BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

16
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang serba cepat dan instan seperti sekarang ini banyak penyakit yang muncul akibat dari pola hidup yang tidak teratur dan asupan gizi makanan yang tidak seimbang. Manusia dituntut untuk bekerja lebih cepat sehingga mereka sendiri tidak sadar bahwa diri mereka juga mempunyai keterbatasan dalam tubuh mereka. Di dalam tubuh terdapat sistem imun yang menjaga tubuh melawan penyakit. Untuk menjaga tubuh tetap sehat maka dibutuhkan obat-obatan penambah daya tahan tubuh atau yang biasa disebut sebagai imunostimulator. Imunostimulator adalah suatu agen yang dapat meningkatkan respon imun ketika terpapar antigen atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh dan bersifat patogen. Upaya pemeliharaan kesehatan telah digunakan oleh orang-orang dahulu dalam bentuk jamu atau obat tradisional. Pemeliharaan kesehatan pada prinsipnya adalah peningkatan daya tahan tubuh atau bisa disepadankan dengan imunostimulan. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Bukti-bukti empirik juga didapat bahwa penggunaan jamu tersebut dapat meningkatkan daya tahan tubuh dalam melawan penyakit. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 yang dilakukan Kementrian Kesehatan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman yang serba cepat dan instan seperti sekarang ini banyak penyakit

yang muncul akibat dari pola hidup yang tidak teratur dan asupan gizi makanan

yang tidak seimbang. Manusia dituntut untuk bekerja lebih cepat sehingga mereka

sendiri tidak sadar bahwa diri mereka juga mempunyai keterbatasan dalam tubuh

mereka. Di dalam tubuh terdapat sistem imun yang menjaga tubuh melawan

penyakit. Untuk menjaga tubuh tetap sehat maka dibutuhkan obat-obatan

penambah daya tahan tubuh atau yang biasa disebut sebagai imunostimulator.

Imunostimulator adalah suatu agen yang dapat meningkatkan respon imun ketika

terpapar antigen atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh dan bersifat patogen.

Upaya pemeliharaan kesehatan telah digunakan oleh orang-orang dahulu

dalam bentuk jamu atau obat tradisional. Pemeliharaan kesehatan pada prinsipnya

adalah peningkatan daya tahan tubuh atau bisa disepadankan dengan

imunostimulan. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun, dan diterapkan sesuai dengan

norma yang berlaku dalam masyarakat (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1995). Bukti-bukti empirik juga didapat bahwa penggunaan jamu

tersebut dapat meningkatkan daya tahan tubuh dalam melawan penyakit. Menurut

Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 yang dilakukan Kementrian Kesehatan

2

Diketahui bahwa, 59,12% penduduk Indonesia pernah memanfaatkan jamu dan

95% dari jumlah tersebut mengakui manfaat ramuan tradisional untuk kesehatan

(Anna, 2012). Dalam contohnya adalah penggunaan tanaman akar kuning

(Fibraurea chloroleuca Miers.) telah digunakan oleh masyarakat Kalimantan

sebagai jamu penambah daya tubuh.

Penggunaan dari tanaman tersebut masih sangat sederhana dan belum

terdapat standardisasi dari tanaman tersebut. Belum banyaknya penelitian

terhadap tanaman akar kuning juga menjadi permasalahan saat ini dan apabila

dilakukan penelitian tersebut maka tidak menutup kemungkinan terdapat

penelitian-penelitian selanjutnya. Penelitian tersebut akan menambah wawasan

kita bahwa Indonesia mempunyai kekayaan alam yang melimpah. Oleh karena itu

penulis ingin membuktikan apakah tanaman akar kuning mempunyai pengaruh

terhadap fagositosis makrofag dan mengetahui senyawa yang berperan sebagai

senyawa aktif adalah turunan alkaloid isokuinolin yang terkandung di dalam

tanaman akar kuning.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah sari larut air dari batang akar kuning yang mengandung alkaloid

isokuinolin dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag pada tikus

galur Wistar secara in vitro?

2. Pada konsentrasi berapakah kadar alkaloid isokuinolin sari larut air dari

batang akar kuning yang dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag?

3

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini merupakan langkah ilmiah dalam membuktikan pengaruh

batang kayu akar kuning yang digunakan masyarakat lokal sebagai penambah

daya tahan tubuh.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui apakah sari larut air batang akar kuning dapat

meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag pada tikus galur Wistar secara in

vitro.

