BAB I PENDAHULUAN A. LATAR...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemunculan dan perkembangan era media baru atau information age tidak dapat dielakan lagi. Hal itu secara signifikan telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Dengan mengusung konsep digitality, interactivity, hypertextuality, dispersal, dan virtuality seperti yang dikemukakan oleh Lister 1 , internet telah menawarkan berbagai kemudahan. Konsep hypertextuality mengartikan bahwa masyarakat dapat dengan mudah mengakses suatu informasi, karena tersedianya link atau tautan yang menghubungkan informasi- informasi yang saling terkait. Informasi menjadi kebutuhan utama masyarakat sebagai khalayak untuk memenuhi kebutuhan akan pengetahuan dan ilmu. Berdasarkan konsep interaktivitas (interactivity), internet memiliki berbagai macam kanal sebagai media bertukarnya pesan oleh berbagai khalayak sebagai audiens. Pengguna dapat memproduksi dan mengkonsumsi informasi yang berada di kanal-kanal didalam internet tanpa adanya batasan. Salah satu kanal yang sedang populer di masyarakat yaitu social media, browsing, blogging, dll. Social media merupakan kanal didalam internet yang sedang mengalami perkembangan baik secara teknologi dan pengguna. Namun, didalam penelitian Chia 2 selain perkembangan yang cukup signifikan pada social media, blogging turut mengalami perkembangan. Menurut data pada tahun 2007, ditemukan bahwa jumlah blog meningkat pesat hingga menuju angka 70 juta 1 Dian Eka Permatasari, Skripsi: “Pengembangan Adverdgame Explorion Pocari Sweat” (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2012), hal. 1. 2 De-Hsin Chia, Master Tesis: “A Study in Female Blog Readers’ Attitudes toward eWOM and Buzz Marketing in Beauty Blogs” (China: National Chengchi University, 2010), hal. 37.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemunculan dan perkembangan era media baru atau information

age tidak dapat dielakan lagi. Hal itu secara signifikan telah

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Dengan

mengusung konsep digitality, interactivity, hypertextuality, dispersal, dan

virtuality seperti yang dikemukakan oleh Lister1, internet telah

menawarkan berbagai kemudahan. Konsep hypertextuality mengartikan

bahwa masyarakat dapat dengan mudah mengakses suatu informasi,

karena tersedianya link atau tautan yang menghubungkan informasi-

informasi yang saling terkait. Informasi menjadi kebutuhan utama

masyarakat sebagai khalayak untuk memenuhi kebutuhan akan

pengetahuan dan ilmu.

Berdasarkan konsep interaktivitas (interactivity), internet memiliki

berbagai macam kanal sebagai media bertukarnya pesan oleh berbagai

khalayak sebagai audiens. Pengguna dapat memproduksi dan

mengkonsumsi informasi yang berada di kanal-kanal didalam internet

tanpa adanya batasan. Salah satu kanal yang sedang populer di masyarakat

yaitu social media, browsing, blogging, dll. Social media merupakan kanal

didalam internet yang sedang mengalami perkembangan baik secara

teknologi dan pengguna. Namun, didalam penelitian Chia2 selain

perkembangan yang cukup signifikan pada social media, blogging turut

mengalami perkembangan. Menurut data pada tahun 2007, ditemukan

bahwa jumlah blog meningkat pesat hingga menuju angka 70 juta

1 Dian Eka Permatasari, Skripsi: “Pengembangan Adverdgame Explorion Pocari Sweat” (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2012), hal. 1. 2 De-Hsin Chia, Master Tesis: “A Study in Female Blog Readers’ Attitudes toward eWOM and Buzz Marketing in Beauty Blogs” (China: National Chengchi University, 2010), hal. 37.

2

diseluruh dunia. Menurut sumber yang sama, 80 persen lebih pengguna

internet yang ada di Asia telah membaca blog. Kemudian pada tahun

2004, Collegiate Dictionary Merriam-Webster3 mengeluarkan data bahwa

blog menjadi salah satu kata yang paling dicari secara format media.

Artinya, minat masyarakat yang tinggi dalam membaca blog

mengisyaratkan blog merupakan sebuah wadah atau kanal didalam internet

yang sedang bertumbuh dan berkembang, baik dari segi teknologi maupun

penggunanya.

Beragam konten pada blog ditawarkan, mulai dari resep makanan,

berbagi pengalaman hidup, travelling, fashion, hal-hal berisi kreativitas,

dan review atau ulasan pada produk-produk tertentu seperti gadget sampai

kosmetik. Blog dengan konten kosmetik atau produk kecantikan dewasa

ini mengalami peningkatan pengguna khususnya di Indonesia.

Terbentuknya komunitas Indonesian Beauty Blogger (IBB) menunjukan

bagaimana animo masyarakat atau pengguna menggunakan blog sebagai

media mereka dalam eksistensi dan aktualisasi diri. Tidak hanya itu,

populernya beauty blog ditengah masyarakat diperkuat oleh data dari

survei4 yang dilakukan oleh Nielsen. Survei tersebut menyatakan

peningkatan konsumsi kosmetik atau produk kecantikan perempuan di

wilayah perkotaan di Indonesia semester I tahun 2013 mencapai Rp 606

miliar naik 9,38 persen dibanding semester I tahun lalu Rp 554 miliar.

Meningkatnya nilai estetika, baik pada perempuan dan pria mempengaruhi

konsumsi mereka pada produk-produk kecantikan. Tidak mengherankan

menurut BussinessNext5 jika dihubungkan dengan internet, pengguna

internet terutama perempuan menjadi pengguna yang paling aktif dalam

3 Ibid., hal. 1. 4 Diambil dari: <http://www.indonesiafinancetoday.com/read/51531/Nilai-Belanja-Kosmetik-Naik-116> pada 16 Agustus 2013 5 Ibid., hal. 2.

