BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/43168/2/BAB I.pdf · dalam pasal 33 ayat (3)...

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara Konstitusional pembangunan hukum di bidang Agraria diatur dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 atau yang disebut UUD yang menyatakan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. 1 Atas dasar ketentuan pasal (33) ayat (3) itu negara memiliki kewenangan terpenuh dalam penguasaannya yang disebut dengan hak menguasai negara. Hak menguasai dari negara ini akan mewujudkan kewajiban negara yang kedua yaitu “Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat.” Kewajiban di atas menjelaskan segala jaminan bagi tujuan hak penguasaan negara atas sumber daya alam yang sekaligus memberikan pemahaman bahwa dalam hak penguasaan itu, negara hanya melakukan pengurusan (bestuursdaad) dan pengolahan (beheersdaad), tidak untuk melakukan tindakan pemilikan (eigensdaad). 2 Untuk merealisasikan Pasal 33 ayat (3) UUD ini maka ditetapkan dalam Undang- Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 untuk selanjutnya disebut 1 Wibowo Tunardy, Dasar-dasar hukum agraria nasional yang diamanatkan dalam UUPA, tersedia dalam http://www.jurnalhukum.com/2012, diakses tanggal 5 November 2016. 2 J. Ronald Mawuntu. 2012 Konsep Penguasaan Negara Berdasarkan Pasal 33 UU 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi. Manado. Jurnal Vol.XX/No.3. fakultas Hukum. Universitas Sam Ratulangi.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/43168/2/BAB I.pdf · dalam pasal 33 ayat (3)...

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Secara Konstitusional pembangunan hukum di bidang Agraria diatur

    dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 atau yang disebut UUD

    yang menyatakan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di

    dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

    kemakmuran rakyat”. 1

    Atas dasar ketentuan pasal (33) ayat (3) itu negara memiliki kewenangan

    terpenuh dalam penguasaannya yang disebut dengan hak menguasai negara. Hak

    menguasai dari negara ini akan mewujudkan kewajiban negara yang kedua yaitu

    “Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di

    atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara

    langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat.”

    Kewajiban di atas menjelaskan segala jaminan bagi tujuan hak penguasaan

    negara atas sumber daya alam yang sekaligus memberikan pemahaman bahwa

    dalam hak penguasaan itu, negara hanya melakukan pengurusan (bestuursdaad)

    dan pengolahan (beheersdaad), tidak untuk melakukan tindakan pemilikan

    (eigensdaad). 2

    Untuk merealisasikan Pasal 33 ayat (3) UUD ini maka ditetapkan dalam

    Undang- Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 untuk selanjutnya disebut

    1 Wibowo Tunardy, Dasar-dasar hukum agraria nasional yang diamanatkan dalam UUPA,

    tersedia dalam http://www.jurnalhukum.com/2012, diakses tanggal 5 November 2016. 2 J. Ronald Mawuntu. 2012 Konsep Penguasaan Negara Berdasarkan Pasal 33 UU 1945 dan

    Putusan Mahkamah Konstitusi. Manado. Jurnal Vol.XX/No.3. fakultas Hukum. Universitas Sam

    Ratulangi.

    http://www.jurnalhukum.com/

  • 2

    UUPA. Tujuan dari UUPA itu terdiri dari 3 yang salah satunya yaitu “menjadi

    dasar dalam mewujudkan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi

    seluruh rakyat Indonesia.”3 Wujud dari realisasi itu dengan ditetapkannya aturan

    mengenai pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok

    Agraria kemudian di tindak lanjuti dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1961

    tentang pendaftaran Tanah yang telah diubah menjadi Peraturan No 24 Tahun

    1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan dari pendaftaran Tanah ini dimaksudkan

    untuk menjamin kepastian hukum hak yang dimiliki seseorang atas tanah tersebut.

