BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/19014/4/D_PK_1101205_Chapter1.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/19014/4/D_PK_1101205_Chapter1.pdf ·...
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Tuntutan Terhadap Pembelajaran yang Bermutu
Pembelajaran (instruction) merupakan salah satu instrumen utama dan
strategis yang digunakan pada setiap lembaga pendidikan formal, mulai dari
jenjang pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Mengingat
perannya yang strategis itulah, maka pembelajaran selalu menarik perhatian,
sehinga beberapa penelitian yang memokuskan pada aspek pembelajaran terus
menerus dilakukan. Variabel yang diteliti dan tujuan penelitiannya beraneka
ragam. Ada yang mencobakan teori-teori baru untuk melakukan inovasi dalam
pembelajaran, ada yang melakukan studi evaluatif untuk melihat keefektifan,
efisiensi atau relevansi pembelajaran, dan ada pula yang melakukan studi
korelasional untuk melihat keterkaitan atau hubungan antara variabel dalam
dimensi pembelajaran, kurikulum maupun pendidikan secara umum.
Tujuan akhir dari kegiatan yang dilakukan melalui prosedur kerja ilmiah,
adalah untuk menemukan kebenaran ilmiah, yaitu suatu kebenaran yang
didasarkan pada data yang telah diuji kebenarannya secara empirik. Kegiatan
ilmiah yang dilakukan dalam kontek pembelajaran diharapkan dapat
menghasilkan suatu formula pembelajaran yang dilihat dari segi proses maupun
hasil pembelajaran lebih meningkat, lebih baik dan lebih bermutu.
Dilihat dari sudut pelakunya, pembelajaran merupakan perpaduan dua
unsur utama yang saling berinteraksi yaitu siswa dan guru. Pelaku pertama siswa
berperan sebagai subjek yang melakukan akitivitas belajar, sedangkan pelaku
kedua guru berperan mengelola lingkungan belajar agar terjadi interaksi
pembelajaran dengan siswa. Dari interaksi antara siswa, guru dan lingkungan
belajar, semuanya diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Merujuk pada pengertian mutu (quality) yang dikemukakan oleh Jack
Hradesky quality as conformance to requirements, (1995:2). Maka pembelajaran
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bermutu dapat dirumuskan sebagai proses pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan siswa, dan memenuhi syarat standar ketentuan yang ditetapkan. Dari
batasan mutu tersebut apabila diterapkan dalam pembelajaran, maka pembelajaran
bermutu memiliki dua karakteristik, yaitu:
Pertama, pembelajaran bermutu adalah pembelajaran yang dapat
menyesuaikan dengan karakteristik siswa dilihat dari perkembangan, kemampuan
kognitif, fisik, sosial, maupun emosional. Pembelajaran bermutu adalah
pembelajaran yang dapat memfasilitasi dan merangsang siswa agar dapat
mengembangkan potensi kecerdasan berpikir, membentuk sikap dan kerpibadian
yang utuh, serta mengembangkan keterampilan secara optimal. Dalam pedoman
kurikulum tahun 2013 dinyatakan “Kegiatan pembelajaran diselenggarakan untuk
membentuk watak, membangun pengetahuan, sikap dan kebiasaan-kebiasaan
untuk meningkatkan mutu kehidupan peserta didik” (2013:56)
Kedua, pembelajaran bermutu adalah pembelajaran yang memenuhi syarat
standar ketentuan yang ditetapkan. Standar adalah batasan minimal baik
menyangkut dengan kuantitas maupun kualitas. Mengacu pada Peraturan
Pemerintah RI nomor 102 tahun 2000 tentang Standar Nasional Pendidikan
dirumuskan bahwa “Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan
termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak
yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat tertentu untuk memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya”.
Ketentuan batasan minimal sebagai standar yang harus menjadi acuan
dalam mengelola pendidikan, dalam PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan telah menetapkan delapan standar yaitu: standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan
standar penilaian pendidikan. Dengan demikian mengacu pada kedua peraturan
tersebut, dapat dirumuskan bahwa pembelajaran bermutu adalah pembelajaran
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar proses menurut PP
nomor 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa:
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (Bab IV. Psl. 19).
Kepedulian terhadap mutu harus menjadi kebutuhan dan budaya dalam
setiap aspek kehidupan. Dikemukakan oleh Edward Sallis (1993:11), Quality is at
the top of most agendas and improving quality is probably the most important
task facing any institution. Kehidupan di sekolah, di kantor, di rumah, di pasar,
bahkan di jalan sekalipun harus selalu menunjukkan sikap hidup bermutu.
Demikian pula dalam berpolitik, berekonomi, berwirausaha, dan kegiatan sosial
lainnya harus bermutu. Apabila kesadaran terhadap mutu sudah menjadi bagian
dari kehidupan, maka akan terhindar dari kebiasaan sikap hidup “asal”. Asal
sekolah, asal mengajar, asal kerja, asal hadir, asal berpakaian, asal mandi dan lain
sebagainya, dimana pernyataan tersebut dan sejenisnya semuanya tidak
mencerminkan budaya mutu.
Upaya melaksanakan pembelajaran yang bermutu harus dilakukan sejak
pendidikan dasar, hal ini sangat penting mengingat pendidikan dasar merupakan
peletakan dasar yang akan mempengaruhi dan turut menentukan terhadap
pendidikan pada jenjang berikutnya. Undang-undang no. 20 tahun 2003
menyatakan bahwa “pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi pendidikan menengah” (pasal 17, ayat 1). Adapun tujuan pendidikan
dasar (SD/SMP), yaitu “Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut” (BNSP, 2006: 9).
Dengan demikian apabila pembelajaran yang dikembangkan pada
pendidikan dasar dilaksanakan secara bermutu, yaitu dengan memperhatikan
kesesuaiannya dengan karakteristik fisik, psikologis, potensi dan permasalahan
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
usia siswa pada jenjang pendidikan dasar, serta memenuhi standar proses yang
telah ditetapkan maka akan tercipta proses dan hasil pembelajaran yang
berkualitas.
David P. Ausubel dan Floyd G. Robinson (1969) mengklasifikasikan
kegiatan pembelajaran ke dalam empat jenis yaitu belajar menerima (reception
learning), belajar menemukan (discovery learning), belajar bermakna (meaningful
learning), dan belajar menghafal (rote learning). Setiap bentuk kegiatan belajar
tersebut tentu saja dilihat dari proses maupun hasilnya masing-masing memiliki
perbedaan yang akan berimplikasi pada perbedaan mutu.
Model belajar menerima (reception learning), posisi siswa hanya berperan
sebagai penerima ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Siswa berada
pada posisi yang pasif sementara kendali pembelajaran ada pada guru (teacher
centered). Model belajar menemukan (Inquiry dan discovery learning), kebalikan
dari model belajar menerima. Pada model belajar menemukan, siswa aktif
mencari dan mengolah sumber-sumber belajar dengan menggunakan berbagai
pendekatan, model dan strategi pembelajaran, sehingga siswa aktif mencari dan
menemukan jawaban, memecahkan masalah dan menyimpulkan sendiri dari hasil
belajaranya.