3

mencari blog yang populer baik secara tampilan maupun informasi

terutama tentang kecantikan. BusinessNext6.

Beauty blog menjadi medium terjadinya komunikasi electronic

Word of Mouth (eWOM) dikarenakan adanya peran opinion leader atau

pemilik akun blog yang dapat mempengaruhi pengikutnya atau pembaca

blog perempuan dengan berbagai informasi. EWOM sendiri adalah praktik

word of mouth yang termediasi di media baru yang merupakan suatu

strategi pemasaran yang dapat membangkitkan preferensi dan kesadaran

konsumen melalui strategi yang direncakan untuk membujuk mereka

membentuk opini yang baik dalam bentuk komentar maupun tindakan.

Selama ini telah diketahui bahwa komunikasi eWOM adalah cara efektif

dalam mempromosikan suatu barang, jasa, dan brand di media internet.

Bahkan untuk komunikasi WOM sebagai bentuk tradisional dari eWOM

telah menuai berbagai bukti sebagai alat pemasaran. Menurut data dari

Nielsen7, sebanyak 70 persen konsumen di seluruh dunia mempercayai

review online, sementara hanya 47 persen saja yang percaya media-media

konvensional seperti televisi, radio, dan media cetak. Selain itu

pernyataan yang dikemukakan oleh BusinessNext8 pada tahun 2005,

memperkuat fakta bahwa beauty blog tidak hanya diketahui sebagai kanal

didalam internet tetapi dilihat pula sebagai alat pemasaran (marketing

tool). Hal itu memunculkan fenomena dalam strategi pemasaran yang baru

yaitu buzz marketing yang merupakan bentuk strategi pemasaran dengan

mengandalkan penciptaan opini yang baik oleh sejumlah orang untuk

produk atau brand yang dipasarkan sehingga membuatnya tetap

dibicarakan sampai waktu yang ditentukan.

6 BussinessNext merupakan konferensi terkemuka didunia untuk bisnis sosial, pemasaran dan eksekutif teknologi informasi yang disajikan oleh BlogWorld sebagai perusahaan yang mengawali events media baru, bersama dengan New Media Expo (NMX). 7 Diambil dari: <http://www.bizjournals.com/denver/blog/broadway_17th/2012/11/online-reviews-word-of-mouth-and.html?page=all> pada 18 Agustus 2013. 8 Ibid.

4

Sevanen dan Karila9 mengemukakan bahwa di beberapa negara,

blog yang dijadikan alat pemasaran telah mengalami perkembangan, dan

diramalkan bahwa penghasilan seorang blogger yang terkait dengan buzz

marketing akan mengalami peningkatan dalam waktu dekat di masa depan.

Saat ini telah terdapat sejumlah beauty blog di Indonesia yang

mengulas tentang produk kecantikan disponsori oleh pemilik brand atau

pemasar. Ketika blogging menjadi alat pemasaran, batasan antara ulasan

yang didasari oleh pengalaman pribadi dan dengan pesan komersial atau

iklan menimbulkan ambiguitas.

Munculnya ambiguitas tersebut ditandai dengan dipublikasikannya

berbagai artikel dan riset yang dilakukan sejak tahun 2008 sampai

sekarang tentang fakta pemasaran dibalik rekomendasi beauty blogger

oleh Chang yang dikutip oleh Chia10. Beberapa mengecam keras tentang

kredibilitas dan isu-isu tentang moral yang dimiliki oleh blogger,

sementara yang lainnya terutama dari sudut pandang blogger memberikan

pernyataan membela diri dan beberapa lainnya menyediakan artikel yang

bersifat netral berisi tentang pemikiran dan referensi dari konsumen.

menilik dari berbagai artikel yang dipublikasi oleh berbagai individu tidak

dapat terlepas dari peran pembaca blog sebagai komponen yang krusial

dalam mengubah fungsi beauty blog.

Perempuan sebagai pembaca beauty blog kerap dikaitkan dengan

budaya konsumerisme dimana perempuan memegang 80 persen sebagai

pembelanja utama. . Data Nielsen Indonesia11 menunjukkan bahwa

mereka yang berbelanja umumnya adalah ibu rumah tangga dan pemberi

pengaruh belanja yang paling besar datang dari segmen perempuan muda.

Menurut sumber yang sama, Yongky Susilo merupakan Director Retailer

Services Nielsen Indonesia menyebutkan bahwa perempuan adalah

penentu biaya belanja di keluarga. Merekalah yang memegang peranan

9 Marianne Kulmala, Thesis: “Electronic Word-of-Mouth in Consumer Fashion Blogs : A Netnographic Study” (Finlandia: Universitas Temper, 2011), hal. 10.

10 De-Hsin Chia, Loc. Cit., hal. 2. 11 Terarsip di: <http://kopkun.com/berita/wanita-itu-konsumen-terbesar.html>.

5

dalam keputusan belanja. Sosiologi Perancis, Jean Baudrillard,

menyebutkan bahwa perempuan hidup dalam alam progres modernitas, ia

memiliki gairah konsumsi yang tinggi. Konsumsi merupakan jawaban

untuk membentuk personalitas, gaya, citra, gaya hidup, dan cara

diferensiasi status sosial.

Didalam beauty blog terjadi pertukaran pesan antara pemilik blog

dengan pembaca. Pemaknaan atau resepsi yang dilakukan oleh pembaca

blog perempuan merupakan langkah awal proses komunikasi sehingga

menghasilkan sebuah makna yang dapat ditunjukan melalui sikap dan

perilakunya.

Menurut teori resespi yang dikemukakan oleh Stuart Hall yang

dikutip oleh McQuail12, bahwa faktor kontekstual mempengaruhi cara

khalayak dalam memaknai pesan didalam suatu media. Faktor tersebut

berupa elemen identitas, persepsi dan latarbelakang sosial serta budaya.

