BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup serta dapat membangkitkan sektor-sektor lainnya. Alasan utama dalam pengembangan pariwisata pada suatu daerah sebagai tujuan wisata adalah pembangunan ekonomi daerah atau negara. Pengembangan pada bidang pariwisata ini merupakan sebuah terobosan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, daerah dan negara. Dewasa ini, pariwisata di Indonesia yang berbasis alam mulai diminati oleh wisatawan nusantara maupun wisatawan manca negara. Seperti halnya di Provinsi DIY juga mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatawan untuk terus melakukan traveling. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selama 2012 meningkat 46,80 persen dibanding 2011 1 . Dengan meningkatnya jumlah wisatawan maka daerah harus memiliki strategi untuk menggali lebih banyak objek wisata baik lokasinya maupun ragamnya. Hal ini didukung oleh potensi sumber daya alam di Indonesia sangat melimpah dan dapat 1 http://www.antaranews.com/berita/jumlah-wisatawan-ke-diy-naik-4680-persen diakses pada tanggal 18 September 2014.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pariwisata merupakan industri yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup serta dapat

membangkitkan sektor-sektor lainnya. Alasan utama dalam pengembangan

pariwisata pada suatu daerah sebagai tujuan wisata adalah pembangunan ekonomi

daerah atau negara. Pengembangan pada bidang pariwisata ini merupakan sebuah

terobosan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, daerah dan negara.

Dewasa ini, pariwisata di Indonesia yang berbasis alam mulai diminati oleh

wisatawan nusantara maupun wisatawan manca negara. Seperti halnya di Provinsi

DIY juga mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatawan untuk terus

melakukan traveling. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta selama 2012 meningkat 46,80 persen dibanding 20111. Dengan

meningkatnya jumlah wisatawan maka daerah harus memiliki strategi untuk

menggali lebih banyak objek wisata baik lokasinya maupun ragamnya. Hal ini

didukung oleh potensi sumber daya alam di Indonesia sangat melimpah dan dapat

1 http://www.antaranews.com/berita/jumlah-wisatawan-ke-diy-naik-4680-persen diakses pada tanggal 18 September 2014.

2

dimanfaatkan secara optimal. Ini merupakan kesempatan bagi daerah untuk

meningkatkan ekonomi dan pembangunan daerah melalui sektor pariwisata.

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul provinsi DIY menetapkan sektor

pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan yang dapat mendorong pembangunan

di Kabupaten Gunungkidul. Dengan meningkatkan industri pariwisata dan jasa-jasa

akan menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat dan dapat

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)2. Kabupaten Gunungkidul merupakan

salah satu kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki

banyak potensi pariwisata yang berasal dari alam seperti Pantai, Gunung, Goa Karst

dan Air Terjun. Selain potensi wisata alam, Kabupaten Gunungkidul memiliki

banyak desa wisata yang kini mulai dikembangkan. Berdasarkan data kepariwisataan

DIY tahun 2012, Kabupaten Gunungkidul memiliki 48 titik pantai, kurang lebih 700

goa yang sedang dikembangkan sebagai objek wisata alam diantaranya adalah Pantai

Baron, Pantai Siung, Pantai Wedi Ombo, Pantai Sadeng, Pule Gundes, Krakal, Pantai

Ngrenehan, Goa Cerme, Goa Jomblang, Gunung Gambar, Gunung Purba

Nglanggeran, Kalisuci, Air Terjun Sri Gethuk, dan lain-lain. Di Kabupaten

Gunungkidul terdapat 8 desa wisata yaitu desa wisata Semanu, desa wisata

Bejiharjo, desa wisata Bleberan, desa wisata Beji, desa wisata Bunder, desa wisata

Bobung, desa wisata Nglanggeran, dan desa wisata Umbulrejo. Dari data

kepariwisataan DIY tahun 2012, objek wisata yang paling banyak dikunjungi oleh

2 http://bappeda.gunungkidulkab.go.id/ diakses pada tanggal 4 Maret 2014

3

wisatawan adalah Pantai Baron, sedangkan desa wisata yang paling banyak

dikunjungi oleh wisatawan adalah Bejiharjo dengan Goa Pindulnya. Setiap bulannya

objek wisata dan desa Wisata yang ada di Kabupaten Gunungkidul ini mengalami

dinamika naik turunnya pengunjung. Naik turunnya pengunjung ini dipengaruhi oleh

momen-momen tertentu, misalkan pada libur hari besar atau liburan sekolah.