2. Tujuan khusus

Mengetahui pada kadar alkaloid isokuinolin berapakah yang dapat

meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag pada tikus galur Wistar secara in

vitro.

E. Tinjauan Pustaka

1. Sistematika Fibraurea chloroleuca Miers.

Divisi : Spermatophyta

Anak Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Ranunculales

Suku : Menispermaceae

Marga : Fibraurea

Jenis : Fibraurea chloroleuca Miers.

(Backer dan van Den Brink, 1963)

4

Fibraurea chloroleuca Miers. mempunyai nama daerah akar kuning,

akar kunyit (Melayu), akar mengkedun (Bangka), areuy gember, areuy ki

koneng (Sunda), peron (Jawa) (PT Eisai Indonesia, 1987).

Pada percobaan Nakanishi (1965) disebutkan bahwa Fibraurea

chloroleuca Miers. ditemukan senyawa alkaloid, steroid, dan senyawa fenolik,

dan mempunyai daya antibakteri, anti tumor, dan mempunyai LD50 pada

tikus sebesar >1000 mg/kgBB untuk bagian daun dan sebesar 31,2-62,5

mg/kgBB untuk bagian batang.

Akar kuning juga mengandung senyawa alkaloid didalamnya, yaitu

palmatine, jatrorrhizine, columbamine, magnoflorine, pseudopalmatine,

tetrahidrojatrorrhizine, tetrahidrocolumbamine (Siwon, 1982), dan 8-

oxoprotoberberin (Wahyuono dkk., 2007).

Gambar 1. Struktur senyawa 8-oxoprotoberberin (Wahyuono dkk., 2007)

2. Alkaloid Berberin

Berberin adalah alkaloid isokuinolin, dengan warna kuning terang yang

dapat dengan mudah dilihat pada kebanyakan material tumbuhan, yang

mengandung jumlah yang signifikan. Berberin digunakan dalam pengobatan

tradisional Ayurveda dana traditional chinese medicine. Berberin mempunyai

rentang farmakologi yang luas, antara lain antihipertensi, antiinflamasi,

5

antioksidan, antidepresan, antikanker, anti diare, kolagoga, hepatoprotektif, dan

hipolipidemia (Singh dkk., 2010). Isokuinolin adalah golongan alkaloid

terbesar. Kerangka isokuinolin adalah kerangka dasar dari beberapa tipe

alkaloid termasuk benzilquinolin, protopin, benzo[c]fenantridin, dan

protoberberin (Grycova dkk., 2007).

Berberin memberikan bercak berwarna kuning di kromatogram pada

deteksi sinar tampak sedangkan pada deteksi sinar UV366 berflouresensi kuning

terang. Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi berberin bisa

menggunakan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Iodoplatinat. Bercak berberin

akan berwarna coklat kemerahan jika dideteksi dengan pereaksi Dragendorff,

sedangkan pada pereaksi Iodoplatinat bercak berberin akan berwarna biru

keunguan. Pereaksi Dragendorff dan Iodoplatinat akan bereaksi dengan atom N

pada senyawa alkaloid (Wagner dan Bladt, 1996).

Gambar 2 Struktur kimia senyawa berberin (Grycova dkk., 2007)

Berberin klorida [1, 8, 13α- tetra-hidro-9, 10-demetoksi-2, 3-(metil-en-

dioksi)-berberium klorida], adalah alkaloid isokuinolin kuartener yang penting

secara medis dapat menginduksi produksi IL-2, mengaktivasi p38 MAPK

(Saha dkk., 2011). Berberin klorida juga berguna dalam pengobatan penyakit

6

Alzheimer dengan cara memperbaiki kerusakan memori spasial, meningkatkan

ekspresi faktor inflamasi, dan aktivasi mikroglia (Zhu dan Qian, 2006).

Menurut penelitian Jeong dkk. (2009), berberin mempunyai peran

menekan respon sitokin pro inflamasi melalui aktivasi MAPK di makrofag.

Berberin menghambat ekspresi gen pro inflamasi yang diinduksi oleh

lipopolisakarida, termasuk IL-1β, IL-6, iNOS, MCP-1, COX 2, dan MMP9

pada makrofag peritoneal mencit.

3. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut

oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari

dua fase, salah satunya diantaranya bergerak secara berkesinambungan dengan

arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas

disebabkan adanya perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap,

ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing

zat dapat diidentifikasi dengan metode analitik (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2009). Sebagai tambahan, kebanyakan instrumentasi

kromatografi dilengkapi oleh detektor, membuat kromatografi sebagai

instrument yang paling baik, alat yang dapat melakukan pengukuran.