Secara singkatnya, teori resepsi menempatkan khalayak dalam penelitian

ini adalah pembaca blog dalam konteks berbagai macam faktor yang turut

mempengaruhi bagaimana memproses pesan didalam benak mereka dan

menciptakan makna dari pesan tersebut.

Adanya berbagai fokus penelitian tentang buzz marketing di media

baru terutama di beauty blog tidak menjanjikan semua pembaca blog

perempuan memaknai media tersebut serupa seperti berbagai penelitian

dan artikel yang telah dipublikasi oleh berbagai ahli tentang beauty blog

sebagai media pemasaran dikarenakan perbedaan secara konstekstual

berdasar pada teori resepsi.

Berangkat dari pemaparan latar belakang diatas, maka penelitian

ini berupaya untuk melihat pembaca blog dalam merepsi pesan dalam

bentuk ulasan yang ada di beauty blog berkaitan dengan beauty blog

sebagai alat pemasaran.

12 Denis McQuail, Audience Analysis, (London: SAGE Publications, Inc,1997).

6

B. RUMUSAN PENELITIAN

Dari latar belakang yang dipaparkan diatas, rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “Bagaimana pengguna internet perempuan meresepsi

ulasan-ulasan yang ada di beauty blog?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pembaca blog dalam meresepsi ulasan atau review

pada beauty blog.

2. Mendeskripsikan efektivitas beauty blog sebagai media pemasaran

oleh berbagai pemasar.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan akan memperlihatkan bagaimana proses

resepsi yang dilakukan pembaca beauty blog terkait dengan ulasan

didalamnya yang tidak berunsur buzz marketing dan yang terdapat

unsur tersebut oleh pemasar atau pemilik brand. Selain itu, penelitian

ini diharapkan akan menambah khazanah-khazanah ilmu komunikasi

yang ada di Indonesia, terutaman dibidang pemasaran dalam media

baru.

2. Manfaat praktis

Diharapkan penelitian ini akan bermanfaat bagi produsen produk-

produk kecantikan atau pemasar yang sedang melakukan aktivitas

promosi pada alat pemasaran baru terutama di blog.

E. KERANGKA PEMIKIRAN

1. Perilaku mencari Informasi dalam Pemenuhan Kebutuhan

Perilaku mencari Informasi (Information Seeking Behaviour)

merupakan upaya menemukan informasi yang dibutuhkan dengan tujuan

7

tertentu sebagai akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan

tertentu tersebut. Dalam upaya ini, Wilson13 mengemukakan bahwa

seseorang dapat saja berinteraksi dengan sistem informasi dengan media

konvensional (misalnya, surat kabar, majalah, dan perpustakaan), atau

yang berbasis komputer. Menurut Wilson dalam upaya penemuan

informasi, seseorang bisa saja berinteraksi dengan sistem informasi

konvensional (seperti surat kabar atau media cetak lainnya dan

perpustakaan) atau dengan sistem berbasis komputer, misalnya World

Wide Web (www) atau internet. Didalam model Wilson14 menerangkan

bahwa perilaku penemuan informasi berasal dari kebutuhan akan

informasi oleh pengguna. Respon terhadap kebutuhan tersebut menuntut

pada sistem informasi (seperti perpustakaan atau database), dan sumber

informasi lainnya (seperti textbook, handout, dosen, dan yang lainnya).

Konteks kebutuhan informasi meliputi kebutuhan khalayak dan

lingkungannya. Wilson membedakan perilaku mencari informasi menjadi

4 jenis yaitu Perhatian pasif (passive attention), pencarian pasif (passive

search), pencarian aktif (active search), dan pencarian berlanjut (ongoing

search).

Semua orang ada di dunia ini membutuhkan informasi sebagai

bagian dari tuntutan pemenuhan akan ilmu dan pengetahuan serta

pemenuhan kebutuhan. Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey dikutip

oleh Yusup15 mengatakan bahwa seseorang termotivasi untuk mecari

pengetahuan dan berupaya dalam memecahkan masalah dikarenakan

adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Beberapa

cara diantaranya adalah mencari pengetahuan melalui membaca berbagai

media bahan bacaaan yang sebagian besar berada di perpustakaan.

13 Thomas D. Wilson, “Human Information Behavior”, Special Issues on Information Science Research, 3:2, (2000). 14 Thomas D. Wilson, “On User Studies and Information Needs”, Journal of Documentation, 37:1, (1981), 659. 15 Pawit M. Yusup, Pedoman Praktis Mencari Informasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hal. 8.

8

Menurut Krikelas16 mengasumsikan bahwa perilaku mencari informasi

adalah kegiatan dalam menentukan dan mengidentifikasikan pesan untuk

memuaskan kebutuhan informasi yang dirasakan. Kebutuhan informasi

setiap orang berbeda satu sama lain. didalam buku oleh Basuki17, hal

tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

a. Kisaran informasi yang tersedia

b. Penggunaan informasi yang akan digunakan

c. Latar belakang, motivasi, orientasi profesional, dan karakteristik

masing-masing pengguna

d. Sistem sosial, ekonomi dan politik tempat pemakai berada

e. Konsekuensi penggunaan informasi.

Jika pada 10 tahun yang lalu, pencarian informasi yang detail

dilakukan dengan cara yang konvensional yaitu dengan cara membaca

berbagai teks terkait dengan informasi yang dicari, lain halnya dengan

masa sekarang. Pengaruh internet begitu terasa dan memudahkan khalayak

atau pengguna. Perilaku mencari informasi dan teori yang ketika itu

diperuntukan pada media-media untuk mencari informasi telah

disesuaikan didalam internet.