Berikutnya model belajar bermakna (meaningful learning), model ini
bukan sekedar mengumpulkan sejumlah pengetahuan atau menemukan informasi
baru seperti model belajar menerima (reception learning) dan model belajar
menemukan (discovery learning). Model belajar bermakna adalah apabila
pengetahuan baru hasil belajar siswa, disertai kemampuan menghubungkan
dengan pengetahuan atau pengalaman lama yang sudah dimiliki sebelumnya.
Terakhir model belajar menghafal (rote learning) menekankan pada penguasaan
pengetahuan. Model ini mirip dengan model belajar menerima yaitu secara
berulang-ulang otak siswa diasah untuk menghafal sejumlah fakta, teori atau
pengetahun dari setiap mata pelajaran sehingga dikuasai (hafal).
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan pengamatan dan hasil beberapa analisis yang dilakukan
terhadap praktek pembelajaran di SD maupun pada jenjang pendidikan lainnya,
kecenderungan jenis pembelajaran yang mendominasi atau paling sering
dilakukan adalah model belajar menerima (reception learning) dan model belajar
dengan cara menghafal (rote learning). Dengan berbagai upaya guru di sekolah
menekankan agar para siswa menguasai materi yang diajarkan, baik yang
berhubungan sejumlah teori atau konsep, fakta, hukum, dalil, prinsip, prosedur
yang terdapat pada setiap bahan yang diajarkan.
Selain karena pertimbangan fragmatis yang memengaruhi terhadap
kegiatan pembelajaran dengan cara menghafal dan menerima, Nana Syaodih
Sukmadinata (2003:190), mengindentifikasi sejumlah alasan lain mengapa sistem
pembelajaran kita lebih banyak menekankan pada kegiatan menghafal, yaitu:
1) Karena belajar dengan cara menghafal adalah yang paling sederhana
dan mudah
2) Karena adanya kecemasan/perasaan tidak mampu menguasai bahan,
sebagai pemecahannya maka bahan dicoba dikuasai dengan
menghafalkannya
3) Karena adanya tekanan pada jalannya pelajaran, untuk menutupi
kekurangan-kekurangannya diatasi dengan menghafal
4) Karena pengalaman dan kebiasaan.
Menghafal adalah bagian penting dari belajar, akan tetapi apabila kegiatan
belajar hanya ditekankan pada menguasai pengetahuan sebanyak-banyaknya
secara lepas-lepas tanpa melihat keterkaitan dengan konsep-konsep lain atau
permasalahan faktual, maka pembelajaran kurang memiliki arti. Pembelajaran
sebagai proses membelajarkan siswa, semestinya diorientasikan untuk
mengaktifakan dan mengembangkan kecerdasan sikap dan kepribadian, sosial,
intelektual dan keterampilan untuk diaktulisasikan dalam berpikir dan bertindak
dalam kehidupan sehari-hari (menyatu).
Dengan demikian hasil belajar bukan menumpuk sejumlah pengetahuan
pada otak siswa, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengalaman
belajar yang telah diperolehnya selalu menginspirasi siswa untuk melihat dalam
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
konstalasi kehidupan yang lebih luas dan faktual, dan itulah hakikat dari
pembelajaran bermakna. Untuk menghasilkan proses dan hasil pembelajaran
bermutu, tidak akan bisa dicapai hanya dengan pendekatan pembelajaran yang
bersifat menghafal dan menerima saja, akan tetapi diperlukan model pembelajaran
yang dapat mendorong siswa aktif, kreatif, membiasakan siswa untuk melihat
kaitan atau keterhubungan antara konsep, fakta dengan pengatahuan dan fakta
lainnya, dan itulah hakikat belajar yang bermakna (meaningful learning).
Hasil peneilitian Grabe & Grabe, 2007; Jonassen, 1995 dan Karppinen,
2005 yang dilaporkan dalam Jurnal Computers & Education, menyimpulkan
bahwa pembelajaran bermakna memiliki empat karakteristik yaitu: pertama
active, artinya siswa secara dinamis aktif merespon terhadap berbagai stimulus
yang diberikan; kedua authentic, artinya siswa aktif membangun pengetahuan
dari sumber-sumber yang bersifat faktul sesuai dengan kehidupan yang
dialaminya; ketiga constructive, yaitu siswa mampu menemukan pengetahuan
baru dan mengkaji dengan menghubungkannya dengan pengetahuan atau
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya; dan keempat cooperative, artinya
siswa didorong untuk memecahkan masalah melalui kerja sama dengan teman-
temannya.(http://lcell.bnu.edu.cn/cankaowenxian/ meaningful learning).
Dalam pandangan kontemporer siswa diposisikan sebagai subjek
(pebelajar), ia berkedudukan sebagai pelaku yang harus didorong agar aktif
merespon, menganalisis, meneliti, mencobakan, meramalkan, maupun
mengkomunikasikan hasil pembelajarannya untuk menjawab permasalahan yang
dihadapinya. Untuk membuat siswa belajar secara aktif, selain ditentukan oleh
faktor internal dari siswa, faktor lingkungan belajar, juga ditentukan oleh
sejaumana guru memerankan dirinya sebagai fasilitator pembelajaran yang
konskturktif. Peran guru bukan lagi sebagai penyampai sejumlah pengetahuan
kepada siswa, akan tetapi membantu mendorong siswa agar aktif berinteraksi,
merespon terhadap lingkungan pembelajaran. Oleh karena itu dalam pandangan
modern guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Indikatornya bisa
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dicermati antara lain kemampuan guru mengembangkan bahan ajar, memilih dan
menetapkan model pembelajaran, mengembangkan media dan sumber
pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan kognitif
siswa, sehingga dapat memotivasi siswa aktif belajar.
Reece dan Walker (1997:4) menyatakan, the modern teacher is a
facilitator: a person who assists student to learn for themselves). Bahkan lebih
luas lagi Linda Darling dan Hamond (2006:4), menyatakan Teachers in many
communities need to work as professors of disciplinary content, facilitators of
individual learning, assessors and diagnosticians, counselors, social workers, and
community resource managers
2. Urgensi Pembelajaran Terpadu Pada Jenjang Pendidikan Dasar (SD)
Suatu pekerjaan digolongkan pada jenis pekerjaan bermutu atau
berkualitas apabila pekerjaan tersebut dilakukan sesuai dengan persyaratan atau
memenuhi ketentuan yang ditetapkan. Demikian dikemukakan oleh Jack
Hradesky quality as conformance to requirements. Mengacu pada teori tersebut,
apabila diterapkan pada kegiatan pembelajaran, maka pembelajaran bermutu dapat
dilihat dari dua segi:
Pertama, dilihat dari segi proses adalah pembelajaran yang mengaktifkan
fikiran, fisik, perasaan atau emosional siswa, sehingga dapat merangsang potensi
kecerdasan, bakat dan minat siswa. Potensi siswa bisa dikembangkan secara
optimal sesuai dengan kapasitas dan kesanggupannya masing-masing. Hal ini
sesuai dengan tuntutan PP no. 19 tahun 2005, bahwa proses pembelajaran harus
memenuhi unsur interakktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi,
mengembangkan prakarsa, mengembangkan kreativitas dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.
