BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGdigilib.uinsgd.ac.id/15545/4/4_bab1.pdfDalam sudut pandang...

25
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan proses belajar dan pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spriritual, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan, yang di perlukannya untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Hidayat, 2010:31). Selain itu Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan, dalam arti usaha sadar dan terencana mewujudkan proses belajar sepanjang hayat, menyentuh semua sendi kehidupan, semua lapisan masyarakat dan segala usia. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap perkembangan dunia pendidikan (Soedijarto, 2008:7). Dalam sudut pandang filosofis, pendidikan merupakan sebuah usaha dalam rangka memanusiakan manusia, hal ini dapat diartikan bahwa manusia yang berpendidikan akan lebih baik dalam menjalani kehidupannya dibandingkan manusia yang tidak berpendidikan. Pada hakikatnya pendidikan berlangsung dalam sebuah proses, dimana proses tersebut berupa transformasi atau perubahan pada pengetahuan, teknologi dan keterampilan pada diri seseorang yang mendapatkan pendidikan.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGdigilib.uinsgd.ac.id/15545/4/4_bab1.pdfDalam sudut pandang...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan

proses belajar dan pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif

mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spriritual,

pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan,

yang di perlukannya untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

(Hidayat, 2010:31). Selain itu Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya

untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan, dalam arti

usaha sadar dan terencana mewujudkan proses belajar sepanjang hayat,

menyentuh semua sendi kehidupan, semua lapisan masyarakat dan segala usia.

Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai upaya

dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap perkembangan dunia

pendidikan (Soedijarto, 2008:7).

Dalam sudut pandang filosofis, pendidikan merupakan sebuah usaha

dalam rangka memanusiakan manusia, hal ini dapat diartikan bahwa manusia

yang berpendidikan akan lebih baik dalam menjalani kehidupannya

dibandingkan manusia yang tidak berpendidikan. Pada hakikatnya pendidikan

berlangsung dalam sebuah proses, dimana proses tersebut berupa transformasi

atau perubahan pada pengetahuan, teknologi dan keterampilan pada diri

seseorang yang mendapatkan pendidikan.

2

Proses pendidikan dapat dibangun melalui proses kegiatan belajar dan

pembelajaran, sebagai suatu unsur terpenting dalam proses pendidikan,

kegiatan pembelajaran adalah suatu upaya untuk menciptakan sebuah kondisi

dalam rangka terciptanya suatu kegiatan belajar sehinga memungkinkan siswa

memperoleh pengetahuan yang memadai. Dalam proses pembelajaran model

atau metode pembelajaran memberikan andil yang besar dalam usaha untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Adapun dari tujuan

pembelajaran meliputi kompotensi atau keterampilan yang diharapkan dapat

dimiliki oleh peserta didik setelah mereka mengikuti proses kegiatan

pembelajaran (Sanjaya, 2010:86).

Berdasarkan beberapa pendapat para peneliti di atas bahwa unsur utama

dalam pendidikan adalah proses pembelajaran itu sendiri sebagai sarana untuk

mewujudkan pendidikan yang ditujukan. Sebagaimana yang tercantum dalam

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (PERMENDIKBUD) Nomor

103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pendidikan Dasar (DIKDAS) dan

Pendidikan Menengah (DIKMEN), bahwa pembelajaran merupakan suatu

proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik

sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah,

keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada

peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan

yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial),

pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk

3

bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup

umat manusia.

Potensi yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan dalam dunia

pendidikan tersebut salah satunya adalah potensi keterampilan metakognisi

peserta didik. Metakognisi adalah bagian dari dimensi pengetahuan menurut

Anderson, et al. dalam Desmita (2012:132) menyatakan bahwa penguasaan

pengetahuan tanpa dilengkapi metakognisi menjadi kurang bermakna, karena

metakognisi berkaitan dengan representasi yang disertai pengendaliaan diri.

Menurut Mc Cormick, Dimmitt, & Sullivan dalam Kristiani (2015: 514)

menyatakan bahwa metakognisi adalah berpikir tentang yang dipikirkan,

termasuk di dalammya adalah pengaturan diri yang melibatkan emosi.

Pengaturan emosi berhubungan dengan pengendalian diri yang merupakan

bagian dari perkembangan mental anak, sehingga selain untuk kepentingan

pengetahuan dan proses berpikir juga memungkinkan untuk menjadi indikator

perkembangan mental anak.

Metakognisi merupakan suatu tingkatan dalam proses berpikir.