Peningkatan jumlah wisatawan baik mancanegara maupun nusantara sebagai

dampak dari perkembangan pariwisata di Kabupaten Gunungkidul disajikan pada

tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1 Data Jumlah Kunjungan Wisatawan Di Kabupaten Gunungkidul

Tahun 2010 – 2013

NO TAHUN

ANGGARAN

WISATAWAN

MANCANEGARA NUSANTARA JUMLAH

1 2010 585 548.272 548.857

2 2011 1.299 615.397 616.696

3 2012 238 736.519 736.757

4 2013 10.120 1.324.362 1.334.482

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kab. Gunungkidul Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 1.1, bahwa setiap tahun hingga tahun 2013 jumlah

wisatawan nusantara meningkat. Hal ini menandakan adanya perkembangan dan

mulai dikenalnya pariwisata di Kabupaten Gunungkidul baik oleh wisatawan

4

mancanegara maupun nusantara. Terjadi lonjakan wisatawan ke Kabupaten

Gunungkidul pada tahun 2013 hingga mencapai 1.334.482 wisatawan. Lonjakan

wisatawan ini hampir dua kali lipat dari tahun 2012 yang hanya berjumlah 726.757

wisatawan.

Kabupaten Gunungkidul menyuguhkan banyak potensi wisata alam yang

menarik dan unik dan tidak dimiliki oleh empat kabupaten lain di DIY. Wisata yang

unik dan menarik ini antara lain Goa Pindul yang ada di Desa Bejiharjo. Daya tarik

Goa Pindul ini adalah adanya aliran sungai yang menembus beberapa perbukitan

karst dan para wisatawan dapat menikmati keindahan dalam goa dengan cave tubing

atau wisata menyusuri goa dengan menggunakan ban.

Potensi batuan pada kawasan goa memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena

batuan kapur ini tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan galian untuk bangunan saja

tetapi juga mempunyai nilai ekonomi dan ekologis seperti untuk sarang burung

walet, sumber daya air, keanekaragaman hayati dan juga sebagai objek wisata alam.

Goa adalah suatu lingkungan yang unik dan rentan serta berfungsi sebagai sistem

perlindungan proses dari ekologis, menjadi habitat untuk flora dan fauna untuk

mempertahankan jenis dan ekosistemnya serta menjadi sumber kehidupan untuk

masyarakat lokal (Rachmawati, Eva dalam penelitian LPPM IPB pada tahun 2012).

Ekowisata yang bersumber dari kawasan Karst yaitu goa merupakan upaya untuk

pemanfaatan sumber daya alam dan upaya untuk mensejahterakan masyarakat.

Keberadaan Goa ini tentunya butuh pengelolaan yang dilakukan oleh Pemerintah

5

Daerah bersama masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat itu

sendiri. Apabila sebuah sumber daya tidak dikelola dengan baik maka akan

berdampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia. Dampak positif dari

dikelolanya objek wisata tersebut adalah dengan banyaknya wisatawan yang

berkunjung ke sebuah objek wisata maka desa wisata menjadi ramai dan terkenal.

Dengan begitu, masyarakat setempat dapat mencari penghasilan melalui objek wisata

dengan mengembangkan desa wisata tersebut.

Objek wisata ini sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat

Gunungkidul. Tetapi sebelum dikelola, keadaan goa ini sangat merana. Sampai pada

akhirnya Goa Pindul ini mulai di inisiasi oleh Bapak Soempeno (Alm) selaku Bupati

Gunungkidul sebagai salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai

objek wisata alam dan dapat dikelola oleh masyarakat Desa Bejiharjo sehingga dapat

mencapai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Kemudian pada pertengahan

tahun 2010 melalui kepala desa Bejiharjo mulai dibentuk Kelompok Sadar Wisata

sebagai kelompok yang dapat mengelola objek wisata yang ada di desa Bejiharjo.

