BAB I. PENDAHULUAN.pdf
-
Upload
shofyan-adi-prasetyo -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
Transcript of BAB I. PENDAHULUAN.pdf
-
1
BAB I
PENDAHULUAAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran fisika merupakan salah satu cabang ilmu alam yang
mendasari perkembangan teknologi. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena
alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup
selaras berdasarkan hukum alam dan berbagai macam fenomena yang terjadi di
alam. Pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mata pelajaran fisika diajarkan
sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir
peserta didik yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari.
Dalam standar isi SMA diuraikan bahwa ilmu fisika berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga fisika bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan
(BSNP, 2006: 159). Proses pembelajaran menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Siswa diarahkan untuk
mencari tahu dan melakukan sesuatu sehingga memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar.
-
2
Pembelajaran fisika di SMA bertujuan agar siswa mampu menguasai
konsep fisika dan fenomena alam yang berkaitan dengan konsep fisika. Selain itu,
pembelajaran juga ditujukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir analisis
induktif dan deduktif dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam dan
menyelesaian masalah. Kemampuan tersebut terbentuk melalui pengalaman dalam
merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,
merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan
menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan. Sejalan dengan
kegiatan tersebut, sikap ilmiah seperti jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerjasama dengan orang lain juga akan melekat pada siswa (BSNP, 2006: 160).
Fisika adalah bangun pengetahuan yang menggambarkan usaha, temuan,
wawasan, dan kearifan yang bersifat kolektif dari umat manusia. Di samping itu,
fisika merupakan aktivitas manusia yang bertujuan menemukan keteraturan alam
melalui pengamatan, pengukuran, dan eksperimen. Sebagai bangun pengetahuan
fisika tersusun atas fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori, sedangkan sebagai
aktivitas fisika merupakan cara berfikir yang bersifat dinamis daam rangka
menemukan kebenaran suatu ilmu (Mundilarto, 2002 : 18). Secara aplikatif fisika
diharap dapat digunakan untuk mengungkap rahasia-rahasia alam yang biasa
terjadi dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah kejadian bencana alam.
Indonesia merupakan daerah rawan bencana, seperti bencana gempa bumi,
tsunami, banjir, longsor dan letusan gunung api. Wilayah Indonesia merupakan
tempat pertemuan lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik.
-
3
Lempeng-lempeng tersebut selalu bergerak karena adanya arus konveksi pada
lapisan mantel bumi. Jika ada tumbukan atau patahan akibat pergerakan lempeng
tersebut maka akan menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi patahan
lempeng secara vertikal dan mendadak di dasar laut berpotensi tsunami, seperti
yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara pada tanggal 26 Desember 2004.
Tsunami ini menewaskan lebih dari 225.000 jiwa di sebelas negara dan
menimbulkan kehancuran hebat di banyak kawasan pesisir di negara-negara yang
terkena. Peristiwa tsunami di Aceh ini telah membuka mata semua elemen
masyarakat secara nasional maupun internasional untuk membekali pendidikan
kebencanaan bagi masyarakat. Pada bulan Januari 2005, di Kobe, Hyogo, Jepang,
168 negara termasuk Indonesia meratifikasi Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo
Framework for Action/HFA) yang merupakan kerangka kerja 10 tahun (2005-
2015) yang melandasi kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana di dunia.
HFA menetapkan lima prioritas utama dalam kegiatan-kegiatannya, yakni:
1. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana merupakan prioritas ditingkat lokal dan nasional dengan implementasi berbasis institusi.
2. Mengidentifikasi, memperhitungkan, dan memonitor risiko bencana dan meningkatkan sistem peringatan dini.
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan terhadap bencana.
4. Mengurangi faktor risiko yang ada. 5. Memperkuat kesiapan dalam menghadapi bencana untuk mendapatkan
respons yang efektif dalam setiap tingkatan masyarakat.
(Puji Pujiono, 2007:16-17).