    Untuk merealisasikan tujuan pendaftaran tanah ini maka semua tanah wajib di

    daftarkan melalui mekanisme secara sistematik, sporadik dan prona. Tetapi

    meskipun sudah terdapat tiga mekanisme tersebut dalam faktanya belum berjalan

    optimal karena wujud peraturan tersebut sudah lama dan belum mengalami

    perubahan sejak tahun 1997, faktanya sekitar 56 persen tanah yang ada di

    Indonesia belum tersertifikasi, artinya hanya 44 persen saja yang sudah terdaftar

    dan bersertifikat. 4

    Tanah yang belum tersertifikasi ini pun berpotensi menimbulkan sengketa

    seperti adanya sengketa kepemilikan dan waris. Contoh sengketa kepemilikan

    terjadi di Jember, Ratusan warga Desa Curahnongko, Kecamatan Tempurejo,

    Kabupaten Jember merusak perkebunan karet dan sorgum milik PT Perkebunan

    3 Fandy Japto, Dasar-dasar hukum agraria nasional yang diamanatkan dalam UUPA, tersedia

    dalam http://www.jurnalhukum.com/2010, diakses tanggal 17 Februari 2017. 4 Badan Pertanahan Nasional, Kementerian ATR/bpn 56 Persen Tanah Belum Bersertifikat,

    tersedia dalam http://www.isi.or.id/2017, diakses tanggal 17 Februari 2017

    http://www.jurnalhukum.com/http://www.isi.or.id/2017

  • 3

    Nusantara XII, Rabu malam. Kedua pihak memang berebut lahan seluas 330

    hektare yang di kelola PTPN sejak beberapa tahun.5

    Untuk dapat memperoleh tanah yang sudah tersertifikasi itu maka dalam

    pendaftaran tanah itu sendiri dilaksanakan berdasarkan azas aman 6. Azas aman

    ini dapat diwujudkan apabila telah dipenuhinya proses pendaftaran tanah yang

    dilakukan antara lain melalui pengukuran dengan menerapkannya Asas

    Kontradiktur Delimitasi saat pengukuran dan Asas publitas setelah diadakannya

    pengukuran hasil pengukuran diumumkan untuk memberi kesempatan kepada

    pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan.7

    Asas Kontradiktur Delimitasi adalah sebuah norma yang digunakan dalam

    pendaftaran tanah dengan mewajibkan pemegang hak atas tanah untuk

    memperhatikan penempatan, penetapan dan pemeliharaan batas tanah secara

    kontradiktur atau berdasarkan kesepkatan dan persetujuan pihak-pihak yang

    berkepentingan, yang dalam hal ini adalah pemilik tanah yang berbatasan dengan

    tanah yang dimilikinya.8 Menurut R. Hermanses, S.H Asas Kontradiktur

    Delimitasi adalah Penetapan batas dilapangan oleh pejabat jawatan Pendaftaran

    Tanah bersama-sama dengan persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan disebut

    penetapan batas secara kontradiktur.9 Artinya Asas Kontradiktur Delimitasi

    adalah saat dilakukan penetapan batas tanah, pemilik batas tanah harus hadir dan

    5 Mahbub Djunaidy, Sengketa Lahan Warga Rusak Kebun Sorgum PTPN, tersedia dalam

    https://nasional.tempo.co /2013, diakses tanggal 17 Februari 2017 6 Pasal 2 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 7 Pasal 26 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 8 Anon, Pelaksanaan Asas Kontradiktur Delimitasi dalam Pendaftaran Tanah, tersedia dalam

    https://omtanah.com/2017, diakses pada tanggal 16 Maret 2017 9 Tutu Chariesma Putra, 2015. Akibat Hukum Terhadap Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas

    Tanah Yang Syarat Administrasinya Tidak Di Tanda Tangani Oleh Saksi Batas. Samarinda. Jurnal

    Untag Samarinda. Fakultas Hukum. Universitas 17 Agustus 1945

    https://omtanah.com/2017

  • 4

    menyetujui secara tertulis yang dituangkan dalam berita acara dalam bentuk form

    penetapan batas tanah. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya sengketa

    dan konflik pertanahan yang akan terjadi dikemudian hari. Dengan demikian

    sebelum dilaksanakannya pengukuran adalah hal yang wajib untuk dipenuhinya

    asas Kontradiktur Delimitasi.

