meratakan
Bersikap koopratif, tetapi tidak asertif; membiarkan
keinginan pihak lain menonjol; meratakan perbedaan-perbedaan
guna mempertahankan harmoni yang diciptakan secara buatan.
4) Kompromis
Bersikap cukup koopratif dan asertif, tetapi tidak hingga
tingkat ekstrim. Bekerja menuju kearah pemuasan kepentingan
parsial semua pihak yang berkepentingan; melaksanakan tawar-
menawar untuk mencapai pemecahan-pemecahan “akseptabel”
tetapi bukan pemecahan optimal, hingga tak sorang pun merasa
43
bahwa ia menang atau kalah secara mutlak. Gaya ini berupaya
melakukan klarifikasi polaritas dan mencari titik temu. Keahlian
negosiasi dan bargaining (tawar-menawar) adalah diperlukan
sebagai pelengkap untuk gaya kompromi.
5) Kolaborasi (kerja sama) atau pemecahan masalah.
Bersikap koopratif maupun asertif; berupaya untuk
mencapai kepuasan benar-benar setiap pihak yang berkepentingan,
dengan jalan bekerja melalui perbedaan-perbedaan yang ada;
mencari dan memecahkan masalah demikian rupa, hingga setiap
orang mencapai keuntungan sebagai hasilnya