Kedua, dilihat dari hasil, setiap pembelajaran harus mampu
mengoptimalkan tercapainya kompetensi akademik maupun non akademik pada
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
setiap siswa. Perubahan perilaku yang menjadi indikator utama dari aktivitas
belajar, harus dimaknai pada pengertian yang luas, yaitu mencakup kemampuan
aspek pengetahuan dan wawasannya, sikap dan kepribadiannya serta kecakapan
dan keterampilannya. Menurut Piaget dalam Anita E. Woolfolk (1984:53)., anak-
anak pada usia jenjang pendidikan dasar (SD), kemampuan kognitifnya termasuk
pada tahap operasional konkrit (concrete operational). Anak pada usia tersebut
memiliki tiga ciri, yaitu: 1) anak baru bisa memahami terhadap gejala-gejala
konkrit yang dihadapinya sehari-hari (Able to solve concrete (hands-on) problems
in logical fashion); 2) anak mulai mengerti terhadap hukum atau prinsip dan
mampu mengklasifikasikan dan mengurutkan fenomena konkrit (Understands
laws of conservation and is able to classify and seriate); dan 3) anak sudah
mengerti terhadap kondisi yang berubah (Understands reversibility)
Merujuk pada teori Piaget, Wowo Sunaryo Kuswana (2011:158),
memerinci lebih detail karakteristik anak pada operasional konkrit. Dikatakannya
bahwa anak pada usia tersebut sudah memiliki ciri penggunaan logika yang
memadai antara lain yaitu: 1) Pengurutan, yakni kemampuan mengurutkan objek
berdasarkan bentuk, ukuran atau ciri lainnya; 2) Klasifikasi, yaitu kemampuan
mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya; 3) Decentering, yaitu
anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk
bisa memecahkannya; 4) Reversibility, yaitu pemahaman bahwa jumlah atau
benda dapat diubah dan dikembalikan pada kondisi semula; 5) Konservasi,
pemahaman bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda tidak berhubungan
dengan pengaturan benda tersebut; dan 6) Penghilangan sifat Egosentrisme, yaitu
kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Dari penjabaran tahap operasional konkrit, maka perilaku yang cukup
menonjol pada siswa SD dapat diidentifikasi beberapa karakteristk sebagai
berikut:
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Mulai memandang dunia atau lingkungan secara lebih objektif dan terbuka
sebagai perwujudan perpindahan dari lingkungan keluarga (terdekat) ke
lingkungan yang lebih luas (jauh)
2. Mulai berpikir operasional, yaitu mengenal lingkungan berdasarkan klasifikasi
yang lebih nyata dan spesifik.
3. Mulai membentuk keterhubungan dan aturan-aturan ilmiah; seperti hujan – air;
panas - api; lapar – makan; sedih – nangis; ceria – tertawa; dan sejenisnya.
4. Mulai memahami konsep yang bersifat substantif, misalnya tinggi, pendek,
berat, ringan, sedikit, banyak dan sejenisnya.
Berdasarkan pada karakteristik tingkat kemampuan kognitif yang dimiliki
oleh siswa SD tersebut, maka berimplikasi terhadap dibutuhkannya tenaga guru
profesional yang memilki kemampuan mengembangkan model pembelajaran yang
sesuai dan bisa menjawab kebutuhan belajar siswa SD. Adapun model
pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang memungkinkan siswa melakukan
aktivitas belajar yang memenuhi tiga hal pokok yaitu: Pertama Konkrit, artinya
pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan alat indra yang
dimilikinya seperti dapat dilihat, didengar, diraba, dicium dan sejenisnya; Ke dua
Keterpaduan (integratif), yaitu nuansa pembelajaran yang mencerminkan suatu
kesatuan yang saling terkait dan berhubungan; dan Ke tiga Hierarkhis, yaitu
nuansa pembelajaran yang disajikan dari yang sederhana menuju ke yang rumit
(komplek), dari yang mudah menuju ke yang lebih sulit, dan sejenisnya.
Karakteristik yang dimiliki oleh siswa secara fisik, sosial, emosional,
kematangan berpikir harus menjadi faktor utama dalam mempertimbangkan
pemilihan dan pengembangan model pembelajaran. Hal ini amat mendasar
mengingtat sejatinya bahwa pembelajaran adalah berhubungan dengan
kepentingan siswa belajar, education is about people learning. Implikasinya
adalah bagaimana guru sebagai pengelola pembelajaran memiliki kemampuan
profesional merancang, melaksanakan, dan mengendalikan pembelajaran agar
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan belajar siswa learners are all different
and learn best in a style suited to their needs and inclinations (Sallis, 1993:41).
Pembelajaran terpadu adalah salah satu model pembelajaran yang
memiliki banyak kesesuaian dengan karakteristik dan kebutuhan belajar siswa SD.
Model Pembelajaran Terpadu (Integrated Learning), secara etimologis berasal
dari kata “padu”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya sudah
bercampur dan sudah menjadi satu, terpadu artinya sudah dipadu (disatukan,
dilebur menjadi satu). Dari pengertian secara etimologis, kemudian dihubungkan
dengan kontek pembelajaran, maka pembelajaran terpadu adalah kegiatan
pembelajaran yang menyatukan atau memadukan berbagai pengalaman belajar
siswa.
Association of American College and University (AAC & U) (2009:6),
.memberikan rumusan pembelajaran terpadu dengan keragaman fokus jenis yang
dipadukannya sebagai berikut:
Integrative learning comes in many variaties: connecting skills and
knowledge from multiple sources and experiences; applying theory to
practice in various settings; utilizing diverse and even contradictory
points of view; and understanding issues and posisition contextually.
Significant knowledge within individual disciplines serves as the
foundation, but integrative learning goes beyond academic boundaries.
Indeed, integrative experiences often occur as learners address real-world
problem, unscripted and sufficiently broad to require multiple areas of
knowledge and multiple modes of inquiry, offering multiple solution and
benefiting from multiple perspective (James Patrick Barber.
Berdasarkan pada batasan yang dikemukakan oleh AAC di atas,
menunjukkan bahwa pembelajaran terpadu bisa dilihat dari beberapa sudut
pandang, yaitu: 1) Keterpaduan antara pengetahuan dengan keterampilan, 2)
Keterpaduan antara teori dengan kegiatan praktis, 3) kemampuan memecahkan
masalah dengan melibatkan berbagai sumber secara terpadu. Dari beberapa
batasan tersebut, prinsip utama pembelajaran terpadu adalah adanya
keterhubungan (connection). Adapun model pembelajaran terpadu yang
dikembangkan adalah jenis Interdisciplinary dan multidisciplinaary, yaitu
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memadukan isi atau materi pembelajaran. Model ini harus dikuasai oleh
mahasiswa program S1-PGSD sebagai calon guru SD, mengingat model ini
memiliki kesesuaian dengan tingkat perkembangan, karakteristik dan kebutuhan
belajar siswa SD.
Secara umum melalui model pembelajaran terpadu memungkinkan siswa
melakukan aktivitas belajar mencari dan menemukan hubungan-hubungan,
melihat suatu permasalahan dari beberapa aspek pengetahuan dan hal ini sangat
baik untuk membantu perkembangan siswa memiliki kepribadian secara utuh.
Dikemukakan oleh Zais (1976:283). dengan menggunakan teori Gestalt
curriculum will be designed to help learners see significant relationships and
organize their experiences into functional and effective patterns.
