BAB I PENDAHULUANeprints.umm.ac.id/27485/1/jiptummpp-gdl-alfinandiy-32481-2-babi.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUANeprints.umm.ac.id/27485/1/jiptummpp-gdl-alfinandiy-32481-2-babi.pdf ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelestarian kesenian budaya akan dihadapkan kepada keadaan yang
semakin menantang sekaligus membawa peluang untuk dapat disikapi secara
konsepsional. Pelestarian kesenian budaya mempunyai andil yang sangat
besar dalam membangun watak dan bangsa yang berbudaya menuju
perwujudan masyarakat madani. Ketentuan dalam pelestarian kesenian akan
adanya wujud budaya, dimana artinya bahwa kesenian yang dilestarikan
memang masih ada dan diketahui, walaupun pada perkembangannya
semakin terkisis atau dilupakan serta dengan melalui kesenian budaya lokal
maka kemajemukan dapat terukur dengan banyaknya jenis kesenian yang
dimiliki oleh Indonesia.
Mengenai pelestarian budaya lokal, Jacobus Ranjabar (2006:114)
mengemukakan bahwa pelestarian norma lama bangsa (budaya lokal) adalah
mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan
mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan
berkembang. Maka pelestarian kesenian budaya ini sangat berharga jika nilai-
nilai budaya itu masih dipergunakan dan dilestarikan, tidak menutup
kemungkinan seni budaya lama itu masih dibutuhkan sesuai aturan dan
pemakaiannya.
2
Kesenian yang maju dan dinamis menegaskan bahwa kesenian itu akan
terus berkembang dan senantiasa bergerak dinamis. Apabila dalam kenyataan
terdapat kesenian budaya yang terkesan kurang dinamis, hal tersebut terjadi
karena kesenian budaya sedang bergerak spiralik melalui suatu proses evolusi
mengitari para pelakunya. Selain kesenian budaya yang maju dan dinamis,
kesenian juga selalu tumbuh berkembang mengikuti kebutuhan serta tuntunan
perkembangan zaman.
Pandangan seni budaya sebagai objek dari kemajemukan itu sendiri
adalah selain kesenian sebagai icon, juga dikarenakan kesenian budaya
mengalami gesekan tersendiri sejak dahulu. Kabupaten Malang sebagai “kota
pelajar dan pariwisata” yang merupakan daerah akan kaya seni dan budaya.
Di sini ada dua ruang lingkup seni rupa dan seni suara yang berkembang
pesat. Seni rupa meliputi seni arsitektural bangunan, seni rias (terutama seni
pakaian kebaya yang telah menjadi kebudayaan nasional dengan seni batik
dan lurik), seni kerajinan (kulit atau topeng wayang). Selain itu, seni suara
yang ada di Malang meliputi seni vocal dan instrumental (karawitan dan
macapat) tergabung dengan seni tari.
Salah satunya yang terkenal adalah Topeng Malangan. Gaya kesenian
ini adalah wujud pertemuan tiga budaya (Jawa Tengahan, Jawa Timur –
Selatan, Blambangan). Hal tersebut terjadi karena Malang memiliki tiga sub-
kultur, yaitu sub-kultur budaya Jawa Tengahan (Solo,Yogya) yang hidup
dilereng gunung Kawi, Sub-kultur Jawa Timur-Selatan (Ponorogo,
Tulungagung, Blitar) yang hidup di lereng gunung Arjuno, dan sub-kultur
3
Blambangan (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan Banyuwangi) sisa
budaya Majapahit yang hidup di lereng gunung Bromo-Semeru. Perpaduan
beberapa budaya itu menyebabkan akar gerakan tari ini dapat mengandung
unsur kekayaan dinamis dan musik dari etnik Jawa, Madura dan Bali yaitu
(sitar Jawa) seruling Madura (yang mirip dengan terompet Ponorogo) dan
karawitan model Blambangan.
