BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat tradisional di masyarakat meningkat dari 15,6% pada tahun 2000 menjadi 31,7% pada tahun 2001 (Supardi 2003). Tingginya minat masyarakat terhadap pengobatan menggunakan obat tradisional merupakan tantangan bagi farmasis untuk dapat senantiasa mengembangkan produk yang berasal dari alam yang aman, efektif dan dapat diterima masyarakat. Fitoestrogen merupakan istilah yang digunakan untuk bahan tanaman yang memiliki sifat estrogenik. Isoflavon merupakan salah satu golongan fitoestrogen. Isoflavon dapat digunakan untuk mengatasi efek samping dari menopause pada wanita. Senyawa isoflavon banyak ditemukan dalam tumbuhan Fabaceae (Dewick, 2002). Bengkoang merupakan tumbuhan yang termasuk dalam famili Fabaceae. Ekstrak etil asetat umbi bengkoang dengan dosis 200 mg/KgBB, 400 mg/KgBB, 800 mg/KgBB yang diberikan secara oral kepada tikus betina galur Sprague-Dawley terbukti dapat berefek signifikan dalam mencegah kerapuhan tulang pada tikus yang mana efeknya sama dengan efek yang diberikan oleh estradiol (Nurrochmad, dkk., 2010). Umbi bengkoang memiliki masa simpan yang terbatas, sehingga mudah busuk dan tidak dapat dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang. Adanya formulasi dari umbi bengkoang menjadi suatu sediaan farmasetis dapat mengatasi hal tersebut. Selain itu, dengan dilakukannya formulasi, kenyamanan dan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan obat tradisional di masyarakat meningkat dari 15,6% pada

tahun 2000 menjadi 31,7% pada tahun 2001 (Supardi 2003). Tingginya minat

masyarakat terhadap pengobatan menggunakan obat tradisional merupakan

tantangan bagi farmasis untuk dapat senantiasa mengembangkan produk yang

berasal dari alam yang aman, efektif dan dapat diterima masyarakat.

Fitoestrogen merupakan istilah yang digunakan untuk bahan tanaman yang

memiliki sifat estrogenik. Isoflavon merupakan salah satu golongan fitoestrogen.

Isoflavon dapat digunakan untuk mengatasi efek samping dari menopause pada

wanita. Senyawa isoflavon banyak ditemukan dalam tumbuhan Fabaceae

(Dewick, 2002). Bengkoang merupakan tumbuhan yang termasuk dalam famili

Fabaceae. Ekstrak etil asetat umbi bengkoang dengan dosis 200 mg/KgBB, 400

mg/KgBB, 800 mg/KgBB yang diberikan secara oral kepada tikus betina galur

Sprague-Dawley terbukti dapat berefek signifikan dalam mencegah kerapuhan

tulang pada tikus yang mana efeknya sama dengan efek yang diberikan oleh

estradiol (Nurrochmad, dkk., 2010).

Umbi bengkoang memiliki masa simpan yang terbatas, sehingga mudah

busuk dan tidak dapat dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang. Adanya

formulasi dari umbi bengkoang menjadi suatu sediaan farmasetis dapat mengatasi

hal tersebut. Selain itu, dengan dilakukannya formulasi, kenyamanan dan

2

kemudahan dalam penggunaan umbi bengkoang untuk mengatasi efek kurang

menyenangkan dari menopause dapat ditingkatkan.

Kapsul merupakan sediaan farmasi yang sering digunakan dan lebih

mudah dibuat dengan biaya produksi yang lebih sedikit dibandingkan dengan

pembuatan tablet (Tunsirikongkon, A., dkk., 2013). Formulasi umbi bengkoang

menjadi suatu sediaan kapsul dapat mempermudah dalam penggunaan, juga dapat

menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari obat yang diisikan kedalam kapsul

(Voight, 1994).