Konsekuensinya, monografi ini tidak hanya berurusan dengan prinsip dari

kromatografi tetapi juga menjalankan analisis kuantitatif (Miller, 2005).

Pada kromatografi lapis tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan

tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapisis

dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang

7

tercapai dapat didasarkan pada adsorbsi, partisi, atau kombinasi kedua efek,

yang tergantung dari jenis lempeng, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang

digunakan. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan

harga Rf yang identik dan ukuran hampir sama, dengan menotolkan bahan uji

dan pembanding pada lempeng yang sama. Perbandingan jarak rambat suatu

senyawa tertentu terhadap jarak rambat fase gerak, diukur dari titik penotolan

sampai titik yang memberikan intensitas maksimum pada bercak, dinyatakan

sebagai harga Rf senyawa tersebut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2009).

Untuk fase stasioner atau fase diam, kebanyakan dari kromatografi lapis

tipis adalah menggunakan silika gel, dan diperkirakan sekitar 90% dari

pemisahan KLT dilakukan dengan pelat silika konvensional. Secara singkat,

silika mempunyai energi permukaan yang heterogen dan mempunyai banyak

gugus silanol aktif. Biasanya untuk fase gerak adalah campuran larutan yang

dipilih berdasarkan literatur dan optimasi dari trial dan error karena hasilnya

bisa didapat secara cepat dan mudah (Miller, 2005).

4. Sistem Imun dan Imunostimulan

Tubuh manusia mempunyai sistem imun dalam melawan zat asing yang

masuk dalam tubuh dan menghasilkan respon imun. Respon imun sangat

bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali molekul asing

(antigen) yang terdapat pada patogen potensial dan kemudian membangkitkan

reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen bersangkutan. Terdapat

dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu pertama respon imun non

8

spesifik (innate immunity) dan respon imun spesifik (acquired immunity).

Respon imun non spesifik merupakan imunitas bawaan dalam arti bahwa

respon terhadap zat asing terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah

terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon

yang didapat terhadap antigen tertentu ketika tubuh sudah pernah terpapar

antigen tersebut (Kresno, 2010).

Terdapat dua macam sistem imun spesifik (adaptive), yaitu imunitas

humoral dan imunitas yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity).

Imunitas humoral diperantarai oleh molekul dalam darah dan sekresi mukosal,

disebut antibodi, yang diproduksi oleh sel limfosit B (biasa disebut sel B).

Antibodi mengenali antigen mikroba, menetralkan infeksi mikroba, dan target

eliminasi mikroba oleh berbagai mekanisme efektor. Imunitas seluler

diperantarai oleh sel limfosit T (biasa disebut sel T) (Abbas dan Lichtman,

2005).

Imunostimulan atau senyawa-senyawa kimia yang meningkatkan

efektifitas sistem imun bekerja dengan menstimulasi sistem imun non spesifik,

yaitu stimulasi fungsi granulosit, makrofag, sel-sel Kupfer, monosit, sel

Natural Killer, faktor-faktor komplemen, dan populasi limfosit T tertentu

(Wagner dan Jurcic cit. Wulansari, 2009).

9

Gambar 3. Skema interaksi intraseluler dari sel-sel efektor dalam sistem imun (Awang,

2009)

5. Makrofag dan Fagositosis

Makrofag adalah turunan dari sel monosit darah yang mempunyai

kemampuan fagositosis. Makrofag terdapat dalam jaringan sistem

retikuloendotelial, hati, limpa, saluran pencernaan, nodus limpa, otak, dan

lainnya. Makrofag bersama monosit mempunyai peran sebagai antigen-

presenting cells yang menstimulasi sistem imun didapat (Awang, 2009).

Monosit adalah sel yang kecil, berbentuk bola, sitoplasma yang berlimpah,

retikulum endoplasma yang kecil, dan terdiri dari granul-granul (Benjamini

dkk., 2000). Sel makrofag yang digunakan pada percobaan ini diisolasi dari

10

cairan peritoneal tikus. Sel makrofag berasal dari sel monosit dalam darah yang

kemudian berdiferensiasi menjadi sel makrofag dalam jaringan. Sel makrofag

mudah didapat dan dikultur secara invitro. Fagositosis dari makrofag

mencerminkan kemampuan melawan invasi mikroba yang teruji secara in vitro

dan in vivo (Wigley dkk., 2002).

