BAB I PENDAHULUAN - Belajar jadi Guru | … · Web viewBila guru menjelaskan air secara hakekat dan...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - Belajar jadi Guru | … · Web viewBila guru menjelaskan air secara hakekat dan...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan model tematik bagi siswa SD/MI di kelas I – III salah
satunya berdasarkan pada kondisi psikologis siswa kelas I – III yang memandang
segala sesuatu sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Sangat sulit bagi mereka
untuk memahami dan membedakan berbagai konsep. Air, sebagai contoh,
dipandang sebagai zat yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bila
guru menjelaskan air secara hakekat dan terpisah dengan konsep-konsep lain
(seperti konsep air dalam ilmu kimia), siswa akan mengalami kesulitan
memahaminya. Dalam pembelajaran lebih baik bila konsep air dikaitkan dengan
konsep bersuci dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam, konsep kebersihan
dalam mata pelajaran IPA, konsep transportasi air dalam pelajaran IPS, bahkan
dalam pelajaran kesenian pun guru dapat menyampaikan makna dan kegunaan air
dalam suatu nyanyian/ lagu. Gerakan ombak air laut pun dapat diekspresikan
siswa melalui gerakan ritmik mengikuti gerak tari untuk memperkuat otot lengan
dan hasta dalam pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.
Fenomena banyak siswa yang tinggal kelas pada kelas I – III juga
dijadikan dasar bagi pengambil kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran
tematik. Pembelajaran tematik sangat membantu siswa yang tidak berasal dari
pendidikan pra sekolah untuk mulai belajar di bangku formal. Pelajaran yang
disajikan tanpa adanya pemilahan mata pelajaran menyebabkan siswa belajar
2
tanpa sadar berbagai hal dalam satu kali pembelajaran. Hal ini sangat
menguntungkan bagi siswa, yaitu belajar tanpa beban dan learning by playing.
Bermain adalah kegiatan yang paling disukai oleh anak-anak.
Pembelajaran tematik menekankan pada pemberian pengalaman langsung
(direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada
sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih
abstrak (Depdiknas, 2006). Hal ini sesuai dengan karakteristik siswa usia SD/MI
kelas I -III masih sangat tergantung pada respon indera, artinya apa yang mereka
lihat, dengar, dan rasakan sangat mendominasi apa yang mereka pahami.
Implikasi kepada pembelajaran di kelas adalah penggunaan metode dan bahan
belajar yang mendukung kepada penerimaan sensorik pancaindera. Mereka sangat
mudah melakukan duplikasi terhadap segala apa yang mereka lihat. Guru di kelas
adalah role model yang sangat mempengaruhi perkembangan jiwa dan intelektual
mereka di masa depan.
Hal-hal di atas dijadikan dasar oleh Pemerintah untuk menerapkan
pembelajaran tematik kepada siswa SD/MI kelas awal (kelas I – III). Diharapkan
dengan pembelajaran yang sesuai keberhasilan pencapaian kompetensi yang
tercantum dalam Standar Isi (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006) lebih baik.
Pembelajaran tematik telah menjadi kesepakatan bagi kita. Kita sebagai guru,
berniat memulai langkah awal pendidikan siswa kita di kelas awal pendidikan
dasar dengan formula tematik. Usaha sungguh-sungguh akan membuahkan hasil
yang sesuai dengan apa yang diusahakan. Semoga Allah Swt memudahkan usaha
kita. Amin.
3
B. Deskripsi Singkat
Mata Diklat ini membahas tentang konsep dasar pembelajaran tematik dan
pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik.
C. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti Mata Diklat ini diharapkan peserta mampu
mendeskripsikan konsep dasar pembelajaran tematik dan
mengimplementasikannya dalam pembelajaran di kelas.
D. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti Mata Diklat ini diharapkan peserta diklat dapat:
1. menjelaskan konsep dasar pembelajaran tematik.
2. menyusun perangkat pendukung pembelajaran tematik.
3. menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran tematik.
4. melaksanakan penilaian pembelajaran tematik.
4
BAB II
KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan
tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006). Tema adalah pokok
pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta,
1983). Dengan demikian pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang
menetapkan satu tema sebagai pokok pikiran dalam membahas beberapa hal dari
berbagai mata pelajaran yang secara konseptual dan empiris dapat dikaitkan. Guru
tidak dapat memaksakan suatu konsep terkait dengan suatu tema karena akan
mengaburkan makna konsep itu sendiri dan justeru membuat siswa menjadi
bingung akan hakekat konsep itu sendiri.
Manfaat penggunaan tema dalam pembelajaran bagi siswa, antara lain:
1. Memudahkan siswa memusatkan pikiran.
2. Memudahkan siswa mempelajari berbagai kompetensi dasar berbagai mata
pelajaran yang diikat dalam satu tema.
3. Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan berkesan.
4. Mengembangkan kompetensi dasar dengan lebih baik karena mengaitkan mata
pelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari.
5. Memperoleh kebermaknaan belajar karena tema yang ditetapkan sangat dekat
dan benar-benar dialami oleh siswa.
5
6. Siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam belajar berbagai hal sekaligus
karena langsung langsung terlibat dalam situasi nyata.
Manfaat bagi guru adalah menghemat waktu karena mata pelajaran yang
disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua
atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial,
pemantapan, atau pengayaan. Dengan demikian guru dapat lebih berkreativitas
dalam mengelola pembelajaran agar`lebih sesuai dan memiliki daya efektivitas
dan efisiensi tinggi.
B. Landasan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran adalah suatu proses sehingga melibatkan aspek teori dan
praktek. Kedua aspek saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan ibarat dua
sisi mata uang. Teori memberikan arahan agar praktek pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik. Teori pendidikan dapat disusun dari berbagai
pendekatan dapat bersumber dari filsafat, psikologi, atau dibuatkan dasar
hukumnya (yuridis/idiologi). Demikian juga pembelajaran tematik dibangun atas
ketiga landasan di atas.
1. Landasan Filosofis
Pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat, yaitu:
progresivisme, konstruktivisme, dan humanisme.
a. Aliran progresivisme
Aliran ini memandang manusia sebagai makhluk yang bebas, aktif,
dinamis, dan kreatif. Aliran progresivisme mengandung aspek rasionalitas yang
6
ditunjukkan oleh eksistensi manusia (Imam, 1996 : 83). Pemahaman terhadap
siswa dapat dilaksanakan dengan benar bila akal budi siswa dapat berfungsi
dengan wajar. Pengembangan rasionalitas inilah yang membedakan dirinya
dengan makhluk lain. Dengan demikian implikasi aliran progresivisme dalam
pembelajaran adalah menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa, yaitu:
menekankan pada sifat alamiah siswa sebagai manusia yang berbudi dan berakal
melalui pengembangan kreativitas dalam suasana pembelajaran yang alamiah
dengan memperhatikan kemampuan dan pengalaman siswa.
b. Aliran konstruktivisme
Konsep pengetahuan menurut aliran ini adalah sebagai hasil kontruksi
(construct = membentuk) manusia. Pembentukan pengetahuan terjadi karena
adanya interaksi dengan obyek , fenomena, pengalaman, dan lingkungannya.
Dengan demikian pengetahuan siswa tidak terbentuk begitu saja harus diberikan
fasilitas agar terbentuk dapat melalui penggunaan metode yang tepat mamupun
media yang mendukung pembentukan pengetahuan itu sendiri. Implikasi dalam
pembelajaran adalah setiap guru harus menyadari bahwa setiap siswa sebagai
subyek pembelajaran yang telah bermuat pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman sebelumnya. Dengan demikian setiap guru harus mampu
mengembangkan pengetahuan yang telah ada secara maksimal.
c. Aliran humanisme
Siswa adalah anak manusia yang unik dengan segala kelebihan. Setiap
siswa, bagaimana pun mereka, memiliki potensi. Potensi yang tampak tidak dapat
menggambarkan sepenuhnya kemampuan laten yang dimilikinya. Seorang siswa
7
yang memperoleh hasil Ujian Semester mata pelajaran matematika di bawah
Kriteria Ketuntasan Minimal tidak serta merta dicap sebagai siswa bodoh.