Kelompok sadar wisata ini bernama Dewa Bejo, nama Dewa Bejo ini juga

merupakan akronim dari Desa Wisata Bejiharjo atau disingkat menjadi Dewa Bejo.

Kelompok sadar wisata atau Pokdarwis Dewa Bejo ini merupakan mitra kerja dari

Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dalam hal pengelolaan objek wisata

Goa Pindul. Kemudian Goa Pindul diresmikan sebagai objek wisata alam oleh

6

Almarhum Sumpeno Putro, Bupati Gunungkidul, pada tanggal 10 Oktober 2010

bertepatan dengan fam tour pejabat Kabupaten Gunungkidul.

Setelah terbentuk kelompok sadar wisata, kemudian kelompok ini bersama

dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul mulai memasarkan objek wisata

Goa Pindul. Goa Pindul yang tergolong dalam objek wisata minat khusus ini sudah

menjadi magnet bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Dengan

banyaknya wisatawan yang datang ke objek wisata Goa Pindul maka banyak

masyarakat Desa Bejiharjo yang memanfaatkan Goa Pindul sebagai ladang usaha.

Disaat negara gagal dalam menyediakan lapangan pekerjaan formal bagi masyarakat,

masyarakat bergerak sendiri secara mandiri dan kolektif untuk menciptakan lapangan

kerja informal. Terbukanya lapangan pekerjaan informal menjadi bukti nyata bahwa

terdapat gerakan dari masyarakat untuk keluar dari rantai ketergantungan terhadap

negara. Gerakan tersebut diwujudkan dari lahirnya suatu komunitas dalam

masyarakat. Ini merupakan bukti nyata bahwa dengan adanya objek wisata alam

yang dikelola baik antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat dapat

mensejahterakan masyarakat.

Tetapi, dibalik kejayaan pada objek wisata alam minat khusus Goa Pindul

yang terdapat di Padukuhan Gelaran, Desa Bejiharjo Kecamatan Karangmojo

Gunungkidul ini ternyata tidak berjalan dengan mulus. Banyaknya rintangan dan

persoalan yang sampai pada tahun 2013 masih dihadapi oleh Dewa Bejo yang

berkaitan dengan masalah pengelolaan objek wisata Goa Pindul. Yang menarik

7

untuk dikaji dalam penelitian ini adalah Dewa Bejo sebagai Pokdarwis (kelompok

sadar wisata) dapat dikatakan sebagai pelopor pengembangan pembangunan desa

yang memiliki kemampuan melebihi Pokdarwis pada umumnya. Kepeloporan ini

terbukti dengan sangat terkenalnya Goa Pindul sebagai objek wisata baru, serta

kemampuannya merekrut masyarakat desanya sebagai partisipan sekaligus

membentuk barisan pertahanan yang kokoh dalam menghadapi berbagai gangguan

dari luar. Dewa Bejo juga memberikan kontribusi yang amat besar dalam menambah

keanekaragaman objek wisata dan cara menikmati alam, meningkatkan peluang kerja

dan penumbuhan peluang usaha yang berujung pada meningkatkan kesejahteraan

(mengurangi angka kemiskinan) masyarakat Desa Bejiharjo.

B. Rumusan Masalah :

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka terbentuklah

sebuah rumusan masalah yang nantinya akan dijawab pada halaman selanjutnya.

Adapun rumusan masalah tersebut adalah :

Bagaimana kemampuan Dewa Bejo sebagai kelompok sadar wisata dalam

mengelola objek wisata Goa Pindul hingga tahun 2013?

C. Tujuan Penelitian :

8

Penentuan tujuan penelitian diperlukan agar penelitian yang dilakukan

memiliki arah yang jelas dan sistematis. Secara substansial, tujuan penelitian

merupakan jawaban atas masalah-masalah yang dirumuskan.

