BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pegunungan Selatan merupakan suatu daerah di bagian selatan Pulau Jawa yang berbatasan langsung dengan zona subduksi antara Lempeng Eurasia di sebelah utara dan Lempeng India-Australia di bagian selatan. Daerah ini sangat menarik untuk dijadikan objek penelitian geologi. Berbagai fenomena geologi bisa ditemukan di daerah ini. Perbukitan karst Gunung Sewu, perbukitan struktur Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan zona Sesar Opak merupakan kenampakan yang paling fenomenal di daerah ini. Penelitian daerah Pegunungan Selatan sudah banyak dilakukan sejak dulu oleh para peneliti. Penelitian-penelitian tersebut ditinjau dari berbagai aspek geologi seperti litologi, stratigrafi, struktur geologi, geomorfologi, paleontologi dan sebagainya. Dari berbagai penelitian tersebut, penelitian yang secara khusus dilakukan di sepanjang Kali (Sungai) Petir (dalam peta geologi regional lembar Surakarta Giritontro disebut Kali Nongko) belum dilakukan. Dari berbagai penelitian sebelumnya hanya diketahui bahwa daerah Kali Petir merupakan sebuah sesar tanpa diketahui karakteristik sesar tersebut (Gambar 1.1).

Transcript of BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pegunungan Selatan merupakan suatu daerah di bagian selatan Pulau Jawa

yang berbatasan langsung dengan zona subduksi antara Lempeng Eurasia di

sebelah utara dan Lempeng India-Australia di bagian selatan. Daerah ini sangat

menarik untuk dijadikan objek penelitian geologi. Berbagai fenomena geologi

bisa ditemukan di daerah ini. Perbukitan karst Gunung Sewu, perbukitan struktur

Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

zona Sesar Opak merupakan kenampakan yang paling fenomenal di daerah ini.

Penelitian daerah Pegunungan Selatan sudah banyak dilakukan sejak dulu

oleh para peneliti. Penelitian-penelitian tersebut ditinjau dari berbagai aspek

geologi seperti litologi, stratigrafi, struktur geologi, geomorfologi, paleontologi

dan sebagainya. Dari berbagai penelitian tersebut, penelitian yang secara khusus

dilakukan di sepanjang Kali (Sungai) Petir (dalam peta geologi regional lembar

Surakarta – Giritontro disebut Kali Nongko) belum dilakukan. Dari berbagai

penelitian sebelumnya hanya diketahui bahwa daerah Kali Petir merupakan

sebuah sesar tanpa diketahui karakteristik sesar tersebut (Gambar 1.1).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

2

Gambar 1.1. Peta geologi regional skala 1:100.000 untuk daerah sekitar Kali Petir (S. Nongko)

menunjukkan keterdapatan struktur geologi berupa sesar dengan arah relatif timur laut – barat daya

yang belum diketahui arah pergerakannya (Surono dkk., 1992 dan Rahardjo dkk., 1996) .

Penelitian di sepanjang Kali Petir dan sekitarnya sangat penting untuk

dilakukan. Karakteristik sesar yang akan ditemukan di Kali Petir, seperti arah

pergerakan, umur sesar, berbagai kenampakan akibat sesar dan arah gaya utama

pembentuk sesar tersebut dapat membantu memahami evolusi tektonik di salah

satu bagian Pegunungan Selatan. Dengan bertambahnya pemahaman terhadap

evolusi tektonik Pegunungan Selatan, pemahaman geologi regional Pegunungan

Selatan akan semakin meningkat. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian

mengenai karakteristik sesar di daerah Kali Petir dan sekitarnya.

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah arah pergerakan, umur dan kenampakan akibat sesar

(karakteristik) dari Sesar Kali Petir?

2. Dari manakah arah gaya pembentuk Sesar Kali Petir?

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

3

I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah melakukan pemetaan geologi daerah Kali Petir

dan sekitarnya dengan skala 1:25.000 dan melakukan analisis terhadap

kenampakan struktur geologi di daerah tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui karakteristik Sesar Kali Petir yang meliputi arah pergerakan, umur

dan kenampakan akibat sesar serta arah gaya yang membentuk Sesar Kali Petir.