Kemungkinan kemampuan numerikalnya agak kurang baik, namun guru yang
bijaksana dapat menggali kemampuan lain, seperti: kemampuan musikal,
kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal, dan natural. Aliran humanisme ini
berupaya memandang siswa adalah makhluk yang harus dihargai dan
dikembangkan karena kelebihannya. Harapan-harapan siswa dalam pembelajaran
juga harus dipenuhi. Implikasi dalam pembelajaran adalah guru melaksanakan
tugas sebagai pelayan yang harus mau mengerti siswa. Guru menyediakan
fasilitas pembelajaran yang mengembangkan siswa menjadi manusia yang
berkehendak dan berpotensi.
2. Landasan Psikologis
Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan teori-teori belajar yang berasal
dari teori-teori psikologi dan terutama berhubungan dengan situasi belajar,
termasuk pembelajaran tematik. Teori belajar ini meskipun bersifat teoretis namun
telah teruji kebenarannya melalui eksperimen-eksperimen (Thornburg, 1984).
Banyak ahli yang menekankan perlunya guru memahami teori belajar, antara lain
Lindgren (1976) yang mengatakan:
a. Teori belajar membantu guru memahami pembelajaran yang terjadi dalam diri
siswa;
b. Dengan kondisi ini guru dapat memahami berbagai kondisi dan faktor yang
mempengaruhi, memperlancar, dan menghambat pembelajaran;
8
c. Dengan teori belajar memungkinkan bagi guru melakukan prediksi yang
cukup akurat tentang hasil yang diharapkan;
Dengan teori belajar dapat membantu guru meningkatkan penampilannya sebagai
pengajar yang efektif.
Berikut ini teori-teori belajar yang mendasari formula pembelajaran
tematik:
a. Teori perkembangan Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses
mekanisme biologis yang dipengaruhi oleh perkembangan sistem syaraf. Travers
dalam Toeti (1992) mengatakan bahwa ke-kompleks-an susunan syaraf
berbanding lurus dengan bertambahnya usia yang ditunjukkan dengan
meningkatnya kemampuan. Dengan demikian, menurut Piaget, proses belajar
seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan tertentu yang
bersifat hierarkis sesuai dengan umurnya. Piaget membagi manusia menjadi
empat tahap perkembangan kognitif, yaitu: jenjang sensorimotorik (0-2 tahun),
jenjang pre operasional (2-6 tahun), jenjang operasional konkrit (6-12 tahun), dan
jenjang formal (12-18 tahun). Seorang yang telah berumur 18 tahun diharapkan
telah mencapai jenjang kognitif formal sehingga mampu berpikir abstrak/
mengadakan penalaran.
Implikasi teori kognitif Piaget ini terhadap pembelajaran tematik adalah
penyediaan materi, fasilitas belajar dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
usia siswa kelas I – III. Khusus untuk materi yang terkait dengan tuntutan
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar hendaknya memiliki tingkat
9
kedalaman dan keluasan yang sesuai untuk siswa pada jenjang operasional
konkrit. Berkaitan dengan fasilitas dan metode pembelajaran tematik sangat tepat
dilaksanakan melalui permainan yang mengarah kepada pencapaian indikator-
indikator yang telah ditetapkan.
b. Teori penemuan Bruner
Menurut Bruner pembelajaran yang baik adalah belajar melalui penemuan
(discovery) yang memungkinkan siswa memperoleh informasi dan keterampilan
baru berdasarkan informasi dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
Teori Bruner berdasarkan empat prinsip utama, yaitu:
1) Agar terjadi pembelajaran diperlukan adanya motivasi siswa. Peran guru
dalam hal ini adalah membangkitkan motivasi belajar siswa.
