BAB I - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01051998/12f... ·...
Transcript of BAB I - sinta.ukdw.ac.idsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/01051998/12f... ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Permasalahan
1.1 Teks Perjanjian Pertama yang tidak lepas dari kepentingan dan Konteks
Menurut Eagleton, sebuah tulisan memiliki kekuataan untuk mengendalikan masyarakat.1
Pernyataan Eagleton ini tentu masih bisa diperdebatkan apakah memang benar bahwa semua
tulisan bisa mengendalikan masyarakat. Tetapi dalam kenyataannya kita bisa melihat banyak
tulisan-tulisan bisa mempengaruhi pola pikir masyarakat. Naskah Proklamasi yang dituliskan
oleh bung Karno bersama bung Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945 yang kemudian dibacakan
pada tanggal 17 Agustus 1945, membuat masyarakat Indonesia yang selama ini sudah sangat
merindukan kemerdekaan tetapi tidak berani meneriakkan kemerdekaan itu menjadi terbakar
semangatnya oleh karena teks proklamasi yang dibacakan Soekarno. Demikian juga sebuah
tulisan yang berisikan 95 dalil yang pernah dituliskan oleh Martin Luther dan ditempelkan di
pintu gereja Wittenberg menjadi sebuah awal munculnya gerakan reformasi di gereja Katolik
bahkan dampak dari tulisan Luther masih bisa dirasakan dalam kehidupan orang Kristen sampai
pada masa sekarang ini.2 Demikian juga dengan tulisan seorang teolog Feminis yang bernama
Kwok Pui-Lan yang diberi judul Discovering the Bible in the non-Biblical World yang membuka
“mata” banyak teolog dan juga gereja bahwa di Asia permasalahannya bukan hanya masalah
kemiskinan ataupun kebodohan tetapi juga ada masalah penderitaan dan kekerasan terhadap
perempuan.3
Selain mengendalikan masyarakat, seorang penulis dalam tulisannya biasanya akan condong
memihak kepada sebuah paham tertentu dan sekaligus dalam tulisannya itu dia menunjukkan
ketidaksetujuannya kepada paham yang lain. Kalau kembali memakai contoh Martin Luther,
maka tulisan Luther dimaksudkan untuk menunjukkan ketidaksetujuan Luther pada beberapa
pemahaman gereja Katolik Roma pada masa itu. Dalam hal ini juga Luther ingin menunjukkan
1 Elizabeth A Castelli, Stephen D. Moore, Gary A. Phillips & Regina M. Schwartz, The Postmodern Bible : the Bible and Culture Collective (New Haven & London : Yale University Press), p.273 2 Thomas van den end, Harta Dalam Bejana : sejarah gereja ringkas (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2005), p.163 3 Kwok‐Pui‐Lan, Discovering the Bible in the non‐Biblical World. dalam R. S. Sugirtharajah, Voices from the Margin : Interpreeting the Bible in the Trird World (New York : Orbis Books, 1991), p.299‐315
MILIK U
KDW
2
keberpihakannya kepada Alkitab yang dianggap Luther telah disalah gunakan oleh gereja
Katolik Roma. Salah satu pemahaman Gereja Katolik Roma yang ditentang oleh Luther ialah,
tentang surat penghapusan dosa. Dalam dalil no.43 Luther mengatakan bahwa membantu orang
lain yang membutuhkan lebih baik dari pada membeli surat pengampunan dosa.4 Demikianlah
sebuah tulisan bisa dikatakan memihak ataupun membela sebuah kepentingan tertentu dan
melawan kepentingan kelompok yang lain. Oleh karena itu penulis berkesimpulan bahwa sebuah
tulisan pada umumnya memiliki sebuah kepentingan di balik tulisannya. Atau dengan kata lain si
penulis tulisan, menjadi aktor di balik layar tulisan itu sendiri telah menunjukkan
keberpihakannya pada sebuah pemahaman dan kepentingan. Dari sini penulis menyimpulkan
bahwa memang hampir tidak ada tulisan yang tanpa kepentingan. Juga tidak ada penulis yang
dalam tulisannya mampu benar-benar objektif. Si penulis bagaimanapun dia berusaha secara
sadar untuk tidak berlaku subjektif tetapi tetap ada sebuah ideologi yang berada di belakang
pemikirannya yang mempengaruhi dia dalam tulisannya dan membuat tulisannya menjadi
subjektif. Yang dimaksud dengan apa yang ada dibelakangnya tentu banyak hal mulai dari nilai-
nilai yang dipegang oleh penulis, kepentingan yang ada dalam diri penulis ataupun kelompoknya
dan juga konteks pada saat penulisan tulisan tersebut. Dengan demikian haruslah disadari
memang sulit sekali mengatakan bahwa ada penulis yang di dalam tulisannya yang benar-benar
bisa objektif.