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah bisa berkontribusi terhadap pemahaman

kondisi geologi, terutama geologi struktur, di daerah Pegunungan Selatan.

Pemahaman tersebut didapat dari pengetahuan mengenai karakteristik Sesar Kali

Petir beserta arah gaya pembentuknya.

I.5. Ruang Lingkup Penelitian

I.5.1. Ruang Lingkup Wilayah

Daerah penelitian berada di sepanjang Kali Petir dan sekitarnya (Gambar

1.2). Lokasi ini berada pada koordinat UTM zona 49 S dengan X= 443500 mT

sampai 450500 mT dan Y= 9136500 mS sampai 9133300 mS. Secara geografi,

daerah penelitian terletak di 5 Kecamatan dan 3 Kabupaten di Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY), yaitu Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul; Kecamatan

Patuk, Kabupaten Gunung Kidul; Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung

Kidul; Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman; dan Kecamatan Prambanan

Kabupaten Sleman. Sebagian besar daerah penelitian berada di Kecamatan

Prambanan, Kabupaten Sleman, DIY. Dalam peta Geologi Regional skala

1:100.000, daerah penelitian termasuk ke dalam Peta Geologi Regional Lembar

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

4

Surakarta – Giritontro (Surono dkk., 1992) dan Peta Geologi Regional Lembar

Yogyakarta (Rahardjo dkk., 1996).

Gambar 1.2. Peta indeks lokasi penelitian. Daerah ini termasuk dalam peta geologi regional skala

1:100.000 lembar Yogyakarta dan lembar Surakarta – Giritontro.

I.5.2. Ruang Lingkup Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada kenampakan struktur geologi

di Kali Petir dan sekitarnya yang termasuk di dalam daerah penelitian.

Pembahasan mengenai litologi, stratigrafi dan geomorfologi daerah penelitian

ditujukan untuk mendukung data struktur geologi supaya diketahui karakteristik

serta arah gaya pembentuk Sesar Kali Petir.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

5

I.6. Keaslian Penelitian dan Peneliti Terdahulu

Penelitian dengan judul “Karakteristik Sesar Kali Petir dan Sekitarnya,

Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta” belum

pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti manapun. Penelitian ini didasarkan

pada observasi lapangan (pemetaan geologi) yang dilakukan oleh peneliti. Adapun

peneliti terdahulu yang pernah melakukan penelitian di daerah ini dan sekitarnya

adalah:

1. Surono dkk. (1992) dalam deskripsi “Geologi Lembar Surakarta –

Giritontro, Jawa” menyebutkan bahwa daerah Lembar Surakarta –

Giritontro pada Oligosen Akhir terbentuk suatu cekungan yang tidak

mantap. Cekungan sedimen tersebut kemudian terisi material sedimen yang

menjadi Formasi Kebo. Selanjutnya diendapkan Formasi Semilir, Formasi

Nglanggran dan Formasi Sambipitu. Pada Miosen Tengah terjadi

pengangkatan yang membentuk Formasi Oyo dan Formasi Wonosari.

Setelah itu terjadi paling tidak dua kali deformasi di daerah ini. Deformasi

pertama terjadi pada awal Plistosen membentuk “geser-bongkahan”

sehingga membentuk Pegunungan Baturagung dan lipatan serta sesar

berarah barat daya – timur laut. Deformasi kedua terjadi pada kala Plistosen

Tengah yang mengubah arah aliran Sungai Bengawan Solo.

2. Rahardjo dkk. (1996) dalam deskripsi “Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Jawa” menyebutkan bahwa pengangkatan di Pegunungan Selatan bagian

barat terjadi pada kala Miosen Tengah. Pada awal Plistosen, terbentuk

morfologi dataran tinggi karena terjadi lagi pengangkatan. Hal itu juga

menyebabkan terjadinya pensesaran di daerah pemetaan.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