Metakognisi terdiri dari self regulation, reflection terhadap diri sendiri tentang

kelebihan, kelemahan, dan strategi belajar yang dimiliki peserta didik.

Metakognisi dapat digunakan seseorang untuk memantau kemampuan

kognisinya sejauh mana memahami suatu masalah. Adanya metakognisi

dalam konteks pembelajaran, maka siswa mengetahui bagaimana untuk

belajar, mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki dan

4

mengetahui strategi belajar terbaik untuk belajar efektif menurut Flavell dalam

Desmita (2012:132).

Banyak ahli yang menyatakan bahwa metakognisi atau kesadaran

terhadap proses belajar adalah resep untuk keberhasilan dalam belajar. Flavell

dalam Kristiani (2015: 514) menyatakan bahwa metakognisi berisi

pengetahuan metakognisi dan pengalaman metakognitif. Pengetahuan

metakognisi mengacu pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan

tentang proses kognitif, yaitu pengetahuan yang dapat digunakan untuk

mengontrol proses kognitifnya, sedangkan pengalaman metakognitif adalah

hasil langkah dan tahapan olah pikirnya selama ini dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang dihadapinya (regulation) (Kristiani, 2015: 515).

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di kelas X

MIPA 1 SMAN 26 Bandung, menunjukkan bahwa pembelajaran biologi yang

biasa dilakukan masih belum memberdayakan potensi siswa secara optimal.

Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemberdayaan

keterampilan metakognisi siswa dan kemampuan berpikir siswa, karena

mayoritas persepsi pembelajaran biologi terpaku pada mengetahui dan

menghafal teori saja. Hal ini menyebabkan pembelajaran yang berlangsung

hanya berorientasi pada hasil saja, tanpa meningkatkan keterampilan

metakognisi siswa secara langsung, sehingga siswa hanya mempelajari biologi

pada aspek kognitif saja.

5

Selain itu, siswa belum mempunyai kesadaran bagaimana seharusnya

mempelajari materi biologi yang benar, baik dalam segi merencanakan,

memilih strategi, memonitor dan mengevaluasi kemajuan belajarnya sendiri.

Akibatnya siswa merasa kesulitan dalam memecahkan masalah–masalah yang

terkait dengan materi biologi karena ditemukan bahwa siswa kurang

memperhatikan saat guru menjelaskan dan jarang sekali mengajukan

pertanyaan walaupun guru memancing dengan pertanyaan-pertanyaan yang

sekiranya belum jelas. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa yang

kurang maksimal dimana rata-rata pencapaian hasil belajar kognitif siswa pada

mata pelajaran biologi masih rendah tidak semua anak berhasil mencapai nilai

sesuai batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70 dengan nilai rata-

rata ulangan pada materi pembelajaran biologi masih rendah yaitu rata-rata 68.

Menurut Paidi (2007: 1) metakognisi merupakan salah satu

penggabungan dari tingkatan domain kognitif seseorang dan merupakan salah

satu tipe pengetahuan yang harus dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian

perlu diungkap melalui tes atau tugas berupa pemecahan masalah.

Memecahkan masalah merupakan salah satu bentuk berpikir kritis.

Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah bukan saja terkait dengan

ketepatan solusi yang diperoleh, melainkan kemampuan yang ditunjukkan

sejak mengenali masalah, menemukan alternatif-alternatif solusi, memilih

salah satu alternatif sebagai solusi, serta mengevaluasi jawaban yang telah

diperoleh. (Paidi, 2007:2).

6

Kemampuan metakognisi untuk memecahkan masalah dipandang perlu

dimiliki siswa, terutama siswa SMA. Kemampuan ini dapat membantu siswa

membuat keputusan yang tepat, cermat, sistematis, logis, dan

mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Sebaliknya, kurangnya

kemampuan ini mengakibatkan siswa pada kebiasaan melakukan berbagai

kegiatan tanpa mengetahui tujuan dan alasan melakukannya. Siswa yang tidak

memiliki kemampuan metakognisi yang baik tidak bisa memprediksi

kelebihan dirinya dan tidak mempunyai perencanaan memilih jurusan bidang

studi di perguruan tinggi yang sesuai dengan minatnya (Andariani, 2013:200).