2) Diperlukan konseptualisasi pengaturan struktur bahan pelajaran agar mudah
dipelajari siswa.
3) Diperlukan pengurutan pengalaman belajar mulai dari yang konkrit ke abstrak.
4) Diperlukan adanya pujian dan hukuman.
Implikasi Teori Bruner ini dalam pembelajaran di kelas adalah
penggunaan metode pembelajaran yang dapat membangkitkan dorongan internal
yangg berasal dari dorongan eksternal, penyiapan bahan / materi ajar yang sesuai
namun tetap memperhatikan ketercapaian standar isi, kegiatan belajar yang sesuai
dengan psikologi perkembangan siswa, dan kegiatan yang merangsang kompetisi
sehat antar siswa dengan memberikan penilaian yang obyektif.
10
c. Teori belajar bermakna Ausabel
Ausabel menyatakan bahwa seharusnya materi yang dipelajari
diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
sebelumnya (Toeti, 1992: 27). Asimilasi terjadi bila seseorang menerima
informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi
sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dipunyainya. Dengan
demikian, diperlukan dua persyaratan tercapai kebermaknaan dalam belajar, yaitu:
materi yang secara potensial bermakna (dipilih dan diatur bersama guru – siswa
sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengalaman siswa) dan situasi belajar
yang bermakna.
Implikasi Teori Ausabel dalam pembelajaran tematik adalah penggunaan
pendekatan kontekstual dengan memanfaatkan lingkungan sendiri sebagai
lingkungan belajar dan pemilihan materi yang akrab dengan kehidupan sehari-hari
agar motivasi belajar meningkat.
Ringkasnya, teori belajar memberikan sumbangan pemikiran bahwa
adanya retensi (ingatan yang tertinggal sebagai hasil belajar) yang lebih besar
pada pembelajaran tematik daripada pembelajaran secara terpisah. Hasil-hasil
penelitian mengenai retensi sebagai berikut:
5) materi yang bermakna akan lebih mudah diingat daripada materi yang tidak
ada artinya bagi siswa.
6) benda yang jelas dan konkrit akan lebih mudah diingat dibanding yang
bersifat abstrak.
7) Retensi akan lebih baik untuk materi yang kontekstual.
11
3. Landasan Yuridis
Pemerintah telah membuat berbagai peraturan dan kebijakan yang
mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di SD/MI. Landasan yuridis
tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 9 tentang Perlindungan Anak yang
menyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya.” dan UU No. 20 Tahun 2003 Bab V Pasal 1-b tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa ”Setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya.”
C. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Depdiknas (2006) menyampaikan karakteristik-karakteristik pembelajaran
tematik yang merupakan hasil kajian secara filosofis, psikologis, dan instruksional
sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Dalam pembelajaran tematik siswa yang aktif berbuat, guru hanya sebagai
fasilitator yang memperlancar proses pembelajaran agar mengarah kepada tujuan
pembelajaran. Semua kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang mendaya
fungsikan siswa sebagai subyek belajar. Kelas adalah ajang pembelajaran bagi
siswa untuk mengembangkan segala kemampuan dirinya.
12
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa
(direct experiences). Siswa tidak sekedar memahami sesuatu tanpa melihat apa
dan bagaimana sesuatu ada dan bekerja. Ini sangat sesuai dengan jenjang umur
siswa yang berada dalam masa operasional konkrit. Bahkan dalam kegiatan
penemuan, siswa melakukan dan menemukan sesuatu dengan sendirinya.