6

3. Sudarno (2009) melakukan publikasi penelitian dengan judul “Evolusi

Tegasan Purba dan Mekanisme Pembentukan Sesar di Pegunungan Selatan

Bagian Barat DIY dan Sekitarnya”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui mekanisme pembentukan sesar-sesar di pegunungan selatan

serta evolusi tegasan pembentun sesar. Penelitian ini memberikan

kesimpulan bahwa tegasan purba yang diperoleh dari hasil analisis sesar

mayor, sesar minor dan lipatan homoklin ternyata dari umur Tersier hingga

Kuarter menunjukkan perubahan (evolusi) baik arah maupun jenis

tegasannya. Pada akhir Eosen dan Miosen Tengah tegasan purba jenis

kompresi bekerja berarah Utara - Selatan. Pada Pliosen Awal tegasan purba

masih berjenis kompresi, tetapi arahnya berubah menjadi Utara Barat Laut-

Selatan Tenggara. Pada Plistosen Tengah tegasan berubah jenisnya menjadi

tegasan regangan (tensional stress) dengan arah utara timur laut – selatan

barat daya dan barat laut – tenggara. Tegasan regangan berarah utara timur

laut – selatan barat daya menghasilkan sesar turun di sebelah utara kaki

utara gawir Baturagung (Sesar Turun Prambanan – Bayat dan sesar tururn

Gunung Kampak). Tegasan regangan berarah barat laut – tenggara

mengaktifkan sesar-sesar geser mendatar sekitar Sungai Opak sehingga

berubah menjadi sesar turun. Reaktivasi tersebut hasil salah satunya adalah

sesar turun Opak yang membentuk Terban Yogyakarta.

4. Husein dan Srijono (2009) melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan

Geomorfologi Pegunungan Selatan DIY/Jawa Tengah: Telaah Peran Faktor

Endogen dan Eksogen dalam Proses Pembentukan Pegunungan”. Dalam

penelitian ini disebutkan bahwa secara fisiografi, Pegunungan Selatan dapat

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

7

dibagi menjadi tiga zona, yaitu (1) bagian utara merupakan lajur-lajur

pegunungan dengan relief kuat membentuk bentang alam struktural, (2)

bagian tengah merupakan depresi topografi dan (3) bagian selatan dibentuk

oleh topografi karst yang ekstensif dan dicirikan oleh rangkaian perbukitan

kerucut serta beberapa pola undak pantai.

5. Prasetyadi dkk. (2011) melakukan publikasi penelitian dengan judul “Pola

dan Genesa Struktur Geologi Pegunungan Selatan, Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah”. Seperti yang tertera

dalam judulnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan genesa

struktur regional di Pegunungan Selatan, DIY. Penelitian ini memberikan

beberapa kesimpulan, yaitu bahwa (1) Struktur Geologi di Pegunungan

Selatan didominasi oleh sesar berarah timur laut – barat daya (Pola Meratus)

dan utara – selatan (Pola Sunda). Bagian kecilnya merupakan arah barat laut

- tenggara dan timur - barat. (2) Sebagian besar sesar berarah timur laut –

barat daya dan utara - selatan merupakan sesar geser mengiri yang

sebagiannya teraktifkan menjadi sesar turun. (3) Sesar kelompok barat laut –

tenggara umumnya merupakan sesar naik dan kelompok sesar berarah barat

– timur merupakan sesar geser (sebagian dekstral) dan sesar turun. Dan (4)

Kelompok sesar timur laut –barat daya merupakan sesar tertua yang

dibentuk oleh penunjuman kapur. Kelompok sesar barat laut – tenggara dan

sesar utara - selatan diduga terbentuk pada Paleosen Akhir, sedangkan

kelompok sesar timur – barat merupakan sesar termuda yang berhubungan

dengan pengangkatan daerah penelitian.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

8

6. Irawan (2012) melakukan analisis struktur geologi permukaan di Gawir

Pegunungan Selatan sebelah barat laut Kecamatan Prambanan, Kabupaten

Sleman, DIY dan Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten Propinsi Jawa

Tengah. Dari hasil analisis tersebut disebutkan bahwa daerah penelitian

memiliki dua fase tektonik. Fase pertama merupakan kompresi berarah utara

timur laut – selatan barat daya dan ekstensi berarah barat barat laut dan

timur teggara pada akhir Miosen Awal. Gaya tersebut menyebabkan sesar

berarah timur laut – barat daya dan utara barat laut – selatan tenggara

dengan arah pergerakan mendatar. Fase kedua merupakan kompresi berarah

relatif timur laut – barat daya dan ekstensi berarah utara timur laut – barat

barat laut dan timur tenggara – selatan barat daya pada Miosen Tengah.