1. Untuk mengetahui seberapa otonomkah Dewa Bejo

2. Untuk mengetahui bagaimana Dewa Bejo memperluas otonominya

3. Untuk mengetahui bagaimana Dewa Bejo mempertahankan otonominya

terhadap situasi konflik

D. Landasan Teori

D.1 Self Governing Community

Potensi sumber daya alam memang selayaknya dikelola agar memberikan

manfaat bagi masyarakat. Sejauh ini, pengelolaan sumber daya alam dapat dikelola

oleh pemerintah, masyarakat dan juga instansi-instansi yang terkait. Dalam

penelitian ini, pengelolaan sumber daya alam dikelola atas kerjasama antara

pemerintah dengan masyarakat. Pada akhirnya, kerjasama diantara kedua belah pihak

menghasilkan sebuah kelompok yang diharapkan dapat mengelola sumber daya alam

secara lebih mandiri, sedangkan disisi lain pemerintah hanya berperan sebagai

pendamping masyarakat. Inilah yang dapat memicu munculnya kelompok atau

komunitas yang memiliki kemampuan untuk melakukan “pemerintahan” sendiri

(dalam hal pengelolaan sumber daya alam), yang kemudian dapat diamati sebagai

sebuah self governing community. Untuk memahaminya lebih lanjut, maka kita perlu

menyamakan pemahaman terkait dengan konsep komunitas dalam penelitian ini.

9

Konsep ini sangat penting untuk dipahami karena self governing community adalah

awal pembentukannya dari komunitas.

Pemahaman komunitas memang sangat beragam. Kesatuan hidup setempat

dalam satu wilayah yang sama merupakan sebuah syarat yang mutlak untuk

terbentuknya sebuah komunitas. Sebagai suatu kesatuan manusia, suatu komunitas

memiliki perasaan kesatuan yang mengandung unsur-unsur rasa kepribadian

kelompok dan perasaan inilah memiliki ciri-ciri seperti ciri kebudayaan ataupun ciri

dari kelompok tersebut (Koentjaraningrat 1990, h. 161).

Dalam perkembangannya, istilah komunitas (community) dalam buku-buku

sosiologi barat digunakan berganti-ganti dan diberi arti masyarakat (society) kota

(city) dan kampung (neighbourhoad). Kata komunitas berasal dari kata latin

communire (communio) yang berarti memperkuat dan dari kata ini dibentuk istilah

communitas yang artinya persatuan, persaudaraan, umat, kumpulan dan masyarakat

(Hendro Puspito 1989 dalam Imbiri 2004, h. 10). Senada dengan hal tersebut,

komunitas juga memiliki ciri-ciri yakni sebagai berikut :

Merupakan sebuah kesatuan hidup yang teratur dan tetap, serta memiliki ciri

tersendiri.

Komunitas bersifat teritorial, dalam artian memiliki unsur daerah,

dimungkinkan memiliki pertalian darah, tradisi dan juga nasib yang sama.

Secara lebih jauh, dalam komunitas dapat pula dijumpai sejarah, struktur,

aktifitas serta kepemimpinan dari komunitas tersebut. Beberapa diantaranya

10

bersifat komunal atau sendiri-sendiri, dan memiliki aset dalam batas

geografis tertentu sebagai teritorinya.

Dari pemahaman tentang komunitas diatas dapat ditekankan bahwa

komunitas merupakan sekelompok individu ataupun kelompok masyarakat yang

memiliki ikatan tertentu, yang lahir dalam suatu wilayah tertentu. Dalam

perkembangannya, terbentuknya komunitas tidak hanya sebatas kesamaan wilayah

saja. Konsep mengenai komunitas lebih meluas karena melihat komunitas sebagai

suatu wadah untuk dapat saling bekerjasama dalam pemenuhan kepentingan. Mereka

terikat atas dasar kesamaan kepentingan dan tujuan. Hal ini diperkuat oleh Soetomo

(2006, h. 82) yang telah mengkaji karakteristik komunitas dengan segala nilai-nilai

yang ada dalam komunitas. Keberadaan nilai (baca :kepentingan) dapat berpengaruh

dalam pembentukan, menjaga eksistensi, hingga solidnya suatu komunitas. Melalui

cara pandang tersebut, komunitas dapat bertahan dan diakui keberadaannya oleh

masyarakat.