Melalui kacamata kebutuhan dan pemasaran akan suatu produk dan

jasa, khalayak sebagai pengguna internet yang dinilai dapat menjadi

konsumen pada suatu produk akan menunjukan perilaku mencari

informasi. Hal itu dilakukan semata-mata untuk menjadi bahan

pertimbangan. Dalam beberapa situasi konsumen melakukan pencarian

informasi sekedarnya saja dan memproses informasi secara sederhana

pula. Informasi bisa didapatkan dari berbagai sumber. Dalam memproses

informasi, persepsi menjadi hal yang penting karena akan menghasilkan

makna yang baik pada pesan yang ada di pesan pada suatu media. Faktor-

16 James Krikelas, “Information-seeking Behavior: Patterns and Concepts”, En: Drexel Library Querterly, 19: 2 (1993). 17 Achmad Basuki, Modeling dan Simulasi, (Surabaya: IPTAQ Mulia Media, 2004), 396.

9

faktor yang menentukan pencarian informasi terkait pemenuhan kebutuhan

produk atau jasa, yaitu:

a. Keterlibatan konsumen yang tinggi

b. Mempunyai tingkat risiko yang tinggi

c. Pengetahuan atas produk yang rendah

d. Tidak ada tekanan waktu

e. Produk dengan harga tinggi

f. Terdapat perbedaan produk

Sumber informasi bisa didapat dari mana saja,namun hal tersebut

dapat dipetakan menjadi dua dimensi yaitu sumber informasi personal dan

sumber informasi impersonal. Dari kedua dimensi tersebut dapat

dibedakan lagi menjadi sumber informasi yang dikendalikan oleh pemasar

dan yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar.

Tabel 1.1 Sumber Informasi Konsumen

personal impersonal

Sumber yang bisa

dikendalikan oleh

pemasar

Petugas penjualan

pemasaran jarak jauh

(telepon, internet,

dsb)

Pameran dagang

Iklan

Tata letak di toko

Promosi penjualan

pengemasan

Sumber yang tidak

bisa dikendalikan

oleh pemasar

Dari mulut ke mulut

(WOM)

Saran profesional

Pengalaman

mengkonsumsi

Berita dan editorial

Sumber netral

(majalah, surat, kabar,

dll)

Sumber: diadaptasi dari Henry Assael (1992), Consumer Behaviour and Marketing Action.

Halaman 165, PWS-KENT

Perilaku mencari informasi yang ditunjukan pengguna sebagai

konsumen merupakan aksi nyata yang mereka lakukan terkait dengan

perhatian mereka terhadap produk atau jasa yang menarik niat pembelian

10

mereka. di lain sisi perilaku mencari informasi menjadi lebih kaya akan

sumber-sumber informasi karena hadirnya internet.

2. Analisis Resepsi Pengguna Media Baru

Sebuah proses komunikasi diawali dengan penyampaian pesan dari

komunikator terhadap komunikan. Pesan yang ditangkap oleh komunikan

nantinya akan dimaknai olehnya. Sehingga dalam studi komunikasi proses

pemaknaan tersebut dikenal dengan istilah resepsi. Analisis resepsi

merupakan suatu studi didalam ilmu komunikasi yang mempelajari

tentang proses pemaknaan oleh audiens terhadap paparan pesan yang ada

di media massa.

Menurut Street18, studi mengenai resepsi melihat khalayak sebagai

partisipan aktif dalam membangun dan menginterpretasikan makna atas

apa yang mereka baca, dengar, dan lihat sesuai dengan konteks budaya.

Hal tersebut diperkuat oleh pengertian analisis resepsi yang dipaparkan

oleh Bertrand & Hughes19, mereka menyatakan resepsi merupakan studi

yang mempelajari khalayak aktif, khalayak mampu secara selektif

memaknai dan memilih makna dari sebuah teks berdasarkan pada posisi

sosial dan budaya yang mereka miliki. Sedangkan menurut Hadi20 resepsi

mencoba memberikan sebuah makna atas pemahaman teks media (cetak,

elektronik, dan internet) dengan memahami bagaimana karakter teks

media dibaca oleh khalayak. Sehingga secara garis besar, analisis resepsi

adalah salah satu penelitian tentang media yang menegaskan bahwa

khalayak mempunyai kekuatan dalam melakukan decoding terhadap isi

pesan yang disajikan media.

Croteau & Hoynes21 memandang analisis resepsi memiliki dua hal

krusial yang harus dipahami oleh peneliti. Pertama, teks media

18 John Street, Mass Media, Politics and Society, (New York: Palgrav e, 2001), 95-97 19 Ina Bertrand & Peter Hughes, Media Research Methods: Audience, institutions, Texts, (New York: Palgrave McMillan, 2005), 39. 20 Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis”, 3: 1, (2009), 1-2 21 D. Croteau & W. Hoynes, Media Society: Industries, Images and Audiences (3rd ed), (Thousand Oaks: Pine Forge Press, 2003), 274.

11

mendapatkan makna pada saat peristiwa penerimaan dan khalayak secara

aktif memproduksi makna dari media dengan menerima dan

menginterpretasikan teks sesuai dengan posisi sosial dan budaya khalayak.

Kedua, pesan di media secara subjektif dikonstruksikan khalayak secara

individual, sekalipun media berada dalam posisi paling dominan. Secara

mudahnya, khalayak ditempatkan sebagai mahluk bebas yang memiliki

kekuatan dalam pemaknaan atau pemberian makna terhadap pesan. Media

massa bukan faktor tunggal yang menentukan bagaimana teks di media

diproses dan dimaknai. Pengalaman dan faktor internal dari khalayaklah

yang menentukan bagaimana hasil atau makna pesan dari media tersebut

setelah diproses oleh khalayak.