Gaya tersebut menyebabkan sesar berarah barat – timur yang bergerak

normal dan menggerakkan sesar yang sudah ada sebelumnya.

7. Perdana (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Struktur

Geologi Pagunungan Selatan Bagian Barat Laut Kecamatan Piyungan,

Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Patuk, Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta” Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa di daerah

penelitian terdapat stuktur geologi yang dikelompokkan menjadi empat set,

yaitu pola utara – selatan, timur laut – barat daya, barat – timur, dan barat

laut – tenggara. Pola utara – selatan menunjukkan sesar-sesar dekstral, pola

timur laut – barat daya menunjukkan sesar sinistral. Kedua pola ini

mencerminkan adaya fase kompresi berarah utara timur laut – selatan barat

daya yang terjadi pada Miosen Tengah. Pola berarah barat – timur

menunjukkan sesar dekstral, pola barat laut – tenggara menunjukkan sesar

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

9

sinistral. Kedua pola ini mencerminkan adanya fase kompresi yang berarah

barat barat laut – timur tenggara yang terjadi sekitar akhir Pliosen. Di antara

kedua fase tektonik ini terdapat fase ekstensi yang berarah barat laut –

tenggara.

8. Ismail (2014) melaporkan hasil pemetaan geologi dengan judul “Laporan

Pemetaan Geologi Mandiri Daerah Wukir Harjo dan Sekitarnya Kecamatan

Prambanan, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dalam

laporan tersebut disebutkan bahwa daerah penelitian memiliki 4 satuan

batuan, yaitu satuan batupasir kerikilan, satuan batupasir tufan, satuan

lempng pasiran dan satuan pasir kerakalan. Struktur geologi yang terdapat di

daerah penelitian tersebut terdiri dari sesar geser sinistral Kali Petir, sesar

geser dekstral Wukir Harjo, sesar geser sinistral Mintorogo, sesar geser

sinistral Sumber Harjo dan sesar geser sinistral Gayam Harjo.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Geomorfologi Regional

Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Pulau Jawa menjadi empat

bagian, yaitu Jawa Barat (Cirebon ke arah Barat), Jawa Tengah (antara Cirebon

dan Semarang), Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya) dan spur timur

Pulau Jawa. Dari pembagian tersebut, bagian Jawa Timur dibagi lagi menjadi 6

zona utama, yaitu:

1. Muriah Massif

2. Hilly District of Rembang

3. Zona Randublatung

4. Punggungan Kendeng (Kendeng Ridge)

5. Zona Solo

6. Pegunungan Selatan bagian Jawa Timur.

Husein dan Srijono, (2009) menyatakan bahwa Pegunungan Selatan di

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disebut sebagai Pegunungan Selatan Jawa

Timur bagian barat. Lokasi penelitian termasuk ke dalam daerah ini. Fisiografi

Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian barat ini dapat dibagi menjadi tiga zona

(Husein dan Srijono, 2009), yaitu:

1. Bagian utara merupakan lajur-lajur pegunungan dengan relief kuat

2. Bagian tengah merupakan depresi topografi

3. Bagian selatan merupakan topografi karst yang ekstensif dan dicirikan

oleh rangkaian perbukitan kerucut serta beberapa pola undak pantai.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

11

Bagian utara yang memiliki relief kuat sering disebut dengan jalur Lajur

Baturagung. Husein dan Srijono (2009) menyatakan bahwa Lajur Baturagung

memiliki pola pelamparan kompleks. Bagian utara memiliki orientasi timur-barat,

bagian selatan memiliki orientasi timur timur laut – barat barat daya di sebelah

timur dan menjadi berarah timur tenggara – barat barat laut di sebelah barat.

Perubahan tersebut terjadi di Sungai Ngalang yang berorientasi utara timur laut –

selatan barat daya. Di ujung barat laut Lajur Baturagung, Perbukitan Prambanan

(Prambanan Spur) mencuat melampar ke arah barat laut – tenggara yang

sekaligus menjadi batas antara dataran rendah Klaten dan dataran rendah

Yogyakarta.