Pengalaman langsung ini memberikan pengalaman yang menghasilkan belajar
bermakna. Diharapkan dalam memberikan pengalaman langsung ini guru
menggunakan media belajar yang menarik.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik kita tidak mengenal kata ’Sekarang kita
belajar matematika, belajar IPA, dan seterusnya. Kegiatan berlangsung seperti air
mengalir, tanpa terasa siswa masuk pada konsep bilangan asli kurang dari 20
dengan menyanyikan lagu ”Balonku” atau menghitung anggota tubuh kita sambil
menyenandungkan kalimah Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, dan seterusnya.
Dengan demikian pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.
Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat
berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Berbagai konsep dari berbagai mata pelajaran disajikan dalam satu atau
beberapa kali pembelajaran. Dengan demikian, terjadi penyederhanaan konsep
namun tetap utuh sesuai dengan usia siswa.
13
5. Bersifat fleksibel
Guru diberi keleluasaan (fleksibelitas) untuk berkreativitas mengaitkan
materi suatu mata pelajaran dengan materi mata pelajaran lain. Untuk
membangkitkan motivasi, guru dapat mengaitkan dengan segala sesuatu yang
akrab dengan siswa (kehidupan dan lingkungan sekitar mereka).
6.Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Pembelajaran tematik berusaha mengakomodasi minat, kebutuhan, dan
potensi siswa agar berkembang maksimal. Pembelajaran dirancang sesuai dengan
usia dan memberikan kesempatan kepada semua kecerdasan terpendam dapat
terasah.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Bermain adalah suatu aktifitas yang dilakukan untuk memperoleh
kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Perkembangan jiwa anak
sangat dipengaruhi oleh permainan yang mereka lakukan di usia dini. Pengaruh
bermain bagi perkembangan anak:
a. Mempengaruhi perkembangan fisik anak.
b. Dapat digunakan sebagai terapi.
c. Dapat mempengaruhi pengetahuan anak.
d. Mempengaruhi perkembangan kreativitas anak.
e. Mengembangkan tingkah laku sosial anak.
f. Dapat mempengaruhi nilai moral anak.
Banyak kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai bermain. Secara garis
besar terdapat dua jenis permainan, yaitu: permainan aktif dan permainan pasif.
14
Permainan aktif contohnya adalah: bermain bebas dan spontan, drama, bermain
musik, mengumpulkan dan mengoleksi sesuatu, dan permainan olahraga.
Sedangkan contoh permainan pasif adalah membaca, mendengar radio, dan
menonton televisi.
Mengingat pentingnya bermain bagi siswa usia kelas I – III SD/MI maka
guru jangan mengabaikan perlunya permainan sebagai sarana penghantar kepada
pencapaian tujuan dengan cara yang menyenangkan.
Selain itu terdapat rambu-rambu yang harus diperhatikan bagi guru yang
melaksanakan pembelajaran tematik, yaitu:
1. tidak semua mata pelajaran harus dipadukan;
2. dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester;
3. kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk
dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara
tersendiri;
4. kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan
baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri;
5. kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung serta penanaman nilai-nilai moral; dan
6. tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat,
lingkungan, dan daerah setempat (Depdiknas, 2006)
15
BAB III
PENYUSUNAN PERANGKAT PENDUKUNG PEMBELAJARAN
TEMATIK
A. Penetapan Tema
Dalam memilih atau menetapkan tema-tema yang ada dalam 1 semester
guru dapat melakukan dengan cara:
1. mempelajari SK dan KD dalam tiap pelajaran untuk menentukan tema yang
sesuai.
2. menetapkan tema-tema terlebih dahulu. Guru dapat bekerjasama dengan siswa
sehingga sesuai dengan karakteristik hal-hal yang telah dikenal siswa atau
sesuai dengan minat-kebutuhan siswa.
3. melakukan judgment bahwa siswa mengenal objek mulai dari lingkungan
terdekat hingga terjauh, mulai dari yang nyata ke konkrit, mudah ke sulit,dan
mulai dari sederhana ke kompleks.