Dilihat dari sudut pandang Neurologis yang saat ini banyak dikaji sebagai
bagian dari upaya meningkatkan mutu pembelajaran, berketetapan bahwa anak
tidak dilahirkan dengan sebuah otak yang sudah tersusun rapi seperti layaknya
komputer. Akan tetapi sepanjang hidupnya anak-anak menumbuhkan dan
mengembangkan otak mereka dengan cara membuat koneksi dan jaringan melalui
pengalaman dan pembelajaran (Elizabert E. Barkeley, dkk. 2012:16).
Dalam pembelajaran terpadu siswa dirangsang untuk bereksplorasi dan
mengkonstruksi pengetahuan baru, mengaitkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya, maupun menghubungkannya dengan perkembangan yang
akan terjadi, sehingga siswa memiliki pengalaman belajar yang kaya dan
bermakna. Dalam tulisan yang dikeluarkan oleh lembaga SACE yang berdomisili
di Australia menyatakan Integrated learning students have opportunities to
explore different ways of learning and to reflect on how they learn best (SACE
2013:2). Melalui pembelajaran terpadu, terbuka kesempatan bagi siswa
mengeksplorasi pemikiran dengan melibatkan pengetahuan secara luas dari
beberapa sumber pembelajaran, sehingga dapat menghasilkan pengalaman belajar
yang memuaskan.
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pembelajaran terpadu menurut Drake dan Burns (2004) In ist simplest
conception, it is about making connection; yaitu proses pembelajaran dengan cara
mengadakan hubungan atau mengaitkan beberapa konsep. Drake dan Burns secara
spesifik mengklasifikaan keterpaduan proses pembelajaran tersebut kedalam tiga
jenis: 1) Interdisciplinary, yaitu pusat memadukan isi pembelajaran yang terdapat
pada satu disiplin ilmu atau mata pelajaran saja; 2) Multidisciplinary integration,
yaitu memadukan isi pembelajaran dengan melibatkan beberapa disiplin atau
beberapa mata pelajaran, 3) Transdisciplinary, yaitu mengintergasikan isi
pembelajaran melibatkan beberapa disiplin atau mata pelajaran dan dengan
permasalahan kehidupan sosial sehari-hari. Ketiga jenis model terpadu tersebut
digambarkan sebagai berikut:
Gambar: 1.1
Model-model Pembelajaran Terpadu
Diadaptasi dari Susan M. Drake & Rebecca C. Burns
Ketiga jenis model keterpaduan tersebut di atas, semuanya menunjukkan
adanya keterkaitan, keterhubungan dan keterpaduan. Adapun yang
membedakannya adalah cakupan dan banyaknya disiplin ilmu yang
diintegrasikan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pengintegrasian yang
dilakukan. Perbedaan ketiga jenis model keterpaduan tersebut menurut Prentice,
A.E (1990): Pertama, Interdisipliner (interdisciplinary) adalah interaksi intensif
antar satu atau lebih disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun yang
tidak, melalui program-program pengajaran dan penelitian, dengan tujuan
melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis. Kedua Multidisipliner
Three Approach To
Integration
INTERDISCIPLINARY MULTIDISCIPLINARY TRANSDISCIPLINARY
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(multidisciplinay) adalah penggabungan beberapa disiplin untuk bersama-sama
mengatasi masalah tertentu. Ketiga, Transdisipliner (transdisciplinarity) adalah
upaya mengembangkan sebuah teori atau aksioma baru dengan membangun
kaitan dan keterhubungan antar berbagai disiplin. (terdapat pada: https://
darmayanti.wordpress. com/2012/02/25/ interdisipliner, multidisipliner dan
transdisipliner.
Dari karakteristik yang dimiliki oleh ketiga jenis model keterpaduan
tersebut, maka untuk pembelajaran di SD yang sangat memungkinkan adalah
memadukan pembelajaran melalui model interdisiplin dan multidisiplin. Namun
demikian bagi mahasiswa program S1-PGSD ketiga model pembelajarn terpadu
tersebut harus dikuasai, sehingga dalam melaksanakan pembelajaran terpadu di
SD akan banyak pilihan.
Ketiga model pembelajaran terpadu tersebut di atas, masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu para guru termasuk
mahasiswa prodi S1-PGSD sebagai calon guru SD, harus dibekali wawasan dan
pemahaman yang luas serta kemampuan praktis mengelola model pembelajaran
terpadu. Mahasiswa calon guru SD harus memiliki kompetensi merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran model pembelajaran terpadu.
Pembelajaran terpadu sebagai suatu model, merupakan suatu bentuk pola umum
pembelajaran yang memadukan materi baik secara intra maupun antar mata
pelajaran.
Mahasiswa program S1-PGSD masih dihadapkan pada beberapa kesulitan
mengimplementasikan model pembelajaran terpadu, demikian pula para guru SD
yang sudah bertugas di lapangan. Sampai saat ini meskipun sejak kurikulum
2004/2006 sudah menerapkan model pembelajaran tematik yang merupakan
bagian integral dari model pembelajaran terpadu, tapi dalam kenyataannya masih
banyak ditemukan mengajar dengan cara konvensional (terpisah-pisah). Salah satu
permasalahan utamanya adalah belum memiliki kemampuan profesional memilih
dan menetapkan metode atau strategi pembelajaran yang tepat untuk
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengimplementasikan model pembelajaran terpadu. Oleh karena itu yang sangat
penting dan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan harus dikuasai
mahasiswa program S1-PGSD dan guru SD yang sudah bertugas di lapangan,
adalah kemampuan memilih dan menggunakan metode atau strategi pembelajaran
yang tepat yang sesuai dengan karakteristik model pembelajaran terpadu.
Kemampuan tersebut menjadi mutlak diperlukan mengingat beberapa
alasan sebagai: Pertama, keterlaksanaan penerapan model pembelajaran terpadu
akan sangat tergantung pada tingkat kemampuan para guru sebagai ujung tombak
pembelajaran di sekolah; Kedua, efektivitas model pembelajaran terpadu yang
diterapkan akan tergantung pada unsur-unsur lain yang menjadi pendukungnya,
yaitu terutama penggunaan metode atau strategi pembelajaran yang tepat. Akibat
dua hal di atas tidak terpenuhi maka penerapan model pembelajaran terpadu tidak
akan bisa berjalan secera efektif.
Sejak kurikulum tahun 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
di SD kelas rendah sudah diwajibkan menerapkan model pembelajaran tematik.
Pembelajaran tematik yang merupakan bagian integral dari model pembelajaran
terpadu, secara pedagogis adalah merupakan model pembelajaran yang sangat
sesuai dengan tingkat perkembangan, karakteristik, dan kebutuhan psikologis
siswa SD. Melalui pembelajaran terpadu siswa dibiasakan mengembangkan
kemampuan berpikir kritis, analitis, dan komprehensif. Pembelajaran terpadu
memberikan pengalaman belajar yang luas, konstektual dan bermakna bagi siswa.
Secara empirik ditemukan beberapa keunggulan model pembelajaran
terpadu, seperti hasil penelitian Drake & Reid; Ontario School (2010)
menyimpulkan: 1) research consistently shown student in integrated program
demontrate academic performance equal to, or better than, students in discipline-
based program; teacher and; 2) teacher and administrator identified student
engagement as the most positive outcome of curriculum integration.