Van Bemmelen (1949) menafsirkan adanya genesa tektonik dari bentuk

lengkung (arcuate) Lajur Baturagung di bagian barat laut tersebut, yaitu akibat

adanya dorongan pelengseran Cekungan Wonosari ke arah barat laut selama

proses pensesaran listrik. Proses pensesaran bongkah yang bersifat listrik

umumnya hanya berlaku efektif pada batuan sedimen, terutama yang bersifat

lunak. Kedua cekungan tersebut dibatasi oleh patahan-patahan listrik yang terjadi

pada batas batuan beku masif.

Sejauh ini, Pegunungan Selatan dianggap sebagai sayap selatan suatu

antiklin besar (geantiklin) yang terbentuk pada Plistosen Tengah (Lehmann, 1936

dalam Husein dan Srijono, 2009). Sumbu dan puncak geantiklin yang dianggap

berada di Zona Solo, yang kini menjadi tempat munculnya deretan gunung api

modern, diperkirakan telah runtuh dan meluncur ke arah utara. Van Bemmelen

(1949) mengatakan bahwa sebagian sayap geantiklin yang masih bertahan

diperkirakan juga telah runtuh dan mengalami pensesaran bongkah (block

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

12

faulting). Sebagian dari patahan tersebut berubah menjadi pensesaran listrik

karena adanya perlapisan sedimen Neogen yang bersifat lunak.

Proses pengangkatan Pegunungan Selatan dapat disederhanakan hanya

menjadi dua kali episode utama, yaitu Plistosen Tengah dan Plistosen Akhir.

Pengangkatan pertama pada Plistosen Tengah mengangkat bagian utara dan

selatan dengan arah memanjang barat laut – tenggara. Pengangkatan kedua pada

Plistosen Akhir mengangkat bagian selatan sekaligus menyebabkan pelengseran

bagian tengah dengan arah memanjang barat barat laut – timur tenggara.

Pengangkatan pada Plistosen Akhir juga bertanggungjawab terhadap terbentuknya

Cekungan Wonosari dan cekungan Baturetno.

II.2. Stratigrafi Regional

Surono, (2009) mengatakan bahwa litostratigrafi Pegunungan Selatan pada

umumnya dibentuk oleh sedimen klastika dan karbonat yang bercampur dengan

batuan hasil kegiatan gunung berapi berumur tersier. Stratigrafi regional

Pegunungan Selatan tersebut dapat dibagi berdasarkan periodenya menjadi 3

(Surono, 2009), yaitu:

1. Periode pra-vulkanisme, berlangsung sebelum aktivitas vulkanisme

berjalan secara intensif. Satuan batuan yang terbentuk pada periode ini

adalah batuan malihan yang ditindih secara tidak selaras oleh kelompok

Jiwo

2. Periode vulkanisme, berlangsung saat kegiatan vulkanisme berjalan secara

intensif. Satuan batuan yang terbentuk pada periode ini adalah kelompok

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

13

Kebo-Butak yang secara berurutan ditindih selaras oleh Formasi Semilir

dan Formasi Nglanggran

3. Periode pasca-vulkanisme (disebut juga periode karbonat), berlangsung

setelah kegiatan vulkanisme berakhir dan organisme karbonat tumbuh

dengan subur. Satuan batuan yang terbentuk meliputi Formasi Sambipitu,

Formasi Oyo, Formasi Wonosari, Formasi Punung, dan formasi Kepek

Dari peta geologi regional lembar Surakarta – Giritontro, Jawa (Surono

dkk., 1992) daerah penelitian terletak pada formasi Semilir dan Nglanggran.

Kedua formasi tersebut termasuk ke dalam stratigrafi periode Vulkanisme

(Surono, 2009). Deskripsi lengkap tiap formasi pada periode vulkanisme beserta

hubungan tiap formasi adalah sebagai berikut:

II.2.1. Formasi Kebo Butak

Surono (2009) mengatakan bahwa bagian paling bawah stratigrafi

Pegunungan Selatan yang terbentuk pada periode vulkanisme adalah Formasi

Kebo-Butak. Formasi ini menindih secara tidak selaras terhadap Formasi

Wungkal dan Gamping yang termasuk pada stratigrafi periode pra-vulkanisme.