Sedangkan dari perspektif politik, kajian komunitas dapat dilihat melalui

keberadaan struktur kekuasaan antar aktor dalam pembentukan komunitas. Adanya

kehadiran elit yang membawa pengaruh bagi komunitas dan inilah yang dapat

menunjukan adanya struktur kekuasaan. Elit komunitas merupakan aktor yang

memiliki berbagai sumber daya yang lebih dibandingkan dengan anggota-anggota

komunitas lainnya. Dalam proses pengorganisasian pada komunitas terdapat proses-

11

proses kepemimpinan sehingga dapat dengan mudah melakukan pengorganisasian

diri dalam informality governance (Trisnantari 2006, h. 8)

Sebagaimana sempat diulas sebelumnya bahwa komunitas dapat mengelola

pemerintahannya sendiri. Secara lebih mendalam, self governing dalam komunitas

dapat dipahami sebagai suatu konsep yang digunakan untuk menunjukan bahwa

dalam penyelenggaraan urusan- urusan kolektif dilakukan secara mandiri oleh

komunitas tanpa ada campur tangan dari negara. Mengurus kepentingannya sendiri

adalah ciri dari kemandirian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, mandiri dapat

diartikan sebagai suatu keadaan yang dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada

orang lain. Dengan demikian, kemandirian dapat dilakukan oleh setiap individu

maupun kelompok manakala mereka tidak lagi bergantung pada orang lain.

Namun menjadi mandiri bukanlah sesuatu yang mudah. Banyaknya

keterbatasan yang dimiliki pada setiap individu maupun kelompok menjadikan

rentan untuk tetap bergantung kepada orang lain. Sikap saling bergantung inilah yang

menjadi hal wajar bagi sebagian masyarakat. Maka, dapat ditekankan bahwa suatu

kemandirian merupakan suatu strategi untuk bertahan melalui optimalisasi potensi

secara mandiri yang bersifat sukarela (KBBI 2002).

Untuk melihat kemandirian sebuah komunitas, setidaknya ada empat elemen

pokok yang harus dipenuhi (Badan Pengembangan Sumberdaya Koperasi dan PKM

dan LPM UNBRAW, 2001) mengemukakan yaitu pertama kemandirian materi dasar

12

serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis. Kedua

kemandirian intelektual yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh

masyarakat yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi

yang lebih halus muncul diluar kontrol terhadap pengetahuan itu sendiri. Ketiga,

kemandirian sikap yaitu kemampuan otonom dalam menyikapi setiap permasalahan

yang muncul dalam kaitan dengan kehidupan. Kemampuan ini merupakan sintesa

dari kesadaran diri, inisiatif, motivasi, kepercayaan diri, pengambilan keputusan

untuk bertindak dan sejauh mana kemampuan untuk menolong dirinya sendiri. Dan

yang keempat adalah kemandirian manajemen yaitu yang meliputi kemampuan

otonom untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar

ada perubahan dalam situasi kehidupan.

Memasuki kajian tentang kapasitas community governance bahwa suatu

komunitas memiliki potensi untuk mengelola kepentingan kolektifnya yang belum

dipenuhi oleh negara. Ketika negara tidak memiliki kapasitas yang cukup dalam

melakukan fungsi sebagai penyedia kepentingan bagi komunitas, maka komunitas

memiliki kemampuam untuk menjadi subsitusi negara. Kapasitas pada komunitas

merupakan kemampuan komunitas untuk merencanakan dan menjalankan berbagai

fungsi yang ada dalam konsep self governing. Sebuah komunitas yang memiliki

kapasitas dalam melakukan governance dalam pemenuhan kepentingan kolektifnya

harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Sudarmo 2008, h.104). Pertama memiliki

kemampuan untuk mengorganisasi dirinya secara informal. Kedua, memiliki

13

kemampuan untuk belajar dari pengalaman sebelumnya dan hal-hal yang belum

diketahui untuk mengantisipasi hal-hal yang akan datang. Ketiga, dapat bekerja

dalam waktu yang jelas dan nyata melalui network. Keempat, memiliki kesedian

berbagai peran diantara keanekaragaman pelaku sebagai sumber daya manusia dan

sumber daya non manusia lainnya yang tersedia. Yang kelima adalah

terselenggaranya distribusi intelegenesia untuk memecahkan masalah bersama dan

ini berarti menuntut kesediaan berbagi informasi dan komunikasi yang terbuka.