Ekstrak kering bengkoang yang dihasilkan sudah memiliki bahan

pengering berupa aerosil dan amilum. Adanya aerosil pada ekstrak menyebabkan

ekstrak memiliki ukuran yang halus sehingga sifat alirnya cenderung kurang baik.

Dalam melakukan formulasi sediaan kapsul, diperlukan eksipien seperti bahan

pengisi, bahan penghancur dan bahan pelicin (Augsburger & Hoag, 2008). Bahan

pengisi berfungsi agar jumlah serbuk yang diisikan ke dalam cangkang kapsul

dapat memenuhi volume kapsul sehingga tidak ada udara di dalam kapsul yang

dapat menyebabkan kapsul menjadi lebih cepat rusak, selain itu penambahan

bahan pengisi dapat memperbaiki sifat alir dari ekstrak bengkoang. Ukuran

partikel ekstrak bengkoang yang halus menyebabkan ekstrak akan memiliki

kecenderungan untuk berkumpul dan membentuk partikel yang lebih besar dan

lebih sulit dihancurkan sehingga diperlukan bahan penghancur agar kapsul lebih

mudah hancur dan waktu hancurnya dapat memenuhi persyaratan yang

ditetapkan. Bahan pelicin berfungsi untuk memudahkan proses pengisian granul

ke dalam cangkang kapsul.

3

Bahan pengisi yang digunakan adalah laktosa. Laktosa merupakan bahan

pengisi yang banyak dipakai, karena tidak bereaksi dengan hampir semua bahan

obat. Formulasi obat menggunakan laktosa umumnya menunjukan laju

penglepasan obat yang baik, granulnya cepat kering dan harganya murah

(Lachman, 1994). Amilum manihot digunakan sebagai bahan penghancur, amilum

manihot dipilih karena paling umum digunakan sebagai bahan penghancur dan

harganya paling murah (Lachman, 1994). Dengan penggunaan eksipien berupa

laktosa dan amilum manihot diharapkan produk suplemen ekstrak bengkoang

yang dihasilkan harganya dapat bersaing dengan produk-produk fitoestrogen lain

yang ada di pasaran.

Berdasarkan penjelasan tersebut, perlu dilakukan optimasi formula kapsul

ekstrak bengkoang dengan variasi kadar bahan pengisi laktosa dan bahan

penghancur amilum manihot agar didapatkan kapsul ekstrak bengkoang yang

memiliki sifat fisik yang baik.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh variasi laktosa sebagai bahan pengisi dan amilum

manihot sebagai bahan penghancur terhadap sifat fisik granul dan kapsul

ekstrak bengkoang?

2. Bagaimana komposisi laktosa dan amilum manihot yang optimum dalam

formulasi kapsul ekstrak bengkoang berdasarkan SLD?

4

3. Bagaimana pengaruh proses formulasi dan penyimpanan kapsul ekstrak

bengkoang terhadap kestabilan kandungan senyawa aktif dan sifat fisik kapsul

ekstrak bengkoang?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh variasi laktosa sebagai bahan pengisi dan amilum

manihot sebagai bahan penghancur terhadap sifat fisik granul dan kapsul

ekstrak bengkoang.

2. Mengetahui komposisi laktosa dan amilum manihot yang optimum dalam

formulasi kapsul ekstrak bengkoang berdasarkan SLD.

3. Mengetahui pengaruh proses formulasi dan penyimpanan kapsul ekstrak

bengkoang terhadap kestabilan kandungan senyawa aktif dan sifat fisik kapsul

ekstrak bengkoang.