Gambar 4. Proses pembentukan makrofag dari sel monosit (Burke dan Lewis, 2002)

Fungsi utama makrofag dalam imunitas bawaan adalah memfagositosis

partikel asing seperti mikroorganisme, makromolekul termasuk antigen bahkan

sel atau jaringan sendiri yang mengalami kerusakan atau mati. Pengenalan

makrofag terhadap substansi asing dimungkinkan oleh adanya resptor untuk

fosfolipid, seperti reseptor Fc dan reseptor komplemen (Bliss dkk., 2005).

Fungsi lain adalah sebagai sel efektor yaitu menghancurkan mikroorganisme

serta sel-sel ganas dan dan debris. Fungsi efektor terjadi karena terdapat

lisosom di dalam sitoplasma yang mempunyai enzim hidrolase maupun

peroksidase yang merupakan enzim perusak (Kresno, 2010).

11

Gambar 5. Reseptor pada makrofag yang dapat mengenali PAMP (Pathogen-associated

Molecular Pattern) (Flaherty, 2012)

Makrofag akan mengenali antigen melalui interaksi antara TLR (Toll-

Like Reseptor) pada membran makrofag dan PAMP (Pathogen-associated

Molecular Pattern) pada antigen (gambar 5). Makrofag akan menghasilkan

sitokin ketika terjadi interaksi antara TLR dengan PAMP. Sitokin yang

dihasilkan adalah IL-6 dan IL-12. Lipopolisakarida adalah endotoksin yang

dihasilkan oleh bakteri gram negatif (tabel I). Lipopolisakarida merupakan

PAMP yang sangat penting. Endotoksin akan berikatan dengan CD14 dan

reseptor TLR-4 pada permukaan makrofag. Interaksi tersebut akan

menghasilkan sitokin pro inflamasi (IL-1, IL-2, IL-6, IL-8) dan TNF-α (Tumor

Necrotic Factor-alpha) (Flaherty, 2012).

Selain sitokin, makrofag juga menghasilkan Nitric Oxide (NO) ketika

terjadi interaksi antara TLR dengan PAMP. Nitrit oksida sintase akan

mengubah L-arginin menjadi L-sitrulin dan nitrit oksida. Nitrit oksida adalah

sitotoksik bagi bakteri, fungi, parasit, dan sel kanker (Flaherty, 2012). Nitrit

oksida adalah mediator pada penyakit vaskuler seperti diabetes, iskemik ginjal,

aterosklerosis, penyakit-penyakit inflamasi, dan kanker. Bagaimanapun juga,

12

karena mempunyai waktu hidup yang singkat, kuantifikasi produksi NO masih

merupakan tantangan dan tidak sesuai untuk kebanyakan sistem deteksi.

Metode pengukuran NO total adalah total dari produk akhir oksidasi, nitrit

(NO2-) dan nitrat (NO3

-) (Cell Biolabs, Inc., 2013).

Tabel I. Jenis-jenis PAMP dan reseptor yang mengenalinya (Flaherty, 2012) PAMP Antigen Reseptor

Peptidoglikan Bakteri gram positif TLR-2, TLR-6 Lipopolisakarida Bakteri gram negatif TLR-4 Asam Lipoteikoat Bakteri gram positif TLR-1, TLR 6

Flagelin Bakteri TLR-5 Lipoarabinomanan Mikobakteri TLR-2, TLR-6

Beta 1,3 glukan Fungi TLR-1, TLR-6 Protein RSV Virus TLR-3

RNA untai ganda Virus TLR-3 Lipopeptida Mikoplasma TLR-7

Unmetilated CpGDNA Bakteri TLR-9 Molekul Profilin-like Toksoplasma TLR-11

Fagositosis adalah proses dari sel yang telah berdiferensiasi untuk

membunuh dan mendegradasi partikel besar seperti debris dan patogen

(Desjardins dan Griffiths, 2003). Uji fagositosis makrofag adalah salah satu

parameter untuk mengukur kompetensi imunitas bersama dengan produksi

antibodi, proliferasi limfosit, dan muatan parasit (Heller dkk. cit. Sun dkk.,

2008).

Pada percobaan ini digunakan suspensi lateks sebagai antigen atau zat

asing. Penggunaan lateks mempunyai keuntungan yaitu merupakan prosedur

yang singkat, penggunaan yang luas, tidak berbahaya, dan hasil tes didapat

dalam waktu yang singkat. Ukuran partikel lateks juga bisa dibuat seragam

sehingga bisa dideteksi menggunakan metode Light Scattering technique.