Temuan lain dikemukakan dalam laporan jurnal General Education
mengungkapkan keuntungan dari model pembelajaran terpadu (integrated
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
learning) yaitu identifies creativity and ciritical and higher order thinking as key
benefits of interdisciplinary activites; other benefits identified include an
inquisitive attitude, sensitivity to alternative points of view and to ethical issues,
an enlarged perspective and more original and un conventional thinking (Vol
50;2011).
Dari kedua laporan tersebut menunjukkan cukup bukti bahwa apabila
model pembelajaran terpadu (integrated learning) di rencanakan, dilaksanakan
sesuai dengan prinsip dan standar operasionalnya, serta dikendalikan dengan baik
maka dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Melalui
pembelajaran terpadu siswa tidak hanya dituntut untuk menghapal sejumlah data
atau informasi yang lepas-lepas, akan tetapi bagaimana memahaminya dalam
suatu informasi yang saling terkait, utuh dan bermakna.
3. Peran LPTK dalam Mempersiapkan Calon Guru SD yang Memiliki
Kemampuan Profesional Melaksanakan Model Pembelajaran Terpadu
Kurikulum Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang dilakukan oleh
tingkat Universitas telah mengalami beberapa kali penyempurnaan. Perbaikan
yang lebih mendasar dilakukan pada tahun 1995 sebagai revisi dari kurikulum
sebelumnya tahun 1993. Perbedaan mendasar antara kurikulum tahun 1995
dengan sebelummya terletak pada beban studi menjadi 78 SKS, dan
dimasukkannya pembelajaran terpadu sebagai upaya untuk memberikan
pengalaman belajar bagi mahasiswa agar memiliki kesiapan kemampuan
mengajar model pembelajaran terpadu.
Kebijakan menerapkan pembelajaran terpadu di sekolah dasar, telah
diberlakukan sejak kurikulum tahun 2004/2006 khususnya bagi siswa yang berada
di kelas rendah (I, II, III). Adapun model pembelajaran yang diterapkan yaitu
pembelajaran tematik. Untuk membantu memudahkan bagi para guru dalam
menerapkan model pembelajaran tematik tersebut, dalam kurikulum KBK dan
KTSP tim pengembang kurikulum telah mencantumkan beberapa contoh tema.
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Misalnya ada tema diri sendiri, pasar, keluarga, lingkungan, transfortasi,
kehidupan dan lain sebagainya.
Tema dalam pembelajaran tematik berfungsi sebagai pusat kegiatan
(centered of core), yaitu sebagai alat untuk memudahkan pembahasan materi-
materi yang terdapat pada sejumlah mata pelajaran yang diinterintegrasikan. Oleh
karena itu pembelajaran tematik adalah bagian tidak terpisahkan dari model
pembelajaran terpadu. Dikatakan oleh Susan M. drake dan Rebbeca C. Burns
(2004:8), didasarkan pada pendekatan pembelajaran terpadu jenis multidisiplin
multidisciplinary approaches focus primarily on the disciplines; Teacher who use
this approach organize standars from the disciplines around a theme.
Meskipun model pembelajaran tematik telah diterapkan sejak tahun 2004,
berarti sampai tahun 2015 ini sudah berjalan selama 11 tahun. Namun demikian
secara empirik di lapangan masih banyak ditemukan beberapa kasus, dimana
sistem pembelajaran yang diterapkan oleh para guru SD belum secara utuh
merefleksikan model pembelajaran tematik. Ada beberapa alasan mendasar
mengapa pembelajaran tematik yang merupakan bagian dari pembelajaran terpadu
belum dapat dilaksanakan secara maksimal, antara lain yaitu:
Pertama, kendala datang dari guru dimana dari keempat fungsi guru dalam
kurikulum yaitu sebagai perencana, pelaksana, pengembang dan peneliti, ternyata
masih bertumpu pada fungsi sebagai pelaksana. Sebagai pelaksanapun khususnya
dalam menerapkan tematik yang merupakan bagian integral dari pembelajaran
terpadu belum memahami secara utuh tentang konsep, prosedur, prinsip maupun
strategi dalam menerapkan pembelajaran tematik. Dikemukakan oleh Asep Herry
Hernawan (2008:1.8) “Belum semua guru sekolah dasar memahami konsep
pembelajaran terpadu secara utuh, bahkan ada kecenderungan yang menjadi
kendala utama dalam pelaksanaannya yaitu sifat konservatif guru, dimana pada
umumnya guru merasa senang dengan proses pembelajaran yang sudah biasa
dilakukannya yaitu pembelajaran yang konvensional”.
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kedua, kendala yang berasal dari sistem kurikulum yang dikembangkan
yang masih sangat lekat dengan model pembelajaran terpisah-pisah. Hal ini bisa
dicermati antara lain dari sistem penjadwalan pelajaran, pengorganisasian bahan
ajar, sistem evaluasi pembelajaran dan bahkan sampai bentuk pelaporan
pendidikan sebagai hasil pembelajaran siswa masih menggunakan model
kurikulum terpisah-pisah.
Data hasil survey awal terhadap sejumlah guru yang mengajar di kelas
rendah ditemukan fakta yang memperkuat belum diterapkannya pembelajaran
tematik secara baik dan benar. Guru IS yang bertugas di daerah Tasikmalaya
selatan menyatakan “kalau persiapan mengajarnya sudah berbentuk tematik, tapi
.... dalam pelaksanaan di kelas tetap saja menggunakan pendekatan mata pelajaran
sesuai dengan jadwal”. Guru lain DD di Subang; WW, NM. FT di kota Bandung
menyatakan bahwa untuk menerapkan pembelajaran tematik masih sulit karena
jadwal pelajaran masih terpisah-pisah, buku ajar, terpisah-pisah, dan ketika dicoba
tematik secara utuh, banyak orang tua yang menanyakan mata pelajaran apa yang
diajarkan” (sumber yang diwawancara para mahasiswa Dual Mode tahun 2013
yang bertugas mengajar di kelas rendah).
Perubahan kurikulum dari kurikulum tahun 2004/2006 ke kurikulum tahun
2013 seperti yang saat ini mulai diterapkan, penerapan pembelajaran tematik
semakin diperkuat. Pembelajaran tematik di SD lebih dipertegas lagi menjadi
tematik terpadu (integratif), yang diterapkan dari mulai kelas I s.d kelas VI.
Dengan demikian yang menjadi sasaran akhir dari model pembalajaran tematik
integratif seperti yang ditegaskan pada kurikulum 2013 pada dasarnya adalah
pengembangan kurikulum atau model pembelajaran secara terpadu (integration of
curriculum/integration of learning).
Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menerapkan model
pembelajaran tematik terpadu di SD, semakin membuktikan bahwa dilihat dari
aspek pedagogis ternyata model pembelajaran yang paling tepat dilakukan di SD
adalah model keterpaduan. Oleh karena itu LPTK sebagai institusi yang
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mempersiapkan calon guru SD, harus mampu memberikan pemahaman dan
kemampuan praktis secara profesional, sehingga dapat mempersiapkan lulusan
yang memiliki kapabilitas untuk mengajar sesuai dengan tuntutan pembelajaran di
SD.