D. Tinjauan Pustaka

1. Bengkoang (Pachyrhizus erosus (L.) Urban)

a. Klasifikasi tanaman

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobinota

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Mangoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

5

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Pachyrhizus

Spesies : Pachyhizus erosus (L.) Urban

(Backer dan Brink, 1965)

b. Nama daerah dan nama umum

Aceh : Singkuwang

Sunda : Bangkowang

Bima : Buri

Indonesia : Bangkuang, Bengkuang, Bengkoang

Inggris : Yam bean

Thailand : Man kaeo, hua pae kkua

(Heyne, 1987)

c. Kegunaan

Bengkoang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di

Indonesia diantaranya sebagai bahan kosmetik pemutih dan tabir surya, di

konsumsi secara langsung dengan garam, atau diolah menjadi rujak

(Lukitaningsih, 2009). Bengkoang juga dapat digunakan untuk makanan

program diet karena kandungan nutrisinya yang banyak dan beragam

(Noman, dkk., 2007).

d. Kandungan kimia

Bengkoang memiliki kandungan air yang tinggi, serta mengandung

karbohidrat, serat dan protein, serta sedikit kandungan lipid. Kandungan

6

mikro dan makro nutrien yang ada di dalam umbi bengkoang menjadikan

umbi bengkoang merupakan bahan makanan yang potensial untuk

dijadikan sumber kalium, natrium, fosfor, kalsium, tiamin, riboflavin,

piridoksin, niasin dan asam folat (Noman, dkk., 2007).

Lukitaningsih (2009) telah melakukan isolasi dan elusidasi

senyawa yang terdapat dalam bengkoang. Senyawa lipid terdapat pada

fraksi petroleum eter, yaitu 9,12-tricosandiene; trilinolein; ß-sitosterol;

stigmasterol; hexadecyl pentanoate serta asam palmitat. Senyawa

isoflavonoid dan derivatnya (daidzein;daidzein-7-O-ß-glucopyranose; 5-

hydroxyldaidzein-7-O-ß-glucopyranose; (8,9) furanylpterocarpan-3-ol)

dan dihydro-furane-2,5-dione dalam jumlah cukup besar serta sedikit ß-

sitosterol dan stigmasterol terdapat pada fraksi etil asetat. Struktur kimia

daidzein dapat dilihat pada gambar 1.

e. Efek farmakologi

Ekstrak etil asetat umbi bengkoang dengan dosis 200 mg/KgBB,

400 mg/KgBB, 800 mg/KgBB yang diberikan secara oral kepada tikus

betina galur Sprague-Dawley terbukti dapat berefek signifikan dalam

Gambar 1. Struktur Kimia Isoflavon (Dewick, 2002)

7

mencegah kerapuhan tulang pada tikus yang di ovariektomi yang mana

efeknya sama dengan efek yang diberikan oleh estradiol (Nurrochmad,

dkk., 2010).

2. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

3. Granul

Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran atau granul

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Metode granulasi basah

merupakan proses perubahan serbuk halus menjadi granul dengan bantuan bahan

pengikat. Pemilihan larutan pengikat yang cocok dan jumlahnya tepat akan

mengubah serbuk-serbuk halus menjadi bentuk granul yang mudah mengalir.

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan granul dengan metode

granulasi basah adalah sebagai berikut (Augsburger & Hoag, 2008):

1) Penimbangan dan pencampuran bahan

2) Pembuatan granulasi basah

3) Pengayakan adonan lembab menjadi granul

4) Pengeringan

5) Pengayakan kering

6) Pencampuran bahan pelicin

8

Metode granulasi basah dapat meningkatkan kohesifitas dari serbuk,

sehingga bahan aktif obat dengan dosis besar dapat diperbaiki sifat alir dan

kohesinya, untuk obat dengan bahan aktif dosis rendah dapat diperoleh distribusi

dan keseragaman campuran yang baik, serta dapat menghindari kemungkinan

terjadinya segregasi serbuk dalam campuran homogen bahan obat.