Menurut Andariani (2013: 203) bahwa siswa SMA sudah mencapai

tahap perkembangan berpikir logis yaitu kemampuan menyusun rencana untuk

memecahkan masalah. Konsep yang dijadikan sebagai topik masalah untuk

penelitian ini adalah materi-materi pelajaran biologi di sekolah yang banyak

dijumpai dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga penting

untuk siswa memahami konsep ini, baik yang berkaitan dengan materi di kelas

atau dengan materi aplikasi dan isu yang beredar di masyarakat. Berdasarkan

hal tersebut memungkinkan untuk munculnya indikator-indikator metakognisi

menjadi tinggi dan siswa lebih bersemangat dalam mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru.

Berdasarkan kajian silabus kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas

SMA kelas X, Salah satu konsep materi pelajaran biologi yang dapat dipelajari

dalam penelitian ini adalah tentang materi lingkungan, materi lingkungan

adalah salah satu kajian dalam pelajaran biologi yang sangat penting untuk

7

dipelajari atau dipahami oleh peserta didik karena materi lingkungan sangat

dekat dan erat kaitanya dengan aktivitas kehidupan manusia sehari-hari.

Materi ini meliputi berbagai komponen lingkungan hidup, lingkungan hidup

manusia, keseimbangan lingkungan, termasuk kerusakan lingkungan dan

upaya pelestariannya, serta jenis-jenis limbah dan bagaimana proses daur

ulang limbah tersebut. Perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup manusia

akan mengganggu keseimbangan lingkungan karena komponen yang ada pada

lingkungan berubah. Perubahan lingkungan dapat terjadi akibat campur tangan

manusia atau faktor alami, namun pada akhirnya manusia sendiri yang

merasakan dampaknya. Berdasarkan muatan Kompetensi Dasar (KD) yang

harus dicapai oleh peserta didik dalam pembelajaran biologi materi

lingkungan adalah, diantaranya:

Tabel. 1.1 Kompetensi dasar materi lingkungan

KOMPETENSI DASAR

KD 1.3 Menuntut siswa agar peka dan perduli terhadap lingkungan

hidup, menjaga dan menyanyangi lingkungan sebagai

manifestasi pengamalan ajaran yang dianutnya.

KD 3.10 Menganalisis data perubahan lingkungan dan dampak dari

perubahan tersebut bagi kehidupan.

KD 4.10 Memecahkan masalah lingkungan dengan membuat desain

produk daur ulang limbah dan upaya pelestarian lingkungan.

Berdasarkan muatan materi dan KD yang terdapat dalam silabus materi

lingkungan tersebut sangat penting untuk dipelajari dan diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari, karena materi tersebut penting untuk memecahkan

permasalahn yang ada di lingkungan terdekat peserta didik meliputi

lingkungan sekitar sekolah, rumah dan masyarakat. Namun kurangnya

8

kesadaran dan kepedulian dalam diri pseserta didik terhadap pentingnya

menjaga lingkungan menjadikan permasalahan lingkungan dianggap tidak

penting untuk diperhatikan, oleh sebab itu tugas guru di sekolah adalah

bagaimana caranya mendidik para siswanya untuk menumbuhkan kesadaran

dan kepedulian dalam diri siswa untuk menjaga lingkungan melalui pemberian

materi lingkungan yang ada dalam muatan pelajaran biologi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rusdi (2014: 320)

menunjukkan bahwa pada umumnya siswa cenderung belajar dengan

menghafal dari pada membangun pemahaman terhadap konsep-konsep. Cara

belajar dengan hafalan seperti itu yang menyebabkan siswa tidak dapat

mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antar konsep yang diperlukan

untuk memahami konsep materi. Untuk itu, mengetahui kemampuan

bagaimana caranya belajar dalam proses pembelajaran sangatlah penting bagi

siswa, agar siswa dapat mengatur cara belajarnya sendiri. Salah satu

kemampuan yang diperlukan siswa dalam proses belajar di sekolah adalah

kemampuan metakognisi.

Menurut Mulbar (2008: 2) dalam pembelajaran guru juga cenderung

untuk menjelaskan atau memberikan segala sesuatu kepada siswa. Mereka

kurang memberi tugas berupa pemecahan masalah baik secara individual

maupun kelompok. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran biologi

guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimilikinya ke dalam pikiran

siswa tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksikan

pengetahuannya sendiri. Siswa sering diposisikan sebagai obyek yang tidak

9

tahu apa-apa yang hanya menunggu dan menyerap apa yang diberikan oleh

guru. Hal ini berakibat siswa menjadi pasif dan gurulah yang aktif. Akhirnya,

sebagai hasil belajar, siswa sekedar memperoleh informasi dan kemudian

menghafalnya. Tanpa memahami atau mengerti apa yang diajarkan oleh

gurunya, akibatnya ketika dihadapkan dengan masalah siswa mengalami

kesulitan untuk memecahkannya, kesulitan ini menyebabkan semakin

menurunnya hasil belajar siswa (Mulbar, 2008:4).