B. Pemetaan Kompetensi Dasar (KD) (terlampir)
Yang kita perhatikan adalah seluruh KD yang terdapat pada seluruh
Standar Kompetensi (SK) yang sesuai dengan tema yang dipilih. Kegiatan yang
dilakukan adalah:
1. Menjabarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ke
dalam indikator-indikator (sesuai karakteristik mapel, siswa, dan operasional)
2. Identifikasi dan analisis SK, KD, dan Indikator
16
Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap SK, KD, dan indikator yang cocok
untuk setiap tema sehingga semua SK, KD, dan dan indikator terbagi habis.
C. Pengembangan Jaringan Tema (terlampir)
Jaringan tema berupa hubungan antara KD dan indikator dengan tema. Jaringan
tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.
D. Pengembangan Silabus
Membuat silabus dengan sistematika: standar kompetensi - kompetensi dasar –
indikator – materi pokok – kegiatan pembelajaran – penilaian – waktu – sumber bahan/
alat.
E. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi:
1. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas,
semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
2. Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan.
3. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka
mencapai kompetensi dasar dan indikator.
4. Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus
dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber
belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang
dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup).
17
5. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi
dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran
tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
6. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan
untuk menilai pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil penilaian).
F. Pengaturan Jadwal pelajaran
Untuk memudahkan administrasi sekolah terutama dalam penjadwalan,
wali kelas bersama dengan guru mata pelajaran pendidikan agama, guru
pendidikan Jasmani dan guru muatan lokal perlu bersama-sama menyusun jadual
pelajaran. Contoh jadwal yang dapat dikembangkan adalah:
Waktu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu7-7.35 Mat B. Indo Mat BI Penjaskes IPA
7.35-8.10 Mat B. Indo Mat BI penjaskes IPA
8.10-8.45 Mat B. Indo Mat KTK P. Agama mulok
8.45-9.00Istirahat
9.00-9.35 B. Ind Mat IPS KTK P. Agama mulok
9.35-10.10 B. Ind Mat IPS KTK
18
BAB IV
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK
Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan
menggunakan tiga tahapan kegiatan yaitu kegiatan pembukaan/awal/pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
A. Kegiatan Pendahuluan/awal/pembukaan
Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal
pembelajaran untuk mendorong siswa menfokuskan dirinya agar mampu
mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Sifat dari kegiatan pembukaan adalah kegiatan untuk pemanasan. Pada
tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema
yang akan disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah
bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan menyanyi
B. Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan
untuk pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung. Penyajian bahan
pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi/metode yang
bervariasi dan dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun
perorangan.
19
C. Kegiatan Penutup/ Akhir dan Tindak Lanjut
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan kelas. Beberapa
contoh kegiatan akhir/penutup yang dapat dilakukan adalah
menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan,
mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral,
musik/apresiasi musik.
Berikut ini adalah contoh pelaksanaan pembelajaran tematik:
Tahap Lama
waktu
Fokus Kegiatan yang mungkin Metode
Pembuka 1 x 35 menit
Menciptakan suasana awal pembelajaran yang kondusif.Penggalian pengetahuan awal siswa
MenyanyiKegiatan fisikBercerita
Klasikal dan individu
Inti 3 x 35 menit
Kemampuan CALISTUNG
Belajar sambil bermain Metode bervariasi klasikal maupun kelompok
Penutup 1 x 35 menit
Untuk menenangkan kelas.
menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan,mendongeng,membacakan cerita dari buku,pantomim,pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik.
Klasikal
20
BAB V
PENILAIAN PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Pengertian Penilaian
Penilaian (evaluation) sangat erat dengan pengukuran
(measurement). Penilaian dilakukan setelah kegiatan pengukuran. Ratna (1988:
5) berpendapat bahwa pengukuran adalah prosedur pemberian angka atau nilai
pada diri seseorang yang berkaitan dengan ciri-ciri yang diukur. Mehrens (1973:
6) mengutip pendapat Cronbach yang mendefinisikan pengukuran sebagai
prosedur yang sistematis untuk mengamati perilaku seseorang dan
menggambarkannya dengan bantuan skala numerik atau sistem pengkategorian.