Hal yang menarik diutarakan oleh Arief Budiman. Menurutnya dalam membaca teks ataupun
mendengarkan sebuah cerita dengan kesadaran akan konteks cerita itu sangat penting. Misalnya
dahulu ada larangan kepada anak-anak untuk tidak boleh memotong kuku pada waktu malam
hari. Kalau dilakukan maka nanti akan ada harimau yang akan membawa anak yang memotong
kukunya kehutan dan akan dimakan di sana. Cerita ini terkesan aneh, tetapi kalau kita menyadari
tentang konteks cerita ini diutarakan maka akan ada sebuah pesan yang sebenarnya ingin
disampaikan. Pada jaman itu memang belum ada penerangan yang maksimal. Oleh karena itu
kalau memotong kuku pada malam hari kemungkinan besar kaki ataupun tangan anak tersebut
bisa terluka. Tetapi kalau diberitahu demikian si anak tidak akan mau mendengar dan percaya.
Maka dibuatlah cerita tentang harimau yang memakan anak agar anak-anak menjadi takut dan
4 Thomas van den end, Harta Dalam Bejana : sejarah gereja ringkas (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2005), p.170
MILIK U
KDW
3
tidak akan memotong kuku pada malam hari.5 Cara mengetahui makna dari sebuah cerita
ataupun teks ini, oleh Arief Budiman disebut dengan Gerakan Sastra Kontekstual.6 Dalam
pemahaman gerakan sastra kontekstual yang dilakukan ialah mencoba mencari sebuah nilai yang
muncul dari sebuah teks dengan cara menyadari latar belakang teks tersebut.
Demikian juga dengan Alkitab. Haruslah disadari bahwa Alkitab banyak mempengaruhi
kehidupan orang-orang Kristen. Cerita-cerita yang ada pada Alkitab menjadi sebuah acuan bagi
pemeluk agama yang menjadikan Alkitab sebagai Kitab Sucinya di dalam menjalani
kehidupannya sehari-hari. Hal ini terjadi karena banyak orang memahami bahwa Alkitab
merupakan Firman Tuhan yang datang langsung dari Allah. Pemahaman ini merupakan
pemahaman tentang pengilhaman Alkitab yang mekanis. Alkitab langsung datang dari Allah dan
manusia hanya alat untuk menuliskan.7 Dalam pemahaman ini Allah berperan aktif sedangkan
manusia sebagai alat hanya seperti robot yang pasif.
Padahal Alkitab merupakan sebuah tulisan iman dari seseorang tentang Tuhan. Di mana si
penulis secara aktif membuat tulisannya. Pehaman Alkitab sebagai tulisan imam menurut Harun
disebut dengan pengilhaman yang organis.8 Alkitab bukanlah sebuah tulisan yang jatuh dari
langit tetapi sama seperti tulisan Soekarno ataupun Martin Luther yang berusaha untuk
menyampaikan pandangannya tentang sesuatu hal kepada pembaca tulisannya. Oleh karena itu,
Alkitab juga tidak bisa lepas dari ideologi yang ada dibenak penulis. Dengan mengetahui latar
belakang yang membentuk ideologi penulis Alkitab, sebenarnya membantu untuk membaca
Alkitab lebih adil karena menyadari adanya konteks di belakang teks. Walaupun memang sulit
untuk bisa sampai pada konteks rill di belakang teks, tetapi kesadaran ini akan memberikan
nuansa yang lain dalam membaca Alkitab dibanding kalau kisah dalam teks mentah-mentah
dibawa ke dalam konteks sekarang tanpa kesadaraan ada konteks yang melatar belakangi teks.