Tari Topeng diperkirakan muncul pada masa awal abad ke - 20 dan
berkembang luas semasa perang kemerdekaan. Sampai saat ini Tari Topeng
masih bertahan dan memiliki sesepuh yaitu almarhum Mbah Karimun yang
tidak hanya memiliki keterampilan memainkan tari ini namun juga
menciptakan model - model topeng dan menceritakan kembali hikayat yang
sudah berumur ratusan tahun. 1
Adapun bukti mengenai keberadaan tari topeng di masa kerajaan
Singosari adalah adanya relief di beberapa candi peninggalan kerajaan
Singosari yang dalam relief tersebut digambarkan suasana di dalam lokasi
kerajaan yang di dalamnya dimainkan tarian bertopeng. Dalam relief tersebut
para penari topeng memakai atribut endhong (sayap belakang), rapek (hiasan
setengah lingkaran di depan celana, lazim juga disebut pedangan), bara-bara
dan irah-irahan (mahkota) yang bentuknya sama dengan kostum tari topeng di
masa sekarang.
Malang sebagai bagian dari kota sejarah kerajaan Jawa (Singosari)
semasa penjajahan Belanda beberapa komunitas tersebut muncul kembali
1 http://www.infokepanjen.com/2011/03/profil-kerajinan-topeng-malang.html
4
setelah sekian lama sejak kesejarahan mereka tidak tercatat oleh pewarta hasil
budaya. Tak kurang dari 11 komunitas (Ta miajeng, Nduwet, Precet,
Pucangsongo, Wangkal, Gubuklakah, Jambesari, Jedungmonggo, Jabung,
Glagahdowo dan Karangpandan) dahulu pernah meramaikan kesenian budaya
tradisional Malang.2 Namun seperti yang telah disebutkan di atas bahwa
perguliran sejarah dari kebudayaan Hindu-Jawa menjadi kebudayaan Islam
menjadi salah satu penyebab kemunduran eksistensi kesenian ini di tanah
Jawa, tak terkecuali di wilayah Malang. Sampai saat ini, di wilayah Malang
Raya komunitas tari topeng hanya bisa ditemui sedikitnya 4 komunitas yang
aktif berkesenian. Itupun yang terlihat masih eksis adalah kesenian di
kedungmonggo yang dikembangkan oleh sang maestro yaitu Almarhum mbah
Karimun.
Eksistensi topeng Kedungmonggo berlangsung turun temurun sejak
akhir abad 18, sekitar tahun 1897. Ketika itu, almarhum Mbah Serun (kakek
Mbah Mun) berguru kepada Gurawan asal Bangelan. Ilmu Mbah Serun itu
kemudian diturunkan kepada Karimun kemudian diwariskan kepada Taslan
anak pertamanya hingga kepada putra pertama Suroso dan putra ketiga
Handoyo.3
Kini setelah Mbah Karimun wafat, sesuai dengan cita - cita Mbah
Karimun, Mas Handoyo ingin melestarikan khasanah budaya di Indonesia
khususnya di Malang Raya melalui kerajinan dan tarian wayang topeng
2 http://topengmalangofmalang.blogspot.com/ diakses pada tanggal 14 september 2012 pada pukul
14.38 WIB. 3 http://travel.okezone.com/read/2011/08/02/407/487364/kerajinan-tangan-mbah-karimun-buah-
tangan-dari-malang
5
Malang. Saat ini, usaha kerajinan topeng ini dikelola oleh Mas Handoyo
bersama 5 orang pegawainya yang juga sesama pengrajin topeng. Dikisahkan
oleh Mas Handoyo bahwa Mbah Karimun memperoleh ilmu membuat topeng
secara otodidak sewaktu dia berumur kurang lebih 14 tahun.
Dahulu, sebelum pemerintah peduli terhadap kesenian budaya lokal
perkumpulan topeng Malangan di desa-desa tidak mewujudkan kelompok-
kelompok yang terorganisasi dengan baik. Karena itu tingkat kehidupan serta
perkembangan seni mutunya tidak menunjukkan laju yang meningkat. Seni
yang luhur itu sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana seni budaya. Karena itu
tidak mengherankan jika kesenian budaya topeng Malangan pada waktu itu
perkembangannya kurang mendapat perhatian, pembinaan maupun fasilitas
khusus. Akan tetapi, sekarang mengalami peningkatan mutu karena perhatian
dan pembinaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang
dimasukan program kerja tahunan kesenian budaya.