Dengan demikian, pengukuran merupakan kegiatan yang menggambarkan atribut
atau sifat-sifat objek yang diukur dengan mengumpulkan data secara kuantitatif
dengan menggunakan alat ukur yang sesuai. Pengukuran dalam bidang pendidikan
mencakup bidang kognitif melalui pemberian tes, bidang afektif melalui
kuesioner, wawancara, dan bidang psikomotorik melalui perbuatan dan
pengamatan. Selanjutnya dilakukan penilaian yang bertujuan mengambil
keputusan baik dan buruk.
Penilaian merupakan kegiatan evaluasi yang harus dilakukan oleh setiap
guru dalam pembelajaran. Betapa pun baiknya perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, namun tidak menggunakan penilaian yang sesuai dan seharusnya
maka segalanya tidak bermakna. Penilaian dapat digunakan oleh berbagai pihak
untuk dijadikan sebagai bahan refleksi dan dasar dalam pengambilan berbagai
kebijakan. Manfaat penilaian bagi siswa sangat besar karena hasil penilaian dapat
21
dijadikan dasar penguasaannya terhadap suatu kompetensi yang telah ditetapkan.
Bahkan hasil penilaian merupakan penentu nasib apakah ia naik/ tidak naik kelas,
dan lain-lain. Apa yang terjadi bila seorang guru tidak mampu melakukan
penilaian? Agar guru tidak melakukan kedholim-an, guru wajib menguasai
tekhnik penilaian yang benar. Hal ini sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
Artinya: “Sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”
(Al-Qur’an Surah Al-Israa’: 35)
B. Penilaian dalam Pembelajaran Tematik
Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk
mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan
menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang
telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar (Depdiknas, 2006).
Berdasarkan pengertian di atas, penilaian dalam pembelajaran tematik adalah
sama dengan penilaian pembelajaran secara umum. Kegiatan penilaian yang
berlangsung meliputi aspek proses dan hasil yang pelaksanaannya terus menerus
agar setiap perubahan yang terjadi dapat teramati dan terukur dengan cermat.
Hasil penilaian yang digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan
siswa (kognitif, psikomotorik, dan afektif) melalui indikator-indikator yang telah
ditetapkan, sebagai dasar pengambilan berbagai keputusan yang terkait dengan
siswa (remedial, pengayaan, dan pemantapan), dan bagi guru dapat dijadikan
22
sebagai bahan feedback yang sangat membantu bagi perbaikan pembelajaran di
masa yang akan datang.
C. Prinsip Penilaian pada Pembelajaran Tematik
1. Penilaian siswa kelas 1 tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis, karena
siswa SD/ MI kelas belum lancar membaca dan menulis.
2. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung merupakan kemampuan yang
harus dikuasai oleh peserta didik kelas 1 dan 2. Oleh karena itu, penguasaan
terhadap ke tiga kemampuan tersebut adalah prasyarat untuk kenaikan kelas.
3. Penilaian tetap mengacu pada indikator dari masing-masing kompetensi dasar
dari tiap mata pelajaran.
4. Penilaian dilakukan di semua tahap kegiatan pembelajaran (pembukaan,
kegiatan inti, dan penutup). Contohnya: ketika siswa bercerita mengenai
penyembelihan hewan qurban di desanya, membaca kisah Nabi Ibrahim AS &
Nabi Ismail AS, dan menyanyi Lagu Qurban guru melakukan penilaian.
5. Semua hasil pekerjaan siswa, seperti: kebenaran menulis, penggunaan tanda
baca, keindahan tulisan, menggambar, kebersihan menulis huruf/ angka, dan
lain-lain digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan hasil penilaian.