Hanya saja di dalam perkembangannya pada saat ini, banyak orang Kristen tidak lagi melihat
Alkitab sebagai sebuah tulisan yang pernah ditulis oleh seseorang manusia yang memiliki
pergumulan dan juga kepentingan di dalam dia menuliskan tulisannya. Orang cenderung melihat
5 Arief Budiman, Dari Ayam dan Itik sampai ke Sosiologi Agama : Sebuah Kata Pengantar (dlm) Ideologi dan Utopia : Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik. Karl Mannheim (Yogyakarta : Kanisius, 1991), p.xxiii 6 Ibid, p.xxi 7 Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2002), p.58. 8 Ibid, p.60
MILIK U
KDW
4
Alkitab sebagai suatu kesatuan utuh yang bisa dibaca seperti membaca sebuah novel. Padahal
Alkitab baru disusun menjadi satu dan disebut Alkitab pada abad 2 SM pada masa Helenistik.9
Artinya sebelum itu ada masa yang sangat panjang yang dipenuhi dengan banyak kisah dengan
latar belakang konteks yang berbeda-beda antara satu teks dengan yang lain. Maka kalau
keadaan ini tidak disadari maka makna yang ada dari teks mungkin tidak bisa didapatkan. Sebab
kecenderungannya pembaca melihat bahwa teks yang satu dan yang lain memiliki konteks yang
sama dan pola pikir yang sama antar penulis. Padahal bisa saja penulis teks yang satu memiliki
pandangan yang berbeda sama sekali dengan penulis yang lain. Oleh karena itu haruslah ada
kesadaraan bahwa Alkitab terdiri dari kitab-kitab yang kaya akan makna dan berisikan banyak
hal yang disusun dalam keadaan yang berbeda satu teks dengan teks yang lain. Atau dalam
pemahaman yang diberikan Arief Budiman, dengan menyadari akan konteks dari Alkitab, kita
bisa menemukan pesan yang ingin disampaikan penulis dalam teks Alkitab.
1.2 Soferim Hakamim dalam konteks Perjanjian Pertama
Adalah M. Weinfeld yang pertama memakai istilah Soferim-Hakamim.10 Di dalam bukunya
Deuteronomy and Deuteronomic School Weinfeld mencoba memberikan sebuah penjelasan
tentang siapakah mereka orang-orang yang menuliskan kitab-kitab Perjanjian Pertama.
Menurutnya yang menuliskan Perjanjian Pertama11 merupakan seseorang yang bukan hanya
menguasai tulisan tetapi lebih dari itu si penulis juga memiliki kebijaksanaan. Oleh karena itu,
Weinfeld mengatakan bahwa yang menulis kitab itu adalah Soferim-Hakamim (penulis yang
bijaksana). Menurut Weinfeld mereka ini adalah orang-orang yang memiliki kemampuan untuk
menulis teks-teks yang berisikan petuah kebijaksanaan. Menurut Weinfeld keberadaan SH sudah
dimulai dari jaman Bait Allah kedua yaitu sekitar abad ke VI SM. Tetapi pernyataan tentang
waktu ini ditolak oleh Philip R Davies, karena menurutnya Soferim-Hakamim sebenarnya sudah
ada jauh sebelum jaman kerajaan ada, bahkan menurut Davies SH sudah ada sejak bangsa Israel
mengenal tulisan yaitu kira-kita satu millennium SM.12
9 William G. Dever, What did the biblical writers know and when did they know it? (Cambridge : Willian B Eerdmans Publishing Company, 2001), p.2 10 Selanjutnya disingkat dengan SH 11 Selanjutnya disingkat dengan PP 12 Philip R. Davies, In Search of ‘Ancient Israel’ ( Sheffield : Sheffield Academic Press, 1992), p.104
MILIK U
KDW
5
Di dalam konteks PP, SH merupakan salah satu aktor yang memiliki peranan yang cukup besar
khususnya dalam penulisan teks. Hanya saja, selama ini SH hanya dianggap menulis kitab-kitab
kebijaksanaan, seperti Amsal, Mazmur, ataupun Pengkhotbah. Hal ini terjadi karena kata hakam
selama ini hanya dimengerti sebuah petuah-petuah yang diucapkan dengan bahasa-bahasa yang
disusun dengan cara tertentu seperti puisi ataupun sajak. Padahal kata hakam sendiri tidaklah
hanya diterjemahkan demikian tetapi juga merujuk kepada hasil yang dibuat oleh seseorang.