Baru sampai disini saja sudah dapat diketahui akan pentingnya unsur
pembinaan dalam bidang kesenian budaya topeng Malangan, yang diharapkan
dapat mendudukkan kesenian tersebut sebagaimana fungsinya. Sangatlah
disayangkan bila kesenian budaya daerah ini kemudian jadi terlepas dari ide
penciptannya. Sehingga kendala yang kini dihadapi seiring berjalannya waktu
dan ketertatihan eksisitensi budaya tradisonal, kesenian ini perlahan-lahan
tergusur oleh arus budaya modern. Ini lebih dikarenakan begitu banyaknya
kesenian tradisonal dari setiap sudut kecamatan di Kabupaten Malangan tetapi
6
intensitasnya pertunjukkan mengalami penurunan dan terbatasnya anggaran
sehingga untuk pemberian bantuan itu tidak bisa semaksimal mungkin.
Lama kelamaan hal tersebut dirasakan oleh pemerintah dan untuk
menindak lanjutinya dengan diadakan mengikuti even-even penting kesenian
tradisional tingkat nasional maupun internasional seperti halnya mengikuti
pertunjukan tari maupun wayang topeng Malangan di Thailand pada bulan
Maret 2013 dan melakukan pertunjukan setiap bulan sekali pada hari senin
legi di padepokan asmoro bangun yang di pimpin oleh bapak Handoyo dan di
setiap bulan suro (bulan dalam kalender Jawa) menyelengarakan pertunjukkan
di padepokan yang ada di Kabupaten Malang.
Berkaitan dengan pelestarian kesenian budaya lokal topeng Malangan
maka perlu adanya pengembangan dan pengelolaan sektor kebudayaan yang
tidak mungkin dapat berdiri sendiri karena baik secara langsung maupun tidak
langsung akan di pengaruhi oleh berbagai lingkup strategis peran pemerintah,
antara lain: Pertama, arus globalisasi, yang terjadi secara modial dan bersifat
multidimensi akan membawa dampak perubahan terhadap kehidupan bangsa
dan Negara Indonesia. Kedua, reformasi yang timbul akibat ditekannya
berbagai aspek kehidupan oleh pemerintahan yang bersifat otoriter sehingga
aspirasi rakyat tidak dapat disalurkan secara utuh dan normal. Ketiga, adanya
perubahan sistem pemerintahan dan sistem sentralisasi ke sistem
desentralisasi. 4
4 Sedarmayanti., 2005, Membangun Kebudayaan dan Pariwisata (Bunga Rampai Tulisan
Pariwisata), Bandung
7
Hal ini terjadi dengan ditetapkannya UU Nomor 12 Tahun 2008
tentang Pemerintah Daerah dan Surat Keputusan Bupati Malang
No.180/696/KEP/421.013/2012 tentang penetapan penerimaan belanja hibah
bidang kesenian dan budaya tahun anggaran 2012 melakukan program
pembinaan oleh pemerintah yang diberikan kepada para pelaku kesenian yang
eksis dan benar-benar membutuhkan bantuan.
Apabila kita cermati antara tugas Negara yang tercantum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan jelas tergambar bahwa Negara ini
lahir untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya. Sementara itu,
keputusan kebijakan (policy demands) didefinisikan sebagai keputusan –
keputusan yang di buat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan
atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah menetapkan undang-undang, memberikan
perintah-perintah eksekutif atau pernyataan-pernyataan resmi, mengumumkan
peraturan administrative atau membuat interprestasi yuridis terhadap Undang-
Undang.
Dengan adanya kebijakan tersebut, maka secara otomatis mengalami
peningkatan untuk melestarikan kesenian budaya topeng Malangan. Untuk itu
banyak cara-cara yang dapat digunakan dalam melestarikan kesenian budaya
lokal agar tidak semena-mena diklaim bangsa lain. Hal inilah yang perlu
dicermati Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang untuk dapat
melestarikan kesenian budaya lokal yaitu topeng Malangan. Hal ini mungkin
dapat diatasi dengan salah satu hal yang selama ini masih dikembangkan
8
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang dalam melestarikan
kesenian budaya , yaitu melakukan pengelolaan dan pembinaan dengan cara
sedikit banyak memberikan bantuan, melakukan pengembangan dengan
mengadakan pameran, festival, lomba, maupun pertunjukkan di Malang raya
antar daerah maupun keranah internasional.