Kemampuan yang harus ditingkatkan bagi para calon guru SD, bukan
hanya pada penguasaan teori atau konsep pembelajaran terpadu saja, akan tetapi
yang harus lebih ditingkatkan adalah kemampuan praktis bagaimana mengajar
sesuai dengan hakikat model pembelajaran terpadu. Pemahaman terhadap konsep
model pembelajaran terpadu secara utuh menjadi prasyarat bagi guru untuk bisa
mengajar model pembelajaran terpadu. Melalui perkuliahan pembelajaran terpadu
di kelas secara konsep mahasiswa sudah cukup memahami, hal ini bisa dilihat dari
data nilai rata-rata mata kuliah pembelajaran terpadu B+, termasuk kategori
sangat baik.
Salah satu kendala yang cukup mendasar dihadapi oleh mahasiswa dalam
mengajar model pembelajaran terpadu adalah memilih dan menentukan metode
atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik model pembelajaran
terpadu. Seperti diketahui bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu model
adalah merupakan pola umum pembelajaran, dimana untuk
mengoperasionalkannya dituntut kecakapan guru memilih dan menggunakan
metode atau startegi pembelajaran tertentu yang sesuai dengan karakteristik model
pembelajaran terpadu itu sendiri. Dalam kurikulum 2013 untuk menginspirasi
para guru menerapkan model pembelajaran tematik terpadu direkomendasikan
antara lain adalah menggunakan tematik terpadu, pembelajaran berbasis masalah,
maupun model pembelajaran berbasis projek. Pendekatan pembelajaran tersebut
tentu saja hanya beberapa bagian dari sekian banyak pendekatan, metode lain
yang dapat dipilih.
Pendekatan Branstorming banyak digunakan sebagai salah satu strategi
pembelajaran untuk merangsang siswa secara bebas dan terukur mengemukakan
ide, pendapat terkait dengan suatu tema, topik atau permasalahan. Ide-ide hasil
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pemikiran yang kemungkinan banyak memiliki keterkaitan antara satu dengan
lainnya sangat mungkin dimunculkan melalui penerapan pendekatan
Brainstorming. Hal ini bisa dicermati antara lain dari unsur-unsur yang terdapat di
dalamnya yaitu: inspiring, kegiatan memberi rangsangan kepada siswa agar
terbuka ide, wawasan, pendapat terkait dengan tema, topik atau permasalahan
pembelajaran yang ditetapkan. Ciri lain adalah collecting of information, yaitu
suatu aktivitas untuk menghimpun data atau informasi berkenaan dengan tema,
topik atau permasalahan. Dengan kata lain, untuk menerapkan model
pembelajaran terpadu, selain bisa menggunakan pendekatan yang
direkomendasikan dalam kurikulum 2013, juga guru harus inovatif dan kreatif
mengembangkan pendekatan, metode, strategi-strategi pembelajaran lain yang
dianggap paling efektif untuk melaksanakan model pembelajaran terpadu, seperti
dengan menggunakan pendekatan Brainstorming.
Keseimbangan antara teori dan praktik, kecakapan dalam menggunakan
pendekatan, metode, strategi pembelajaran yang tepat menjadi penunjang utama
untuk melaksanakan model pembelajaran terpadu secara efektif. Implikasinya
secara kelembagaan adalah LPTK sebagai penanggung jawab utama dalam
membina dan mempersiapkan calon guru SD semakin dianggap penting. Secara
empirik hasil yang selama ini dilakukan ternyata masih belum memuaskan
terutama dilihat dari kemampuan secara praktis. Hasil beberapa studi di lapangan
membuktikan bahwa ternyata para guru masih mengalami beberapa kesulitan
seperti dilaporkan dari beberapa temuan berikut ini:
Pertama, temuan Mohamad Muhsin (2010). “Pembelajaran membaca,
menulis dan berhitung pada anak usia dini saat ini dilakukan secara konvensional.
Perencanaan dikembangkan mengacu pada ketentuan BSNP / tematik, sedangkan
pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan akademik, yakni
menekankan penguasaan berbagai pengetahuan dan keterampilan membaca
menulis melalui kegiatan latihan tertulis”.
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kedua, temuan Alexon (2009) menyimpulkan “Media pendukung
pembelajaran terpadu berbasis budaya yang mengintegrasikan budaya lokal
dengan konsep IPS cukup banyak tersedia, namun media tersebut belum
dioptimalkan untuk mendukung proses pembelajaran di dalam kelas. Pola belajar
siswa didominasi oleh kegiatan mendengarkan penjelasan guru dan siswa
mencatatnya. Guru IPS berpandangan bahwa mata pelajaran IPS merupakan mata
pelajaran sosial yang hanya dapat dikuasai siswa dengan menghapal, dan tidak
memerlukan analisis yang mengarah pada proses pembuktian
Ketiga, temuan Ocih Setiasih (2010) yang menyimpulkan “Guru masih
menemukan kesulitan dalam mempraktekkan model pembelajaran proyek/terpadu
berbasis lingkungan. Memilih topik proyek yang memberi kesempatan kepada
anak untuk memecahkan masalah. Kesulitan lain dalam melaskanakan meliputi
mengorganisasikan anak-anak dalam kegiatan proyek di luar kelas, melibatkan
siswa secara optimal dalam wawancara; memotivasi anak yang kurang tertarik
dengan proyek; kesulitan dalam mengevaluasi pembelajaran adalah
mengobservasi keterlibatan anak dalam kegiatan di luar kelas”.
Keempat, temuan Yanti Sulistiawati. (2011) yang menyimpulkan
“Pemahaman tujuan pembelajaran tematik masih terdapat keragaman di antara
para guru. Menurut mereka dalam pembelajaran tematik para guru menyatakan
yang penting menggunakan tema.
Kelima, temuan Asep Herry Hernawan menyatakan (2008:1.8) “Belum
semua guru sekolah dasar memahami konsep pembelajaran terpadu secara utuh,
bahkan ada kecenderungan yang menjadi kendala utama dalam pelaksanaannya
yaitu sifat konservatif guru, dimana pada umumnya guru merasa senang dengan
proses pembelajaran yang sudah biasa dilakukannya yaitu pembelajaran yang
konvensional.