Bothe (1929, dalam Surono dkk., 1992) menyebut bagian bawah Formasi Keb-

Butak sebagai “Kebo Bed” dan bagian atasnya sebagai “Butak Bed”. Lokasi Tipe

“Kebo Bed” berada di Gunung Kebo sedangkan “Butak Bed” berada di Gunung

Butak. Kedua gunung tersebut terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung,

sebelah selatan Klaten. Sumarso dan Ismoyowati (1975 dalam Surono dkk., 1992)

menyatukan keduanya menjadi Formasi Kebo Butak.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

14

Surono dkk (1992) menemukan persebaran Formasi Kebo Butak di kaki

utara Pegunungan Baturagung sebelah selatan Klaten. Ketebalan formasi ini

mencapai lebih dari 650 meter. Bagian bawah Formasi Kebo Butak tersusun oleh

batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian

atas formasi ini berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan

tipis tuf asam. Setempat pada bagian tengah formasi ini dijumpai retas lempeng

andesit – basalt dan di bagian atasnya terdapat breksi andesit. Dari fosil yang

ditemukan, Sumarso dan Ismoyowati (1975 dalam Surono dkk., 1992)

menyebutkan bahwa formasi ini berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal (N2-

N5). Lingkungan pengendapan formasi ini umumnya adalah laut terbuka yang

dipengaruhi oleh arus turbidit.

II.2.2. Formasi Semilir

Surono dkk. (1992) menyatakan bahwa secara umum Formasi Semilir

tersusun oleh tuf, breksi batuapung dasitan, batupasir tufan dan serpih. Bagian

bawah formasi ini didominasi oleh tuf lapilli dengan sisipan tuf dan lempung

tufan, batupasir tufan dan breksi batuapaung. Lapisan pada bagian ini berstruktur

sedimen perairan, silang siur bersekala menengah dan berpermukaan erosi. Bagian

tengah dijumpai lignit yang berasosiasi dengan batupasir tufan gampingan dan

kepingan koral pada breksi gunungapi. Bagian atas formasi ini didominasi oleh tuf

dengan sisipan tuf lapili, batupasir tufan dan batupasir kerikilan. Selain itu, pada

bagian itu juga ditemukan batulempung dan serpih dengan tebal lapisan sampai 15

cm dan memiliki struktur hasil longsoran bawah laut (Surono dkk., 1992 dan

Surono, 2009).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

15

Sumarso dan Ismoyowati (1975 dalam Surono dkk., 1992) menyebutkan

bahwa formasi ini memiliki sedikit fosil. Dari beberapa fosil yang ditemukan

dapat ditarik umur formasi ini yaitu Miosen Awal – Miosen Tengah bagian bawah

(N5-N9). Lingkungan pengendapan Formasi Semilir berkisar dari laut dangkal

berarus kuat (pada bagian bawah dan tengah formasi) hingga laut dalam yang

dipengaruhi arus turbid (bagian atas formasi).

Van Bemmelen (1949) mengatakan bahwa Formasi Semilir menindih secara

selaras diatas Formasi Kebo Butak, namun terdapat bagian yang tidak selaras di

beberapa tempat. Formasi ini menjemari dengan Formasi Nglanggran dan

tertindih tidak selaras oleh Formasi Oyo di atasnya. Penamaan Formasi Semilir

diajukan oleh Bothe (1929 dalam Surono dkk., 1992) dengan lokasi tipe terletak

di Gunung Semilir di sebelah selatan Klaten. Formasi ini menyebar secara lateral

dari ujung barat Pegunungan Selatan di daerah Pleret, Imogiri, di bagian tengah

pada Gunung Baturagung dan sekitarnya sampai ujung timur pada tinggian

Gunung Gajahmungkur.

II.2.3. Formasi Nglanggran

Surono dkk (1992) menemukan sebagian besar Formasi Nglanggran

tersusun oleh breksi gunung api, aglomerat, tuf dan lava andesit-basal. Breksi

gunung api dan aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis.