Namun dewasa ini hanya tinggal beberapa kelompok wayang topeng
yang masih bertahan dan banyak diantaranya didesak mundur oleh tontonan -
tontonan baru yang lebih digemari oleh masyarakat setempat. Beberapa
pecinta budaya muncul kekawatiran akan kepunahan wayang topeng ini. Oleh
karena itu penulis juga berusaha ikut mengambil peran dalam pelestarian
kesenian topeng Malang-an dengan mengambil salah satu gaya wayang topeng
Malang -an yang masih dipertahankan secara turun temurun yakni wayang
topeng Karangpandan untuk dijadikan obyek penelitian.
Dengan demikian dalam penelitian ini, fokus penelitiannya adalah
pada Kebijakan Pemerintah Kabupten Malang terhadap pelaku kesenian
budaya topeng Malangan. Sehingga penulis tertarik untuk lebih jauh meneliti
dan mencoba untuk melihat dari dekat mengetahui dan menganalisa secara
cermat problem tersebut, sehingga peneliti dapat mengangkat pemasalahan
tersebut tentang “Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Malang
dalam Pelestarian Kesenian Budaya Lokal Topeng Malangan”.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian maka dalam penelitian ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut :
9
1. Bagaimana Kebijakan Pemerintah Kabupaten Malang dalam
pelestarian kesenian budaya lokal topeng malangan?
2. Faktor pendukung dan penghambat apa sajakah yang mempengaruhi
kebijakan pemerintah dalam pelestarian kesenian budaya lokal
topeng malangan?
C. Tujuan Penelitian
Dilakukannya suatu penelitian adalah untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten
Malang dalam pelestarian kesenian budaya lokal topeng Malangan.
2. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat apa
sajakah yang mempengaruhi kebijakan Pemerintah Daerah dalam
pelestarian kesenian budaya lokal topeng Malangan.
D. Manfaat penelitian
Setelah mengetahui rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah
diuraikan di atas, juga diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan ataupun bahan referensi
dalam konsep perumusan kebijakan Pemerintah Kabupaten Malang
dalam pelestarian kesenian budaya lokal topeng Malangan, sekaligus
juga sebagai bahan informasi dalam rangka menambah wawasan bagi
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang.
10
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupten Malang yang bisa dijadikan
pijakan dalam menentukan suatu pendapat dan peran sertanya dalam
mengembangkan kesenian budaya lokal topeng Malangan. Selain itu
dapat dimanfaatkan sebagai sumbangan pemikiran dalam pelaksanaan
kebijakan pemerintah daerah dengan menetapkan surat keputusan
bahwa wayang topeng Malangan sebagai semboyan Malang Raya.
E. Definisi Konseptual
Definisi konseptual bersandar pada tema penelitian dan latar belakang
masalah, maka dapat ditemukan konsep yang perlu didefinisikan dengan
tujuan agar peneliti dan pembaca memiliki kesamaan persepsi dan
pemahaman. Dalam penelitian ini ada beberapa konsep yang perlu untuk
didefinisikan antara lain adalah :
1. Kebijakan
Pengertian kebijakan yang dikemukakan oleh Anderson dalam
Nugroho mendefinisikan kebijakan sebagai “A relative stable, purposive
course of action followed by an actor or set of actor in dealing with a problem
or matter of concern.” Kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai
maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam
mengatasi suatu masalah atau persoalan.5 Senada dengan hal di atas Dye
5 Riant Nugroho. 2009. Public Policy, Jakarta : Elex Media Komputindo. Hlm: 83.
11
dalam Widodo mengemukakan bahwa dalam sistem kebijakan terdapat tiga
elemen yaitu “(a) stakeholders kebijakan, (b) pelaku kebijakan (policy
contents), dan (c) lingkungan kebijakan (policy environment)”.6 Berdasarkan
teori tersebut dapat disimpulkan bahwasannya suatu kebijakan di buat oleh
pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu yang didalamnya terdapat pelaku
pelaku yang terlibat dalam mengatasi masalah yang timbul dari
lingkungannya. Proses lengkapnya dapat dilihat sepeperti gambar dibawah ini:
Bagan 1
Konsep sistem Kebijakan
Sumber: Kesimpulan penulis menurut Dye dalam widodo (2008)
2. Pemerintah Daerah
Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah
Daerah dan Surat Keputusan Bupati Malang No.180/696/KEP/421.013/2012
tentang penetapan penerimaan belanja hibah bidang kesenian dan budaya
tahun anggaran 2012. Bahwasanya Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Malang bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan secara