Menghadapi kenyataan tersebut diperlukan upaya untuk

mengembangkan keterampilan metakognisi dalam diri siswa, agar nantinya

berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Keterampilan metakognisi

merupakan salah satu indikator penting dalam proses pembelajaran yang perlu

diberdayakan karena menurut Nurisya, dkk (2017: 246) metakognisi

mengarahkan kepada proses berpikir tingkat tinggi yang melibatkan kontrol

aktif proses kognisi dalam pembelajaran selain itu kemungkinan aspek-aspek

dari keterampilan metakognitif dapat mengatasi kesulitan siswa dalam belajar.

Dalam penelitian yang di lakukan oleh Nurisya dkk tahun (2017: 250)

menunjukan bahwa sumbangan keterampilan metakognisi lebih besar jika di

bandingkan dengan variabel lainnya. Keterkaitan antara keterampilan

metakognisi dengan penguasaan konsep siswa dimungkinkan karena adanya

kegiatan yang mengarah pada metakognisi akan meningkatkan hasil belajar

siswa. Lebih lanjut hal ini disebabkan adanya persamaan komponen-

komponen yang termuat dalam keterampilan metakognisi dan hasil belajar

kognitif. Indikator hasil belajar kognitif menempatkan kemampuan analisis

10

dan evaluasi sebagai kognisi tingkat tinggi, C4 untuk kemampuan analisis dan

C5 untuk kemampuan evaluasi Anderson & Krathwoll (2010: 06) dimana

kedua komponen tersebut juga merupakan komponen dalam keterampilan

metakognisi.

Keterampilan metakognitif berhubungan dengan pemahaman konsep

yang dipelajari oleh peserta didik yang akan berujung pada hasil belajarnya.

Dengan demikian maka ada hubungan positif antara keterampilan metakognisi

dan hasil belajar, hal ini dikarenakan keterampilan metakognitif

memungkinkan siswa untuk melakukan perencanaan, melakukan pemantauan

proses belajarnya dan melakukan refleksi terhadap hasil belajar yang mereka

dapatkan. Berdasarkan hubungan positif antara keterampilan metakognitif dan

hasil belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas maka dapat

dipahami bahwa keterampilan metakognitif sangatlah penting diberdayakan

dalam pembelajaran (Siswanti, 2016:379).

Untuk menunjang keberhasilan belajar maka di perlukan strategi

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi yang akan diajarkan

dimana materi tentang lingkungan berorientasi pada permasalahn yang ada

pada lingkungan dan solusi untuk pemecahannya. Model Pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dalam bahasa indonesia disebut pembelajaran

berbasis masalah (PBM) merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan

yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata,

kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas

yang ada (Novita, dkk. 2016: 388).

11

Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk

mengembangkan keterampilan berpikirnya adalah model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL), karena dalam model pembelajaran PBL

siswa tidak hanya mencatat materi penting dan mendengarkan ceramah dari

guru saja tetapi disini siswa diajak untuk berfikir secara kritis dan logis.

Penerapan model PBL ini diharapkan membawa dampak baik bagi pendidikan

dan mengarahkan siswa untuk berpikir tingkat tinggi dibandingkan dengan

model pembelajaran konvensional. PBL merupakan suatu strategi

pembelajaran dalam hal ini peserta didik mengerjakan permasalahan yang

otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,

mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir ke tingkat lebih tinggi,

mengembangkan kemandirian dan percaya diri. PBL berfokus pada tantangan

yang membuat siswa dapat berpikir (Malhayati, 2014:179).

Pemilihan model pembelajaran yang digunakan tentu harus

disesuaikan dengan indikator keterampilan metakognisi yang berorientasi pada

pengembangan kemampuan peserta didik sejauh mana memahami suatu

masalah dan mencari solusi untuk memecahkanya. Sebagaimana inovasi

pedagogi pada umumnya, PBL tidak dikembangkan berdasarkan teori

pembelajaran atau teori psikologi, namun proses PBL mencakup penggunaan

metakognisi dan pengaturan diri dikenal sebagai suatu pendekatan

pembelajaran aktif yang progresif dan berpusat kepada pembelajar di mana

permasalahan-permasalahan yang tidak terstruktur dunia nyata atau problema

kompleks yang disimulasikan atau ditirukan digunakan sebagai titik awal dan

12

akhir selama proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan salah satu

karakteristik dari kurikulum 2013 dimana pembelajaran itu harus (student

centered ) berpusat pada siswa (Danial, 2010:3).