McQuail22 mengklasifikasikan penelitian resepsi sebagai studi

kultural modern yang berada dalam ranah pendekatan strukturalis

behavioris. Selain itu McQuail menjabarkan ketentuan-ketentuan dalam

studi tentang analisis resepsi, yaitu:

a. Teks media pada dasarnya harus dibaca dan dimaknai melalui

persepsi khalayak. Dimana persepsi tersebut tidak dapat

diprediksi dan tidak pasti. Khalayak melakukan proses

pemaknaan secara bebas dan disesuaikan dengan latar belakang

masing-masing khalayak. Sehingga pemaknaan akan teks

media akan beragam hasilnya dan bersifat polisemis serta tidak

dapat diprediksi.

b. Analisis resepsi merupakan studi yang memfokuskan pada

proses dalam penggunaan atau pemaknaan media. Proses dalam

penggunaan dan pemaknaan media adalah objek inti dalam

analisis ini. Bagaimana proses, pembacaan, pemahaman, dan

pemaknaan masyarakat sebagai khalayak media terhadap teks

akan memperlihatkan berbagai bentuk resepsi masyarakat

terhadap teks media yang disajikan

22 Denis McQuail, Audience Analysis, (London: SAGE Publications, Inc,1997), 19-20.

12

c. Penggunaan media (media use) dilihat sebagai bagian dari

sistem sosial dalam interpretive communities. Interpretasi atau

pemaknaan akan media umumnya digunakan khalayak sebagai

masyarakat untuk saling berbagi pemaknaan dengan seksama

dan lingkungannya sebagai bagian dari kehidupan sosial

mereka.

d. Khalayak sebagai masyarakat pemberi makna memiliki andil

dalam wacana dan kerangka pemaknaan media. Pemaknaan

yang beragam dari masyarakat atau khalayak mengenai teks

media yang dibagikan masyarakat dalam kehidupan sosialnya

dan berkembang dalam lingkungannya dapat menjadi suatu

wacana akan pemaknaan media yang tak jarang diantaranya

menjadi suatu topik diskusi penelitian.

e. Khalayak tidak bisa dikatakan pasif dan tidak dapat juga

dikatakan sama atau sederajat. McQuail menekankan bahwa

masyarakat atau khalayak dalam penelitian resepsi adalah aktif

memilih dan memilah pengunaan atau pengkonsumsian mereka

terhadap media. Mereka juga membaca, memahami, dan

melakukan pemaknaan secara bebas sesuai dengan latar

belakang sosiokultural masing-masing tanpa menjadi khalayak

pasif.

f. Penelitian tentang resepsi biasanya dikaji dengan menggunakan

metode kualitatif serta mendalam dengan mempertimbangkan

isi, perilaku resepsi atau untuk kedua konteks tersebut.

Kemudian Hall dikutip oleh McQuail23 mengemukakan sebuah

teori mengenai resepsi bahwa dalam proses riset tentang analisis resepsi

setelah khalayak menangkap pesan akan diproses untuk dimaknai atau

decoding. Hasil makna tersebut memberikan proposisi pada audiens.

Proposisi tersebut dibuat oleh Hall, diawali dari asumsinya tentang

23 Ibid., hal. 101.

13

perbedaan kelas sosial yang mempengaruhi praktik resepsi setiap audienst.

Proposisi tersebut dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Preferred Reading / dominant hegemonic position

Preferred reading merupakan makna dominan yang terdapat didalam

pesan bisa jadi akan membentuk makna baru yang sesuai dengan

faktor internal audiens atau khalayak.

b. Negotiated Meaning

Tidak semua pesan yang disampaikan oleh produser pesan akan

bermakna sama saat diproses oleh audiens, sehingga tidak jarang

audiens akan memunculkan makna alternatif yang berbeda dengan

preferred reading.

c. oppositional decoding

makna yang bertolak belakang dengan makna yang dipahami oleh

produser pesan.

Studi mengenai analisis resepsi pada mulanya ditujukan bagi

audiens atau khalayak media televisi. Namun studi analisis resepsi telah

memasuki babak baru di ranah media baru. Perubahan pola mengkonsumsi

media yang ditujukan oleh audiens sebagai pengguna bagi media baru

turut mengubah riset dan perkembangan dari teori awal serta riset-riset

awal mengenai audiens.

Pada dasarnya semua khalayak diberbagai media telah menunjukan

sikap interaktifnya. Pemirsa televisi, pendengar radio, pembaca surat kabar

dan lain halnya. Akan tetapi semua media tersebut tidak memberikan

kesempatan aktif secara langsung pada media yang mereka konsumsi. Via

telpon, surat pembaca dan email merupakan sistem feedback yang

diterapkan oleh media-media tersebut. Lain halnya dengan proses

komunikasi yang ada di internet, pengguna atau users dapat memberikan

responnya pada media secara langsung dan relasinya bersifat interaktif.

14

McQuail24 mengungkapkan bahwa users dilihat sebagai bagian

dari interpretive communicative yang selalu aktif dalam mempersepsi

pesan dan memproduksi makna, tidak hanya sekedar menjadi individu

pasif yang hanya menerima saja makna yang diproduksi oleh media

massa. Studi tentang analisis resepsi berusaha untuk mengetahui

bagaimana khalayak memahami, menginterpretasi isi pesan (memproduksi

makna) berdasarkan pengalaman (story of life) dan pandangannya selama

melakukan interaksi dan mengonsumsi isi media online. Konstruksi

pemahaman khalayak atas media yang terintegrasi dalam kehidupan

sehari-harinya merupakan sebuah proses yang terakumulasi menjadi

sebuah pengalaman mereka akan proses mencari informasi. Kemudian

analisis resepsi menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari

konteks sosial budaya dan sebagai proses dari pemberian makna melalui

persepsi khalayak atau pengalaman dan produksi sehingga hasil penelitian

ini nantinya merupakan representasi suara khalayak yang mencakup

identitas sosial dan posisis subjek. Proposisi yang diterangkan oleh Hall

merujuk pada posisi users sebagai khalayak yang aktif memproduksi

makna dari berbagai kanal yang diakses.