Pemeriksaan sifat fisik granul dilakukan terhadap granul yang telah

terbentuk untuk menjamin bahwa granul telah memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan. Pemeriksaan yang umumnya dilakukan meliputi:

a. Sifat alir

Sifat alir granul merupakan hal yang penting dalam produksi

sediaan padat. Sifat alir dari material yang akan dimasukan ke dalam

cangkang kapsul berhubungan dengan keseragaman bobot sediaan dan

akhirnya akan mempengaruhi keseragaman zat aktif. Sifat alir dari

suatu granul dapat diketahui dengan 2 cara, yaitu dengan pengukuran

langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung

menggunakan metode corong, sedangkan pengukuran cara tidak

langsung menggunakan sudut diam (angle of repose) dan pengetapan

(tapping) (Sulaiman, 2007).

b. Kadar air

Kadar air merupakan hal yang perlu diperhatikan, kadar air yang

tinggi dalam suatu kapsul dapat bereaksi dengan cangkang kapsul dan

membuat kapsul memiliki kestabilan yang jelek (Tunsirikongkon, A.

dkk., 2013). Kadar air berperan penting dalam suatu sediaan, karena

9

jumlah air dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi pada suatu

sediaan (Kailaku dkk., 2012). Kadar air yang rendah pada suatu

sediaan akan memiliki stabilitas yang lebih baik (Kunle dkk., 2012).

c. Daya serap

Daya serap bahan terhadap air berpengaruh terhadap proses

hancurnya kapsul. Proses disintegrasi tidak dapat terjadi jika air tidak

masuk kapsul (Sulaiman, 2007). Selain itu, daya serap juga dapat

mempengaruhi kelembaban massa kapsul. Daya serap terhadap air

dapat dinyatakan sebagai:

1. Kecepatan penyerapan air, yaitu banyaknya air yang diserap

per satuan waktu;

2. Kapasitas penyerapan air, yaitu banyaknya air yang diserap

per satuan berat bahan.

4. Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras

bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor paling besar (000).

Umumnya, ukuran nomor 00 adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan kepada

pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Kapsul gelatin keras terdiri dari dua bagian yaitu bagian tutup dan induk.

Umumnya, ada lekuk khas pada bagian tutup dan induk, untuk memberikan

penutupan yang baik sehingga dapat mencegah terbukanya cangkang kapsul yang

10

telah diisi selama transportasi dan penanganan. Kapsul cangkang keras biasanya

terbuat dari gelatin berkekuatan gel relativ tinggi. Kapsul cangkang keras dapat

juga mengandung zat warna yang diizinkan atau zat warna dari berbagai oksida

besi, bahan opak seperti titanium dioksida, bahan pendispersi, bahan pengeras

seperti sukrosa dan pengawet. Biasanya bahan-bahan ini mengandung air antara

10% dan 15% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran atau granul.

Dalam pengisian kapsul gelatin keras, bagian tutup dan induk cangkang

dipisahkan dahulu sebelum diisi. Formulasi serbuk sering membutuhkan

penambahan zat pengisi, lubrikan dan glidan pada bahan aktif untuk

mempermudah proses pengisian kapsul. Disintegran dapat ditambahkan ke dalam

formulasi serbuk untuk memudahkan deagregasi dan dispersi gumpalan kapsul

dalam saluran cerna (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Pemeriksaan sifat fisik kapsul dilakukan untuk menjamin bahwa kapsul

yang terbentuk telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemeriksaan

yang umumnya dilakukan meliputi:

a. Uji keseragaman bobot

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian keseragaman bobot

sediaan kapsul yang dihasilkan. Dalam peraturan BPOM Republik

Indonesia nomor 12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional

disebutkan bahwa, untuk sediaan kapsul yang berisi obat tradisional

kering maka dari 20 kapsul, tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-

masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari

11

10% dan tidak satu kapsulpun yang bobot isinya menyimpang dari bobot

isi rata-rata lebih besar dari 25%.

b. Uji keragaman sediaan

Keragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman

jumlah zat aktif dalam suatu sediaan. Keseragaman sediaan ditetapkan

dengan salah satu dari dua metode, yaitu keragaman bobot dan

keseragaman kandungan. Metode keseragaman kandungan dapat

digunakan untuk semua kasus. Uji keragaman bobot diterapkan pada

bentuk sediaan berikut:

(B1) Larutan dalam wadah satuan dosis dan dalam kapsul lunak;

(B2) Sediaan padat (termasuk serbuk, granul dan sediaan padat

steril) yang dikemas dalam wadah dosis tunggal dan tidak mengandung

zat tambahan aktif atau inaktif;

(B3) Sediaan padat (termasuk sediaan padat steril) yang dikemas

dalam wadah dosis tunggal, dengan atau tanpa zat tambahan aktif atau

inaktif, yang disiapkan dari larutan asal dan dibeku-keringkan dalam

wadah akhir dan pada etiket dicantumkan metode pembuatan; dan

(B4) Kapsul keras, tablet tidak bersalut atau tablet salut selaput,

mengandung zat aktif 25 mg atau lebih yang merupakan 25% atau lebih

terhadap bobot, satuan sediaan atau dalam kasus kapsul keras, kandungan

kapsul, kecuali keseragaman dari zat aktif lain yang tersedia dalam

bagian yang lebih kecil memenuhi persyaratan keseragaman kandungan

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

12

c. Uji waktu hancur

Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu

hancur yang tertera dalam masing-masing monografi. Uji waktu hancur

tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.

Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal

pada kasa alat uji merupaka masa lunak yang tidak mempunyai inti yang

jelas, kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Dalam peraturan BPOM nomor 12 tahun 2014 tentang persyaratan

obat tradisional disebutkan waktu hancur dari sediaan kapsul kurang dari

atau sama dengan 30 menit.

5. Bahan tambahan dalam pembuatan kapsul

Dalam memilih bahan tambahan pada suatu formulasi, didasarkan pada

sifat kompatibel dengan zat aktif, efek pada efikasi dan biaya (Niazi, 2009).

Bahan tambahan yang biasa digunakan adalah:

a. Bahan pengisi

Bahan pengisi merupakan bahan tambahan dalam pembuatan

kapsul yang sifatnya inert yang digunakan untuk memperbaiki

karakteristik serbuk yang akan diisikan ke dalam kapsul juga untuk

mengisi volume kapsul agar penuh (Allen, 2011). Bahan pengisi

ditambahkan ketika jumlah bahan aktif sedikit atau sifat fisik granulnya

kurang baik. Zat aktif yang kelarutan di dalam airnya rendah dapat

bermasalah terkait bioavaibilitasnya, sehingga diperlukan pengisi yang

13

sifatnya larut air. Bahan pengisi yang larut air contohnya adalah laktosa,

sukrosa, manitol dan sorbitol. Bahan pengisi yang tidak larut air

contohnya adalah kalsium sulfat, kalsium karbonat, amilum,

microcrystalline cellulos, dan lain-lain (Niazi, 2009).

b. Bahan penghancur

Bahan penghancur atau disintegran merupakan bahan berbentuk

padat yang dapat diterima di dalam suatu formulasi secara farmasetis.

Bahan penghancur digunakan untuk membantu proses penghancuran

sediaan farmasetis di dalam tubuh. Bahan penghancur yang biasa

digunakan adalah amilum, selain itu alginic acid, microcrystalline

cellulose dan croslinked povidone juga biasa digunakan sebagai bahan

penghancur (Niazi, 2009). Penambahan bahan penghancur pada sediaan

kapsul berguna untuk membantu proses penghancuran dan distribusi obat

yang ada di dalam kapsul di lambung (Allen, 2011).

c. Bahan pelicin

Berdasarkan fungsinya, bahan pelicin dibagi menjadi 3 yaitu

sebagai lubrikan, glidan dan antiadheren. Contoh dari bahan pelicin

adalah kalsium stearat, magnesium stearat, asam stearat (Niazi, 2009).