D. Tekhnik Penilaian
Tekhnik penilaian dalam pembelajaran tematik dapat berbentuk tes dan
non tes. Tekhnik tes digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Bentuk tes yang sering digunakan
23
adalah tes tertulis yang digunakan untuk menilai kemampuan menulis siswa,
khususnya untuk mengetahui tentang penggunaan tanda baca, ejaan, kata atau
angka. Bentuk tes tertulis yang lain (tes esai, tes pilihan ganda, melengkapi, dan
menjodohkan) diberikan bila guru memandang siswa siap menerima. Tes lisan, tes
perbuatan, dan portofolio dapat dilakukan disesuaikan dengan keadaan siswa dan
karakteristik materi. Tekhnik non tes untuk menilai sikap, minat, dan kepribadian
siswa. Untuk keperluan mendapatkan informasi ini antara lain digunakan
wawancara, angket, observasi, dan catatan harian perkembangan siswa. Dalam
kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang lebih banyak digunakan
adalah melalui pemberian tugas dan portofolio. Guru menilai anak melalui
pengamatan yang lalu dicatat pada sebuah buku bantu.
Di bawah ini adalah contoh penilaian yang dapat dilakukan guru dalam
pembelajaran tematik:
Mata Pelajaran PenilaianPendidikan Agama Berperilaku hidup bersihBahasa Indonesia Perbuatan:
Intonasi dan kelancaran deklamasiIlmu Pengetahuan Alam Perbuatan :Melakukan gosok gigi
Lisan: Menjelaskan manfaat gosok gigiMatematika Menghitung banyaknya jumlah gerakan naik
turun menyikat gigiSeni Budaya dan Keterampilan Melafalkan lagu anak-anak ”Gosok Gigi”
E. Aspek Penilaian
Penilaian pada pembelajaran tematik dilakukan sesuai dengan
jumlah mata pelajaran yang dipadukan. Bila terdapat 4 mata pelajaran yang
dipadukan berarti guru memiliki 4 hasil penilaian. Masing-masing hasil penilaian
tersebut berasal dari pencapaian kompetensi dasar melalui indikator-indikator
masing-masing mata pelajaran.
24
BAB VI
KESIMPULAN
Pembelajaran tematik sangat sesuai diberikan kepada siswa SD/MI kelas I
– III secara filosofis, psikologis, dan yuridis. Agar pelaksanaan pembelajaran
tematik di lapangan berhasil maka setiap guru harus melakukan serangkaian
persiapan pembelajaran dengan memahami hakekat pembelajaran tematik dengan
benar.
Guru hendaknya menyusun perangkat pembelajaran tematik, berupa:
Penetapan Tema, Pemetaan KD, Pengembangan Jaringan Tema, Pengembangan
Silabus, dan Penyusunan RPP.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran tematik meliputi 3 kegiatan
pokok, yaitu: Kegiatan Pendahuluan, Kegiatan Inti, dan Kegiatan Penutup.
Daftar Pustaka:
Cronbach, L.E. Essentials of Psychological Testing, New York, Harper and Row, 1990.
Budiyanto, Binarupa Aksara. Jakarta: 1994.
Depdiknas, Model Tematik Kelas Awal (Baru) SD/MI, Jakarta : 2006.
Imam, Barnadib dan Sutari, Imam Barnadib., Beberapa Aspek Substansial Ilmu Pendidikan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 1996.
Lindgren, H.C. Educational Psychology in the Classroom, 5th ed, John Wiley & Sons, Inc., New York, 1976.
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1984.
25
Safari, Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penilaian Berbasis Kompetensi, Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2005.
Thornburg, H.D., Learning Theory, Instructional Psychology, West Publ. Co, St Paul, 1984.
Suyanto dan Hisyam D. Refleksi dan Reformasi: Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Adicita. Yogyakarta: 2000.
Toeti Soekamto., Teori Belajar, Teori Instruksional, dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses belajar, Dirjen Dikti, Jakarta, 1992.
Zohar, D. & Marshall, I. Spiritual Quotient. The Ultimate Intelligence. London: 2000.
26