Didalam internet, pengguna adalah komunikan sekaligus

komunikator, dimana mereka dapat membuat pesan dan memaparkan ke

publik sekaligus menjadi khalayak yang menerima pesan. Sehingga secara

garis besar, analisis resepsi yang ada di media baru masih menggunakan

ketentuan-ketentuan awal yang telah dibuat oleh periset dan ahli

sebelumnya.

3. Buzz Marketing sebagai Strategi Komunikasi Pemasaran

Buzz marketing dipahami sebagai sebuah amplifikasi25 upaya

pemasaran awal oleh pihak ketiga melalui pengaruh pasif atau aktif yang

24 Ibid., hal. 19. 25 Amplifikasi adalah pengembangan naskah berupa uraian, penjelasan, atau penggunaan banyak kata oleh penyalin (pembaca), kemudian masuk ke salinan naskah berikutnya (kbbi.web.id)

15

diungkapkan oleh Thomas kemudian dikutip oleh Chia26. Diperkuat

dengan definisi yang dikemukakan oleh Hughes27 bahwa buzz marketing

adalah upaya dalam menangkap perhatian konsumen dan media ke titik

dimana membicarakan tentang suatu brand atau perusahaan menjadi

sesuatu yang menghibur, menarik, dan memiliki nilai berita.

Walker28 mendasari kata buzz yang berarti komentar dari mulut ke

mulut tentang suatu produk, jasa, brands, dan ide yang menular dari satu

orang ke orang yang lain. ditambahkan pandangan dari Rosen29 yaitu buzz

adalah semua hal tentang Word-of-Mouth berupa brand, hal itu adalah

keseluruhan tentang semua komunikasi dari orang ke orang tentang

produk, jasa atau perusahaan yang dimaksud. Selain itu buzz merupakan

segala sesuatu tentang word of mouth yang dilihat sebagai sesuatu yang

autentik dan dijalankan oleh konsumen. sehingga, singkatnya buzz

marketing merupakan praktik pengumpulan relawan untuk mencoba

produk, kemudian membagi pengalaman tersebut ke orang lain melalui

berbagai media.

Buzz marketing memiliki kesamaan tujuan seperti komunikasi

WOM, dimana keduanya lebih banyak digunakan untuk mempersuasi

khalayak untuk memperhatikan suatu produk dan jasa dengan cara

memberikan komentar terhadap suatu produk atau jasa. Akan tetapi,

keduanya memiliki perbedaan yaitu pada buzz marketing komunikator

yang menyampaikan pesan adalah seseorang yang berada diluar

perusahaan atau pemilik brand, mereka cenderung mencari volunteer

untuk mecoba produk atau jasa dan memiliki akun jejaring sosial seperti

yang dikemukakan oleh Walter dan dikutip oleh Chia30. Carl31 dalam

26 De-Hsin Chia, Loc. Cit., hal. 19. 27 Ibid. 28 Ibid., hal. 17. 29 Ibid. 30 Ibid., hal. 19. 31 Walter J. Carl, “What’s All the Buzz About? (everyday Communication and the Relational Basis of Word-of-Mouth and Buzz Marketing Practices”, Jurnal Management Communication Quarterly, 19: 4, (USA, Desember 2009), 4.

16

menjabarkan mengenai fenomena yang terjadi seputar buzz marketing,

yaitu:

a. membayar orang untuk berbicara mengenai sebuah produk atau

jasa baik dalam bentuk online maupun offline.

b. merekrut berbagai volunteer atau sukarelawan untuk berpartisipasi

didalam kampanye dengan cara pertukaraan hadiah (sampel produk

secara gratis, diskon, dll).

c. menciptakan jaringan untuk individu atau volunteer yang dipilih

untuk buzz tentang brand, produk atau jasa tertentu

Menurut Thomas seperti dikutip dalam Chia32, buzz di bedakan

menjadi 4 tipe, yaitu:

a. uncodified buzz yaitu informasi disampaikan oleh inovator kepada

jaringan sosialnya. Alat yang digunakan adalah e-mail, blog,

website pribadi, dan grup chat.

b. Codified buzz yaitu tindakan mempengaruhi yang dilakukan secara

penuh oleh perusahaan yang mempunyai tujuan untuk

mempromosikan. Alat yang digunakan adalah testimonial,

endorsements, dll.

c. Pseudo buzz yaitu siasat yang dilakukan oleh perusahaan dengan

menggunakan komunikasi WOM maupun eWOM untuk

memasarkan brand atau produk dengan cara bekerja sama dengan

orang-orang tertentu yang baru saja dipekerjakan. Alat yang

digunakan adalah agensi promosi.

d. Ultimate buzz yaitu memberikan nilai yang luar biasa pada produk

atau jasa maupun brand.