Formulasi serbuk kering membutuhkan penambahan zat pengisi, lubrikan

dan glidan pada bahan aktif untuk mempermudah pengisian kapsul.

Formulasi dan derajat kepadatan, dapat mempengaruhi laju pelepasan

obat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Penambahan

lubrikan atau glidan seperti silikon dioksida, magnesium stearat, kalsium

14

stearat, asam stearat atau talk (0,25% - 1%) di campuran serbuk yang

akan diisikan ke dalam kapsul dapat memperbaiki sifat alir serbuk (Allen,

2011). Campuran logam alkali stearat – talk (1:9) biasa digunakan untuk

memperbaiki sifat alir dari suatu granul (Voight, 1994).

d. Bahan pengikat

Bahan pengikat adalah bahan yang dapat meningkatkan adhesifitas

terhadap serbuk selama proses granulasi. Bahan pengikat yang baik tidak

akan mengurangi laju pelepasan obat dari suatu sediaan. Bahan pengikat

yang biasa digunakan adalah pasta amilum, povidon, larutan gula (25% -

50%), metil selulosa (3%), microcrystalline cellulose dan lain-lain. Jika

bahan obat yang diformulasikan merupakan bahan yang tidak tahan

terhadap air dapat digunakan bahan pengikat yang menggunakan pelarut

non-air atau dry binder (Allen, 2011).

6. Monografi bahan

a. Laktosa

Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk

anhidrat atau monohidrat. Laktosa berbentuk serbuk kering atau massa

hablur yang keras, berwarna putih atau putih krem, tidak berbau, rasa

sedikit manis, stabil di udara tetapi mudah menyerap bau. Laktosa mudah

larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air yang mendidih

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Struktur kimia

laktosa monohidrat dapat dilihat pada gambar 2.

15

Laktosa banyak digunakan sebagai pengisi dalam sediaan kapsul

dan tablet. Laktosa juga dapat digunakan pada sediaan injeksi intravena.

Laktosa dapat memberikan efek yang kurang baik kepada orang yang

memiliki intoleransi terhadap laktosa, hal tersebut disebabkan kurangnya

jumlah enzim laktase yang ada di usus kecil (Edge, S., dkk., 2009).

b. Amilum manihot

Amilum dapat digunakan sebagai bahan pengikat, bahan pengisi dan

bahan penghancur. Sebagai bahan pengikat biasanya amilum dibuat

dalam bentuk pasta dengan konsentrasi 3-20% b/b, pada granulasi basah

konsentrasi yang biasa digunakan adalah 5-10%. Sebagai bahan

penghancur biasanya digunakan amilum dengan konsentrasi 3-25%

dengan konsentrasi yang biasa digunakan adalah 15%, pada penggunaan

amilum sebagai bahan penghancur, proses granulasi menjadi sangat perlu

diperhatikan agar dapat menghindari sifat alir yang jelek dan proses

segragasi akibat penggunaan amilum (Hӓusler, O., 2009).

Amilum manihot atau pati singkong adalah pati yang diperoleh dari

umbi akar Manihot utillissima Pohl (familia Euphorbiaceae). Mekanisme

amilum manihot sebagai penghancur yaitu dapat mengembang ketika

Gambar 2. Struktur Kimia Laktosa Monohidrat (Edge S., dkk., 2009)

16

kontak dengan air kemudian terjadi perubahan volume dan selanjutnya

akan pecah. Pemeriannya berupa serbuk sangat halus, putih, praktis tidak

larut dalam air dingin dan dalam etanol (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2014).