Data hasil penelitian yang mengkaji terhadap fokus yang sama seperti
diungkapkan di atas, mengindikasikan bahwa penerapan pembelajaran tematik
sebagai bagian integral dari model pembelajaran terpadu belum bisa dilaksanakan
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
secara utuh. Permasalahan tersebut mengindikasikan bahwa kompetensi guru
masih terus harus ditingkatkan, terutama menyangkut dengan kompetensi
pedagogik dan profesionalnya. Kondisi ini tentu saja ada hubungan yang erat
dengan masih rendahnya mutu penyelenggaraan program pendidikan guru yang
diperoleh melalui Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Oleh
karena itu melalui penelitian dan pengembangan model pembelajaran terpadu ini,
dimaksudkan untuk menemukan model pembelajaran terpadu seperti apa yang
dapat meningktkan kemampuan mahasiswa program S-1 PGSD mengajar model
pembelajaran terpadu.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang yang telah diungkapkan
sebelumnya, ditunjang oleh data empirik yang terkait dengan fokus masalah yang
sama, serta informasi hasil studi pendahuluan terhadap sejumlah guru yang
mengajar di SD kelas rendah, ternyata baik mahasiswa program S1-PGSD
maupun para guru SD masih belum bisa melaksanakan model pembelajaran
terpadu secara efektif. Beberapa permasalahan faktual belum dikuasainya
penerapan model pembelajaran terpadu tersebut secara umum dapat diidentifikasi
menyangkut dengan aspek-aspek sebagai berikut:
a. Dari ketiga jenis model pembelajaran terpadu yaitu: 1) Interdisiplin, 2)
Multidisiplin dan 3) Transdisiplin, maka model pembelajaran terpadu yang
dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan
kemampuan mahasiswa program studi S1-PGSD ini adalah model Interdisiplin
dan Multidisiplin, yaitu memadukan materi atau isi pelajaran dari beberapa
mata pelajaran. Model ini sangat penting dikuasai oleh mahasiswa program S1-
S1-PGSD, mengingat pembelajaran terpadu di SD secara prinsip menggunakan
model tematik terpadu yaitu mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang
diikat oleh suatu tema.
b. Mahasiswa program S1-PGSD belum banyak dibekali kemampuan profesional
dalam memilih dan menetapkan metode atau strategi pembelajaran yang efektif
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk mengiplementasikan model pembelajaran terpadu. Akibatnya mahasiswa
program S1-PGSD belum memiliki kemampuan maksimal bagaimana
mengintegrasikan beberapa materi dari lintas mata pelajaran sehingga
menunjukkan model pembelajaran. Beberapa mahasiswa program S1-PGSD
Dual Mode (Is, Dd, Ww, Nm, Ft) di kota Subang, Tasikmalaya dan kota
Bandung secara jujur mengungkapkan pengalamannya bahwa melaksanakan
model pembelajaran tematik masih dianggap sulit, bahkan secara spontan
beranggapan untuk pembelajaran tematik yang penting pakai tema.
c. Pembelajaran terpadu sebagai suatu model, pada dasarnya merupakan suatu
pola umum kegiatan pembelajaran yang memadukan isi atau materi pelajaran.
Dalam kenyataan masih banyak yang mengalami kesulitan untuk melakukan
hal tersebut, sebagai akibat masih lemahnya kemampuan dalam memilih dan
menggunakan pendekatan, metode atau strategi pembelajaran yang tepat untuk
mengoperasionalkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik
pembelajaran terpadu.
Hasil penelitian Mohamad Muhsin menyimpulkan bahwa guru SD dalam
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mengacu pada ketentuan
yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yaitu
Tematik. Akan tetapi dalam implementasi pelaksanaan pembelajarannya lebih
banyak menekankan pada penguasaan berbagai pengetahuan dan keterampilan
dari setiap mata pelajaran secara terpisah-pisah (2010). Hasil penelusuran
diketahui bahwa penyebab terjadinya kesulitan tersebut, yaitu diakibatkan oleh
masih minimnya wawasan, pemahaman dan kemampuan praktis bagaimana
memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat untuk
menjabarkan suatu model kedalam kegiatan operasional praktis.
d. Dalam Kurikulum 2013 penerapan model pembelajaran tematik di SD makin
diperkuat yaitu dengan tematik terpadu. Dengan ditambah istilah “terpadu”
sehingga menjadi “tematik terpadu” mengindikasikan semakin memperkuat
upaya mewujudkan pelaksanaan model pembelajaran terpadu. Sebenarnya
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tanpa menggunakan kata “terpadu-pun”, tetap pembelajaran tematik, sudah
mengisaratkan model pembelajaran terpadu. Dijelaskan oleh Kathy Lake
bahwa prinsip pembelajaran terpadu adalah keterpaduan, menyatu,
menyeluruh, termasuk model pembelajaran tematik itu sendiri
(http://educationnorthwest.org). Implikasinya bagi LPTK yang membuka
program S1-PGSD adalah bagaimana membina untuk mempersiapkan calon
guru yang memiliki kemampuan profesional yaitu merencanakan dan
melaksanakan model pembelajaran terpadu, sehingga lulusannya memilii
kesiapan profesional untuk mengajar sesuai dengan kebutuhan siswa di SD.
e. Terdapat beberapa model pembelajaran yang direkomendasikan seperti
pendekatan saintifik (scientific approach), pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning), pembelajaran berbasis projek (project based
learning). Ketiga model pembelajaran tersebut sifatnya pilihan, dan akan lebih
baik lagi apabila guru secara inovatif mengembangkan model-model
pembelajaran yang secara empirik akan membuahkan hasil yang lebih baik.
f. Salah satu pendekatan atau metode pembelajaran yang mungkin bisa dicoba
untuk merealisasikan model pembelajaran terpadu atau tematik integratif, yaitu
pendekatan atau metode Braisntorming. Dikemukakan oleh Sue Watson
bahwa strategi Brainstorming is an exellent teaching strategies to generate
idea on a given topic. Brainstorming merupakan strategi mengajar yang
handal terutama untuk merangsang kemampuan berpikir siswa, agar mau
mengemukakan ide-ide, pendapat, menganalisis, menduga terhadap suatu tema,
topik atau permasalahan pembelajaran yang ditetapkan.
g. Sesuai dengan prosedur pembelajaran, maka model pembelajaran apapun yang
diterapkan akan melalui tiga tahap kegiatan yaitu: 1) merencanakan, 2)
melaksanakan pembelajaran, 3) evaluasi. Terhadap ketiga jenis kegiatan
tersebut, secara empirik masih ditemukan beberapa permasalahan mendasar,
dimana baik dari segi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) maupun
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalam melaksanakan proses pembelajarannya masih belum secara utuh
mencerminkan persiapan dan pelaksanaan model pembelajaran terpadu.
C. Rumusan Masalah
Model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini diarahkan
kepada suatu upaya yaitu untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa program
S1-PGSD mengajar model pembelajaran terpadu. Seperti dimaklumi bersama
bahwa mahasiswa program S1-PGSD, diproyeksikan untuk menjadi guru SD,
dituntut memiliki kemampuan profesional mengajar model terpadu. Oleh karena
itu melalui penelitian dan pengembangan model ini dimaksudkan bisa
menghasilkan suatu formula dalam merancang dan melaksanakan model
pembelajaran terpadu yang efektif, sehingga bisa meningkatkan kemampuan
mahasiswa program S1-PGSD memiliki kemampuan optimal dalam mengelola
model pembelajaran terpadu.
Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi masalah seperti diuraikan
sebelumnya, dan dalam rangka menemukan jawaban untuk meningkatkan
kemampuan mahasiswa program S1-PGSD mengajar model pembelajaran
terpadu, maka rumusan masalah utama penelitian ini adalah Model
pembelajaran terpadu bagaimana yang dapat meningkatkan kemampuan
mahasiswa program S1-PGSD Universita Pendidikan Indonesia
melaksanakan pembelajaran terpadu ?
Agar penelitian ini bisa menghasilkan suatu formula yang utuh, sehingga
diharapkan menjadi pedoman pelaksanaan model pembelajaran terpadu, yang
dihasilkan melalui penelitian secara logis, sistematis sesuai dengan prosedur dan
prinsip penelitian dan pengembangan (reseach and development), maka
dirumuskanlah pertanyaan-pertanyan penelitian sebagai berikut:
1) Bagaimanakah profil pembelajaran mata kuliah pembelajaran terpadu yang
dilaksanakan pada mahasiswa program S1-PGSD kampus Bumi Siliwangi
Universitas Pendidikan Indonesia ?