Pada prioritas Kerangka Aksi Hyogo nomor 3 terdapat butir aktivitas kunci
pada bidang pendidikan dan pelatihan yang terdiri dari:
-
4
1. Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua
tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk
menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan informasi;
menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen
instrinsik dalam Dekade PBB untuk Pendidikan bagi Pembangunan
Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable
Development [20052015]). 2. Menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program
kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga
pendidikan lanjutan.
3. Menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya.
Mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan
risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu (para perancang
pembangunan, manajer keadaan darurat, pejabat pemerintah tingkat lokal,
dsb.)
4. Menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat, dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarela sebagaimana mestinya, untuk
meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi
bencana.
5. Memastikan akses setara terhadap kesempatan pelatihan dan pendidikan yang tepat bagi perempuan dan konstituen yang rentan; menggalakkan
pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak
terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko
bencana.
(Puji Pujiono, 2007: 16-17).
Gambar 1. Peta wilayah tsunami Indonesia (Akhmad Muktaf Haifani, 2006: 594).
-
5
Daerah yang berpotensi terjadi tsunami tidak hanya di wilayah Provinsi
Aceh saja melainkan masih banyak wilayah lainnya di Indonesia yang berpotensi
tsunami seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Dengan banyaknya wilayah
yang berpotensi terjadi tsunami dan besarnya dampak tsunami itu sendiri, maka
pemerintah Indonesia telah mengadopsi konsep pengurangan resiko bencana yang
meliputi pencegahan, mitigasi, dan upaya kesiapsiagaan dan pengintegrasiannya ke
dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan. Selain itu juga
pemerintah juga membuat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana yang disahkan pada tanggal 29 Maret 2007
mengamanatkan kegiatan penyelenggaraan kebijakan pembangunan, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilatasi. Namun, selama ini
pendidikan dan pelatihan kebencanaan di komunitas sekolah hanya bersifat jangka
pendek. Sangatlah penting pengintegrasian materi kebencanaan tersebut dalam
pendidikan sebagai upaya sistematis dan berkesinambungan untuk pewarisan
pengetahuan kepada generasi berikutnya (Mukhlis dkk, 2009: 1).
Langkah yang paling baik dalam upaya pengintegrasian materi
kebencanaan dalam pendidikan adalah melalui komunitas sekolah. Terdapat
banyak alternatif pengintegrasian pendidikan kebencanaan bagi komunitas sekolah
antara lain dalam bentuk ekstrakurikuler, sebagai muatan lokal, dan
pengintegrasian kedalam mata pelajaran yang relevan.
Pengintegrasian dalam mata pelajaran yang relevan dapat dilaksanakan
dengan menggunakan model pembelajaran terpadu. Model pembelajaran terpadu
-
6
dipilih karena model ini dapat secara evisien dan efektif dalam
mengimplementasikan kurikulum.
Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang relevan
dengan pendidikan kebencanaan. Hal itu dikarenakan penyebab, proses, dan
dampak terjadinya bencana sebagian di antaranya dapat dijelaskan dalam mata
pelajaran fisika. Namun selama ini perangkat pembelajaran fisika di tingkat SMA
yang memuat pengintegrasian materi kebencanaan ke dalam mata pelajaran fisika
masih kurang. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih sedikitnya sekolah yang
mengintegrasikan pendidikan kebencanaan ke dalam mata pelajaran fisika dan
masih sedikitnya sekolah siaga bencana. Fakta tersebut didapatkan dari hasil
wawancara tidak terstruktur dan observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada
guru dan siswa di SMA N 1 Srandakan dan SMA N 1 Kretek. Wawancara dan
observasi tersebut dilaksanakan pada bulan Agustus 2013. Adapaun hasil dari
wawancara tersebut adalah tidak terdapatnya panduan pengintegrasian kurikulum
dengan pendidikan kebencanaan yang diberikan oleh pemerintah sehingga para
guru tidak dapat mengembangkan perangkat pembelajaran yang terintegrasi
dengan pendidikan kebencanaan. Selain tidak adanya panduan pengintegrasian
kurikulum, di kedua SMA tersebut juga kekurangan media yang dapat digunakan
sebagai penunjang dalam pendidikan kebencanaan, khusus untuk SMA N 1 kretek
terdapat beberapa miniposter mengenai mitigasi bencana.