    Ketentuan mengenai Asas Kontradiktur Delimitasi ini terdapat dalam

    Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 yang mengatur ketentuan mengenai

    Asas Kontardiktur Delimitasi pada Pasal 17 angka (2) yang pada dasarnya Dalam

    penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah diupayakan penataan batas

    berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan, dan Pasal 18 angka (1)

    yang berbunyi, Penetapan batas bidang tanah dilakukan oleh Panitia Ajudikasi

    dalam pendaftaran tanah, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas

    tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak

    atas tanah yang berbatasan.

    Apabila proses pendaftaran tanah telah dilakukan dengan menerapkan kedua

    Asas tersebut yaitu Asas Kontradiktur dan Asas Publitas telah terpenuhi kedua

    duanya, maka proses pendaftaran tanah untuk penerbitan sertifikat berjalan lancar.

    Faktanya masih terdapat permasalahan setelah adanya sertifikasi yang

    berpotensi menimbulkan sengketa. Sengketa yang dapat timbul terdiri dari tiga

    yaitu Sertifikat ganda, sengketa batas dan overlapping.

    Contoh kasus sertifikat ganda mncul di kelurahan Rontu Kecamatan Raba

    Kota Bima dalam satu lahan, terdapat dua sertifikat dengan kepemilikan yang

    berbeda, 2 kelompok keluarga yang masing-masing mengelaim sebagai pemilik

  • 5

    dari satu lahan. 10 Contoh sengketa batas contoh kasus di Desa Lemoh Barat

    ini, konfik agraria yang terjadi disebabkan karena Batas tanah yang terjadi

    antara satu pihak dan pihak yang lainnya. Pada saat ini, sesuai dengan

    penetapan dari BPN bahwa untuk batas tanah harus menggunakan besi yang

    di lapisi dengan semen. Dengan tujuan agar supaya tidak dapat dipindahkan

    sehingga tidak mudah menimbulkan konflik nantinya. Sedangkan, pada zaman

    dahulu batas tanah di desa lemoh barat hanyalah menggunakan alam atau hanya

    menggunakan tanaman seperti pohon. Dan seiring berjalannya waktu pohon

    itu mulai membesar dan mulai menggeser pada lahan atau tanah milik orang

    lain. Dan disitulah terjadi adu mulut atau konflik antara kedua pihak, karena

    salah satu merasa dirugikan. Masing-masing pihak berusaha mempertahankan

    argumennya.11 Contoh overlapping terjadi banjarmasin, Kalimantan Selatan

    menurut Menteri Ferry “sering terjadinya tumpang tindih lahan tanah akibat tidak

    menentunya administrasi di tingkat desa dan kecamatan. Pemerintah desa,

    serampangan menerbitkan bukti kepemilikan tanah tanpa melalui telaah.

    Pergantian kepala desa kerap diikuti penerbitan surat keterangan tanah di tempat

    yang sama.” 12 Selain masalah-masalah tersebut pada kenyataan dilapangan Asas

    kontradiktur delimitasi tidak dapat berjalan dengan baik dikarenakan adanya

    perselisihan internal pemilik tanah dengan pemilik tanah yang berbatasan.

    Perselisihan ini mengakibatkan pihak yang berbatasan menolak hadir pada saat

    10 Anon, Kasus Dua Sertifikat di Atas Satu Lahan, tersedia dalam https://kahaba.net/2013, diakses

    pada tanggal 16 Maret 2017 11Anon, Seminar Pemerintahan, tersedia dalam https://www.docdroid.net, tanggal 17 Februari

    2017 12 Diananta P Sumedi, Konflik Lahan DI Kalimantan Tumpang Tindih , tersedia dalam

    https://nasional.tempo.co/2016, diakses tanggal 17 Februari 2017

    https://www.docdroid.net/

  • 6

    pelaksanaan penetapan batas serta menolak menandatangani surat pernyataan

    batasan dan Daftar Isian 201 yang diperoleh dari Kantor Pertanahan. Dengan

    terjadinya penolakan tersebut proses pengukuran tidak dapat terlaksana karena

    tidak ada kata sepakat antara kedua belah pihak. Ketidaksepakatan akan batas

    bidang tanah mengakibatkan proses pendaftaran tanah menjadi terhambat.