Di bagian tengah formasi pada breksi gunung api ditemukan batugamping koral

yang membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi

batupasir gunung api epiklastik dan tuf yang berlapis baik. Sebagian besar satuan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

16

ini telah melapuk menjadi tanah berwarna coklat kemerahan (Rahardjo dkk.,

1996).

Formasi Nglanggran diendapkan secara menjemari dengan Formasi Semilir

(Surono dkk., 1992). Ke arah timur Formasi Nglanggran berubah menjadi

Formasi Wuni. Penyebaran formasi ini memanjang dari Parangtritis di sebelah

barat hingga tinggian Gunung Panggung di sebelah timur. Lokasi tipe yang

menjadi dasar penamaan oleh Bothe (1929 dalam Surono dkk., 1992) dari formasi

ini berada di Gunung Nglanggran sekitar 17 km sebelah selatan Klaten.

Formasi ini memiliki umur Miosen Awal – Miosen Tengah bagian bawah

atau N5-N9 (Surono dkk., 1992). Penentuan umur tersebut didasarkan pada

penemuan foram pada sisipan batulempung oleh Sudarminto (1982 dalam Surono

dkk., 1992). Surono dkk (1992) menyimpulkan bahwa secara umum, lingkungan

pengendapan Formasi Nglanggran adalah laut yang disertai longsoran bawah laut.

Kesimpulan itu dapat dilihat dari adanya struktur sedimen yang dijumpai berupa

perlapisan bersusun, cetakan beban (load cast) yang menunjukkan adanya aliran

longsor (debris flow). Pada bagian atas formasi ditemukan permukaan erosi yang

menunjukkan adanya pengaruh arus kuat pada waktu pengendapan. Selain itu,

keterdapatan batugamping koral menunjukkan lingkungan laut.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

17

Gambar 2.1. Kolom stratigrafi regional daerah penelitian (Surono, dkk., 1992).

Menujukkan formasi-formasi yang berada di pegunungan selatan. Tomk = F. Kebo-

Butak; Tms = F.Semilir; Tmng = F.Nglanggran; Tmss = F.Sambipitu; Tmo = F.Oyo;

Tmwl = F. Wonosari; Tmpk = F.Kepek.

II.3. Struktur Geologi Regional

Pulunggono dan Martodjojo (1994) dan Satyana (2007 dalam Prasetyadi

dkk., 2011) menyatakan terdapat empat arah struktur utama Pulau Jawa, yaitu:

1. Timur laut – barat daya disebut Pola Meratus

2. Utara – selatan disebut Pola Sunda

3. Timur – barat disebut Pola Jawa

4. Barat laut – tenggara disebut Pola Sumatra

Daerah Pegunungan Selatan termasuk perpotongan dua pola struktur utama,

yaitu Pola Meratus (timur laut – barat daya) dan Pola Jawa (timur – barat). Arah

struktur utama Pola Meratus umumnya sejajar dengan struktur bawah permukaan

Pegunungan Selatan. Arah umum tersebut ditafsirkan dari gaya berat. Periode

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

18

tektonik yang menghasilkan sesar berpola Meratus tersebut merupakan perioda

terkuat yang dialami daerah Pegunungan Selatan (Prasetyadi dkk., 2011).

Secara lebih rinci, Sudarno (2009) menyebutkan terdapat empat set sesar

di Pegunungan Selatan (gambar 2.2), yaitu:

1. Arah timur laut – barat daya, terbentuk akhir Eosen dan akhir Miosen

Tengah, akibat reaktivasi sesar tua pada batuan dasar yang berumur Kapur

(Sudarno, 1997 dalam Sudarno, 2009)

2. Arah utara - selatan, terbentuk pada awal Pliosen setelah selesai

pengendapan Formasi Kepek (Sudarno, 1999 dalam Sudarno, 2009)

3. Arah barat laut - tenggara, terbentuk pada awal Pliosen setelah selesai

pengendapan Formasi Kepek (Sudarno, 1999 dalam Sudarno, 2009)