Untuk membentuk kompetensi yang diharapkan sangat perlu memiliki

pengetahuan metakognisi yang mengatur pengetahuan atau kognisi sendiri

sehingga mampu mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang

bermanfaat bagi kehidupan di masa depan. Menurut Anderson, pengetahuan

metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran

akan, serta pengetahuan tentang, kognisi diri sendiri. Untuk memperoleh

kemampuan dalam pemecahan masalah, siswa diharapkan memahami proses

menyelesaikan masalah tersebut dan menjadi terampil dalam memilih dan

mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi,

merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan yang telah dimiliki

sebelumnya (Hanifah, dkk. 2017:29)

Pemilihan model Pembelajaran Problem based learning yang

berorieantasi pada kemampuan siswa untuk mampu memecahkan

permasalahan sendiri. Didukung oleh penelitian yang mengkaji tentang

hubungan atau korelasi dua variabel bebas dengan satu variabel terikat.

Contohnya penelitian tentang hubungan keterampilan metakognitif dan

kemampuan berpikir kritis dengan hasil belajar siswa yang dilakukan oleh

Malhayati (2014: 182) yang menggunakan model pembelajaran problem

based learning diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa keterampilan

metakognisi memberikan sumbangan sebesar 28,86% dan berpikir kritis

13

memberikan sumbangan sebesar 46,16% terhadap hasil belajar siswa sehingga

total sumbangan efektif sebesar 75,02%. Lebih lanjut dinyatakan pula siswa

yang menggunakan keterampilan metakognisi memiliki prestasi yang lebih

baik dibanding siswa yang tidak menggunakan keterampilan metakognisinya.

Dengan demikian, keterampilan metakognisi dengan Hasil belajar siswa

melalui pembelajaran problem based learning dimungkinkan dapat

menunjukkan hubungan positif (Malhayati, 2014:182).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka terdapat peluang untuk

melakukan penelitian mengenai korelasi antara keterampilan metakognisi dan

hasil belajar siswa untuk melihat apakah ada korelasi yang positif antara

keterampilan metakognisi dengan hasil belajar kognitif siswa pada materi

lingkungan yang menggunakan model PBL sebagai pilihan model

pembelajaran, sehingga akan dilakukan penelitian dengan judul “Korelasi

Antara Keterampilan Metakognisi Dengan Hasil Belajar Siswa Melalui

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Materi

Lingkungan”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, maka untuk mengarahkan

penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran melalui problem based

learning pada materi lingkungan?

14

2. Bagaimana keterampilan metakognisi siswa melalui pembelajaran

problem based learning pada materi lingkungan?

3. Bagaiamana hasil belajar siswa melalui pembelajaran problem based

learning pada materi lingkungan?

4. Bagaimana korelasi antara keterampilan metakongnisi siswa dengan

hasil belajar siswa melalui pembelajaran problem based learning pada

materi lingkungan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan merupakan suatu target yang hendak dicapai dalam melaksanakan

suatu kegiatan, berdasarkan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran melalui problem

based learning pada materi lingkungan.

2. Untuk menganalisis keterampilan metakognisi siswa melalui

pembelajaran problem based learning pada materi lingkungan.

3. Untuk menganalisis hasil belajar siswa melalui pembelajaran problem

based learning pada materi lingkungan.

4. Untuk menganalisis korelasi antara keterampilan metakongnisi siswa

dengan hasil belajar siswa melalui pembelajaran problem based

learning pada materi lingkungan.

D. MANFAAT

Melalui penelitian ini diharapkan ada kontribusi positif bagi

pembelajaran biologi khususnya dan proses pembelajaran pada umumnya:

15

1. Dapat mengembangkan penguasaan konsep biologi serta mengasah

keterampilan metakognisi dan dapat meningkatkan hasil belajar pada

ujungnya.

2. Sebagai salah satu alternatif baru metode pembelajaran biologi dalam

rangka meningkatkan kemampuan konsep siswa dan menumbuhkan

keterampilan metakognisi siswa serta untuk memberikan pelayanan

pengetahuan yang maksimal bagi siswa.

3. Penelitian diharapkan dapat menambah variasi serta pengetahuan sehingga

menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan oleh guru

dalam mengajar khususnya pada materi lingkungan guna meningkatkan

keterampilan metakognisi dan meningkatkan hasil belajar siswa.