Hakam mengarah kepada sebuah tulisan dan tulisan itu memiliki hikmat yang ingin dibagikan
kepada pembacanya dengan harapan si pembaca tulisan dapat melakukan sesuatu setelah
membaca tulisan itu.
J. David Pleins menganggap bahwa dalam narasi Alkitab harus disadari ada sebuah etika yang
ingin disampaikan oleh penulis. Dalam narasi kerajaan kuno, maka kita bisa melihat bahwa
adanya cerita-cerita tentang kekuasaan, gaya hidup dari orang-orang yang hidup di dalam
ataupun di sekitar kerajaan. Gambaran “historis” ini menuntuk pembacanya untuk mampu
belajar dari kisah kerajaan untuk dapat menciptakan sebuah komunitas yang lebih baik.13 Sebuah
komunitas yang lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga diminta untuk tidak berbuat seperti
yang dahulu tetapi kalau itu baik mereka diminta untuk melakukan seperti jaman dahulu.
Menurut penulis inilah yang dimaksud dengan hakam. Cerita yang disusun untuk
membangkitkan kesadaran pembacanya untuk berbuat sesuatu. Hakam bukan hanya sekedar
kata-kata bijak tetapi lebih dari pada itu hakam menuntut tindakan. Oleh Karena itu menurut
penulis, SH adalah seorang ataupun kelompok yang menuliskan sebuah tulisan yang di dalam
tulisannya tersebut ada sebuah hikmat pragmatis yang ingin meminta kepada pembacanya untuk
melakukan sebuah aksi. Dalam konteks PP tentu harus dipertimbangkan kembali bahwa SH tidak
hanya menuliskan kitab sperti Mazmur, Amsal ataupun Ayub tetapi SH juga merupakan penulis
teks-teks yang lain di PP.
2. Rumusan Masalah
Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, maka ilmu teologi juga mengalami banyak sekali
kemajuan. Pemahaman tentang Alkitab yang datang langsung dari Allah mulai bergeser ke
13 J. David Pleins, The Social Visions of the Hebrew Bible : a Theological Introduction (Louisville & Kentucky : Westminster John Knox Press, 2001), p.530‐532
MILIK U
KDW
6
dalam pemahaman bahwa Alkitab merupakan hasil tulisan orang-orang yang mencoba berefleksi
tentang Tuhan. Tetapi di dalam perkembangannya pemahaman bahwa penulis hanya menulis
tentang Tuhan juga mulai bergeser. Sebab di dalam Alkitab khusunya PP, kita bisa menemukan
bahwa isinya sangat beragam. Tidak hanya berbicara tentang hubungan manusia dengan Allah
saja tetapi dalam PP ada yang berisi tentang hubungan dengan sesama manusia, sejarah nenek
moyang, cerita-cerita kepahlawanan, ajaran kebudayaan, kebijaksanaan dan masih banyak lagi.14
Salah satu cerita yang cukup terkenal dari PP adalah kisah tentang sejarah pemerintahan Salomo
dalam I Raja-raja 3-11. Sejarah pemerintahan Salomo merupakan kisah yang cukup utuh
mengambarkan sejarah pemerintahan Salomo yang dari awal diberkati Allah dan pada akhirnya
hancur karena dia menikah dengan banyak wanita asing. Para wanita asing inilah yang pada
akhirnya membuat Salomo jauh dari Allah dan menyembah allah-allah lain yang dibawa oleh
istri-istrinya.
Banyak ahli setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa Kitab I Raja-raja merupakan
sebuah kisah besar yang menceritakan sejarah kerajaan Israel dalam PP.15 Dalam kitab ini kita
bisa menemukan jejak dari sejarah Israel mulai dari pemerintahaan raja Daud (962 SM),
pembangunan kembali Yehuda (587 SM), laporan singkat yang disisipkan tentang kematian raja
dari Babilonia Nebukadnezer (562 SM). Tetapi pemakaian kata sejarah ini bukan berarti tidak
meninggalkan masalah. Memang tidak ada keragu-raguan tentang bentuk kitab ini yang memang
bercerita tentang sejarah, tetapi apakah sejarah yang dituliskan di dalam kitab ini bisa dikatakan
cerita yang sesungguhnya, sesuai dengan fakta yang ada (factual)? Keragu-raguan ini terjadi
karena ada data-data yang membingungkan dan tidak jelas.