Berdasarkan beberapa uraian dari konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa

Self governing community berarti komunitas lokal yang membentuk dan

menyelenggarakan pemerintahan sendiri berdasarkan pranata lokal yang bersifat

swadaya dan otonom. Self governing community juga tidak dibentuk oleh kekuatan

eksternal dan mereka tidak terikat secara struktural dengan organisasi eksternal

seperti negara (Sutoro Eko 2006 dalam Trisnantari 2010, h. 5). Disinilah dapat

dipahami bahwa mereka memiliki otonomi yang relative kuat dalam pengelolaan

urusan mereka.

E. Definisi Konseptual

Istilah yang digunakan pada governing seringkali disamakan dengan definsi

dari governance. Tetapi pada kenyataannya kedua istilah tersebut memiliki arti yang

berbeda. Governance biasanya mengacu pada pola, sedangkan governing lebih

kepada prosesnya. Terdapat kata kunci dari istilah governing yaitu memandu (guide),

14

mengarahkan (steering), mengontrol (control), dan mengelola (manage). Dari kata

kunci diatas dapat dijelaskan bahwa pengertian dari governing adalah sebagai

aktivitas yang dijalankan oleh aktor politik atau sosial sebagai suatu upaya dengan

tujuan tertentu yang sifatnya memandu, mengarahkan, mengontrol serta mengelola.

F. Definisi Operasional

Suatu komunitas dapat dikatakan sebagai Self Governing Community apabila

komunitas tersebut memiliki otonomi, kewenangan dan juga dapat mengurus

kepentingannya secara sendiri dan mandiri. Pada objek wisata Goa Pindul Kabupaten

Gunungkidul menggunakan konsep Self Governing Community dalam

pengelolaannya karena Dewa Bejo sebagai kelompok memiliki otonomi dan

kewenangan. Maka penelitian ini juga ingin mengetahui seberapa berhasilkah

kelompok ini dalam mempertahankan otonominya.

G. Metode Penelitian

G.1. Jenis Penelitian

Menentukan metode penelitian bukan merupakan persoalan yang mudah

karena metode penelitian merupakan dasar untuk melakukan sebuah penelitian.

Penelitian sendiri merupakan proses serta rangkaian yang dilakukan secara terencana

dan sistematis. Sehingga harapan dari sebuah penelitian mampu memecahkan dan

menjawab suatu permasalahan tertentu.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

15

metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu

pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada gejala-gejala yang

bersifat alamiah karena orientasinya demikian, maka sifatnya naturalistik dan

mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di laboraturium

melainkan harus terjun di lapangan (Nazir,Muhammad. 1986. Metode Penelitian.

Bandung:Remaja Rosdakarya), halaman 159. Sehubungan dengan masalah penelitian

ini, maka penelitian mempunyai pedoman pelaksanaan penelitian dengan

menggunakan pendekatan kualitatif, dimana yang dikumpulkan berupa pendapat,

tanggapan, informasi, konsep-konsep dan keterangan yang berbentuk uraian dalam

mengungkapkan masalah (Nawawi, Hadari. 1994. Metode Penelitian Ilmiah.

Jakarta: Rineka Cipta), halaman 176. Studi kasus menjelaskan secara komprehensif

mengenai berbagai macam aspek yang mencakup aspek individu, organisasi,

program maupun situasi sosial yang kemudian akan dideskripsikan berdasarkan data-

data yang telah diperoleh dilapangan. Orientasi yang menonjol dari metode

penelitian kualitatif studi kasus yakni merupakan sebuah pemahaman untuk dapat

menyoroti suatu keputusan atau seperangkat keputusan terkait dengan mengapa

keputusan itu diambil dan bagaimana diterapkan serta apa pula hasilnya (Salim,

Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Tiara wacana ; Yogyakarta)

Halaman 118. Kemudian pendekatan yang dipakai yaitu ditunjang dengan deskriptif,

terutama digunakan sebagai penelaah pemahaman terkait dengan kemandirian

masyarakat dalam pengelolaan objek wisata Goa Pindul.