E. PEMBATASAN MASALAH

Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini lebih terarah dan

tidak meluas sehingga pembatasan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Materi yang dijadikan bahan penelitian ini adalah sub pokok materi

Lingkungan

2. Keterampilan metakognisi meliputi: mengidenifikasi tugas yang

sedang dikerjakan, mengawasi kemanjuan pekerjaanya, mengevaluasi

kemajuan ini dan meprediksi hasil yang akan diperoleh

3. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar

yang mencakup hasil belajaran kognitif meliputi pemahan siswa

terhadap materi pembelajaran yang dibatasi pada pengetahuan tentang

klasifikasi dan kategori serta prinsip generalisasi yang diukur melalui

16

ranah kognitif dengan aspek-aspek yang meliputi: C1 (mengingat), C2

(Memahami),C3 (Menerapkan), C4 (Menganalisis), C5

(Mengevaluasi), C6 (Mencipta) (Anderson dan Krathwohl, 2010:6).

4. Penerapan pembelajaran melalui Problem Based Learning dilakukan

sebagai upaya meningkatkan proses pembelajaran siswa dengan

memacu semangat siswa untuk lebih menguasai konsep serta mampu

memiliki keterampilan metakognisi.

F. KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut Siswanti (2016: 379) dalam dunia pendidikan ditemukan

fakta bahwa kegiatan pembelajaran saat ini cenderung didominasi oleh guru.

Kebanyakan siswa hanya duduk, memperhatikan dan menulis apa yang

diperintahkan oleh guru dengan tanpa adanya interaksi yang kondusif antara

guru dan siswa. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi pasif dan kurang

memperhatikan apa yang sedang dipelajarinya, sehingga penguasaan konsep

serta keterampilan metakognisi yang dimiliki siswa pun tidak berkembang

dengan maksimal bahkan mereka tidak menyadari bahwa mereka memiliki

keterampilan metakognisi yang mampu membantu mempermudah mereka

dalam proses pembelajaran (Nuryana dan Bambang, 2012:84).

Keterampilan metakognisi berhubungan dengan pemahaman konsep

yang dipelajari oleh peserta didik yang akan berujung pada hasil belajarnya.

Untuk melatih keterampilan metakognisi sehingga dapat berdampak pada

hasil belajar siswa yang maksimal tentu membutuhkan model pembelajaran

yang tepat, guna menciptakan suasana belajar yang efektif sehingga tujuan

17

pembelajaran bisa tercapai maksimal. Salah satu cara untuk mendapatkan

konsep materi pembelajaran yang benar adalah dengan cara penggunaan

model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi

siswa untuk mengembangkan keterampilan metakognisi adalah model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), karena dalam model

pembelajaran PBL siswa tidak hanya mencatat materi penting dan

mendengarkan ceramah dari guru saja tetapi disini siswa diajak untuk berfikir

secara kritis dan logis (Malhayati, 2014:179).

Penerapan model PBL ini diharapkan membawa dampak baik bagi

pendidikan dan mengarahkan siswa untuk berpikir tingkat tinggi dibandingkan

dengan model pembelajaran konvensional. Pemilihan model pembelajaran

yang digunakan tentu harus disesuaikan dengan indikator keterampilan

metakognisi yang berorientasi pada pengembangan kemampuan peserta didik

sejauh mana memahami suatu masalah dan mencari solusi untuk

memecahkanya. Sebagaimana inovasi pedagogi pada umumnya, PBL tidak

dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran atau teori psikologi, namun

proses PBL mencakup penggunaan metakognisi dan pengaturan diri dikenal

sebagai suatu pendekatan pembelajaran aktif yang progresif dan berpusat

kepada pembelajar di mana permasalahan-permasalahan yang tidak terstruktur

dunia nyata atau problema kompleks yang disimulasikan atau ditirukan

digunakan sebagai titik awal dan akhir selama proses pembelajaran. Hal ini

sesuai dengan salah satu karakteristik dari kurikulum 2013 dimana

18

pembelajaran itu harus (student centered ) berpusat pada siswa (Danial,

2010:3).

Adapun tahapan atau sintak dalam pelaksanaan menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut Arends (2008:55)

terdapat lima fase atau tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran Problem

Based Learning (PBL) diantaranya:

1) Mengorientasikan siswa kepada masalah

2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar

3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

5) Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Sebagai suatu strategi dalam proses pembelajaran, model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) tentu memiliki kekurangan dan kelebihan

menurut pendapat Sanjaya (2010: 210) diantaranya:

a. Kelebihan model pembelajaran PBL

1) Memberikan tantangan untuk siswa dalam memecahkan masalah

2) Merangsang kemampuan berpikir kreatif siswa

3) Meningkatkan aktivitas belajar siswa

b. Kekurangan model pembelajaran PBL

1) Membutuhkan waktu yang lama

2) Apabila siswa tidak berminat akan menimbulkan kesulitan dalam

menyelesaikan permasalahan.