    Di samping itu, pada setiap penetapan batas dilapangan harus dihadiri oleh

    pemilik tanah dan para pemilik tanah yang berbatasan. Namun ada kalanya pihak

    yang tanahnya berbatasan tidak dapat hadir karena tinggal diluar kota atau bahkan

    diluar negeri. Pemilik tanah tidak dapat menghubungi pihak yang berbatasan,

    sementara aparat desa pun juga tidak mengetahui secara pasti batas tanah tersebut.

    Hal ini juga menghalangi penerapan asas Kontradiktur Delimitasi sehingga juga

    memperlambat proses pendaftaran tanah.

    Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji masalah tersebut

    agar dapat memberikan pengetahuan baru bagi penulis dengan Judul

    “PENERAPAN ASAS KONTRADIKTUR DELIMITASI DALAM

    PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN TOLITOLI”

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana penerapan asas Kontradiktur Delimitasi dalam pelaksanaan

    pendaftaran tanah di Kabupaten Tolitoli?

    2. Apakah permasalahan yang timbul akibat tidak dilaksanakannya asas

    Kontradiktur Delimitasi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di Kabupaten

    Tolitoli?

  • 7

    C. Tujuan Penulisan

    1. Untuk mengetahui penerapan asas Kontradiktur Delimitasi dalam pelaksanaan

    pendaftaran tanah di Kabupaten Tolitoli.

    2. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul akibat tidak dilaksanakannya asas

    Kontradiktur Delimitasi tidak dilaksanakan sesuai dengan aturannya.

    D. Manfaat Penulisan

    1. Manfaat Teoritis

    a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran

    atau memberikan solusi dalam bidang hukum agraria dalam hal Asas

    Kontradiktur Delimitasi

    b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dibidang

    karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis dimasa yang akan

    datang.

    2. Manfaat Praktis

    a. Untuk memberikan wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas

    mengenai penerapan asas kontradiktur delimitasi dalam pendaftaran tanah.

    b. Untuk meningkatkan analisa dan pola pikir ilmiah, serta pengujian atas ilmu

    dan pengetahuan yang diperoleh penulis selama studi di Fakultas Hukum

    Universitas Muhammadiyah Malang

  • 8

    E. Kegunaan Penelitian

    1. Bagi Penulis

    Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan baru dibidang Ilmu Hukum dalam

    rangka menambah pengetahuan dan wawasan studi kasus yang diteliti oleh

    penulis.

    2. Bagi Masyarakat

    Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang konkrit untuk

    masyarakat mengenai sistematika pengelolaan data tanah yang ada di badan

    pertanahan nasional sehingga dapat memberikan jaminan kepada masyarakat yang

    akan mendaftarkan tanahnya

    3. Bagi Badan Pertanahan Nasional

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk bahan evaluasi pihak

    pertanahan dalam hal sistematika pendaftaran tanah dengan penerapan Asas

    Kontradiktur Delimitasi

    F. Metode Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

    Untuk memperoleh data serta penjelasan mengenai segala sesuatu yang

    berkaitan dengan permasalahan diperlukan suatu metode penelitian. Hal ini

    dikarenakan dengan menggunakan metode penelitian yang benar akan didapat

    data yang benar serta memudahkan dalam melakukan penelitian terhadap suatu

    permasalahan. Untuk itu penulis menggunakan metode guna memperoleh data dan

    mengelola data serta menganalisanya.