16

Skripsi ini dianggap penulis menjadi sebuah studi kasus karena memiliki ciri-

ciri sebagai berikut :

1. Dewa Bejo adalah nama kelompok sadar wisata (Pokdarwis), setiap objek

wisata ada pokdarwisnya, jadi jumlah pokdarwis sangatlah banyak, namun

dalam pengamatan pada survey awal penelitian Dewa Bejo yang akronim dari

Desa Wisata Bejiharjo ini memiliki kelebihan dibanding pokdarwis lainnya.

2. Terdapat permasalahan yang serius dalam pengelolaan objek wisata Goa

Pindul kabupaten Gunungkidul. Permasalahan tersebut merupakan suatu

peristiwa yang dipandang cukup serius yang dialami oleh Dewa Bejo dan

juga masyarakat Bejiharjo.

3. Belum dapat terselesaikannya masalah pengelolaan objek wisata Goa Pindul

sehingga memunculkan banyaknya hambatan serta menimbulkan kerugian.

4. Diperlukannya bantuan dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam

proses penyelesaian permasalahan pengelolaan objek wisata Goa Pindul.

G.2. Lokasi Penelitian

Desa Wisata Bejiharjo merupakan desa wisata yang terletak di Padukuhan

atau Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten

Gunungkidul, Yogyakarta. Kehadiran Desa Wisata Bejiharjo bermula dari keinginan

Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul untuk mengembangkan objek wisata di

daerahnya, salah satunya dengan cara membuat desa wisata baru. Pilihan desa wisata

17

tersebut jatuh pada Desa Bejiharjo. Sepintas desa ini tidak jauh beda dengan desa-

desa lain yang ada di Gunungkidul, namun yang membedakan adalah desa tersebut

memiliki daya tarik destinasi yang dapat dikembangkan yaitu potensi alam. Hal

tersebut dikarenakan desa Bejiharjo memiliki alam yang masih alami berupa

pemandangan alam yang dilengkapi dengan aliran sungai Oyo serta Goa yang

didalamnya terdapat stalaktit dan stalakmit terbesar, terbanyak dan teraktif bernama

Goa Pindul.

G.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer akan diperoleh dengan cara observasi dan wawacara,

sedangkan data sekunder dari dokumenter. Adapun tekhnik pengumpulan data yang

digunakan adalah :

G.3.1. Observasi

Observasi awal penelitian skripsi ini dilakukan pada saat refreshing untuk

menghilangkan penat kegiatan kampus dan ingin menikmati keindahan alam yang

terdapat di Kabupaten Gunungkidul yaitu goa yang sedang naik daun ini. Berbekal

dengan obrolan ringan dengan para pengelola Goa Pindul yang merupakan

masyarakat desa Bejiharjo ini yang terkesan unik, serta mengembangkan ide penulis

dalam rencana penyusunan tema skripsi. Sehingga observasi pra penelitian ini telah

dilakukan dua kali. Yang pertama belum ada gambaran sekilas dan yang kedua

18

dilakukan setelah latar belakang sudah diketahui. Sementara keberlanjutan observasi

dalam pembahasan dilakukan bersamaan dengan wawancara mendalam.

Observasi dipilih sebagai salah satu teknik pengumpulan data karena dengan

observasi peneliti dapat melihat karakteristik dari masyarakat setempat yang

statusnya menjadi pengelola.

G.3.2. Teknik Wawancara

Wawancara merupakan proses komunikasi dan interaksi yang dilakukan

dengan pengajuan pertanyaan secara lisan kepada responden secara face to face

relationship (Nawari, Hadari. 1983:111). Adapun wawancara tersebut bertujuan

untuk mendapatkan pemahaman secara mendalam setelah observasi. Wawancara pra

penelitian penulis dilakukan dengan anggota aliansi Rantau Bejiharjo dengan bapak

Sumardiono yang bekerja di Yogyakarta. Setelah melakukan wawancara penelitian,

peneliti akan menyiapkan strategi wawancara lebih lanjut untuk mengklasifikasi

beberapa aktor yang menjadi informan yaitu :

1. Ketua Komunitas Dewa Bejo (Pokdarwis) yaitu Bapak Subagyo, dimana

pemimpin ini yang memegang kekuasaan tertinggi dalam level komunitas

di Goa Pindul

2. Ketua Komunitas Panca Wisata yaitu Bapak Warman

3. Ketua Komunitas Wira Wisata yaitu Bapak Haris Purnawan

4. Penyedia jasa parkir objek wisata Goa Pindul

19

5. Penyedia jasa makanan dan minuman

6. Penyedia jasa toilet dan wc umum

7. Masyarakat sekitar

8. Aliansi Rantau Bejiharjo

9. Kepala Desa Bejiharjo yaitu Bapak Yanto dan juga tokoh masyarakat desa

Bejiharjo, dimana tokoh masyarakat setempat yang memahami karakteristik

dari masyarakat Bejiharjo serta dapat memahami dinamika yang terjadi di

desa wisata Goa Pindul.