Adapun data yang dimaksud di sini ialah mengenai bukti kerajaan yang digambarkan di dalam
teks yang sebagian hal bertolak belakang dengan yang ditemukan dalam kegiatan-kegiatan
arkeologi. Kota Yerusalem yang digambarkan sebagai kota yang sangat besar di dalam teks,
ternyata menurut para arkeolog hanya sebuah kota kecil sampai pada akhir abad VIII SM.16 Hal
yang lain juga masih merupakan sebuah permasalahan ialah tentang Bait Allah yang diceritakan
14 William G. Dever, What did the biblical writers know and when did they know it? (Cambridge : Willian B Eerdmans Publishing Company, 2001), p.2 15 Walter Brueggemann, I&II Kings : Smyth and Helwys Bible Commentary (Georgia : Smyth & Helwys Publishing, 2000), p.1 16 John J. Collins, Introduction to the Hebrew Bible (Minneapolis : Fortress Press, 2004), p.248
MILIK U
KDW
7
dalam I Raja-raja. Bait Allah yang dulu dibangun oleh Salomo diperkirakan berada tepat di atas
Masjid Al-Aqsa. Hal ini tentu menyulitkan karena pada masa sekarang adanya ketegangan yang
belum terselesaikan di Palestina. Sehingga tentu tidak mungkin untuk membongkar Masjid Al-
Aqsa dan membuktikan apakah Bait Allah ada di sana ataupun memastikan apakah bentuknya
sama dengan yang diceritakan di teks I Raja-Raja. Ada juga beberapa ahli yang meragukan
tentang kehebatan pasukan tentara raja Salomo hanyalah sebuah cerita khayalan yang merupakan
sebuah impian untuk mendapatkan kejayaan kembali dari masa sesudah Salomo.17
Keragu-raguan dari para ahli arkeologi ini tentu harus disikapi. Menurut penulis, sejarah
pemerintahan Salomo tidak akurat datanya karena memang bukan itulah sasaran utama yang
ingin dicapai oleh si penulis dalam merekonstruksi sejarah Salomo. Tetapi sebenarnya ada
kepentingan lain. Atau dengan kata lain poin utama penulis bukan pada masalah sejarah tetapi
penulis mengunakan sejarah Salomo untuk menunjukkan kepentingannya. Menurut Davies apa
yang dilakukan penulis PP ialah sebuah kegitatan yang ia namakan historiography. yang
dimaksudkan dengan historiography ialah sebuah usaha merekonstruksi sejarah dalam kerangka
pemikiran penulis.18 Maka tidak heran kalau terkadang ada ketidaksamaan antara teks dengan
fakta arkeologi. Sebab penulis memang tidak bertujuan untuk merekonstruksi sejarah agar
pembacanya tetap mengingat kisah masa lalu, tetapi apa yang terjadi masa lalu bisa
mempengaruhi kehidupan pembacanya sesuai dengan ideologi yang dipegang oleh penulis.
Inilah permasalahan pertama yang ingin dilihat penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
Bagaimana SH (penulis teks I Raja-raja) menggunakan sejarah pemerintahan Salomo untuk
mempengaruhi pembacanya dengan ideologi dan kepentingan yang mereka miliki. Oleh karena
itu, hal yang pertama yang harus dibuktikan dalam tulisan ini bahwa SH merupakan penulis dari
sejarah pemerintahan Salomo.
Setelah penulis menunjukkan bahwa SH merupakan penulis dari sejarah pemerintahan Salomo
dalam I Raja-raja 3-11, permasalahan kedua yang ingin dilihat oleh penulis ialah menemukan
bagaimana SH merekonstruksi sejarah berdasarkan ideologi mereka. Selain melihat ideologi
dalam rekonstruksi sejarah yang dilakukan SH, penulis juga ingin menemukan hikmat yang ingin
diberikan oleh SH kepada masyarakat Israel pada saat tulisan itu dituliskan. Untuk menemukan 17 Ibid, p.248 18 Philip R Davies, Scribes and Schools : the Canonization of the Hebrew Scriptures (Louisville & Kentucky : Westminster John Knox Press, 1998), p.75
MILIK U
KDW
8
hal ini, maka penulis akan memperlihatkan konteks penulisan I Raja-raja. Karena polemik yang
dalam konteks menjadi latar belakang SH menuliskan sejarah pemerintahan Salomo.