4. Arah barat - timur, terbentuk pada Plistosen Tengah.

Proses tektonik Pegunungan Selatan ditunjukkan oleh beberapa kali

ketidakselarasan. Beberapa peneliti telah menentukan umur dari masing-masing

ketidakselarasan tersebut. Kompilasi dari berbagai penelitian tersebut dapat dilihat

dalam tabel 1.1.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

19

Gambar 2.2. Pola struktur geologi regional daerah Pegunungan Selatan (Sudarno, 2009)

Tabel 1.1. Tektonika dan pembentukan sesar di Pegunungan Selatan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

20

Secara regional, tektonika dan pembentukan sesar di pegunungan selatan

diungkapkan oleh Rahardjo, dkk (1996), Surono, dkk (1992) dan van Bemmelen

(1949). Hasil dari ketiga penelitian tersebut mengunkapkan bahwa pada Miosen

Tengah terjadi pengangkatan di Pegunungan Selatan. Pada Plistosen Awal,

Rahardjo, dkk (1996) menyebutkan terjadinya pengangkatan dan pensesaran di

Pegunungan Selatan. Sementara itu, Surono, dkk (1992) menyatakan bahwa

terjadi deformasi membentuk sesar geser-bongkah pada umur yang sama. Surono,

dkk (1992) menambahkan bahwa deformasi kedua terjadi pada Plistosen Tengah

berupa pengangkatan yang menyebabkan perubahan aliran sungai Bengawan

Solo. Pada Plistosen Tengah, van Bemmelen (1949) juga menyatakan bahwa

Pegunungan Selatan terangkat ke arah selatan.

Sudarno (2007) menyatakan bahwa pada akhir Eosen dan Miosen Tengah

tegasan purba jenis kompresi bekerja berarah utara - selatan. Pada Pliosen Awal

tegasan purba masih berjenis kompresi, tetapi arahnya berubah menjadi utara

barat laut – selatan tenggara. Pada Plistosen Tengah tegasan berubah jenisnya

menjadi tegasan regangan (tensional stress) dengan arah utara timur laut – selatan

barat daya dan barat laut - tenggara.

Prasetyadi dkk (2011) memberikan kesimpulan dalam penelitiannya

bahwa sebagian besar sesar berarah timur laut barat daya dan utara - selatan

merupakan sesar mengiri yang sebagiannya teraktifkan menjadi sesar turun. Sesar

kelompok barat laut - tenggara umumnya merupakan sesar naik dan kelompok

sesar berarah barat - timur merupakan sesar geser (umumnya dekstral) dan

sebagian berupa sesar turun.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90235/potongan/S1-2015... · Baturagung, Gunung Api Tersier Nglanggeran, Sungai Bengawan Solo purba dan

21

Perdana (2012) dan Irawan (2012) melakukan penelitian lebih terperinci

pada gawir Pegunungan Selatan bagian barat dan barat laut. kedua peneliti

tersebut memberikan kesimpulan yang berbeda. Irawan (2012) menyebutkan

bahwa terjadi dua kali aktifitas tektonik di pegunungan selatan. Aktifitas tektonik

yang pertama adalah kompresi berarah utara timur laut – selatan barat daya

menghasilkan sesar berarah timur laut – barat daya dan utara barat laut – selatan

tenggara. Tektonika kedua merupakan kompresi berarah timur laut – barat daya

menghasilkan sesar berarah barat - timur yang merupakan hasil reaktivasi.

Sementara itu, Perdana (2012) menyatakan bahwa pada Miosen Tengah

terjadi kompresi berarah utara timur laut – selatan barat daya uang menyebabkan

pola sesar utara - selatan dan timur laut – berat daya. Pada Miosen Akhir sampai

Pliosen Tengah terjadi gaya ekstensi berarah barat laut - tenggara. Tektonika yang

terakhir bekerja merupakan gaya kompresi berarah barat barat laut – timur

tenggara menghasilkan pola sesar bararah barat - timur dan barat laut - tenggara.

Kedua penelitian di atas harus diteliti lebih lanjut karena kedua peneliti tersebut

menyatakan umur sesar yang sama dengan umur batuan. Padahal pada peta

geologi yang dibuat terlihat adanya sesar yang memotong semua satuan batuan.

Seharusnya sesar dan arah gaya di daerah penelitian kedua peneliti tersebut

memiliki umur yang lebih muda daripada umur batuannya.