Salah satu bencana alam dengan dampak paling buruk dan sangat rawan
terjadi di Indonesia adalah tsunami. Oleh karena itu, tsunami menjadi salah satu
-
7
bencana yang sangat penting diintegrasikan ke dalam mata pelajaran fisika.
Dengan mempelajari tanda-tanda terjadinya tsunami dan cara meminimalisir
bahaya tsunami, peserta didik akan sadar bahwa mereka tinggal di daerah yang
rawan bencana tsunami, dan diharapkan mereka dapat melakukan kesiapsiagaan
jika terjadi tsunami sehingga dampak dari tsunami dapat diminimalisir. Oleh
karena itu, perlu dikembangkan perangkat dan media pembelajaran terintegrasi
pendidikan kebencanaan tsunami.
Berdasarkan uraian sebelumnya, akan dilakukan penelitian dengan judul
Pengembangan Perangkat dan Media Pembelajaran Fisika SMA Terintegrasi
Pendidikan Kebencanaan Tsunami untuk Meningkatkan Kesiapsiagaan.
B. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan, yaitu sebagai berikut :
1. Kurangnya pendidikan kebencanaan di tingkat satuan pendidikan SMA yang
seharusnya diselenggarakan oleh pemerintah.
2. Kurangnya perangkat pembelajaran fisika terintegrasi dengan pendidikan
kebencanaan di SMA.
3. Kurangnya peran sekolah dalam memberikan pendidikan kebencanaan pada
peserta didik.
4. Kurangnya simulasi mitigasi bencana yang dilakukan oleh pemerintah dan
sekolah di daerah yang rawan terjadi bencana alam.
-
8
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, masalah yang
ditemukan sangat kompleks. Mengingat keterbatasan peneliti dalam melakukan
penelitian serta untuk membuat penelitian lebih terarah, maka masalah yang dikaji
dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran fisika terintegrasi dengan
pendidikan kebencanaan tsunami untuk meningkatkan kesiapsiagaan di SMA.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah yang telah dijabarkan, maka peneliti dapat menentukan rumusan masalah
dalam penelitian sebagai berikut :
1. Standar Kopetensi dan Kopetensi Dasar mata pelajaran fisika manakah yang
berpotensi diintegrasikan dengan pendidikan kebencanaan tsunami di SMA?
2. Bagaimanakah tingkat kelayakan perangkat pembelajaran fisika terintegrasi
dengan pendidikan kebencanaan tsunami di SMA?
3. Dapatkah perangkat dan media pembelajaran fisika yang dikembangkan
meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan siswa?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui Standar Kopetensi dan Kopetensi Dasar mata pelajaran fisika yang
berpotensi diintegrasikan dengan pendidikan kebencanaan tsunami di SMA.
2. Mengetahui tingkat kelayakan perangkat pembelajaran fisika terintegrasi
dengan pendidikan kebencanaan tsunami di SMA.
-
9
3. Mengetahui dapat atau tidaknya perangkat dan media pembelajaran fisika yang
dikembangkan meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan siswa.
F. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagi guru dan calon guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
melaksanakan pembelajaran di sekolah dengan menggunakan pengembangan
perangkat dan media pembelajaran fisika yang terintegrasi dengan bencana
tsunami.
2. Bagi siswa
Dengan pengembangan perangkat pembelajaran fisika terintegrasi dengan
pendidikan kebencanaan tsunami diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
konsep pada materi fisika dan materi kebencanaan tsunami. Selain itu siswa juga
diharapkan sadar bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan bencana tsunami,
dan dapat melakukan kesiapsiagaan terhadap bencana tsunami.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian yang
berhubungan dengan masalah ini, sehingga hasilnya dapat lebih luas dan
mendalam serta mendapatkan kejelasan tentang pengembangan perangkat dan
media pembelajaran fisika terintegrasi bencana khususnya bencana tsunami guna
meningkatkan kualitas pendidikan dan dapat memberikan pembelajaran mengenai
kebencanaan.