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2) Bagaimanakah pengembangan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model pembelajaran
terpadu pada mahasiswa program S1 PGSD kampus Bumi Siliwangi
Universitas Pendidikan Indonesia?
3) Bagaimanakah pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
melaksanakan pembelajaran model terpadu pada mahasiswa program S1 PGSD
kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia ?
4) Bagaimanakah peningkatan kemampuan membuat RPP dan melaksanakan
pembelajaran model terpadu pada mahasiswa program S1 PGSD kampus Bumi
Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia ?
5) Bagaimana keunggulan dan keterbatasan model pembelajaran terpadu hasil
temuan yang dilaksanakan dalam pembelajaran pada mahasiswa program S1
PGSD kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia ?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum peneltian ini bertujuan Menghasilkan model pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa program S1 PGSD
Universitas Pendidikan Indonesia melaksanakan pembelajaran terpadu.
Oleh karena itu melalui penelitian ini ingin dihasilkan suatu produk model
pembelajaran terpadu, yaitu suatu pola, prosedur dan prinsip-prinsip yang secara
efistemologis memenuhi kaidah ilmiah dan secara praktis dapat meningkatkan
kemampuan mahasiswa program S1-PGSD sebagai calon guru SD dalam
melaksanakan model pembelajaran terpadu.
Sesuai dengan pokok-pokok pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan
sebelumnya, maka tujuan khusus penelilitian pengembangan model ini adalah:
1. Mengetahui profil pembelajaran mata kuliah pembelajaran terpadu pada
mahasiswa program S1-PGSD kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan
Indonesia.
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Menemukan model Rencana Pembelajaran Pembelajaran (RPP) yang sesuai
dengan karakteristik model pembelajaran terpadu pada mahasiswa program S1
PGSD kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia.
3. Menemukan model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa
melaksanakan pembelajaran terpadu pada mahasiswa program S-1 PGSD
kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia.
4. Untuk menemukan data peningkatan kemampuan membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan peningkatan kemampuan melaksanakan
pembelajaran model pembelajaran terpadu hasil temuan, pada mahasiswa
program S1 PGSD kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia.
5. Untuk memperoleh data dan informasi keunggulan dan keterbatasan model
pembelajaran terpadu hasil temuan pada mahasiswa program S1-PGSD
kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia.
E. Manfaat Penelitian
Apabila ditemukan ternyata model hasil pengembangan secara empirik
teruji efektif dapat meningkatkan kemampuan melaksanakan model pembelajaran
terpadu pada mahasiswa program S1 PGSD kampus Bumi Siliwangi Universitas
Pendidikan Indonesia, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat secara teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
Setelah terbukti ditemukan model pembelajaran yang dikembangkan efektif
meningkatkan kemampuan melaksanakan model pembelajaran terpadu pada
mahasiswa program S1 PGSD kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan
Indonesia. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap
pengembangan teoritis terutama menyangkut dengan pola, prosedur, pinsip-
prinsip model pembelajaran terpadu. Dengan demikian dari hasil temuan ini
bisa menjadi tambahan kajian yang dapat dikembangkan dalam perkuliahan
pembelajaran terpadu, sehingga dapat lebih meningkatkan wawasan,
pemahaman dan kemampuan mahasiswa program S1-PGSD Universitas
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pendidikan Indonesia dalam mengelola pembelajaran terpadu dalam
melaksanakan tugas mengajar pada siswa sekolah dasar.
2. Manfaat Praktis
Selain manfaat teoritis seperti yang diungkapkan sebelumnya, hasil penelitian
ini diharapkan pula memiliki manfaat praktis terutama yaitu:
a. Dihasilakannya model pembelajaran terpadu yang efektif untuk
meningkatkan kemampuan merancang dan melaksanakan model terpadu,
khususnya bagi mahasiswa program S1-PGSD, dan umumnya bagi para
guru, sehingga dapat lebih meningkatkan mutu layanan pembelajaran bagi
siswa.
b. Dengan dihasilkannya model pembelajaran terpadu yang efektif
meningkatkan kemampuan mahasiswa mengelola, yaitu merencanakan dan
melaksanakan model pembelajaran terpadu, maka bisa menjadi masukan
positif bagi program S1 PGSD, yaitu dalam merancang penyelenggaraan
pembelajaran mata kuliah model pembelajaran terpadu, sehingga dapat lebih
meningkatkan mutu pembelajaran pada program S1 PGSD.
c. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi para guru SD yang
saat ini sedang dituntut melaksanakan model pembelajaran tematik
integratif, dimana model tersebut adalah merupakan bagian integral dari
model pembelajaran terpadu itu sendiri.
d. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada berbagai tingkatan sebagai
bahan masukan dalam membuat kebijakan mengimplementasikan model
pembelajaran tematik terpadu, sehingga dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar.
F. Struktur Organisasi Disertasi
Dadang Sukirman, 2015 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN TERPADU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Disertasi ini disusun dalam lima bab yaitu: Bab I Pendahuluan yang berisi:
a) Latar Belakang Masalah, b) Identifikasi Masalah, c) Perumusan Masalah, d)
Tujuan Penelitian, e) Manfaat Penelitian, f) Sturktur dan Organisasi Disertasi. Bab
II membahas kajian teori yang dijadikan rujukan sesuai dengan fokus masalah
penelitian. Isi Bab II meliputi: 1. Hakikat Model Pembelajaran Dalam Dimensi
Pendidikan dan Kurikulum, di dalamnya mengkaji a) Konsep Pendidikan, b)
Filsafat Pendidikan dan Implikasinya terhadap Pengembangan Model
Pembelajaran, c) Hubungan Pendidikan, Kurikulum dan Pembelajaran, d) Tujuan
dan Fungsi Pendidikan Dasar. 2. Hakikat Model Pembelajaran, di dalamnya
membahas Konsep Dasar Model Pembelajaran. 3. Hakikat Model Pembelajaran
Terpadu, mengkaji tentang: a) Konsep Dasar Model Pembelajaran Terpadu, b)
Jenis-jenis Model Pembelajaran Terpadu, c) Manajemen Pengembangan Model
Pembelajaran Terpadu, d) Prinsip-prinsip Pengembangan Model Pembelajaran
Terpadu, e) Strategi Brainstorming Dalam Model Pembelajaran Terpadu, f) Hasil-
hasil penelitian terkait, g) Kerangka Pemikiran
Bab III Metodologi Penelitian, di dalamnya diuraikan tentang: 1)
Pendekatan penelitian, 2) Metode penelitian, 3) Langkah-langkah penelitian, 4)
Lokasi dan subjek penelitian, 4) Pengembanhan instrumen penelitian, 5) Analisis
data, 6) Hipotesis Penelitian. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, di
dalamnya menguraikan tentang: 1) Deskripsi hasil penelitian, 2) Pembahasan hasil
penelitian. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, yaitu 1) Kesimpulan 2)
Rekomendasi. Terakhir adalah Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.