administratif maupun teknis atas pemberian belanja hibah yang diberikan
6 Joko Widodo. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Bayumedia. Hlm: 13.
KEBIJAKAN (isi)
AKTOR
(Pelaku kesenian dan
Pemerintahan)
KONDISI EKONOMI, POLITIK,
AGAMA, PENDIDIKAN
CAPAIAN (Hasil)
12
kepada organisasi kelompok kesenian dan budaya di wilayah Kabupaten
Malang yang eksis dan benar-benar membutuhkan bantuan.
3. Pelestarian Kesenian Topeng Malangan Budaya Lokal
a. Definisi Pelestarian Budaya Lokal
Mengenai pelestarian budaya lokal, Jacobus Ranjabar (2006:114)
mengemukakan bahwa pelestarian norma lama bangsa (budaya lokal) adalah
mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan
mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan
berkembang.
Upaya pelestarian kesenian budaya sebagai aset jati diri dan identitas
sebuah masyarakat di dalam suatu komunitas seni budaya menjadi bagian
yang penting ketika mulai dirasakan semakin kuatnya arus globalisasi yang
berwajah modernisasi ini. Pembangunan sektor kesenian budaya selanjutnya
juga akan menjadi bagian yang integral dengan sektor lain untuk mewujudkan
kondisi yang kondusif di tengah masyarakat.7
b. Kesenian Budaya
Dalam kajian kebudayaan, kesenian dapat dijadikan pokok perhatian
khusus yang didalamnya pun dipilah satuan-satuan permasalahan yang lebih
khusus lagi. Filsafat seni atau “teori keindahan”, adalah bagian saja,meskipun
7 Joharnoto, Puji. 2005. Museum dalam Pelestarian Budaya. Dalam Makalah Lokakarya
perseuman di Kabupaten Kendal Tanggal 15-17 Juni 2005. Diterbitkan di website
http://larantuka.com/blog/melestarikan-kebudayaan-lokal.html
13
bagian yang teramat penting, dari keseluruhan pranata kesenian, dan pranata
tersebut dapat dilihat sebagai suatu keterpanduan sistemik.
Dalam hal ini, kesenian wayang topeng mengalami perkembangan
seirama dengan perkembangan alam pikiran manusia pendukungnya.
Perkembangan ini tampak dalam wujud bentuk, teknik pakeliran dan
peranannya dalam kehidupan manusia. Sementara manusia hidup dalam alam
pikiran animis, kesenian wayang topeng umumnya selalu dikaitkan dengan
ritus yakni dimanfaatkan sebagai media pemujaan terhadap roh leluhur. Oleh
sebab itu topeng malang-an ini mempunyai sifat yang sakral.
c. Definisi Topeng
Topeng adalah benda dari kertas, kayu, plastik, kain, atau logam yang
dipakai menutup wajah seseorang. Topeng telah menjadi salah satu bentuk
ekspresi paling tua yang pernah diciptakan manusia. Pada sebagian besar
masyarakat dunia, topeng memegang peranan penting dalam berbagai sisi
kehidupan, karena menyimpan nilai-nilai magis dan juga religis. Peranan
topeng yang besar sebagai simbol-simbol khusus dalam berbagai uparaca dan
kegiatan adat.
Topeng di berbagai daerah umumnya dapat berupa aktifitas
penghormatan berupa adegan sesembahan (pemujaan) atau memperjelas
watak (karakter) tertentu dalam sajian seni pertunjukan. Bentuk topeng
bermacam-macam, hal ini disebabkan oleh prilaku adaptif dari manusia yang
mengimitasi berbagai objek, misalnya menggambarkan binatang dalam
bentuk atraksi ritual ‘perburuan’, menggambarkan roh-roh atau mahluk-
14
mahluk mitolisi tertentu. Pada perkembangannya, topeng lebih sepesifik juga
menggambarkan watak manusia, dan tempramental emosionalnya, seperti:
marah, ada yang lembut, dan adapula yang kebijaksanaan.
d. Topeng Malangan
Topeng Malangan di lihat dari konsep tersebut menunjukan bahwa
bagaimana sebuah daerah yang mempunyai sebuah Budaya khas di Indonesia.