Dalam penelitian ini, ulasan yang dipublikasikan melalui beauty

blog merupakan tipe pseudo buzz, dimana ulasan yang dibuat oleh beauty

blogger merupakan pihak eksternal diluar dari perusahaan yang direkrut

32 De-hsin Chia, Loc. Cit., hal. 17.

17

dan bekerja sama selama periode tertentu. Saat ini telah dikembangkan

kode etik oleh www.womma.org yaitu sebuah website yang berisikan

tentang asosiasi pemasaran dari mulut ke mulut. Mereka memberikan

panduan dan informasi tentang word-of-Mouth marketing. Didalam situs

tersebut diterangkan bahwa seseorang atau individu yang melakukan

komunikasi dari mulut ke mulut dalam bentuk buzz marketing perlu

mencantumkan keterangan disclosure & disclaimer yang berisi tentang

deskripsi ulasan atau review tersebut berkaitan dengan cara blogger

mendapatkan produk atau jasa tersebut. dilengkapinya suatu ulasan dengan

keterangan disclosure & disclaimer pada awal ulasan telah memberikan

informasi pada pembaca blog untuk mengartikan ulasan tersebut

disponsori atau tidak. Didalam situs WOMMA standar pemasaran dari

mulut ke mulut memiliki nilai inti yaitu kepercayaan, integritas, respek,

kejujuran, tanggungjawab, dan privasi. Dimana nilai tersebut di tetapkan

untuk anggota didalam asosisasi tersebut dan ditetapkan pula pada pelaku

pemasaran dari mulut ke mulut, dalam hal ini merupakan ulasan-ulasan

yang beauty blogger publikasikan di blog-nya.

Ulasan yang ada di beauty blog dapat dibedakan menjadi 3 jenis

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chia33, yaitu:

1. Ulasan Jujur di Blog Post(Pure Sharing Blog Post)

Informasi yang non-komersial dipublikasikan dalam bentuk ulasan

oleh blogger secara jujur tentang produk dan jasa yang digunakan

sebelumnya berdasarkan pengalaman pribadi. Isi dari ulasan tersebut

bisa berisi hal positif dan negatif.

2. Ulasan Uji Coba Produk (Sample Trial Blog Post)

Informasi yang bersifat komersial yang secara terbuka

memberitahukan bahwa blogger menulisnya karena mereka menerima

produk gratis dari pemasar atau pemilik suatu brand, uji coba pada

suatu jasa, undangan unuk suatu acara yang dilakukan oleh perusahan 33 Ibid, hal. 43.

18

dan pemilik brand, dan penggunaan tempat tertentu dilaman blog

sebagai tempat iklan. Konten bisa jadi tidak dapat dikontrol oleh

pemasar, perusahaan, dan agensi

3. Ulasan Penempatan di Blog Post (Product Placement Blog Post)

Informasi yang bersifat komersial yang secara implisit atau tidak

secara terbuka dijelaskan, berisi tentang pesan yang komersial.

Blogger menerima berbagai produk gratis, dan undangan acara oleh

pemasar dan perusahaan suatu brand. Konten bisa jadi tidak dapat

dikontrol oleh pemasar, perusahaan, dan agensi.

F. Kerangka konsep

Penelitian ini akan dimulai dari observasi yang dilakukan pada

pengguna perempuan segmentasi dewasa muda merupakan segmentasi

yang pontensial dalam penggunaan produk-produk kecantikan. Beberapa

diantara produk kecantikan merupakan produk yang memerlukan berbagai

referensi informasi bagi sebagian perempuan, menilik dari segi harga dan

resiko penggunaan dari produk kecantikan. Semua perilaku itu dibedakan

menjadi 4 jenis yaitu perhatian pasif (passive attention), pencarian pasif

(passive search), pencarian aktif (active search), dan pencarian berlanjut

(ongoing search). Sedangkan ditilik dari segi pemasaran terdapat

kesamaan terhadap jenis perilaku pencarian informasi yang diterangkan

oleh Wilson, yaitu pre-purchased search dan ongoing search.

Berdasarkan proses pencarian informasi di internet akan membawa

mereka pada situs-situs yang tertera di dalam laman situs pencarian.

Beauty Blog merupakan salah satu kanal yang ada didalamnya. Sudah

diketahui bahwa blog adalah media terjadinya proses komunikasi eWOM

yang erat kaitannya dengan buzz marketing. Beragam ulasan yang

ditawarkan dapat memberikan makna yang berbeda di benak perempuan

sebagai pembaca blog dan konsumen. makna atau resepsi dalam ilmu

komunikasi dapat dikaji dengan 3 proposisi dan 3 cara pengguna sebagai

khalayak aktif mengartikan pesan yang mereka tangkap. 3 proposisi

19

tersebut adalah Dominant-hegemonic position, Negotiated Position, dan

Oppositional Position. Berikut merupakan desain penelitian yang akan

dilakukan.

Skema Penelitian

Gambar 1.1 Skema Penelitian

Pengguna internet atau pembaca blog perempuan

Perilaku mencari informasi

- Perhatian pasif (passive attention) - Pencarian pasif (passive search) - Pencarian aktif (active search) - Pencarian berlanjut (ongoing search)

Pencarian Informasi Konsumen

- Pencarian sebelum membeli (pre-purchased search) - Pencarian berlanjut (ongoing search)

Ulasan didalam Beauty blog

Ulasan tanpa buzz marketing

Ulasan dengan buzz marketing

Proposisi resepsi pembaca blog perempuan

- Dominant hegemonic position - negotiated position - oppositional position

20

G. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif karena

menurut Moleong34 penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik, dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah. Melalui pendekatan ini diharapkan akan menghasilkan data

bagaimana pemaknaan khalayak mengenai makna beauty blog dan

ulasannya bagi pengguna atau users internet perempuan serta opini

yang akan ditujukan setelah meresepsi beauty blog dan ulasannya.

Sementara metode yang digunakan adalah analisis resepsi. Menurut

Jensen35, secara metodologi analisis resepsi merujuk pada sebuah

komparasi antara analisis tekstual wacana media dan wacana khalayak

yang hasil interpretasinya merujuk pada konteks, seperti cultural

setting dan konteks atas isi media lain. Sementara paradigma penelitian

ini adalah interpretive konstruktivis, dimana menurut Neuman36

pendekatan interpretif dalam konteks penelitian sosial digunakan untuk

melakukan interpretasi dan memahami alasan-alasan dari para pelaku

terhadap tindakan sosial yang mereka lakukan, yaitu cara-cara dari

para pelaku untuk mengkonstruksikan kehidupan mereka dan makna

yang mereka berikan kepada kehidupan tersebut.