19

Pemilihan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

dalam proses pembelajaran sebagai upaya untuk melatih keterampilan

metakognisi siswa di dasari oleh kesamaan karakteristik dari model PBL

berorientasi pada pengembangan kemampuan peserta didik sejauh mana

memahami suatu masalah dan mencari solusi untuk memecahkanya.

Keterampilan metakognisi perlu dikuasai oleh siswa sebagai suatu proses

yang dilakukan dalam menyelesaikan atau melaksanakan tugas. Proses

yang dilakukan yaitu siswa memahami setiap tahapan hingga tugas yang

diberikan tersebut selesai. Tahapan yang terdapat dalam proses tersebut

sesuai dengan indikator-indikator keterampilan metakognisi.

Indikator-indikator keterampilan metakognisi menurut Anatahime,

(2007:1) yang akan dikembangkan yaitu:

1) Mengidentifikasi tugas yang sedang dikerjakan

2) Mengawasi kemajuan pekerjaannya

3) Mengevaluasi kemajuan ini

4) Memprediksi hasil yang akan diperoleh.

Selanjutnya proses-proses yang diarahkan pada pengaturan proses berpikir

juga akan membantu:

1) Mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang dimiliki untuk

mengerjakan tugas

2) Menentukan langkah-langkah penyelesaian tugas, dan

3) Menentukan intensitas, atau

20

4) Kecepatan dalam menyelesaikan tugas.

Indikator-indikator keterampilan metakognisi tersebut dituangkan dalam

inventori keterampilan metakognisi (Anatahime, 2007:1).

Dengan penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) ini diharapkan dapat melatih keterampilan metakognisi yang dimiliki

siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses belajar

sehingga menciptakan hubungan yang positif diantara keduanya. Hasil belajar

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar berupa hasil belajar

kognitif, hasil belajar kognitif berupa pemahaman siswa terhadap materi yang

telah diajarakan indikator peningkatan hasil belajar yang diamati dalam

penelitian adalah taksonomi bloom yang di dalamnya memuat:

1. Mengingat (C1)

2. Memahami (C2)

3. Menerapkan (C3)

4. Menganalisis (C4)

5. Mengevaluasi (C5)

6. Menciptakan (C6)

(Anderson dan Krathwohl, 2010 : 06)

Dalam kegiatannya, kerangka pemikiran tentang korelasi antara

keterampilan metakognisi dengan hasil belajar siswa melalui model

pembelajaran problem based learning pada materi lingkungan dapat

digambarkan dalam suatu skema kerangka berpikir yang terdapat pada

(Gambar 1.2 Skema Kerangka Berpikir) di halaman 21 berikut:

21

SISWA

Pembelajaran biologi materi lingkungan

Proses Belajar Mengajar Menggunakan Model Pembelajaran Problem

Based Learning:

Langkah-langkah:

1. Orientasi siswa kepada masalah

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

3. Membimbing penyelidikan individual maupuan kelompok

4. Mengembangangkan dan menyajikan hasil karya 5. Mengananalisa dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah

Kelebihan:

1. Memberikan tantangan untuk siswa dalam memecahkan

masalah 2. Merangasang kemampuan berpikir kreatif siswa

3. Meningkatakan aktivitas belajar siswa

Kekurangan

1. Membutuhkan waktu yang lama

2. Apabila siswa tidak berminat akan menimbulkan kesulitan

dalam menyelesaikanpermasalahan

Indikator keterampilan metakognisi:

1) Mengidentifikasi tugas yang

sedang dikerjakan

2) Mengawasi kemajuan

pekerjaannya

3) Mengevaluasi kemajuan ini

4) Memprediksi hasil yang akan

diperoleh.

(Anatahime, 2007:1)

Indikator penilaian kognitif:

1. C1 (Mengingat)

2. C2 (Memahami)

3. C3 (Menerapkan)

4. C4 (Menganalisis)

5. C5 (Mengevaluasi)

6. C 6 (Menciptakan )

(Anderson dan Krathwohl, 2010: 6)

Tes

Angket

Korelasional

Gambar 1.2 Skema Kerangka Berpikir

22

G. HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

(Sugiyono,2013: 96) Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah

diuraikan, maka hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat korelasi antara keterampilan metakognisi dengan hasil

belajar siswa melalui model pembelajaran problem based learning pada materi

lingkungan.