Sebagai ciri khas atau budaya, seharusnya daerah tersebut bisa
memberdayakan sesuai dengan peraturan budaya lokal yang ada di daerahnya.
Malang sebagai daerah yang menjadi objek kita dalam meneliti adalah salah
satu dari banyak daerah yang mempunyai ciri khas yang dimana di segani oleh
daerah lain di Indonesia, yaitu “Topeng Malangan”.
Topeng malangan pun biasanya di pertunjukan dalam acara- acara
yang di selenggarakan oleh pemerintah daerah Malang, akan tetapi hanya
beberapa kali, sehingga warga Malang seharusnya bisa mempertahankan
budaya tersebut. Topeng Malangan di daerah Malang sekarang cukup langka,
karena budaya di daerah Malang belum bisa membudayakan bagaimana
supaya seni “Topeng Malangan“ ini bisa menjadi objek utama di Malang,
sekarang Malang menjadi area pendidikan dan wisata, dimana banyak
perantauan yang singgah di kota ini , sehingga disini budaya topeng Malangan
ini bisa popular lagi dan menjadi objek inti dalam suatu acara atau
perkumpulan budaya dalam festifal – festifal di Malang.
15
F. Definisi Operasional
Definisi Operasional merupakan suatu unsur yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variable. Untuk menilai variable dapat dilihat
melalui indikator yang ada. Adapun indikator penelitian ini adalah:
1. Kebijakan Pemerintahan Dearah Kabupaten Malang dalam pelestarian
budaya lokal topeng Malangan
a. Isi Kebijakan
b. Strategi pelestarian budaya lokal topeng Malangan
c. Kondisi Budaya Lokal Topeng Malangan di Kabupaten Malang dalam
keterkaitan fungsionalnya dapat ditinjau dari berbagai segi kehidupan
lain seperti ekonomi, agama, politik, dan pendidikan
d. Faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam penerapan
kebijakan
G. Metode Penelitian
Metode yang bersifat ilmiah diperlukan dalam melakukan penelitian
ilmiah yang bertujuan untuk mencari data mengenai suatu masalah. Metode
yang bersifat ilmiah adalah suatu metode penelitian yang sesuai dengan
permasalahan yang diteliti sehingga data-data yang dikumpulkan dapat
menjawab permasalahan yang teliti. Istilah “metodologi” berasal dari kata
“metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian menurut kebiasaan metode
dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.
2. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.
3. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan
16
4. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur8
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian deskriptif kualitatif yang berusaha memberikan gambaran
sekaligus menerangkan fenomena-fenomena yang ada sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dari keadaan yang ada di masyarakat
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
mestinya sesuai dengan permasalahan penelitian.
Menurut Soerjono Soekanto, jenis penelitian ini deskriptif
kualitatif, yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan
data yang seteliti mungkin tentang budaya, keadaan atau gejala-
gejalannya. Maksudnya adalah mempertegas hipotesis agar dapat
membantu di dalam memperkuat teori-teori lama atau di dalam kerangka
menyusun teori-teori baru.9
2. Sumber Data
Sumber data merupakan tempat data diperoleh. Sumber data yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
narasumber penelitian. Sumber datanya dengan melakukan teknik
8 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press). 1986. Hlm:5 9 Ibid. (Soerjono Soekanto,1986:10).Hlm:17
17
wawancara langsung kepada orang-orang yang dianggap tahu dan
dapat dipercaya untuk menjadi sumber data atau informasi yang dapat
memberikan sejumlah informasi yang dibutuhkan sebagai data
pelengkap penelitian ini. Dalam hal ini penulis sengaja menentukan
orang-orang yang memberikan informasi dengan pertimbangan
narasumber yang dipilih tersebut berkualitas dan benar-benar
kenyataan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. Data primer
juga bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan data sekunder.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu dengan teknik
mencari data melalui sumber informasi yang ada seperti, buku-buku,
internet, arsip, majalah, dan berkas-berkas benda topeng Malangan
hasil karyanya yang dipotret dan sumber data lainnya yang terkait
dengan permasalahan penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sebagai upaya untuk mengumpulkan data-data dari berbagai
sumber data di atas, penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang
meliputi :
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan
kegiatan pengamatan tanya jawab/wawancara dan pencatatan secara
sistematis yang langsung terhadap gejala-gejala dan peristiwa yang
18
diteliti. Data yang diperoleh dari metode observasi dengan cara
mengamati pelaksanaan kebijakan tentang pelestarian budaya lokal
yang ada di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang.