2. Informan Penelitian

Menurut Neuman37 Seorang informan yang ideal harus mempunyai

ketentuan-ketentuan yaitu, informan merasa akrab (familiar) dan

34 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 6. 35 Klaus Bruhn Jensen, A Handbook of Media and Communication Research Qualitative and Quantitative Methodologies, (London: Routledge, 2002), hal. 139. 36 Lawrence W. Neuman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, (Needham Height MA: Allyn & Bacon), hal. 71. 37 Ibid.

21

memahami objek penelitian dengan baik, informan tinggal dilokasi

penelitian, informan memiliki waktu yang luang dan bersedia

memberikan informasi kepada peneliti dalam melakukan penelitian.

Purposive sampling akan digunakan didalam penelitian ini karena

teknik tersebut mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar

kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tujuan

penelitian berdasarkan dari buku Kriyantono38. Adapun kriteria bagi

informan yaitu: (1) mengetahui dan familiar tentang beauty blog, (2)

kerap mengakses beauty blog dalam kegiatan sehari-hari (3) berada

didalam satu lokasi yang mudah diakses oleh peneliti.

Penelitian akan dilakukan di kota Yogyakarta dikarenakan

Yogyakarta merupakan kota pendidikan dimana berkumpul berbagai

mahasiswa yang sedang mengenyam bangku kuliah dengan beragam

perempuan yang datang dari berbagai latar belakang budaya dan sosial

yang berbeda.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data dibedakan menjadi dua yaitu,

data primer dan data sekunder.

a. Data primer

Data ini diperoleh langsung dari informasi yang ditunjukan oleh

informan. Adapun datanya berupa tindakan dan opini mereka.

Tindakan atau respon dalam penelitian ini adalah perilaku

informan dalam membeli produk atau tidak setelah membaca

ulasan produk kecantikan yang mengandung unsur buzz marketing

di beauty blog atau tindakan dan respon lainnya yang ditunjukan

oleh informan. Sementara opini sebagai data primer dalam

penelitian ini berasal dari pembaca blog pada berbagai jenis ulasan

produk kecantikan di beauty blog.

b. Data Sekunder 38 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 156.

22

Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari studi pustaka,

penelitian, artikel terkait berdasarkan literatur-literatur yang telah

ada. Hal itu dilakukan untuk menambah informasi yang dapat

memperkaya data pada penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka menghasilkan data yang mendekati keakuratan maka

teknik dalam mengumpulkan data di penelitian ini dijabarkan menjadi

dua cara yaitu:

a. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara mendalam menurut Berger39 adalah percakapan

antara peneliti sebagai seorang yang menginginkan informasi

sesuai dengan subjek penelitian dan seoang informan sebagai

seorang yang diasumsikan memiliki informasi atau keterkaitan

dengan subjek atau hal-hal yang terkait dalam penelitian. Sehingga

secara umum, wawancara mendalam adalah adalah teknik

pengumpulan data yang mengutamakan pada wawancara secara

mendalam dengan informan dalam riset.

Keunggulan teknik ini adalah dapat menghasilkan data

yang lebih akurat karena informan telah melalui tahap seleksi

sesuai dengan ketentuan didalam penelitian ini. Selain itu melalui

teknik ini, dapat diperoleh data yang lebih lengkap dan spesifik

terkait dengan opini serta argumentasi yang dipaparkan oleh

informan. Kemudian, peneliti dapat membaca perilaku non-verbal

melalui gerak-gerik dan bahasa tubuh dari informan terkait dengan

subjek pada penelitian ini.

a. Observasi

Observasi partisipan sebagai peneliti akan digunakan

karena dapat menghasilkan data tentang tingkat ukur sikap dari

informan dan dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena

39 Arthur Asa Berger, Media and Communication Research Methods: An Introduction to Qualitative and Quantitatives Approaches, (London: SAGE Publications, 2000), hal. 111.

23

yang terjadi seperti situasi dan kondisi. Teknik pengumpulan data

ini digunakan karena peneliti ingi mempelajari perilaku manusia

terkait penggunaan beauty blog.

5. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, teknik analisis data yang akan digunakan

adalah teknik analisis interaktif Miles dan Huberman40. Tipe analisis

ini menjabarkan tentang aktivitas dalam analisis data kualitatif yang

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai jenuh. Punch41 mengemukakan bahwa teknik ini pada dasarnya

terdiri dari tiga komponen: (1) reduksi data (data reduction), (2)

penyajian data (data display), dan (3) penarikan serta pengujian

kesimpulan (drawing and verifying conclusions). Pada tahap reduksi

data, hal yang dilakukan adalah merangkum, memilih hal-hal yang

pokok dan krusial bagi penelitian ini serta tidak memasukan data yang

sekiranya tidak diperlukan. Kemudian tahap kedua adalah penyajian

data dimana didalam penelitian kualitatif, data yang disajikan berupa

teks naratif. Tahap terakhir adalah penarikan serta pengujian

kesimpulan. Dimana pada tahap ini, peneliti akan melihat data yang

ada dilapangan dengan kerangka pemikiran yang menghasilkan

kesimpulan awal. Jika data yang didapat dengan kesimpulan awal

penelitian bersifat konsisten maka kesimpulan tersebut kredibel.

40 Matthew B. Miles & Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru Cet. 1, terj. Tjetjep R. Rohidi (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1992). 41

Keith F. Punch, Introduction to Social Research: Quantitative and Qualitative Approaches

(Essential Resource Books for Social Research), (London: SAGE Publication Ltd, 2005), hal. 202-204.