13

Partikel lateks mempunyai sifat yang sangat hidrofobik yang menyebabkan

lateks bisa diabsorbsi oleh sel biologis dengan baik (Bolivar dan Gonzalez,

2005). Fagositosis oleh sel makrofag terhadap lateks terjadi karena terdapat

perbedaan tengangan antarmuka yang besar (Vogel dkk., 1980).

Uji fagositosis pada percobaan ini menggunakan metode mikroskopi.

Mikroskopi merupakan merupakan metode perhitungan secara langsung pada

pengukuran fagositosis. Keuntungan dari metode ini adalah memberikan

penilaian secara langsung, dan ini sangat berharga untuk membuktikan

validitas dari hasil yang didapat dibanding metode lain. Kelemahan dari

metode ini adalah resolusi yang rendah dari mikroskop akan menyulitak untuk

mengukur partikel yang kecil (Hampton dan Winterbourn, 1999).

Fagositosis patogen oleh makrofag menginisiasi respon imun non

spesifik menjadi respon imun spesifik. Setelah fagositosis dan digesti mikroba,

makrofag dapat mempresentasikan peptida dari mikroba kepada sel limfosit T

CD4+ yang berasosiasi dengan major histocompatibility complex (MHC) II.

Sel limfosit TCD4+ diperlukan selama proses respon imun humoral. Ikatan

antigen-antibodi juga menghasilkan penarikan sel makrofag menuju tempat

yang terinfeksi dan terjadi opsonisasi patogen. Hal ini meningkatkan persentase

fagositosis makrofag serta kemampuan untuk mendegradasi partikel antigen

(Qureshi dkk., 2000).

14

Keterangan : TLR = Toll-Like Receptor Th1, Th2 = sel T helper IFN-ɤ = Interferon gamma IL-4 = Interleukin-4

Gambar 6. Skema fagositosis imunitas bawaan dari sel dendritik yang dapat berlanjut menjadi imunitas didapat (Takeda dan Akira, 2005)

Sel dari imunitas non spesifik seperti sel dendritik dan sel makrofag

menelan patogen secara fagositosis. Patogen dikenali oleh makrofag melalui

reseptor toll-like (TLR) dan menginduksi ekspresi dari molekul ko-stimulator dan

sitokin inflamasi. Presentasi dari antigen yang dimediasi oleh fagositosis bersama

dengan ekspresi dari ko-stimulator dan sitokin inflamasi yang dimediasi TLR,

menghasilkan imunitas spesifik dan menghasilkan sel Th1 dan sel Th2 (Takeda

dan Akira, 2005).

Dalam memisahkan antara agen infeksi dan sel self, makrofag

mempunyai beberapa reseptor untuk mengenali patogen. Patogen juga

difagositosis oleh reseptor komplemen setelah secara relatif mengalami

opsonisasi non spesifik oleh komplemen dan oleh reseptor Fc setelah

15

mengalami opsonisasi secara spesifik oleh antibodi (Aderem dan Underhill,

1999).

Gambar 7. Proses pengenalan dan aktivasi sel limfosit T (Abbas dan Lichtman, 2009)

F. Landasan Teori

Tubuh manusia mempunyai sistem imun yang bekerja melawan penyakit

dan meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh dapat ditingkatkan dengan

bantuan dari imunostimulator. Senyawa dari tanaman akar kuning diduga dapat

menambah daya tahan tubuh yang bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas

dari makrofag. Makrofag adalah sel fagosit yang dapat memfagositosis mikroba

atau antigen lain yang bersifat merugikan tubuh. Dari hasil penelitian sebelumnya

disebutkan bahwa senyawa berberin klorida dapat meningkatkan aktivitas dari

makrofag (Saha dkk., 2011; Jeong dkk., 2009). Tanaman akar kuning (Fibraurea

chloroleuca Miers.) mengandung senyawa alkaloid protoberberin dan berberin

16

(Wahyuono dkk., 2007; Siwon, 1982). Hal ini bisa dijadikan acuan bahwa

tanaman akar kuning dapat meningkatkan aktivitas dari fagositosis makrofag.

G. Hipotesis

Diduga sari larut air batang kayu akar kuning (Fibraurea chloroleuca

Miers.) dengan kadar berberin klorida tertentu dapat meningkatkan aktivitas

fagositosis makrofag pada tikus galur Wistar secara in vitro.