H1 : Terdapat korelasi antara keterampilan metakognisi dengan hasil belajar

siswa melalui model pembelajaran problem based learning pada materi

lingkungan.

H. Hasil Penelitian Yang Relevan

Ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan atau berhubungan

dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian yang berjudul analisis perbandingan hubungan antara

keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar dan retensi siswa

SMA pada pembelajaran biologi berbasis PBL yang dilakukan oleh

Nurisya,dkk (2017: 241-251) penelitian bertujuan untuk mengetahui

perbedaan hubungan antara keterampilan metakognitif terhadap hasil

belajar dan retensi, serta perbedaan sumbangan yang diberikan

keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar dan retensi siswa pada

pembelajaran Biologi berbasis problem based learning. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sumbangan keterampilan metakognitif

23

terhadap hasil belajar lebih besar dari pada sumbangan keterampilan

metakognitif terhadap retensi. Keterampilan metakognitif memberikan

sumbangan sebesar 72,6% dalam menjelaskan hasil belajar siswa,

sedangkan 27,4% sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar

keterampilan metakognitif. Sumbangan keterampilan metakognitif

terhadap hasil belajar dan retensi pada pembelajaran berbasis problem

based learning tidak terlepas dari peranan strategi tersebut dalam

memberdayakan keterampilan metakognitif siswa sehingga berdampak

pada retensi hasil belajar.

2. Penelitian yang berjudul hubungan keterampilan metakognisi dengan

hasil belajar siswa pada materi reaksi reduksi oksidasi (REDOKS)

kelas X-1 SMA negeri 3 sidoarjo Nuryana (2012: 83-75) yang

bertujuan untuk menentukan hubungan antara keterampilan

metakognisi yang terdiri atas planning skill, monitoring skill, dan

evaluation skill dengan hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

keterampilan metakognisi dengan hasil belajar siswa. Hubungan antara

planning skill dengan hasil belajar siswa diperoleh nilai r sebesar 0,701

dengan interpretasi hubungan cukup, sedangkan hubungan antara

monitoring skill dengan hasil belajar siswa diperoleh nilai r sebesar

0,866 dengan interpretasi hubungan tinggi, dan hubungan antara

evaluation skill dengan hasil belajar siswa diperoleh nilai r sebesar

0,844 dengan interpretasi hubungan tinggi. Besarnya hubungan

24

tersebut bila ditunjukkan dari nilai r2 menunjukkan bahwa 49% varians

planning skill dapat menjelaskan varians hasil belajar, 75% varian

monitoring skill dapat menjelaskan varians hasil belajar, dan 71%

varians evaluation skill dapat menjelaskan varians hasil belajar. Hasil

data penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara keterampilan metakognisi dengan hasil belajar.

Semakin tinggi keterampilan metakognisi siswa maka semakin tinggi

pula hasil belajar siswa. Begitu juga sebaliknya semakin rendah

keterampilan metakognisi siswa maka semakin rendah pula hasil

belajar siswa.

3. Penelitian yang berjudul korelasi antara keterampilan metakognitif

dengan hasil belajar siswa di SMAN 1 dawarblandong, mojokerto.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara keterampilan

metakognitif dengan hasil belajar siswa pada materi hasil kali

kelarutan di SMAN 1 dawarblandong mojokerto. Dalam Iin (2014: 78-

83) metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

metode tes yang dianalisis menggunakan analisis korelasi statistik

parametrik. Hubungan antara keterampilan metakognitif dengan hasil

belajar siswa berdasarkan data penelitian tersebut, diperoleh nilai r

sebesar 0,841 pada pertemuan I. Nilai r ini kemudian meningkat

menjadi 0,881 pada pertemuan II dan kembali mengalami peningkatan

menjadi 0,892 pada pertemuan III. Berdasarkan harga r-teoritik dengan

N=30, maka didapatkan rteoritik pada taraf signifikan 1% adalah

25

0,463. Karena harga r-hitung lebih besar daripada r-teoritik, maka

dapat dinyatakan bahwa korelasi antara keterampilan metakognitif dan

hasil belajar siswa adalah signifikan. Hal ini berarti peningkatan nilai r

sejalan dengan peningkatan nilai keterampilan metakognitif dan juga

nilai hasil belajar siswa.