  • 9

    Adapun metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah

    metode pendekatan yuridis sosiologis, yakni melihat hukum sebagai perilaku

    manusia dalam masyarakat.13

    Hal ini dengan melihat implementasi dari Pasal 17,18 dan 19 Peraturan

    Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dalam proses

    pengukuran saat pendaftaran tanah.

    2. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tolitoli Sesuai dengan judul yang

    peneliti ajukan maka untuk memperoleh data yang akurat dan berkaitan dengan

    penelitian ini maka penulis mengambil lokasi penelitian di Badan Pertanahan

    Nasional Kabupaten Tolitoli. Hal ini dikarenakan penulis ingin melihat apakah

    penerapan Asas Kontradiktur Delimitasi sudah terlaksana di Kabupaten tolitoli

    dalam halnya pelaksanaan pendaftaran tanah karena masih banyaknya

    permasalahan sengketa mengenai batas tanah yang terjadi di wilayah pertanahan

    Kabupaten Tolitoli

    3. Jenis Data

    a. Data Primer

    Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama secara langsung

    dilokasi penelitian14 dengan cara memperoleh data dari observasi dan wawancara.

    13 Pedoman Penulisan Hukum, Fakultas Hukum UMM, 2012. hlm 18 14 Sugiyono, Objek Penelitian dan Metode Penelitian, tersedia dalam http://elib.unikom.ac.id,

    diakses pada tanggal 14 Maret 2017

    http://elib.unikom.ac.id/

  • 10

    b. Data Sekunder

    Data sekunder yaitu data yang memberikan penjelasan atau keterangan lanjutuan

    mengenai data primer, data sekunder 15 terdiri dari :

    1. Berbagai bahan pustaka atau literatur yaitu berbagai buku – buku, jurnal, dan

    para ahli/sarjana yang terkait dengan penelitian ini

    2. Peraturan perundang – undangan

    a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

    b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria, Lembar Negara No. 104, Tambahan Lembar Negara No.

    2043

    c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang

    Pendaftaran Tanah, Lembar Negara No. 42, Tambahan Lembar Negara

    No. 3632

    3. Dokumen-dokumen Pertanahan

    a) Surat Permohonan Pengukuran, surat Pernyataan Telah memasang Tanda

    Batas

    b) Surat Permohonan Hak

    c) Surat Pernyataan Tanda Batas

    d) Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik), Surat

    Keterangan Pendaftaran Tanah

    e) Gambar Ukur

    f) Surat Ukur

    15 Ibid

  • 11

    g) Buku Tanah dan

    h) Sertifikat tanah

    c. Data Tersier

    Data tersier terdiri dari kamus hukum, kamus besar Bahasa Indonesia, yang dapat

    memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap data primer maupun data

    sekunder.

    4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

    Sesuai dengan jenis datanya maka teknik pengumpulan data penelitian dibedakan

    menjadi Teknik Pengumpulan Data Primer dan Teknik Pengumpulan Data

    Sekunder, yaitu:

    a. Teknik Pengumpulan Data Primer

    1) Observasi

    Penulis melakukan pencarian data secara langsung dilokasi penelitian yaitu ikut

    serta dalam proses pengukuran tanah dalam hal menetapkan tanda- tanda batas

    atas suatu bidang tanah bersama dengan staf Pengukuran dan Pemetaan Kantor

    Pertanahan kabupaten Tolitoli

    2) Wawancara

    Wawancara yang digunakan oleh penulis adalah wawancara secara langsung

    pihak yang terkait yaitu dengan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah

    Rasyid Kamaludin, S.H dan Sub Seksi Penetapan Hak Tanah Sukardin Hadapi,

    S.S.T tentang Proses pendaftaran tanah dari awal permohonan sampai

    diterbitkannya sertifikat serta Seksi dan Sub Seksi Survei, Pengukuran dan

    Pemetaan Tanah yaitu Vichsal Tasiabe dan Sumarlin S.ST tentang proses

  • 12

    pengukuran bidang tanah yang termasuk tentang penerapan Asas Kontradiktur

    Delimitasi, kendala dan akibat apabila Asas Kontradiktur Delimitasi tidak

    dijalankan.