Pada bagian akhir penulis akan mencoba mencari relevansi ideologi dan hikmat SH pada kitab
Salomo dengan konteks di Indonesia. Pada bagian ideologi, penulis akan mencoba melihat
ideologi SH dalam polemik mengenai budaya serta dalam bidang hukum. Apakah ideologi SH
dalam I Raja-raja 3-11 bisa juga mempengaruhi pola pikir orang Indonesia (khususnya orang
Kristen) dalam menjalani kehidupan bersama dengan orang lain yang notabene berbeda budaya
dan kepercayaannya. Serta adanya benturan (tidak selalu) antara hukum positif dengan hukum
agama.
Hikmat dalam I Raja-raja ditujukan kepada banga Israel yang baru pulang dari pembuangan yang
ingin membangun kembali kejayaan bangsanya. Salah satu hikmat SH dalam konteks I Raja-raja
ialah bahwa Allah adalah sumber kehidupan. Bagaimanakah relevansi hikmat Allah sebagai
sumber kehidupan bisa diterima dalam oleh orang Kristen pada masa ini.
3. Batasan Permasalahan
Dalam tulisan ini penulis hanya akan melihat teks I Raja-raja sebagai sebuah tulisan hikmat.
Kerangka pemikiran ini tentu akan mendapatkan sangahan dari beberapa tradisi yang selama ini
berkembang. Misalnya I Raja-raja bukanlah termasuk kitab Hikmat tetapi sejarah. Karena bukan
kitab hikmat, mungkinkah ada pengaruh tradsi hikmat dalam teks. Tetapi dalam kerangka
penulisan skripsi ini, penulis tidak akan sampai kepada menentukan tradisi yang mana yang
tepat, karena pemakaian tradisi ini tentu sangat ditentukan oleh metode tafsir yang dipakai serta
tujuan penafsiran.19 Dalam konteks skripsi ini penulis merasa bahwa I Raja-raja bisa juga dilihat
dalam kerangka tradisi hikmat.
Dalam tulisan ini penulis juga hanya akan melihat ideologi yang ingin ditanamamkan SH kepada
bangsa Israel sebagai pembaca teks tersebut. Penulis tidak akan melihat bagaimana akhirnya teks
yang dituliskan oleh SH dalam teks sejarah pemerintahan Salomo mempengaruhi bangsa Israel.
19 Robert Setio, Membaca Alkitab Menurut Pembaca : Suatu Tafsiran Pragmatis (Yogyakarta : Duta Wacana Press, 2006), p.13
MILIK U
KDW
9
4. Pemilihan judul
Berdasarkan permasalahan pokok dan batasan permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya,
maka penulis memilih judul :
Ideologi dan Hikmat Soferim-Hakamim
dalam Kisah Sejarah Salomo (I Raja-raja 3-11)
Judul ini dipilih karena dalam proses penulisan penulis ingin melihat bagaimana SH mencoba
merekonstruksi sejarah pemerintahan Salomo dalam kerangka ideologi dan hikmat yang mereka
miliki dengan harapan dapat mempengaruhi pembacanya pada saat itu. Sedangkan pemilihan
teks penulis mengikuti penjudulan yang diberikan oleh John Collins yang memberikan judul
pemerintahan Salomo.20 Penulis sendiri melihat bahwa mulai dari ayat inilah Salomo secara aktif
memulai memimpin bangsa Israel.
Ideologi bisa diartikan suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarah
dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaan.
Dalam defenisi ini ada tiga hal yang terkandung di dalamnya. Yang pertama, ideologi memuat
sejarah masa lampau yang diukur menurut sistem nilai yang dicita-citakan. Yang kedua, suatu
visi mengenai masa depan sebagai hasil dari penilaian sejarah masa lampau dengan nilai yang
dicita-citakan. Yang ketiga ideologi menuntut suatu kognitif ataupun praxis.21 Untuk pengertian
pertama dan kedua, inilah yang menurut penulis inilah yang dilakukan SH dalam merekonstruksi
sejarah dengan maksud untuk mempengaruhi pikiran orang Israel dengan harapan orang Israel
akan melakukan apa yang mereka pikirkan. Dalam mempengaruhi orang banyak itu, ada cita-cita
yang diinginkan oleh SH. Sedangkan pengertian yang ketiga menurut penulis inilah hikmat.