c. Magnesium stearat

Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan

campuran asam-asam organik padat yang didapat dari lemak terutama

terdiri dari magnesium asetat dan magnesium palmitat. Magnesium

stearat merupakan serbuk halus, berwarna putih, bau lemah khas, mudah

melekat dikulit. Magnesium stearat tidak larut dalam air, etanol, dan eter

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

d. Talk

Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang

mengandung sedikit alumunium silikat. Talk berupa serbuk hablur sangat

halus, putih atau putih kelabu, berkilat, mudah melekat pada kulit dan

bebas dari butiran (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

7. Simplex Lattice Design (SLD)

Simplex Lattice Design (SLD) merupakan suatu metode analisis statistik

yang dapat digunakan untuk memprediksi profil sifat campuran bahan. Profil

tersebut dapat digunakan untuk memprediksi perbandingan komposisi campuran

bahan yang memberikan sifat optimum. Desain percobaan ini digunakan untuk

campuran antara bahan dalam sediaan padat, semi padat atau pelarut. Sehingga,

SLD dapat digunakan untuk melakukan optimasi komponen bahan pengisi dan

17

bahan penghancur pada formulasi kapsul. Syarat untuk dapat dilakukannya

metode SLD ini adalah jumlah proporsinya harus nol atau positif, dan jumlah

proporsi campuran bahan sama dengan satu. Persamaan yang diperoleh dari SLD

dapat mengikuti model desain, antara lain : linear, kuadratik, kubik, dan spesial

kubik.

Sistem dengan dua komponen ditunjukan dengan persamaan (1).

Y = b1 (X1) + b2 (X2) + b12 (X1)(X2) .......................................... (1)

Keterangan:

Y = Respon

X1, X2 = Fraksi dari tiap komponen, dimana (X1) + (X2) = 1

b1, b2 = Koefisien regresi dari X1, X2 dengan model desain linear karena

tidak ada interaksi antar komponen

b12 = Koefisien regresi dari interaksi X1+ X2 dengan model desain

kuadratik

Analisis data dilakukan menggunakan piranti lunak Design Expert 7.

Langkah pertama yaitu dimasukan variabel-variabel yang akan digunakan,

kemudian data yang telah didapatkan dimasukan ke dalam program untuk

selanjutnya diolah. Setelah itu, akan didapatkan formula optimum yang

disarankan oleh program, dilakukan verifikasi terhadap formula optimum. Hasil

verifikasi dibandingkan dengan hasil prediksi. Dari perbandingan tersebut akan

diketahui perbedaan antara hasil verifikasi dan hasil prediksi apakah berbeda

bermakna atau berbeda tidak bermakna sehingga dapat disimpulkan apakah data

yang dihasilkan valid atau tidak valid (Armstrong & James, 1986).

8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi merupakan teknik pemisahan dengan menggunakan fase

diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar dan Rohman,

18

2007). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode kromatografi

yang banyak digunakan untuk menganalisis suatu obat atau melakukan preparasi

pembuatan obat dengan cepat. Metode KLT banyak dilakukan karena waktu yang

dibutuhkan untuk mengidentifikasi kandungan dalam suatu obat pendek, KLT

tidak hanya digunakan untuk analisis secara kualitatif tetapi juga digunakan untuk

analisis semi kuantitatif, KLT juga dapat menampilkan profil finger print dari

suatu obat yang dianalisis sehingga dapat mengidentifikasi kemurnian dari suatu

obat, lalu dengan adanya proses pemisahan, KLT dapat digunakan untuk

menganalisis kombinasi obat dan preparasi fitokimia (Wagner, 2001).

Parameter KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua

senyawa dikatakan identik apabila memiliki nilai Rf yang sama jika diukur pada

kondisi KLT yang sama. Untuk melakukan analisis kuantitatif dengan KLT dapat

dilakukan pengukuran bercak secara langsung pada lempeng menggunakan teknik

densitometri. Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluorosensi.

Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk

memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada

lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Gandjar & Rohman, 2007).