    b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

    1) Studi Kepustakaan

    a) Internet

    Penulis melakukan penelitian dengan cara pencarian bahan – bahan yang

    terdapat diberbagai website resmi yang berakitan dengan permasalahan

    didalam penelitian ini.

    b) Buku dan literatur Perundang-undangan

    Penulis mengumpulkan data – data yang terdapat dalam buku – buku,

    literatur, peraturan perudang – undangan, jurnal, penelitian sebelumnya,

    serta media masa maupun media elektronik yang terkait dengan penelitian.

    2) Studi Dokumentasi

    Studi dokumentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu penulis melakukan

    penelitian dengan cara mencari dan mengumpulkan bahan – bahan yang

    dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, seperti majalah, koran, bulletin, dan lain

    sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.

    5. Teknik Analisa Data

    1) Teknik Analisa Data Primer

    Pengumpulan data Observasi dan wawancara dianalisa dengan cara menyusun

    data secara sistematis, digolongkan, dikategorikan dan dikklasifikasikan,

    dihubungkan antara satu dengan yang lainnya.

  • 13

    2) Teknik Analisa Data Sekunder

    Pengumpulan data studi kepustakaan melalui buku, literatur peundang-undangan,

    jurnal dan bahan website resmi yang dicari memalui internet wawancara dianalisa

    dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan, dikategorikan dan

    dikklasifikasikan, dihubungkan antara satu dengan yang lainnya.

    Analisa data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, analisis data

    kualitatif atau analisa deskriptif kualitatif dengan teknis keseluruhan data yang

    terkumpul baik dari Data Primer maupun Data Sekunder yang dianggap cukup,

    maka penulis akan mengolah data dan kemudian disajikan secara deskriptif yaitu

    menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai permasalahan penelitian

    hukum. Dari hasil tersebut ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas

    permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk dapat memberikan uraian yang teratur dan sistematis, maka diperlukan

    suatu sistematika untuk mengelompokkan masalah-masalah yang timbul dalam

    penulisan ini.

    Dalam hal ini, akan menguraikan secara terperinci dari tiap-tiap bab sebagai

    berikut.

    Dalam sitematika penulisan hukum ini, penulis akan menyajikan empat bab

    yang terdiri dari sub bab yang bertujuan untuk mempermudah penulis dalam

  • 14

    penulisannya. Sistematika penulisan ini juga akan menyesuaikan dengan buku

    pedoman penulisan penelitian hukum yang terdiri dari :

    1. BAB I PENDAHULUAN

    Bab ini merupakan kerangka awal penulisan. Dalam bab pertama ini akan

    menjelaskan tentang latar belakang masalah dan alasan pemilihan judul, rumusan

    masalah, tujuan dari penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kerangka

    teori, dan sistematika penulisan.

    2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    Bab ini merupakan kerangka dasar penulisan dalam menganalisa pembahasan

    pada bab berikutnya. Bab ini berpangkal pada kerangka pemikiran atau teori –

    teori hukum mengenai pengelolaan data tanah, pendapat para ahli dalam berbagai

    sumber yang mendukung berisikan hal – hal yang berhubungan dengan Penerapan

    Asas Kontradiktur Delimitasi dalam Pendaftaran Tanah.

    3. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Bab ini merupakan pembahasan pokok atas permasalahan yang ada dalam

    penulisan penelitian hukum ini. Menguraikan tentang hasil penelitian pembahasan

    dan wawancara mengenai Penerapan Asas Kontradiktur Delimitasi dalam

    Pendaftaran Tanah.

    4. BAB IV PENUTUP

    Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan penelitian hukum yang berisikan

    saran penulisan dalam menanggapi permasalahan yang telah diangkat penulis

  • 15

    yaitu mengenai Penerapan Asas Kontradiktur Delimitasi dalam Pendaftaran

    Tanah.