Setelah membaca teks ada sebuah pengetahuan dan tindakan yang terus menurut berefleksi
dengan teks. Teks mempengaruhi cara hidup orang Israel. Dengan penjelasan di atas penulis
dalam pemilihan judul membedakan antara ideologi dan hikmat.
20 Ibid,p.247 21 JB. Sudarmanto, Agama dan Ideologi (Yogyakarta : Kanisius, 1987),p.11
MILIK U
KDW
10
5. Tujuan penulisan
Tujuan pertama dari tulisan ini tentu membuktikan bahwa SH merupakan penulis sejarah
pemerintahan Salomo dalam I Raja-raja. Dalam proses bagian ini penulis tentu harus
membuktikan bahwa SH yang selama ini dipahami hanya menulis kitab-kitab kebijaksanaan juga
merupakan penulis sejarah pemerintahan Salomo.
Tujuan kedua penulis ialah melihat bagaimana SH mencoba mengarahkan pembacanya kepada
ideologi dan hikmat yang mereka miliki melalui sebuah sejarah pemerintahan Salomo terhadap
kepentingan mereka. Untuk mencapai hal ini penulis tentu harus terlebih dahulu melihat konteks
penulisan teks. Konteks itulah yang mempengaruhi SH dalam tulisannya mengenai sejarah
pemerintahan Salomo.
Tujuan ketiga dalam tulisan ini ialah mencoba mencari relvansi dari ideologi dan hikmat SH
dalam konteks bangsa Indonesia secara umum dan secara khusus kepada orang Kristen.
6. Metode penulisan
Dalam penulisan ini penulis skripsi ini, penulis akan melakukan pendekataan literatur dengan
menggunakan metode tafsir Ideologi. Pendekatan ideologi ialah sebuah metode tafsir yang
mencoba menyadari bahwa tidak ada sebuah teks yang tidak lepas dari ideologi. Dalam proses
penulisan skripsi ini ideologi yang ingin dilihat ialah ideologi SH dalam kitab I Raja-raja 3-11.
Untuk bisa melihat ideologi SH, maka penulis akan dibantu oleh bukti-bukti sejarah untuk
melihat konteks sosial dan juga kepentingan yang lain yang pada akhirnya membentuk ideologi
SH.22 Selanjutnya setelah mengetahui ideologi SH yang dibentuk dari konteks mereka, penulis
akan melihat bagaimana ideologi itu dibangun SH di dalam sejarah pemerintahan Salomo.
Untuk bisa melihat hal tersebut penulis mencoba mencari kesamaan antara konteks SH dengan
sejarah pemerintahan Salomo.
22 Robert Setio, Membaca Alkitab Menurut Pembaca : Suatu Tafsir Pragmatis (Yogyakarta : Duta Wacana Press, 2006),p.29
MILIK U
KDW
11
7. Sistematika penulisan
7.1 BAB I Pendahuluan
Dalam bagian ini penulis akan menjelaskan latar belakang permasalahan, rumusan masalah,
batasan masalah, pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan kemudian sistematika
penulisan.
7.2 BAB II Konteks Soferim-Hakamim
Dalam bagian ini penulis akan menjelaskan siapakah SH, dimanakah mereka berada, peranan
mereka, metode mereka menuliskan teks. Selanjutnya penulis akan membuktikan bahwa SH
merupakan penulis dari I Raja-Raja. Pada bagian ini pula penulis akan menunjukkan konteks
yang dilihat SH pada saat dia menuliskan sejarah pemerintahan Salomo yaitu jaman Bait Allah
ke-II. Dibagian akhir bagian ini penulis akan mencoba menunjukkan polemik yang terjadi pada
bangsa Israel dalam kaitannya dengan konteks yang sedang terjadi pada waktu itu.
7.3 BAB III Ideologi dan Hikmat Soferim Hakamim Sejarah Pemerintahan Salomo
Pada bagian ini penulis akan melihat bagaimana para penafsir mencoba melihat sejarah
pemerintahan Salomo. Setelah melihat tafsir beberapa penafsir, penulis akan mencoba melihat
ideologi dan hikmat yang dimunculkan SH dalam sejarah pemerintahan Salomo.
7.4 BAB IV Relevansi
Pada bagian ini penulis akan mencoba melihat relevansi ideologi dan hikmat Salomo dalam
konteks bangsa Indonesia pada saat ini.
MILIK U
KDW