E. Landasan Teori

Pemanfaatan bengkoang sebagai fitoestrogen masih belum banyak

dilakukan dan diketahui oleh masyarakat. Oleh sebab itu perlu dilakukannya

formulasi terhadap ekstrak bengkoang menjadi sediaan farmasetis sehingga lebih

mudah dalam penggunaannya dan lebih dapat diterima oleh masyarakat. Salah

19

satu sediaan yang mudah digunakan, sudah dikenal dan menjadi banyak pilihan

masyarakat adalah kapsul. Kapsul didefinisikan sebagai sediaan padat yang terdiri

dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Kapsul cangkang keras biasanya diisi

dengan serbuk, butiran atau granul.

Berdasarkan sifat fisik serbuknya, ekstrak kering bengkoang merupakan

serbuk yang sangat halus sehingga membuat ekstrak kering bengkoang memiliki

sifat alir yang kurang baik. Ukuran ekstrak kering yang sangat halus juga

menyebabkan kecenderungan serbuk untuk saling berkumpul sehingga dapat

mempersulit proses penghancuran sediaan dan menyebabkan waktu hancur dari

sediaan menjadi relatif lebih lama.

Untuk memperbaiki hal-hal tersebut, diperlukan formulasi ekstrak kering

dengan penambahan berbagai eksipien di antaranya zat pengisi dan zat

penghancur. Dalam penelitian ini digunakan bahan pengisi laktosa. Laktosa

merupakan bahan pengisi yang paling banyak digunakan dan harganya murah.

Penambahan bahan pengisi dapat memperbaiki daya kohesi sehingga dapat

memperbaiki sifat alir granul (Lachman, 1994).

Eksipien lain yang digunakan adalah amilum manihot yang berfungsi

sebagai bahan penghancur. Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan

pecahnya kapsul ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Amilum

manihot merupakan jenis bahan penghancur yang paling umum dipakai dan

harganya paling murah (Lachman, 1994). Amilum merupakan bahan yang

sifatnya higroskopis (Hausler, 2009) dan memiliki nilai susut pengeringan 5,04%

20

(lampiran 8) yang mana lebih tinggi dari nilai susut pengeringan laktosa yaitu

0,8% (lampiran 7). Laktosa dapat mempengaruhi respon sifat alir dan amilum

dapat mempengaruhi respon kadar air, daya serap serta waktu hancur kapsul.

Amilum mempengaruhi lebih banyak respon dibanding laktosa. Penambahan

amilum dalam jumlah maksimum diharapkan dapat memberikan formula

optimum kapsul ekstrak bengkoang sesuai yang diinginkan.

Laktosa banyak dipakai dalam formulasi karena tidak bereaksi dengan

hampir semua bahan obat, baik yang digunakan dalam bentuk hidrat atau anhidrat

(Lachman, 1994). Amilum manihot merupakan bahan yang inkompatibel dengan

zat pengoksidasi kuat (Hausler, 2009). Hal ini berarti kedua eksipien inert

terhadap daidzein yang ada di dalam ekstrak bengkoang. Analisis kualitatif

menggunakan KLT dilakukan terhadap sediaan kapsul ekstrak bengkoang untuk

mengetahui pengaruh proses formulasi dan penyimpanan selama satu bulan

terhadap kandungan senyawa aktif daidzein.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dilakukan penelitian optimasi formula

kapsul ekstrak bengkoang menggunakan Simplex Lattice Design (SLD), guna

mengetahui jumlah bahan pengisi dan bahan penghancur yang paling optimum

untuk formulasi kapsul ekstrak bengkoang.

F. Hipotesis

1. Peningkatan jumlah laktosa dapat meningkatkan sifat alir granul, sedangkan

peningkatan jumlah amilum manihot dapat meningkatkan kadar air, daya

serap granul, dan waktu hancur kapsul.

21

2. Formula kapsul optimum akan dihasilkan dengan jumlah laktosa terkecil

dalam rentang SLD dan amilum manihot dengan jumlah terbesar dalam

rentang SLD.

3. Proses formulasi dan penyimpanan kapsul ekstrak bengkoang selama 1 bulan

tidak mempengaruhi kandungan senyawa aktif dan sifat fisik kapsul ekstrak

umbi bengkoang.