10. Staf Ahli Bupati Gunungkidul Bidang Hukum dan Politik yaitu Bapak

Hidayat S.H, M.Si dimana beliau sebagai perpanjangan tangan dari negara

dan terlibat sejak awal terjadinya konflik hukum berkaitan dengan status

kepemilikan Goa Pindul.

G.3.3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan sumber informasi penelitian dari data sekunder

berupa dokumen. Dokumen ini berupa penunjang yang penulis dapatkan dari

beberapa studi pustaka seperti jurnal maupun buku-buku yang ditujukan sebagai

pembanding dan pelengkap sekiranya memiliki kedekatan relevansi dengan bahasan

terkait dengan pengelolaan objek wisata Goa Pindul.

G.4 Tekhnik Analisa Data

20

Tekhnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

G.4.1. Pengumpulan Data

Tahap pertama adalah mengumpulkan data yang diperoleh melalui

wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Pada tahap ini merupakan usaha untuk

mendapatkan data yang akurat terhadap masalah penelitian. Tahap ini dilakukan

sebagai usaha untuk mendapatkan gambaran langsung dan permasalahan sejumlah

sasaran pokok penelitian terkait dengan pengelolaan Goa Pindul.

G.4.2. Analisis Data

Pada tahap ini merupakan tahap dalam penyajian data dan menganalisis data

yang diperoleh sesuai dengan tujuan dari penelitian. Tahap ini memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan yang

berdasarkan dari pemahaman yang diperoleh dari analisis data. Dan tahap analisis ini

adalah membuat transkip dari setiap wawancara yang dilakukan. Untuk wawancara

yang tidak dapat direkam dilakukan dengan menggunakan catatan-catatan kecil.

Kemudian Transkip dari berbagai informan tersebut kemudian dikelompokan sesuai

dengan kategori informan. Setelah terkumpul menjadi satu kategori, transkip tersebut

dibaca kembali dan memilah jawaban informan sesuai dengan kategori pertanyaan

yang diajukan. Dan pertanyaan ini dikategorikan sesuai dengan pertanyaan penelitian

dan tujuan penelitian. Jawaban yang beragam tersebut kemudian dibaca ulang

sehingga dari jawaban tersebut dapat dilihat posisi seorang informan dalam

21

merespon suatu pertanyaan. Dengan demikian data tersebut dapat dianalisis dengan

teori yang ada dan mendapatkan kesimpulannya.

H. SistemAtieka BAB

Bab pendahuluan berisikan tentang deskripsi singkat mengenai penelitian ini

berisi tentang latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan, landasan teori

dan metode penelitian. Bab selanjutnya akan membahas tentang gambaran umum

wilayah objek kajian yang terdiri dari kondisi pariwisata yang ada di Kabupaten

Gunungkidul, potret desa Bejiharjo sebagao objek penelitian dan aktor-aktor yang

ada lingkungan objek wisata Goa Pindul meliputi Dewa Bejo sebagai kelompok

sadar wisata dan Ny Atiek Damayanti sebagai pemilik tanah diatas Goa Pindul.

Setelah mengetahui gambaran umum dan mengetahui aktor-aktor yang ada di

lingkungan Goa Pindul melalui metode pengumpulan data, maka bab 3 berisi tentang

pembahasan dan analisis. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah

setelah data dikumpulkan kemudian data tersebut disajikan pada bab pembahasan

dan analisis data yang diperoleh sesuai dengan tujuan dari penelitian. Dan bab yang

terakhir adalah penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan merupakan refleksi dari

bab-bab sebelumnya dan apakah sudah menjawab rumusan masalah dalam

penelitian.