b. Interview (Wawancara)
Wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan data dengan
mengandalkan hubungan secara lisan atau tanya jawab yang tidak
beraturan. Percakapan tersebut dilakukan dengan dua orang pihak,
yaitu wawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu.10
Interviewer dalam mengumpulkan data ini bertujuan untuk
mengumpulkan keterangan yang dikumpulkan melalui sumber data
yang tersedia.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara dalam
bentuk wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang disusun secara
terperinci atau jelasnya menggunakan draft pertanyaan dengan pihak-
pihak yang dapat memberikan penjelasan yang berkaitan dengan
penelitian yang akan diteliti. Dengan maksud wawancara yang
dilakukan peneliti akan tetap dalam lingkup peneliti dan tidak meluas
pada masalah-masalah lain.
10
Lexy J. Moleong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Resdarya. Hlm:135
19
c. Teknik Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data
melalui arsip, buku-buku, pendapat/delik, dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian yang diambil. Data yang
didapat dari hasil penelitian melalui dokumen ini adalah data
pelengkap dan cara pencatatan, pengutipan, dan pengambilan foto
dokumentasi dari kegiatan pelaksanaan pameran maupun pementasan
untuk melestarikan kesenian budaya topeng Malangan, dan sumber
lainnya untuk melengkapi data yang diperoleh langsung dari responden
yang terkait dengan kepentingan penelitian.
4. Subyek Penelitian
Subyek penelitian berkaitan dengan sumber informasi berupa
orang yang bisa memberikan informasi secara lengkap terkait dengan
masalah penelitian. Dalam hal ini, subjek penelitian yang kami gunakan
adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Malang, dan penerus kesenian topeng Malangan di
sanggar seni topeng asmoro bangun oleh bapak Handoyo.
5. Lokasi Penelitian
Tempat lokasi penelitian merupakan tempat dimana wilayah yang
akan menjadi tempat peneliti sebagai objek lapangan dimana peneliti
mendapatkan informasi, gambaran, data-data yang diteliti dari tempat
20
tersebut. Tempat penelitian yang di maksud adalah Kantor Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan langkah yang harus dilakukan
setelah data-data terkumpul sehingga dalam penelitian teknik analisis data
merupakan hal yang sangat penting agar data-data yang sudah terkumpul
yang diperoleh dapat diinterprestasikan kemudian ditarik kesimpulan logis
secara induktif sebagai hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan
dan memberikan jawaban dari permasalahan yang diteliti. Dalam proses
analisis terdapat 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi
data dari fieldnote. Dalam penelitian ini data di analisis secara
normative melalui studi literature dan hasil analisis bersifat kualitatif
dalam bentuk deskripsi atau uraian.11
Maksudnya diatas, dimana
peneliti merangkum hal-hal yang penting agar bisa mendapatkan
gambaran yang lebih jelas dan memudahkan peneliti untuk
mengumpulkan data selanjutnya.
11
Ibid. (Lexy J. Moleong, 2000:135). Hlm:20.
21
b. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi
deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan
penelitian dapat dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi
kalimat juga dapat meliputi berbagai gambar, atau skema, jaringan
kerja berkaitan dengan kegiatan sebagai pendukung narasinya. Maksud
dari penjelasan diatas, dimana peneliti menyajikan data-data yang telah
diperoleh dari proses pengumpulan data.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan tersebut perlu diverifikasi
agar mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Pada waktu
pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha
untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan pada semua
hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya.
Jika kesimpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya
rumusan dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti dapat
kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus
untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi
pendalaman data. 12
Sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwa adanya kesimpulan yang menjadi titik temu dari data-data yang
terkumpul agar bisa menemukan jawaban dalam penelitian tersebut.
12
HB. Sutopo. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta:UNS Press. 2002. Hlm : 96.
22